Anda di halaman 1dari 17

Filsafat Islam

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Falsafah Kesatuan Ilmu

Dosen Pengampu : Dr. Machrus, M. Ag.

Disusun oleh:

Rahmad Hidayat (1904056002)

Salsa Putri Sephia (1904056003)

Muhammad Priyaddin (1904056004)

ILMU SENI DAN ARSITEKTUR ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkonstribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namaun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dri kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya yang lebih baik lagi.

Semarang, 16 September 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………2

DAFTAR ISI………………………………………………….…………………………..3

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….…..4

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………….…………4


B. Rumusan Masalah………………………………………………………….….5
C. Tujuan Rumusan Masalah……………………………………………………..5

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………...6

A. Pengertian Filsafat Islam………………………………………………………6


B. Latar Belakang Munculnya Serta Tokoh-tokoh Dalam Filsafat Islam………..7
C. Pokok-pokok Masalah Di Dalam Filsafat Islam………………………………9
D. Cara Menyikapi Perbedaan Para Filosof Islam dan Manfaatnya Bagi
Kehidupan……………………………………………………………………13

BAB III PENUTUP……………………………………....…………………………….15

A. Kesimpulan…………………………………………………………………..15

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jika orang ditanya, apa perbedaan agama dan filsafat, maka jawaban-
standarnya adalah sebagai berikut. Filsafat mulai dari keragu-raguan, sementara
agama mulai dari keimanan. Jawaban ini, meski sepintas tampak memuaskan, tak
terlalu tepat jika dirujukkan kepada filsafat pramodern, khususnya Islam. Pertama,
tak benar bahwa agama Islam menyatakan bahwa penganutannya bermula dari
iman. Dalam Islam, dalam hal ini paham rasionalistik Islam (ta‘aqqulî), keimanan
datang belakangan setelah atau, paling cepat, bersamaan dengan akal. Menurut
paham ini, agama harus dipahami secara rasional. Bahkan, bagi sebagian orang,
adalah menjadi tugas setiap individu Muslim untuk berupaya sampai kepada
kepercayaan (‘aqîdah) yang benar tentang Islam lewat pemikirannya sendiri.

Dengan demikian, sampai batas tertentu keragu-raguanskeptisisme sehat


memang dipromosikan di sini. “Agama,” kata sang Nabi, “adalah akal. Tak ada
agama bagi orang yang tidak berakal.” Kedua, tak pula benar bahwa filsafat Islam
sepenuhnya mulai dari keragu-raguan. Seperti segera akan kita lihat, ciri filsafat
Islam bukanlah terutama terletak pada skeptisisme. Ciri yang membedakan filsafat
Islam dari pendekatan tradisional (ta‘abbudî) dan teologis adalah pada metode yang
digunakannya. Kalau dalam yang disebut belakangan metode yang digunakannya
bersifat dialektik (jadalî), maka dalam filsafat Islam meski sama-sama rasional-
logis metode yang diterapkan adalah demonstrasional (burhânî). Teologi berangkat
dari keimanan terhadap sifat kebenaran-mutlak bahan-bahan tekstual kewahyuan
Al-Quran dan Hadis. Para teolog membangun argumentasinya secara dialektis
berdasarkan keyakinan baik-buruk tekstual, dan dari situ ber upaya mencapai
kebenaran-kebenaran baru. Sementara, kaum filosof membangun argumenttasinya
melalui pijakan apa yang dipercayai dan disepakati secara umum sebagai premis-
premis kebenaran primer (primary truth). Sehingga sekarang muncullah apa yang
disebut filsafat islam. Ilmu ini tetap diajarkan karena para filosof (orang yang

4
menguasai ilmu filsafat) berpendapat bahwa ilmu ini merupakan keutamaan,
sumber segala ilmu, induk semua ilmu, sumber segala hikmah dan sumber
kecakapan manusia. Jadi, penyusunan makalah ini kami kira menjadi penting untuk
memberikan wawasan mengenai ilmu filsafat islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu filsafat Islam ?
2. Apa latar belakang munculnya filsafat Islam serta siapa tokoh-tokoh dalam
ilmu filsafat Islam?
3. Apa sajakah pokok-pokok masalah yang dibahas filsafat Islam?
4. Bagaimana kita menyikapi perbedaan pendapat para filosof Islam dan apa
manfaatnya bagi kehidupan?

C. Tujuan Rumusan Masalah


1. Mengetahui pengertian filsafat dan filsafat Islam.
2. Mengetahui latar belakang munculnya filsafat Islam serta siapa tokoh-tokoh
dalam ilmu filsafat Islam.
3. Mengetahui pokok-pokok masalah yang dibahas filsafat Islam.
4. Mengetahui cara menyikapi perbedaan para filosof Islam dan manfaatnya bagi
kehidupan.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Islam


Filsafat Islam sering disebut filsafat Arab dan filsafat Muslim merupakan
kajian sistematis terhadap kehidupan, alam semesta, etika, moralitas,
pengetahuan, pemikiran, dan gagasan politik yang dilakukan di dalam dunia
Islam atau peradaban umat Muslim dan berhubungan dengan ajaran-ajaran
Islam. Dalam Islam, terdapat dua istilah yang erat kaitannya dengan pengertian
filsafat-falsafah (secara harfiah “filsafat”) yang merujuk pada kajian filosofi,
ilmu pengetahuan alam dan logika, dan kalam (secara harfiah berarti
“berbicara”) yang merujuk pada kajian teologi keagamaan.1
Filsafat Islam adalah pekembangan pemikiran umat Islam dalam dunia
Islam untuk menjawab tantangan zaman disertai dengan ajaran Islam. Filsafat
Islam merupakan hasil pemikiran umat Islam secara keseluruhan. Pemikiran
Islam merupakan pemikiran yang khas, lain dari pada yang lain. Sebab
pemikiran Islam berasal dari wahyu atau bersandarkan pada penjelasan wahyu,
sedangkan pemikiran-pemikiran yang lain yang berkembang di antara manusia,
baik itu berupa agama-agama non samawi, ideologi-ideologi politik dan
ekonomi, maupun teori-teori sosial sekedar muncul dari kejeniusan berfikir
manusia yang melahirkannya.2
Namun perlu disadari, bahwa sekalipun pemikiran Islam berasal dari
wahyu yang turun dari langit, pemikiran islam diturunkan ke bumi untuk
menjadi petunjuk bagi manusia di bumi. Oleh karena itu, agar bisa memahami
keberadaan pemikiran islam sebagai petunjuk amal perbuatan manusia, maka
perlu dipahami karakteristik pemikiran Islam. Dalam makalah ini akan di bahas
tentang aliranpemikiran islam, meliputi fiqih, filsafat, teologi islam dan tasawuf
berikut tokoh-tokoh dan pemikirannya masing-masing.
1
Wikipedia, Filsafat Islam, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_Islam, pada tanggal 15
September 2020 pukul 23.14 WITA.
2
Surma Haryani, Dari Filsafat Islam ke Pemikiran Islam, (Riau: UIN Sultan Syarif Kasim, 2017), hlm. 1.

6
B. Latar Belakang Munculnya Serta Tokoh-tokoh Dalam Filsafat Islam
Dalam sejarah, pertemuan Islam (kaum muslimin) dengan filsafat, terjadi
pada abad-abad ke- 8 masehi atau abad ke-2 Hijriah, pada saat Islam berhasil
mengembangkan sayapnya dan menjangkau daerah-daerah baru. Dalam abad
pertengahan, filsafat dikuasai oleh umat Islam. Buku-buku filsafat Yunani,
diseleksi dan disalur seperlunya, serta diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Minat dan gairah mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan waktu itu begitu
tinggi karena pemerintahlah yang menjadi pelopor serta pioner utamanya. Dua
imperium besar pada masa itu, yakni Abbasiyah dengan ibu kotanya Bagdad (di
Timur), dan Umayyah dengan ibu kotanya Kordova (di Barat) menjadi pusat
peradaban dunia yang menghasilkan banyak orang bergelut dalam dunia
kefilsafatan. Untuk mengetahui sejarah perkembangan filsafat Islam, maka
kehadiran para filosof muslim dalam dunia kefilsafatan dari masa ke masa harus
ditelusuri.3
Dalam sejarah perkembangan filsafat Islam, filosof pertama yang lahir
dalam dunia Islam adalah al-Kindi (796-873 M). Ide-ide al-Kindi dalam
filsafat misalnya, filsafat dan agama tidak mungkin ada pertentangan. Cabang
termulia dari filsafat adalah ilmu tauhid atau teologi. Filsafat membahas
kebenaran atau hakekat. Kalau ada hakekat-hakekat mesti ada hakekat
pertama (‫ )األول الحق‬yakni Tuhan. Ia juga membicarakan tentang jiwa dan
akal. Filosof besar kedua dalam sejarah perkembangan filsafat Islam ialah Al-
Farabi (872-950 M). Dia banyak menulis buku-buku tentang logika, etika,
ilmu jiwa dan sebagainya. Ia menulis buku “Tentang Persamaan Plato dan
Aristoteles”, sebagai wujud keyakinan beliau bahwa filsafat Aristoteles dan
Plato dapat disatukan. Filsafatnya yang terkenal adalah filsafat emanasi.
Selanjutnya, filosof setelah al-Farabi adalah Ibnu Sina (980-1037 M). Nama
Ibnu Sina terkenal akibat dua karangan beliau yakni al-Qanun Fiy al-Tibb
yang merupakan sebuah Ensiklopedia tentang ilmu kedokteran yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 M, dan menjadi buku

3
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 15.

7
pegangan di universitas-universitas Eropa, dan al-Syifa al-Qanun yang
merupakan Einsiklopedia tentang filsafat Aristoteles dan ilmu pengetahuan.
Di dunia Barat, beliau dikenal dengan Avicenna (Spanyol Aven Sina) dan
popularitasnya di dunia Barat sebagai dokter melampau popularitasnya
sebagai filosof, sehingga ia diberi gelar dengan “the Prince of the
Physicians”. Di dunia Islam sendiri, ia diberi gelar al-Syaikh al-Ra’is atau
pemimpin utama dari filosof-filosof.4
Filosof selanjutnya adalah Ibnu Miskawaih (W. 1030 M). Beliau lebih
dikenal dengan filsafat akhlaknya yang tetuang dalam bukunya, Tahzib
alAkhlak. Menurutnya, akhlak adalah sikap mental atau jiwa yang
menimbulkan perbuatan-perbuatan tanpa pemikiran yang dibawa sejak lahir.
Kemudian ia berpendapat bahwa jiwa tidak berbentuk jasmani dan
mempunyai bentuk tersendiri. Jiwa memiliki tiga daya yang pembagiannya
sama dengan pembagian al-Kindi. Kesempurnaan yang dicari oleh manusia
ialah kebajikan dalam bentuk ilmu pengetahuan dan tidak tunduk pada hawa
nafsu serta keberanian dan keadilan. Filosof berikutnya adalah al-Ghazali.
Selain filosof, al-Gazali juga termasuk sufi. Jalan yang ditempuh al-Ghazali
diakhir masa hidupnya meninggalkan perasaan syak yang sebelumnya
mengganggu jiwanya. Keyakinan yang hilang dahulu ia peroleh kembali.
Berdasar dari uraian-uraian terdahulu, maka dapat dipahami bahwa
perkembangan filsafat Islam, pada mulanya terwariskan dari karangankarangan
filosof Yunani, kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Latin, dan
berpengaruh bagi ahli-ahli fikir Eropa sehingga ia diberi gelar penafsir
(comentator), yaitu penafsir filsafat Aristoteles.5
Perkembangan filsafat Islam, hidup dan memainkan peran signifikan
dalam kehidupan intelektual dunia Islam. Jamal al-Dīn al-Afgani, seorang
murid Mazhab Mulla Shadra saat di Persia, menghidupkan kembali kajian
filsafat Islam di Mesir. Di Mesir, sebagian tokoh agama dan intelektual
4
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, Filosof Dan Filsafatnya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm. 37-221.
5
Ambi Ricko, Makalah Sejarah Pemikiran Islam: Aliran Al-Asy’ariyah, diakses dari
https://www.academia.edu/5103093/Makalah_Sejarah_Pemikiran_Islam, pada tanggal 15 November
2020 pukul 00.04 WITA

8
terkemuka seperti Abd. al-Halim Mahmud, Syaikh al-Azhar al-marhum,
menjadi pengikutnya. Filsafat Islam di Persia, juga terus berkembang dan
memainkan peran yang sangat penting meskipun terdapat pertentangan dari
kelompok ulama Syi‟ah. Tetapi patut dicatat bahwa Ayatullah Khoemeni, juga
mempelajari dan mengajarkan al-hikmah (filsafat Islam) selama berpuluh puluh
tahun di Qum, sebelum memasuki arena politik, dan juga Murtadha
Muthahhari, pemimpin pertama Dewan Revolusi Islam, setelah revolusi Iran
1979, adalah seorang filosof terkemuka. Demikian pula di Irak, Muhammad
Baqir al-Shadr, pemimpin politik dan agama yang terkenal, adalah juga pakar
filsafat Islam.

C. Pokok-pokok Masalah Di Dalam Filsafat Islam


1. Emanasi
Emanasi adalah teori yang dikemukakan oleh  Plotinus, yang terkenal
dengan sebutan aliran Neo-Platinisme. Prinsip teori emanasi adalah
penjelasan tentang munculnya yang banyak dari yang satu atau terjadinya
alam dari sumber yang pertama. Dalam bahasa agama sering dinamakan
dengan penciptaan, yakni bagaimana Tuhan menciptakan alam ini. Proses
ini merupakan proses otomatis tanpa kehendak, bagaikan munculnya panas
dari api dan cahaya dari matahari. Persoalan tentang terciptanya alam
merupakan persoalan parenial yang sampai saat ini belum terpecahkan
secara baik. Al-Farabi, Filosof muslim yang terkenal menguraikan teori
emanasi secara lebih rinci. Al-Farabi menggunakan teori emanasi, yang
dalam bahasa arab disebut nazhariyat Al-faidh (teori limpahan). Karena
sesuatu kalau sudah sempurna akan melimpah, bagaikan gelas jika terus
diisi dengan air akan melimpah. Begitu juga Tuhan yang maha sempurna
akan melimpah dari dirinya kesempurnaan juga.

2. Jiwa/ruh
Jiwa dalam bahasa arab disebut dengan nafs atau ruh, sedangkan dalam
bahasa inggris soul atau spirit adalah unsur immateri dalam diri manusia.

9
Jiwa tidak dapat dipisahkan dari tubuh, begitu juga sebaliknya karena tanpa
salah satu dari keduanya, seseorang tidak dapat dikatakan manusia. Kendati
jiwa adalah unsur pokok dalam diri manusia, persoalan hakikat jiwa,
hubungan jiwa dengan badan dan keabadian jiwa tidak mudah dipecahkan.
Karena itu, tidak heran para ahli agama, filosof, sufi, dan psikolog sampai
sekarang masih terus berusaha mengkaji dan mendalami tentang eksistensi
jiwa. Dalam kitab-kitab suci agama pun, ungkapan jiwa termasuk bahasan
yang penting karena terkait dengan kepercayaan pokok, yaitu percaya akan
hari akhirat, yang didalamnya terkandung makna keabadian jiwa.

3. Akal
Permasalahan akal merupakan bagian yang menjadi pembahasan tidak
saja dalam filsafat islam, tetapi juga dalam teologi dan bahkan hampir di
semua aspek dalam bidang keilmuan islam. Dalam fiqih umpamanya, akal
merupakan bagian yang amat pokok untuk berijtihad karena setelah Al-
Qur’an dan hadits, akal lah yang berperan menentukan suatu hukum. Hadits
nabi juga menegaskan bahwa jika ditemukan penyelesaian suatu persoalan
dalam Al-qur’an dan hadits, maka hendaklah berijtihad dengan akal. Karena
itu, wajar kemudian akal merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pembahasan bagian keilmuan dalam islam.

4. Teori kenabian
Kenabian merupakan salah satu pembahasan yang dibicarakan oleh para
filosof Islam karena persoalan ini terkait erat dengan pelimpahan dari Akal
Aktif (Jibril) kepada para nabi dan filosof. Jika para nabi  mendapatkan
wahyu dari jibril, maka filosofpun dapat berhubungan dengan jibril yang
dalam istilahnya disebut Akal Aktif. Persoalan berikutnya adalah jika nabi
dan filosof sama-sama dapat berhubungan dengan Jibril, apa perbedaan nabi
dan filosof. Dalam kata lain apakah kedudukan nabi dan filosof sama atau
berbeda. Kalau sama di mana letak persamaannya jika berbeda dimana letak
perbedaannya.

10
Dalam beberapa hal nabi dan filosof sama, yakni dapat berhubungan
dengan Jibril, baik ketika bangun maupun ketika tidur. Sedangkan filosof
hanya dapat berhubungan dengan Jibril hanya ketika tidur saja. Di samping
itu, nabi berhubungan dengan perantara hidayah, sedangkan filosof lewat
perantara akal mustafad. Persoalan inilah yang kemudian dibicarakan oleh
para filosof-filosof muslim.

5. Eskatologi
Iman pada hari akhirat dalam Islam merupakan rukun iman setelah
iman kepada Tuhan. Jika seseorang tidak mengimani kebangkitan di hari
akhirat, maka dia berhak di cap kafir. Al-Ghazali, yang terkenal dengan
julukan hujjatul Islam. Mencap filosof kafir karena filosof mengimani
kebangkitan ruhani dan menolak kebangkitan jasmani. Persoalannya adalah
apakah benar filosof itu kafir sebagimana dituduhkan Al-Ghazali. Kalau
benar apakah kafir mereka sama dengan kafir musyrik. Persoalan inilah
yang kemudian mendapat reaksi cukup keras dari Ibn Rusyd, sehingga
menulis buku khusus, yang berjudul Tahafut Al-Tahafut untuk menjawab
tuduhan Al-Ghazali tersebut.

6. Kebaikan dan kejahatan


Adanya kejahatan di jagad raya merupakan masalah yang tidak henti-
hentinya diperdebatkan, terutama oleh agamawan dan ilmuwan. Masalah
yang mendasar, terutama bagi teisme, adalah kenapa kejahatan itu ada,
padahal Tuhan Pencipta, maha kuasa, dan sumber kebaikan.

7. Alam antara Qadim dan Baharu


Perbincangan mengenai penciptaan alam dan sifat alam merupakan
salah satu hal yang krusial, dalam teologi Islam maupun dalam filsafat
Islam. Sebab jika alam qadim sedangkan Tuhan juga qadim, maka tentu ada
2 yang qadim. Dua yang qadim bertentangan dengan ajaran dasar Islam
yang menegaskan bahwa hanya Tuhan satu-satunya zat yang qadim, selain
Tuhan adalah baharu dan ciptaan-Nya. Perdebatan inilah yang muncul di

11
kalangan filosof karena mereka di tuduh memprakarsai alam qadim. Apakah
benar alam qaim menurut filosof atau tidak bahkan mereka yang menuduh
filosof mengatakan alam qadim salah memahami pandangan filosof.
8. Pengetahuan Tuhan
Salah satu persoalan yang diperdebatkan kalangan teolog da filosof
adalah mengenai pengetahuan Tuhan apakah Tuhan mengetahui hal-hal
yang terperinci, seperti apakah Tuhan mengetahui semut hitam berjalan di
malam gelap diatas batu hitam. Persoalannya adalah jika Tuhan mengetahui
hal-hal yang terperinci, maka Tuhan amat sangat sibuk dan apa gunanya
Tuhan mengetahui semua itu. Jika Tuhan tidak mengetahui tentu di samping
terkesan Dia tidak mengetahui, juga tidak sesuai dengan ayat Al-Qur’an
yang menjelaskan Tuhan Maha Mengetahui.

Persoalan inilah yang diperdebatkan secara panjang lebar antara teolog


dan filosof. Abu Barakat Al-Bagdadi berkomentar tentang persoalan
tersebut, “Para pemikir kontemporer dan tradisional berbeda pendapat
tentang pengetahuan Tuhan mengenai hal-hal yang terperinci. Sebagian
mereka berpendapat bahwa Tuhan tidak mengetahui selain zat dan sifat-
Nya. Adapun sebagian yang lain mengatakan bahwa Tuhan mengetahui zat
dan juga semua makhluk-Nya dalam berbagai keadaan, baik yang sekarang
maupun yang akan datang. Sisanya berpendapat bahwa Tuhan mengetahui
zat sifat-sifat global, dan wujud yang abadi lewat zat-Nya. Bagi pendapat
yang terakhir ini Tuhan tidak mengetahui hal-hal yang terperinci dan
berbagai perubahan di jagad raya.

9. Hukum kausalitas
Teori kausalitas adalah salah satu sumbangan terbesar filsafat pada
ilmu. Ilmu menjadikan teori kausalitas sebagai dasar pijakannya. Ilmu
kesehatan umpamanya, harus taat azaz pada hukum sebab akibat. Kalau obat
tertentu tidak memberi kepastian penyembuhan bagi penyakit tertentu, maka
akan kacau sistem pengobatan. Karena itu, obat harus mencapai tingkat
kepastian sebagai penyembuh suatu penyakit. Peristiwa-peristiwa di alam

12
juga tidak terlepas dari hukum sebab akibat, seperti api membakar dan air
membasahi.
10. Ruang dan waktu
Dalam sistem Aristoteles, alam terbatas oleh ruang, tetapi tidak terbatas
oleh waktu. Hal itu dikarenakan gerak alam seabadi Penggerak Tak
Tergerakkan (Unmovable Mover). Keabadian alam ini ditolak dalam
pemikiran Islam, karena alam adalah diciptakan. Untuk itu para filosof
muslim mencari jalan keluarnya yang sesuai dengan agama dan
permasalahan tersebut. Tokoh filosof Muslim yang dianggap ateis karena
sependapat dengan Aristoteles bahwa alam ini kekal adalah Ibn Sina dan Ibn
Rusyd.

Al-Kindi memecahkan masalah tersebut secara radikal dengan gagasan


tentang ketakterhinggaan secara matematik. Ia mengatakan bahwa alam ini
tidak kekal. Benda-benda fisik terdiri atas materi dan bentuk, dan bergerak
di dalam ruang dan waktu. Waktu dan ruang adalah hal yang terbatas,
karena keduanya tidak aka nada kecuali dengan keterbatasan. Waktu
bukanlah gerak, tetapi bilangan pengukur gerak, karena waktu tak lain
adalah yang dahulu dan yang akan datang. Bilangan terdiri atas dua macam,
yaitu tersendiri dan berkesinambungan. Oleh karena itu, waktu adalah
berkesinambungan yang dapat ditentukan, yang berproses dari dulu hingga
kelak.

D. Cara Menyikapi Perbedaan Para Filosof Islam dan Manfaatnya Bagi


Kehidupan
Banyak sekali ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang melarang
perpecahan (iftiraq) dan perselisihan (ikhtilaf), namun apabila kita mencermati,
akan tampak oleh kita bahwa yang dimaksud adalah berbeda pendapat dalam
masalah-masalah prinsip atau Ushul yang berdampak kepada perpecahan.
Adapun berbeda pendapat dalam masalah-masalah cabang agama atau Furu’,
maka hal ini tidaklah tercela dan tidak boleh sampai berdampak atau berujung
pada perpecahan, karena para sahabat juga berbeda pendapat akan tetapi mereka

13
tetap bersaudara dan saling menghormati satu dengan yang lain tanpa saling
menghujat atau melecehkan dan menjatuhkan.
Yang menarik, dalam mengemukakan berbagai pendapatnya, ulama-
ulama Islam, terutama yang diakui secara luas keilmuannya, mampu
menunjukkan kedewasaan sikap, toleransi, dan objektivitas yang tinggi. Mereka
tetap mendudukkan pendapat mereka di bawah Al Quran dan Hadits, tidak
memaksakan pendapat, dan selalu siap menerima kebenaran dari siapapun
datangnya. Dapat dikatakan, mereka telah menganut prinsip relativitas
pengetahuan manusia. Sebab, kebenaran mutlak hanya milik Allah. Mereka
tidak pernah memposisikan pendapat mereka sebagai yang paling absah
sehingga wajib untuk diikuti, dan menolak pendapat lain sehingga
menganggapnya sebagai sesuatu yang bertentangan dengan agama.
“Pendapatku benar, tapi memiliki kemungkinan untuk salah. Sedangkan
pendapat orang lain salah, tapi memiliki kemungkinan untuk benar.” Demikian
ungkapan yang sangat populer dari Imam Syafi’i.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Filsafat Islam sering disebut filsafat Arab dan filsafat Muslim merupakan kajian
sistematis terhadap kehidupan, alam semesta, etika, moralitas, pengetahuan,
pemikiran, dan gagasan politik yang dilakukan di dalam dunia Islam atau
peradaban umat Muslim dan berhubungan dengan ajaran-ajaran Islam. Dalam
sejarah, pertemuan Islam (kaum muslimin) dengan filsafat, terjadi pada abad-abad
ke- 8 masehi atau abad ke-2 Hijriah, pada saat Islam berhasil mengembangkan
sayapnya dan menjangkau daerah-daerah baru. Dalam abad pertengahan, filsafat
dikuasai oleh umat Islam. Terdapat pokok-pokok dalam filsafat Islam, antara lain;
emanasi, jiwa/ruh, akal, teori kenabian, eskatologi, kebaikan dan kejahatan, alam
antara qadim dan baharu, pengetahuan tuhan, hukum kausalitas, ruang dan waktu.

15
Daftar Pustaka

Haryani, Surma. 2017. Dari Filsafat Islam ke Pemikiran Islam. Riau: UIN Sultan
Syarif Kasim.
Nasution, Harun. 1973. Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan
Bintang.
Ricko, Ambi. Makalah Sejarah Pemikiran Islam: Aliran Al-Asy’ariyah. Diakses
dari https://www.academia.edu/5103093/Makalah_Sejarah_Pemikiran_Islam. (Pada
tanggal 15 September 2020 pukul 00.04 WITA).
Wikipedia. Filsafat Islam. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_Islam.
(Pada tanggal 15 September 2020 pukul 23.14 WITA).
Zar, Sirajuddin. 2014. Filsafat Islam, Filosof Dan Filsafatnya. Jakarta: Rajawali
Pers.

16
17

Anda mungkin juga menyukai