Anda di halaman 1dari 17

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEGAKAN STANDAR

DIAGNOSIS KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


SOEDARSO PONTIANAK

Yohanes Ransan*, Ichsan Budiharto **, Herman **


*Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Tanjungpura
** Dosen Program Studi Keperawatan Universitas Tanjungpura

ABSTRAK
Latar Belakang: Diagnosis keperawatan harus ditingkatkan lagi didalam dipelayanan
rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya agar seragam, akurat, dan tidak ambigu.
Penegakan diagnosis keperawatan sebagai salah satu komponen standar asuhan
keperawatan perlu dilaksanakan dengan baik sebagaimana yang diamanahkan dalam
undang-undang No.38 tahun 2014 tantang keperawatan pada pasal 30 bahwa dalam
menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat berwenang menetapkan
diagnosis keperawatan. Perawat sebagai penegak diagnosis yang harus memiliki
kemampuan diagnosis yang baik sebagai dasar mengembangkan rencana intervesnsi
keperawatan dalam mencapai peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan
kesehatan klien.
Tujuan: Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi penegakan standar
diagnosis keperawatan di RSUD Soedarso Pontianak.
Metode: Penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectional. Jumlah sampel 77
responden menggunakan teknik probability sampling dengan metode pengambilan
sampel stratified random sampling. Analisa data menggunakan uji chi square.
Hasil: Uji statistik dengan uji chi square factor usia, pendidikan, masa kerja diperoleh
hasil nilai p>0,05 yang artinya H0 diterima dan motivasi perawat diperoleh hasil p=0,036
(<0,05) yang artinya Hа ditolak.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara usia, pendidikan, dan masa kerja terhadap
penegakan diagnosis keperawatan dan terdapat hubungan motivasi perawat terhadap
penegakan diagnosis keperawatan di ruang rawat inap di RSUD Soedarso Pontianak.

Kata Kunci :Penegakan Diagnosa. Diagnosis Keperawatan.


THE FACTORS AFFECTING THE ENFORCEMENT OF NURSING
DIAGNOSIS STANDARDS IN SOEDARSO REGIONAL HOSPITAL IN
PONTIANAK

Yohanes Ransan*, Ichsan Budiharto **, Herman **


* Nursing Student Tanjungpura University
** Nursing Lecture Tanjungpura University

ABSTRACT
Background: Nursing diagnoses must be further improved in providing hospital
services and other health facilities so that they are consistent, accurate, and
unambiguous. The enforcement of nursing diagnoses is perceived as one
component of the standard of nursing care needs to be carried out properly as
mandated in law No. 38 of 2014 concerning nursing. In article 30 of this law, it is
stated that nurses are authorized to determine nursing diagnoses in carrying out
their duties as providers of nursing care. The nurse as a diagnosis enforcer must
have good diagnosis skills as a basis for developing a nursing intervention plan in
achieving improvement, prevention, healing, and recovery of the client's health.
Objective: To identify the factors that influence the establishment of nursing
diagnosis standards at Soedarso Regional Hospital Pontianak.
Method: The researcher used quantitative research methods with a cross-
sectional design. A total of 77 respondents were selected as the research sample
using a probability sampling technique with the stratified random sampling
method. In this study, the researcher also used the chi-square test to analyze
data..
Research Findings: From the statistical test with the chi-square test of the factors
of age, education and years of service, the research findings were revealed in the
form of p <0.05, which means that H0 was accepted. On the other hand, from the
motivation results of nurses, the results obtained p = 0.036 (<0.05) which means
that Ha was rejected.
Conclusion: There is no correlation between age, education, and years of service
on establishing a nursing diagnosis. However, there is a link between nurses'
motivation and nursing diagnoses in the inpatient room at Soedarso Regional
Hospital Pontianak..

Keywords: Enforcement of the Diagnosis, Nursing Diagnosis


PENDAHULUAN wewenang perawat sebagai penegak
Diagnosis keperawatan diagnosis yang harus memiliki
merupakan penilaian klinis terhadap kemampuan diagnosis yang baik
pengalaman atau respon individu, sebagai dasar mengembangkan
keluarga, dan komunitas pada rencana intervensi keperawatan dalam
masalah kesehatan pada resiko rangka mencapai peningkatan,
masalah kesehatan atau pada proses pencegahan dan penyembuhan serta
kehidupan. Diagnosis keperawatan pemulihan kesehatan klien[1].
merupakan bagian vital dalam Sebuah studi yang dilakukan di
menentukan asuhan keperawatan Indonesia menunjukkan bahwa 50%
yang sesuai untuk membantu klien bentuk penilaian keperawatan tidak
mencapai kesehatan yang optimal. mengandung informasi lengkap[2].
Mengingat pentingnya diagnosis Sebagian besar dokumen proses
keperawatan dalam memberian keperawatan tidak lengkap, karena
asuhan keperawatan, maka persepsi bahwa formulir keperawatan
dibutuhkan standar diagnosis tidak sesuai untuk mendokumentasi
keperawatan yang dapat diterapkan di kan kebutuhan perawatan pasien.
[1]
indonesia . melaporkan bahwa proses
Penegakan diagnosis dokumentasi tidak mampu
keperawatan sebagai salah satu menangkap informasi dari diagnosis
komponen standar asuhan keperawatan. Studi ini menunjukkan
keperawatan perlu dilaksanakan bahwa sedikit atau tidak ada usaha
dengan baik sebagaimana yang yang dilakukan untuk mengabungkan
diamanahkan dalam undang-undang formulir penilaian dengan diagnosis
No.38 tahun 2014 tantang keperawatan, serta penerapan
keperawatan pada pasal 30 bahwa diagnosis keperawatan di Indonesia.
dalam menjalankan tugas sebagai Dokumentasi keperawatan
pemberi asuhan keperawatan, perawat menyita hampir 50% waktu perawat
berwenang menetapkan diagnosis pershift kebanyakan perawat dalam
keperawatan. Hal ini menegaskan urutan klinis, tidak melakukan
dokumentasi yang lengkap. Alasan objektif. Pada saat melihat rekam
mengapa perawat tidak melakukan medik yang sudah terisi oleh perawat
dokumentasi keperawatan adalah ruangan serta saat peneliti melakukan
kebanyakan perawat lebih memilih observasi terdapat ketidak cocokan
meluangkan waktu untuk melakukan data yang diambil dengan hasil
tindakan pada pasien dan tidak wawancara perawat ruangan yang
mendokumentasikannya. Faktor menyatakan bahwa diruangan tersebut
pekerjaan, pelatihan dan beban kerja. sering mengangkat diagnosa nyeri
Merupakan faktor yang dapat yang dialami pasien nyeri yang berat
mempengaruhi kelengkapan sedangkan ketika peneliti observasi
dokumentasi keperawatan. pada pasien diruangan tersebut,
Lingkungan kerja, beban kerja yang didapatkan diagnosa nyeri sering
tinggi, dan sulitnya dokumentasi digunakan pada pasien namun tingkat
format waktu pengisian berkontribusi nyeri yang dialami pasien adalah
terhadap kurangnya dokumentasi tingkat nyeri ringan dan tanda minor
keperawatan[3]. yang muncul hanya dua sampai tiga.
Sehingga data yang didapat kurang
Berdasarkan hasil studi
menunjang dalam penegakan
pendahuluan yang dilakukan di
diagnosis, semua diagnosis yang
Ruang Rawat Inap L, K, G, dan F
dibuat oleh perawat terlihat sama dan
RSUD Soedarso Pontianak. Dari hasil
tidak sesuai dengan hasil pengkajian.
wawancara kepada beberapa perawat
Berdasarkan latar belakang yang
di Ruang rawat inap mengatakan cara
peneliti uraikan, peneliti tertarik
menegakan diagnosis keperawatan
untuk meneliti mengenai faktor-faktor
dengan cara melakukan pengkajian,
yang mempengaruhi penegakan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan
standar diagnosis keperawatan di
penunjang, data subjektif, dan data
RSUD Soedarso Pontianak.
METODE metode pengambilan sempel secara
Penelitian ini termasuk jenis acak sederhana dan setiap individu
penelitian kuantitatif dengan metode memiliki peluang yang sama untuk
deskriptif yaitu suatu penelitian yang menjadi responden dengan metode
bertujuan menggambarkan suatu pengambilan sampel stratified
penelitian (deskripsi) tentang random sampling untuk
keadaan tertentu secara objektif[4] mempertimbangkan stratifikasi atau
dengan pendekatan cross sectional strata dalam populasi sehingga setiap
yaitu sebuah penelitian yang strata terwakili untuk menjadi
menekankan waktu observasi atau sampel[6].
pengukuran data dari variabel Instrumen yang digunakan
independen dan dipenden hanya satu dalam penelitian ini yaitu Kuesioner
kali atau sekaligus dalam satu Diagnosis Keperawatan yang berisi
waktu[5]. 14 pernyataan, dan Kuesioner
Populasi dalam penelitian ini Karakterristik perawat dalam 3
adalah semua perawat yang berkerja pernyataan. Kuesioner ini dilakukan
di ruang rawat inap di RSUD uji validitas di Ruang C Rawat inap
Soedarso Pontianak yang meliputi RSUD Soedarso Pontianak dan
perawat di ruang K, L, F, H, G yang Kuesioner Motivasi Kerja yang
berjumlah 96 orang. Sampel yang berisikan 21 pernyataan.
didapatka berjumlah 77 orang Penelitian ini telah dilakukan di
dengan mengunakan perhitungan RSUD Soedarso Pontianak diruang
Swarjana . Teknik sampling yang rawat inap, K, L,F,H, dan G selama
digunakan dalam penelitian ini yaitu 18 hari yaitu dimulai pada tanggal 20
Simpel random sampling dengan September-7 Oktober 2018.
HASIL terbanyak yaitu 76,6%. Karakteristik
Tabel 1 Distribusi Reponden berdasarkan masa bekerja terbanyak yaitu pada
karakteristik individu (N=77)
rentang 1-5 tahun sebanyak 40,3%.
Karakteristik F %
Responden Karakteristik motivasi terbanyak
Usia yaitu pada motivasi tinggi sebanyak
17-25 tahun 32 41,6 80,5%. Karakteristik status
26-35 tahun 45 58,4 kepegawaian didapatkan hasil
Jenis kelamin terbanyak yaitu pada perawat PNS
Laki-laki 22 28,6 sebanyak 53,2%.
Perempuan 55 71,4
Tabel 2 Distribusi Diagnosa Keperawatan
Pendidikan (N=77
D III 59 76,6 Kategori F %
S1 18 23,4 Baik 75 97,4
Masa kerja Buruk 2 2,6
1-5 tahun 31 40,3 Sumber : Data Primer (2018), telah diolah
>5 tahun 46 59,7
Berdasarkan tabel 2 didapatkan hasil
Motivasi
diagnosa keperawatan pada ruangan
Tinggi 62 80,5
rawat inap dalam kategori baik yaitu
Rendah 15 19,5
sebanyak (97,4%) sedangkan yang
Status kepegawaian
buruk sebanyak (2,6%).
PNS 41 53,2
Magang 36 46,8

Sumber : Data Primer (2018), telah diolah

Berdasarkan data pada tabel 1


didapatkan hasil usia perawat
terbanyak yaitu pada rentang 26-36
tahun sebesar 58,4%. Karakteristik
jenis kelamin didapatkan hasil
perempuan menjadi jenis kelamin
terbanyak yaitu 71,4%. Karakteristik
jenis pendidikan didapatkan hasil
DIII menjadi jenis pendidikan yang
Tabel 3 Pengaruh Faktor Usia, Karakteristik Responden
Pendidikan, Masa Kerja, Motivasi,
Berdasarkan Usia
Terhadap Penegakan Standar Diagnosa
Keperawatan (N=77)
Diagnosa Baik Buruk Pada usia ini kematangan diri
keperawatan P
seseorang mulai mencapai
F % F %
puncaknya dan pada usia ini juga
Usia
seseorang masuk kedalam usia yang
17-25 tahun 32 42,7 0 0 0,508
tergolong produktif. dimana semakin
26-36 tahun 43 57,3 2 100

Pendidikan
matang usia seseorang maka

S1 18 24,0 0 0 1,000 kemampuan seseorang dalam


D III 57 76,0 2 100 berpikir dan bekerja semakin matang
Masa kerja pula sehingga orang yang lebih
1-5 tahun 31 41,3 0 0 0,513 cukup umurnya cenderung lebih
>5 tahun 44 58,7 2 100 dipercaya karena tentu memiliki
Motivasi pengalaman yang lebih dari pada
Tinggi 62 82,7 0 0 0,036 orang yang masih berusia awal[8].
Rendah 13 17,3 2 100
Penelitian lain yang
Sumber : Data Primer (2018), telah diolah
mendukung pernyataan ini yaitu
Berdasarkan tabel 3
penelitian yang dilakukan oleh[9]
didapatkan hasil bahwa usia,
yang menyatakan bahwa sesorang
pendidikan, dan masa kerja tidak ada
yang berada pada usia produktif
hubungan dengan penegakan
cenderung memiliki motivasi dan
diagnosa keperawatan.
semangat kerja yang tinggi akan
Sedangkan motivasi terdapat berdampak pada kinerja yang baik.
hubungan dengan penegakan
Pada umumnya usia yang
diangnosa keperawat dengan hasil uji
lebih muda memiliki sikap yang
chi square didapatkan nilai p= 0,036.
kurang dalam bekerja, sedangkan
seseorang yang lebih dewasa
cenderung memiliki komitmen yang
tinggi dalam bekerja[9]. Hal ini juga
terjadi pada usia > 40 tahun dimana Karakteristik Responden
seseorang mulai memasuki usia Berdasarkan Jenis Kelamin
dewasa akhir dimana
Dikatakan bahwa perempuan
produktifitasnya menurun yang
cenderung memiliki kedisiplinan dan
berdampak pada kecepatan,
ketekunan tinggi dibandingkan laki-
kecekatan dan ketelitian dalam
laki, hal ini akan berdampak pada
[10].
bekerja Untuk itu banyaknya
perempuan akan memiliki sikap
perawat yang berusia dewasa awal
disiplin dan ketekunan yang tinggi
diharapkan pula dapat memberi
pula dalam bekerja termasuk dalam
dorongan kepada perawat yang
melakukan penegakan diagnosa
berusia remaja akhir untuk lebih giat
keperawatan dengan baik[12].
lagi melaksanakan proses
keperawatan salah satunya Hampir disetiap ruangan

melakukan penegakan diagnosa wanita mendominasi dari pada laki-

keperawatan yang lebih efektif[9]. laki. Keperawatan sendiri lebih


banyak diminati oleh perempuan
Dari hasil distribusi data
karena pekerjaannya identik dengan
dalam penelitian ini didapatkan hasil
sifat wanita yang lemah lembut dan
rata-rata usia perawat 30 tahun atau
memiliki sikap caring yang tinggi[13].
masih termasuk dalam kategori usia
Hal ini juga mungkin didasari oleh
muda. Hal ini tentu sangat
pandangan orang bahwa perawat
menguntungkan pihak rumah sakit
adalah pekerjaan perempuan dimana
terkhusus didalam bidang SDM
pada sejarah keperawatan
dimana pada usia tersebut tenaga
masyarakat primitif, kata perawatan
perawat dalam kondisi yang baik dan
berawal dari bagaimana seorang
diharapkan usia muda ini dapat
perempuan yang merawat anak yang
memberikan kinerja kerja yang baik
sedang tidak berdaya. Wanita juga
pula[11].
berperan sebagai istri dan ibu yang
memberikan perawatan dan
pengasuhan didalam keluarganya dan
keperawatan juga adalah sebuah
pekerjaan yang didasari oleh kasih Karakteristik Responden
sayang seorang perempuan selain Berdasarkan Tingkat Pendidikan
hampir seluruh perintis keperawatan
Tingkat pendidikan sangat
adalah perempuan yang salah
mempengaruhi kinerja kerja
satunya Florence Nighttingale[14].
seseorang dalam bekerja termasuk
Menyatakan yang jenis dalam memberikan asuhan
kelamin dapat menjadi faktor yang keperawatan dan penegakan
mempengaruhi kinerja kerja. Hampir diagnosa keperawatan. Hal ini juga
90% keperawatan berisi kaum wanita sejalan dengan yang dikemukakan[17]
yang diidentikan memiliki rasa sosial dimana tingkat pendidikan dapat
yang tinggi. Sikap ini sangat memberi pengaruh terhadap kinerja
mempengaruhi ketika ia memberikan kerja seseorang, semakin tinggi
perawatan kepada pasien, kelompok pendidikan seseorang maka
[15]
serta masyarakat . kinerjanya dalam memberikan
pelayanan keperawatan semakin baik
Dalam penelitian ini juga
pula.
didapatkan bahwa sekitar 71,4%
perempuan memiliki motivasi kerja Pendidikan terakhir seseorang
yang tinggi, sedangkan pada laki-laki mempengaruhi tingkat kemampuan,
yang memiliki motivasi kerja tinggi pengetahuan dan semakin percaya
sekitar 28,6%. Hal ini bisa diri untuk bekerja karena pendidikan
disebabkan karena perempuan sendiri penting untuk
memiliki tingkat kesabaran yang jauh mengembangkan kemampuan
lebih baik dan tinggi serta lebih seseorang[18].
mampu untuk menghadapi stres
Karakteristik Responden
sehingga motivasi kerja yang
Berdasarkan Masa Bekerja
perempuan miliki cukup tinggi[16].
Dari hasil penelitian
didapatkan 59,7% perawat yang
memiliki masa kerja >5 tahun
memiliki motivasi kerja yang tinggi.
Pada masa ini adalah waktu yang pekerja PNS banyak ditemui di
cukup bagi perawat untuk bekerja RSUD sendiri.
sehingga semangat bekerja masih
Dari hasil penelitian
sangat tinggi karena pada masa ini
didapatkan pula 46,8% Magang, dan
lah perawat masih mengasah
53,2% PNS yang memiliki motivasi
kemampuannya dalam bekerja.
kerja tinggi. Hal ini mungkin
Masa kerja yang lama akan disebabkan karena PNS adalah status
membuat seseorang terbiasa dengan pekerjaan yang pasti sehingga lebih
lingkungan kerja sehingga seseorang memiliki semangat bekerja yang
tersebut dapat merasa nyaman. tinggi. Pegawai PNS cenderung
karena adaptasi yang dirasa sangat memiliki disiplin kerja yang tinggi
cukup. Seseorang dengan masa kerja dibandingkan pegawai non PNS[12].
yang lama akan bekerja lebih efektif Motivasi Kerja Perawat
dan masalah yang datang akan Motivasi adalah hal utama
mudah diatasi karena pengalaman yang membuat seseorang bekerja dan
dalam mengatasi kendala kerja sudah melakukan semua tindakan dengan
cukup. Semakin lama bekerja, efektif dan motivasi kerjalah yang
keterampilan yang dimiliki juga mengarahkan perilaku kepada arah
meningkat sehingga diharapkan yang baik maupun tidak dalam
dengan pengalaman yang dirasa tidak melakukan pekerjaannya. Perawat
terlalu awal dan tidak terlalu lama ini akan melaksanakan asuhan
dapat memberikan kinerja yang keperawatan dengan baik jika
efektif[19]. mempunyai keinginan dan dorongan
untuk melakukan pekerjaan
Karakteristik Responden
[20]
tersebut .
Berdasarkan Status Kepegawaian
Hasil penelitian di RSUD
Pada penelitian ini didaptkan
Soedarso di dukung oleh penelitian
jumlah terbanyak adalah perawat
yang dilakukan oleh[21] di RSP yaitu
yang berstatus PNS karena RSUD
sebanyak 55,6% perawat memiliki
Soedarso sendiri adalah rumah sakit
motivasi tinggi dan penelitian yang
umum daerah pontianak sehingga
dilakukan oleh Darmayanti di RSUD Didalam proses motivasi ketika
Sultan Syarif Mohamad Alkadrie seseorang telah melakukan
yaitu sebanyak 67,6% perawat pekerjaannya maka ada 2
memiliki motivasi tinggi. kemungkinan yang akan ia dapatkan.
Apakah mendapat imbalan atau
Lebih dari separuh perawat
mendapat hukuman. Agar bisa
dalam penelitian ini juga memiliki
mendapatkan imbalan, maka orang
motivasi kerja tinggi karena
tersebut harus bekerja dengan
didukung dengan tempat kerja yang
sunggung-sungguh dan secara tidak
menyenangkan, selalu
langsung akan meningkatkan
berkomunikasi antar perawat serta
motivasi kerja dari orang tersebut[23].
atasan yang mau membantu saat
Hal ini diperkuat oleh penelitian
perawat pelaksana mengalami
yang dilakukan oleh[24] terdapat
kesusahan dalam bekerja serta
hubungan positif antara pemberian
adanya kemauan dari perawat untuk
insentif terhadap motivasi kerja
bekerja yang lebih baik lagi. perawat
pegawai yang dalam arti pemberian
menyatakan 75% dukungan dari
bonus kepada pegawai sesuai dengan
rekan kerja sangat mempengaruhi
beban kerja masing-masing.
seseorang dalam melaksanakan
pekerjaannya yang dilihat dari aspek Hubungan Faktor Usia Perawat
kesedian dari rekan kerja membantu dengan Penegakan Standar
dalam melaksanakan asuhan Diagnosa Keperawatan di Ruang
keperawatan, pendokumentasian Rawat Inap RSUD Soedarso
yang lengkap serta penyampaian Pontianak
informasi tentang pasien secara Menurut peneliti usia perawat
komprehensif saat serah terima yang berusia 17-25 tahun dan 26-35
pasien antar kedua shift jaga yang sudah baik dalam melakukan
dibuktikan dengan[22]. penegakan diagnosa sehingga tidak
ada perbedaan antara yang muda
Gaji merupakan salah satu
dengan tua. Dimana yang tua sudah
yang mempengaruhi kepuasan
berpengalaman sehingga tidak ada
seseorang setelah selesai bekerja[20].
kesusahan dalam melakukan
diagnosa sedangkan yang muda ilmu dilakukan pada pasien yang berada
yang didapatkan lebih tinggi diruangan[25].
sehingga tidak megalami kesusahan Hubungan Faktor Pendidikan
dalam melakukan penegakan Perawat dengan Penegakan
diagnosa keperawatan. Standar Diagnosa Keperawatan di
Usia sangat menentukan Ruang Rawat Inap RSUD
kedewasaan seseorang, karena Soedarso Pontianak
semakin tinggi usia seseorang maka Perawat dengan tingkat
pengalaman seseorang juga akan pendidikan yang berbeda mempunyai
tinggi pula. Orang yang dewasa kualitas dokumentasi yang
maka akan memperlihatkan dikerjakan berbeda pula karena
kematangan berfikir, dalam semakin tinggi tingkat
menelaah sesuatu dengan pikiran pendidikannya maka kemampuan
yang positif, sehingga responden secara kognitif dan keterampilan
yang berusia dewasa akhir akan akan meningkat[5].
memiliki pola pikir yang lebih Menurut peneliti pendidikan
dewasa dibandingkan dewasa awal. DIII dan S1 keperawatan sudah baik
Pada penelitian ini seseorang yang dan benar dalam melakukan
berusia tua akan memiliki penegakan diagnosa dimana
kematangan berfikir untuk pendidikan DIII dan S1 sama saja
pendokumentasian asuhan tidak ada perbedaan dalam
keperawatan yang dilakukannya pada melakukan penegakan diagnosa
setiap pasien yang ada diruangan dimana yang DIII sudah sedikit tua
sehingga tindakan yang diberikan dan pengalaman sudah banyak
tepat pada pasien. Seseorang yang sehingga lebih mengerti sedangkan
memiliki usia muda akan senantiasa yang S1 banyak yang muda
memberikan pendokumentasian yang pengalaman masih kurang sehigga
lengkap, karena seorang yang berusia tidak ada pengaruh pendidikan
muda akan mudah untuk mengingat dengan penegakan diagnosa
apa yang seharusnya akan ditulis keperawatan.
dalam pendokumentasian yang
Pendidikan yang tinggi akan kegiatan untuk meningkatkan
mencerminkan kemampuan keterampilan, pengetahuan, dan
seseorang untuk dapat kemampuan setiap individu agar
menyelesaikan suatu pekerjaan tidak terjadi kejenuhan terhadap
dengan baik. Orang yang mempunyai rutinitas sehingga kualitas
pendidikan tinggi maka mempunyai dokumentasi menjadi lebih baik[26].
pengalaman yang tinggi pula, dan Menurut peneliti masa kerja
memiliki pola pikir yang lebih perawat 1-5 tahun dan >5 tahun tidak
matang sehingga bisa membedakan berpengaruh terhadap penegakan
mana yang baik dan mana yang diagnosa keperawatan dimana
buruk. Pada penelitian ini terdapat didapatkan didalam penelitian bahwa
orang yang memiliki pendidikan masa kerja yang lama sudah
tinggi akan memberikan melakukan cara penegakan diagnosa
pendokumentasian yang lengkap dengan baik dan mengajar kepada
pada asuhan keperawatan pasien yang baru cara melakukan penegakan
yang berada diruangan. Orang yang diagnosa yang baik dan benar
mempunyai pendidikan tinggi akan sehingga tidak terdapat hubungan
memilikin pengalaman yang baik diagnosa keperawatan dengan masa
untuk pendokumentasian asuhan kerja perawat.
keperawatan pada pasien yang Masa kerja perawat sangat
berada diruangan[25]. menentukan kualitas perawat yang
Hubungan Faktor Masa Kerja ada didalam ruangan. Perawat yang
Perawat dengan Penegakan mempunyai masa kerja baru maka
Standar Diagnosa Keperawatan di pengalaman perawat tersebut masih
Ruang Rawat Inap RSUD terbatas dibandingkan dengan
Soedarso Pontianak perawat yang telah lama berada
Semakin lama masa kerja diruangan tersebut. Masa kerja
maka karyawan akan menghasilkan perawat yang telah lama memiliki
produktifitas yang tinggi. kemampuan yang lebih,untuk
Bertambahnya lama kerja seorang pendokumentasian asuhan
perawat sebaiknya disertai dengan keperawatan yang didapat diruangan
selama beberapa tahun semenjak Menurut peneliti motivasi
bekerja di rumah sakit. Biasanya perawat berhubungan dengan
seseorang yang sudah lama masa penegakan diagnosa keperawatan
kerja pada ruangan maka makin terlihat dari hasil penelitian bahwa
mudah ia memahami tugas dan semua perawat soedarso yang
tanggung jawabnya terhadap mempunyai motivasi tinggi lebih
pendokumentasian asuhan baik dalam melakukan penegakan
keperawatan, sehingga memberi diagnosa dari pada yang motivasi
peluang orang tersebut untuk rendah hanya sedikit saja melakukan
meningkatkan pendokumentasian penegakan diagnosa yang baik
asuhan keperawata, dan tindakan sehingga menyebabkan ada
pada pasien serta beradaptasi dengan hubungan motivasi dengan
[25]
lingkungan dimana dia berada . penegakan diagnose keperawatan.
Hubungan Faktor Motivasi
Motivasi perawat sangat
Perawat dengan Penegakan
dibutuh kan dalam pekerjaan perawat
Standar Diagnosa Keperawatan di
karena dengan motivasi yang baik
Ruang Rawat Inap RSUD
bisa menumbuhkan semangat untuk
Soedarso Pontianak
bekerja, sehingga pekerjaan yang
Perawat yang memiliki
dilakukan akan mendapatkan hasil
motivasi tinggi cenderung rendah
yang lebih memuaskan. Semakin
untuk mengalami burnout. Dalam
tinggi motivasi seseorang untuk
pelayanan kesehatan, perawat
bekerja maka hasil yang didapat juga
menghabiskan waktu 24 jam bersama
akan lebih baik. Motivasi yang tinggi
pasien dibanding tenaga kesehatan
akan memberikan pendokumentasian
lainnya. Karena pelayanan kesehatan
asuhan keperawatan pada pasien juga
yang baik adalah bagian integral
akan lebih baik, sehingga bisa
yang mencakup bio-psiko-sosio-
memberikan tindakan yang lebih
spiritual yang ditujukan kepada
tepat, dan akurat kepada pasien. Jika
individu, keluarga, kelompok dan
motivasi seseorang dalam bekerja
[27]
masyarakat .
rendah maka dalam menjalankan
pekerjaan seperti pendokumentasian
asuhan keperawatan akan bekurang, sehingga tindakan yang diberikan
karena kurang nya semangat untuk kepada pasien juga akan
mengerjakan tindakan tersebut berkurang[25]

KESIMPULAN

1.Berdasarkan hasil distribusi Rumah Sakit Umum Daerah


responden umur diperoleh umur Soedarso Pontianak Pendidika
terbanyak pada rentang 26-35 tahun termasuk dalam kategori tinggi yaitu
(58,4%). Berdasarkan hasil distribusi sebesar (97,4%).
responden jenis kelamin diperoleh
4.Tidak terdapat hubungan antara
perempuan sebangai jenis kelamin
usia perawat dan penegakan standar
terbanyak (71,4%). Berdasarkan
diagnosa keperawatan di ruang rawat
hasil distribusi responden tingkat
inap RSUD Soedarso Pontianak.
pendidikan diperoleh DIII sebagai
5.Tidak terdapat hubungan antara
jenis pendidikan terbanyak (76,6%).
pendidikan perawat dan penegakan
Berdasarkan hasil distribusi
standar diagnosa keperawatan di
responden lama bekerja diperoleh
ruang rawat inap RSUD Soedarso
hasil terbanyak pada rentang masa
Pontianak.
kerja >5 tahun (59,7%). Berdasarkan
6.Tidak terdapat hubungan antara
hasil distribusi status kepegawaian
masa kerja perawat dan penegakan
diperoleh hasil terbanyak yaitu
standar diagnosa keperawatan di
perawat PNS (53,2%).
ruang rawat inap RSUD Soedarso
2.Motivasi kerja perawat di Ruang
Pontianak.
Rawat Inap Rumah Sakit Umum
7.Terdapat hubungan antara motivasi
Daerah Soedarso Pontianak termasuk
perawat dan penegakan standar
dalam kategori tinggi yaitu sebesar
diagnosa keperawatan di ruang rawat
(80,5%)
inap RSUD Soedarso Pontianak.
3.Pelaksanaan penegakan diagnosa
keperawatan di Ruang Rawat Inap
DAFTAR PUSTAKA 9. Dewi, Myta Kirana. (2016).
1. Aprisunadi. (2017). Standar Hubungan Sikap Disiplin
Diagnosis Keperawatan Perawat dengan Efektivitas
Indonesia. Jakarta: Dewan Pelaksanaan Timbang Terima
Penggurus Pusat Persatuan di RSUD dr. abdoer Rahem
Perawat Nasional Indonesia. Situbondo. Skripsi. Tidak
2. Hidayah, Nur (2014). dipublikasikan
Manajemen Model Asuhan 10. Wahyudi, I. (2010).
Keperawatan Profesional Hubungan Persepsi Perawat
(MAKP) Tim Dalam Tentang Persepsi
Peningkatan Kepuasan Pasien Keperawatan, Kemampuan,
Di Rumah Sakit. Jurnal Motivasi Kerja Terhadap
Kesehatan Vol 1. No. 2; 410- Kinerja Perawat Pelaksana di
426 RSU dr. Slamet Garut. Tesis.
3. Rachmania, D., Nursalam., Tidak dipublikasikan.
Yunitasari, E. (2016). 11. Nugroho, A.D., & Widodo,
Pengembangan instrumen A. (2011). Hubungan
diagnosis & intervensi Motivasi Kerja Perawat
keperawatan berbasis dengan Pemberian Pelayanan
standardized nursing Keperawatan Kepada Pasien
language (NANDA, NOC, Keluarga Miskin di RSUI
NIC). Jurnal Ners Vol 11 (2) Kustati Surakarta. Tidak
Hal 157-163. dipublikasikan
4. Machfoedz. 2013 Metodologi 12. Meidian, F. (2012). Analisis
penelitian (kuantitatif dan Hubungan Faktor-Faktor
kualitatif): Bidang kesehatan, Motivasi Kerja terhadap
kesehatan, kebidadan, Disiplin Kerja Pegawai Non
krdokteran (Ed. Rev). Medis di Gedung
Yogyakarta: Fitramaya. Administrasi RS X. Skripsi.
5. Notoatmodjo, S. (2012). Tidak dipublikasikan
Metodologi Penelitian 13. Yanti, R. I., & Warsito, B. E.
Kesehatan. Jakarta : Rineka (2013). Hubungan
Cipta. Karakteristik Perawat,
6. Dharma, K. K. (2015). Motivasi dan Supervisi
Metodelogi Penelitian dengan Kualitas Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta: Trans proses Asuhan Keperawatan.
Info Media. Jurnal Manajemen
7. Depkes RI. (2012). Standar Keperawatan. Volume 1,
Tenaga Keperawatan di No.2, November 2013; 107-
Rumah Sakit, Depkes RI. 114
Jakarta 14. Blais, K. K., Hayes, J. S.,
8. Nursalam, Efendi.,F. (2008) Kazier, B. (2012). Praktik
Pendidikan Dalam Keperawatan Profesional
Keperawatan. Jakarta: Konsep dan Perspektif Edisi
Selemba Medika. 4. Jakarta : EGC
15. Mogopa, C. P., Pondaag, L., Kepatuhan
& Hamel, R. S. (2017). Pendokumentasian Asuhan
Hubungan Penerapan Metode Keperawatan Berdasarkan
Tim dengan Kinerja Perawat Teori Kepatuhan Milgram.
Pelaksana di Irina C RSUP Jurnal Administrasi
Prof. Dr. R. D. Kandou Kesehatan Indonesia,Vol.
Manado. E-Journal 1(3), 252-262
Keperawatan (e-Kp) Vol 5 (1) 23. Marquis, B. L. & Huston, C.
16. Pribadi, T & Prawesti, D. J. (2010). Kepemimpinan dan
(2012). Kepuasan pasien Manajemen Keperawatan
terhadap kinerja oerawat Edisi 4 Teori dan Aplikasi.
kontrak dan perawat tetap. Jakarta : EGC
Jurnal STIKES RS Baptis 24. Zenah, S. N. (2014).
Kediri. Hubungan Pemberian Insentif
17. Asmadi. (2008) Konsep dasar dengan Motivasi Kerja
keperawatan. Jakarta: Buku Perawat Ruang Rawat Inap
kedokteran EGC. Kelas III RSUD Inche Abdul
18. Patingtingan, Y. M., Moeis Samarinda. eJournal
Patingringgi, S.A., & Administrasi Negara,3 (2):
Anggraini, R. (2013). 451-463
Gambaran Motivasi Kerja 25. Amelia, E,. Herawat, L,.
Perawat di Ruang Rawat Nofriadi. (2018) Faktor-
InapRS Universitas faktor kelengkapan
Hasanudin Makasar. Tidak pendokmentasian asuhan
dipublikasikan keperawatan di instalasi
19. Oktafiyani, Y. (2009). rawat inap RSUD Lubuk
Pengaruh Pendidikan dan Sikaping. Jurnal
Masa Kerja Terhadap documentation of , nurses.
Kedisiplinan Karyawan di Vol 1 No 1 Hal 2622-2256.
SMK Muhamadiyah 26. Robbins, Stephen P. dan
Surakarta. Skripsi. Tidak Coulter, Mary. (2010).
dipublikasikan. Manajemen Edisi 10 Jilid 2.
20. Asmuji. (2016). Manajemen Jakarta : Erlangga
Keperawatan : Konsep dan 27. Tawale, E. N. Budi, W. &
Aplikasi. Yogyakarta : Ar- Nurcholis, G. (2011,
Ruzz Media. agustus). Hubungan antara
21. Riskah, K (2017) Hubungan Motivasi Kerja Perawat
Motivasi Kerja Perawat dengan Kecenderungan
Terhadap Pelaksanaan mengalami Burnout pada
Timbang Terima Perawat di RSUD Serui–
Keperawatan di RSUP. Papua. INSAN, 13(2), 74-84.
Pontianak. Skripsi
Dipublikasikan
22. Ulum, Muh. Miftahul dan
Wulandari, Ratna D. (2013).
Faktor yang Mempengaruhi

Anda mungkin juga menyukai