Anda di halaman 1dari 24

AYAT DAAN HADIS TENTANG EKONOMI

AYAT DAN HADIS TENTANG JUAL BELI

Kelompok II:

IRWAN (200303002)

NAUFAL HANIF (200303095)

NUR TENRI AWARU DARSAM (200303019)

PRODI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN HUKUM ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH SINJAI

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

‫س ِم هّللا ِ ال َّر ْح َم ِن ال َّر ِح ْي‬


ْ ِ‫ب‬

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Syukur alhamdulillah senantiasa kita panjatkan kepada Allah Swt. atas segala
nikmat dan karuniah yang telah di limpahkan kepada kita semua sehingga pada
saat ini kita semua masih dalam keadaan sehat wal afiat.

Salawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada Nabi Muhammad Saw. yang
menjadi junjungan kita, suri tauladan kita dan merupakan pencetus ekonomi Islam
yang hingga saat ini senantiasa kita ikuti jejaknya.

Rasa syukur yang begitu besar tiada hentinya kami panjatkan kepada sang
pencipta, karena atas kesempatan dan kesehatan yang telah diberikan kepada kami
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah kami yang berjudul "AYAT DAN
HADIS TENTANG JUAL BELI". Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ayat Dan Hadis Ekonomi, terkhusus untuk Mahasiswa Jurusan
Ekonomi Syariah, Semester II.

Semoga makalah kami ini bisa memberikan manfaat bagi siapapun yang
membacanya, terkhusus kepada mahasiswa IAIM Sinjai, semoga dapat
menjadikan makalah kami ini sebagai salah satu referensi untuk materi yang
berkaitan dengan Ayat Dan Hadis Ekonomi.

Sinjai, 14 Februari, 2021

Penyusun

Kelompok II
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

2. Rumusan Masalah

3. Tujuan Penelitian

BAB II PEMBAHASAN

1. Definisi Jual Beli

2. Ayat Dan Hadis Tentang Jual Beli

3. Pandangan Ulama Tentang Jual Beli

4. Klasifikasi Jual Beli

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Manusia pada dasarnya ialah makhluk sosial yang artinya tidak bisa lepas
dari kehidupan orang lain manusia tidak akan mampu hidup sendirian di muka
bumi ini apalagi dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari, manusia tidak
akan bisa menyelesaikan persoalan hidupnya sendirian. Bayangkan saja jika
salah seorang sakit siapa yang akan mengurusinya? Siapa yang akan
menyiapkan makanan, minuman, pakaian, dan lain-lain? Apakah kita bisa
menyiapkan semuanya sendiri? Jawabannya tentu kita tidak akan bisa
bagaimanapun manusia tidak akan bisa terlepas dari peran ataupun bantuan
orang lain salah satu peran yang paling penting dalam kehidupan manusia
adalah ketika mereka mampu memenuhi kebutuhannya, akan tetapi yang
menjadi permasalahannya ialah apakah manusia mampu memberikan sesuatu
yang dibutuhkan oleh manusia lainnya secara terus-menerus sedangkan mereka
juga harus memenuhi kebutuhannya? Tentu hal ini merupakan sesuatu yang
sangat sulit untuk itu Maka timbullah suatu pemikiran dari manusia itu sendiri
terkait dengan bagaimana cara mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-
harinya. Adapun cara yang dilakukan manusia ialah dengan melakukan sistem
pertukaran atau yang dikenal dengan (barter). Pada zaman dahulu barter
merupakan cara yang dianggap terbaik untuk memenuhi kebutuhan manusia
dengan cara menukarkan kebutuhan yang dirasa sudah lebih dari cukup kepada
orang lain yang memerlukannya dan menerima barang yang dianggap setara
dan dibutuhkan dari apa yang diberikan sebelumnya. Allah SWT
mengisyaratkan jual beli sebagai suatu kemudahan untuk manusia dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda-
beda. Adakalanya sesuatu yang kita butuhkan itu ada pada orang lain untuk
memenuhi kebutuhan itu seseorang tidak mungkin memberinya tanpa ada
imbalan, untuk itu diperlukan hubungan interaksi dengan sesama manusia,
salah satu sarananya adalah dengan jalan melakukan jual-beli.

2. Rumusan Masalah

1. Apa Definisi Jual Beli?

2. Apa Ayat Dan Hadis Tentang Jual Beli?

3. Bagaimana Pandangan Ulama Tentang Jual Beli?

4. Bagaimana Klasifikasi Jual Beli?

3. Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui Definisi Jual Beli

2. Untuk Mengetahui Ayat Dan Hadis Tentang Jual Beli

3. Untuk Mengetahui Pandangan Ulama Tentang Jual Beli

4. Untuk Mengetahui Klasifikasi Jual Beli


BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Jual Beli

1. Bahasa

Jual beli atau perdagangan dalam bahasa Arab sering disebut dengan kata
ala-Bay'u, al-tijarah, atau al-mubadalah.(1) Yang mana terdiri dari dua kata
yaitu jual dan beli. Kata jual dalam Bahasa Arab dikenal dengam istilah al-
bay' yaitu bentuk mashdar dan ba'a-yabi'u-bay'an yang artinya menjual.
Adapun kata beli dalam Bahasa Arab dikenal dengan istilah al-syira' yaitu
mashdar dari kata syara yang artinya membeli.(2) Jual beli atau perdagangan
dalam istilah fiqh disebut al-ba'i yang menurut epistemologi berarti menjual
atau mengganti, kata al-ba'i dalam Arab terkadang digunakan untuk
pengertian lawannya, yaitu kata al-syira' (beli).

Dengan demikian kata al-ba'i berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti
beli. (3) Kata jual menunjukkan bahwa adanya perbuatan menjual,
sedangkan kata beli adalah adanya perbuatan membeli. (4) Jual beli (al-bai' )
adalah pertukaran barang dengan barang (barter). Jual beli merupakan istilah
yang dapat digunakan untuk menyebut dari dua sisi transaksi yang terjadi
sekaligus, yaitu menjual dan membeli. (5)

2. Istilah

Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai
berikut;
a) Menukar barang dengan barang atau baramg dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan.

b) Pemilikan harta benda dengan jalan tukar menukar yang sesuai dengan
aturan syara.

c) Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab
dan kabul, dengan cara yang sesuai dengan syara.

d) Tukar-menukar benda dengan benda lain dengan cara yang khusus


(dibolehkan)

e) Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau
memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang
dibolehkan.

f) Akad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta, maka jadilah
penukaran hak milik secara tetap.

Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa inti jual beli ualah suatu
perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara
sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan
pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah
di benarkan syara dan disepakati. (6)

Secara terminologi atau istilah adalah tukar menukar harta dengan harta
biasanya berupa barang dengan uang dilakukan secara suka sama suka
dengan akad tertentu dengan tujuan untuk memiliki barang tersebut. Objek
jual beli berupa barang yang diperjualbelikan dan uang pengganti barang
tersebut. Hal ini berbeda dengan sewa menyewa atau ijarah yang objeknya
berupa manfaat suatu barang atau jasa. Suka sama suka merupakan kunci
dari transaksi jual beli, karena tanpa adanya kesukarelaan dari masing-
masing pihak atau salah satu pihak, maka jual beli tidak sah. (7)
Jual beli adalah transaksi tukar menukar uang dengan barang berdasarkan
suka sama suka menurut cara saling memberikan barang atau uang tanpa
mengucapkan ijab dan kabul. Seperti yang berlaku pada pasar swalayan. (8)

2. Ayat Dan Hadis Tentang Jual Beli

1. Ayat Tentang Jual Beli

a) Surah Al-Baqarah Ayat 275

‫َوأَ َح َّل ٱهَّلل ُ ْٱلبَ ْي َع َو َح َّر َم ٱلرِّ بَ ٰو ۟ا‬

Artinya: Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Kandungan Ayat: Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan


transaksi ribawi, karena dalam jual beli terdapat manfaat bagi orang-
orang secara individual dan masyarakat, dan karena dalam praktek riba
terkandung unsur pemanfaatan kesempatan dalam kesempitan,
hilangnya harta dan kehancuran. Maka siapa saja yang telah sampai
padanya larangan Allah terkait riba, lalu dia menghindarinya, maka
baginya keuntungan yang telah berlalu sebelum ketetapan pengaraman.

Referensi: https://tafsirweb.com/1041-quran-surat-al-baqarah-ayat-
275.html

b) Surah Al-Baqarah Ayat 282

‫ا إِ َذا تَبَايَ ْعتُ ْم‬c۟‫َوأَ ْش ِهد ُٓو‬

Artinya: Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli

Kandungan Ayat: apabila transaksinya berbentuk akad jual beli, dengan


menerima barang dan menyodorkan harga secara langsung, maka tidak
dibutuhkan pencatatan, dan disunahkan mengadakan persaksian
terhadap akad tersebut guna mengeliminasi adanya pertikaian dan
pertentangan antara dua belah pihak.

Referensi: https://tafsirweb.com/1048-quran-surat-al-baqarah-ayat-
282.html

c) Surah Al-Baqarah Ayat 198

۟ ‫ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح أَن تَ ْبتَ ُغ‬


‫وا فَضْ اًل ِّمن َّربِّ ُك ْم‬ َ ‫ۚ لَي‬

Tuhan Artinya: Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki
hasil perniagaan) dari Tuhanmu.

Kandungan Ayat: Tidak ada dosa atas diri kalian untuk mencari rezeki dari
kalian dengan mengambil keuntungan dari perniagaan pada hari-hari haji.

Referensi: https://tafsirweb.com/721-quran-surat-al-baqarah-ayat-
198.html

d) Surah An-Nisa Ayat 29

‫اض ِّمن ُك ْم ۚ َواَل تَ ْقتُلُ ٓو ۟ا‬ ۟ ْ ۟ ٓ


ٍ ‫ٰيَأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُوا اَل تَأ ُكلُ ٓوا أَ ْم ٰ َولَ ُكم بَ ْينَ ُكم بِ ْٱل ٰبَ ِط ِل ِإٓاَّل أَن تَ ُكونَ تِ ٰ َج َرةً عَن تَ َر‬
‫أَنفُ َس ُك ْم ۚ إِ َّن ٱهَّلل َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling


memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.
Kandungan Ayat: Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan
rasulNYA serta melaksanakan syariatNYA, tidak halal bagi kalian
untuk memakan harta sebagian kalian kepada sebagian yang lainnya
tanpa didasari Haq, kecuali telah sejalan dengan syariat dan
pengahasilan yang dihalalkan yang bertolak dari adanya saling rido dari
kalian. Dan janganlah sebagian kalian membunuh sebagian yang
lain,akibatnya kalian akan membinasakan diri kalian dengan melanggar
larangan-larangan Allah dan maksiat-maksiat kepadaNYA.
Sesungguhnya Allah Maha penyayang kepada kalian dalam setiap
perkara yang Allah memerintahkan kalian untuk mengerjakannya dan
perkara yang Allah melarang kalian melakukanya.

Referensi: https://tafsirweb.com/1561-quran-surat-an-nisa-ayat-29.html

2. Hadis Tentang Jual Beli

a) Shahih Muslim (2822)

‫ْث ع َْن نَافِ ٍع‬ ُ ‫ح أَ ْخبَ َرنَا اللَّي‬ ٍ ‫ْث ح و َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ُر ْم‬ ٌ ‫َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ بْنُ َس ِعي ٍد َح َّدثَنَا لَي‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَنَّهُ ق‬
ُّ‫ال إِ َذا تَبَايَ َع ال َّر ُجاَل ِن فَ ُكل‬ َ ِ ‫ع َْن ا ْب ِن ُع َم َر ع َْن َرسُو ِل هَّللا‬
َ ‫ َو َكانَا َج ِميعًا أَوْ يُ َخيِّ ُر أَ َح ُدهُ َما اآْل‬c‫ار َما لَ ْم يَتَفَ َّرقَا‬
‫خَر فَإِ ْن خَ ي ََّر‬ ِ َ‫َوا ِح ٍد ِم ْنهُ َما بِ ْال ِخي‬
ْ ‫ بَ ْع َد أَ ْن تَبَايَ َعا َولَ ْم يَ ْتر‬c‫ب ْالبَ ْي ُع َوإِ ْن تَفَ َّرقَا‬
‫ُك‬ ِ ِ‫ َعلَى َذل‬c‫أَ َح ُدهُ َما اآْل خَ َر فَتَبَايَ َعا‬
َ ‫ك فَقَ ْد َو َج‬
‫ب ْالبَ ْي ُع‬
َ ‫َوا ِح ٌد ِم ْنهُ َما ْالبَ ْي َع فَقَ ْد َو َج‬

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id(1) telah


menceritakan kepada kami Al Laits(2). Dan dari jalur lain, telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh(3) telah mengabarkan
kepada kami Al Laits(2) dari Nafi'(5) dari Ibnu Umar(6) dari Rasulullah
Shallallu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: "Jika dua orang
melakukan transaksi jual beli, maka salah satu dari keduanya berhak
untuk khiyar (memilih), selagi keduanya belum berpisah dan keduanya
masih berkumpul, atau salah satunya mengajukan khiyar (pilihan)
kepada yang lain. Jika salah satunya telah menetapkan khiyar
(pilihannya) atas yang lain, maka transaksi harus dilaksanakan sesuai
dengan khiyarnya. Dan jika keduanya telah berpisah setelah melakukan
transaksi jual beli, sedangkan sedangkan salah satu dari keduanya tidak
membatalkan jual beli, maka transaksi telah sah."

https://carihadis.com/Shahih_Muslim/2822

b) Shahih Muslim (2975)

َ َ‫ال ق‬
‫ال‬ ِ َ‫ون َح َّدثَنَا ُس ْفيَانُ بْنُ ُعيَ ْينَةَ ع َْن َع ْم ٍرو ع َْن أَبِي ْال ِم ْنه‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ َحاتِ ِم ب ِْن َم ْي ُم‬
‫ت هَ َذا أَ ْم ٌر‬ ُ ‫ فَقُ ْل‬c‫ي فَأ َ ْخبَ َرنِي‬
َّ َ‫ك لِي َو ِرقًا بِن َِسيئَ ٍة إِلَى ْال َموْ ِس ِم أَوْ إِلَى ْال َح ِّج فَ َجا َء إِل‬ ٌ ‫بَا َع َش ِري‬
ُ‫ب فَ َسأ َ ْلتُه‬ٍ ‫َاز‬ ِ ‫ْت ْالبَ َرا َء ْبنَ ع‬ ُ ‫ي أَ َح ٌد فَأَتَي‬ cِ ‫اَل يَصْ لُ ُح قَا َل قَ ْد بِ ْعتُهُ فِي الس‬
َّ َ‫ُّوق فَلَ ْم يُ ْن ِكرْ َذلِكَ َعل‬
‫ال َما َكانَ يَدًا بِيَ ٍد فَاَل‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْال َم ِدينَةَ َونَحْ نُ نَبِي ُع هَ َذا ْالبَ ْي َع فَق‬
َ ‫ال قَ ِد َم النَّبِ ُّي‬
َ َ‫فَق‬
ُ‫ارةً ِمنِّي فَأَتَ ْيتُهُ فَ َسأ َ ْلتُه‬
َ ‫ت زَ ْي َد ْبنَ أَرْ قَ َم فَإِنَّهُ أَ ْعظَ ُم تِ َج‬
ِ ‫س بِ ِه َو َما َكانَ ن َِسيئَةً فَهُ َو ِربًا َوا ْئ‬ َ ْ‫بَأ‬
َ‫ال ِم ْث َل َذلِك‬ َ َ‫فَق‬

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim bin Maimun(1)


telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah(2) dari 'Amru(3) dari
Abu Minhal(4) dia berkata, "Syarik telah menjual perak kepadaku dengan
penundaan bayarannya sampai musim haji tiba, kemudian dia
memberitahukan kepadaku, lalu sayapun berkata kepadanya, "Ini adalah
perkara yang tidak benar." Dia menjawab, "Saya telah menjualnya di pasar,
namun tidak ada seorangpun yang mengingkarinya." Akhirnya saya pergi
menemui Al Barra bin 'Azib(5) dan menanyakannya, dia lantas menjawab,
"Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah, kami biasa
melakukan praktek jual beli seperti itu, lalu beliau bersabda: "Jika itu
dilakukan dengan tunai maka tidak mengapa, tetapi jika dengan penundaan
maka itu adalah riba." Coba kamu datangi Zaid bin Arqam(6), karena dia
lebih besar usaha dagangnya daripadaku. Lantas saya mendatanginya dan
menanyakan hal yang serupa, dan dia juga menjawab seperti itu."
https://carihadis.com/Shahih_Muslim/2975

c) Shahih Muslim (3015)

‫م َواللَّ ْفظُ اِل ب ِْن أَبِي َش ْيبَةَ قَا َل‬cَ ‫ق بْنُ إِ ْب َرا ِهي‬
cُ ‫ْح‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْنُ أَبِي َش ْيبَةَ َوأَبُو ُك َر ْي‬
َ ‫ب َوإِس‬
‫ب ْب ِن‬ِ ‫ير ع َْن َم ْعبَ ِد ب ِْن َك ْع‬ٍ ِ‫ان َح َّدثَنَا أَبُو أُ َسا َمةَ ع َْن ْال َولِي ِد ب ِْن َكث‬
ِ ‫ق أَ ْخبَ َرنَا َوقَا َل اآْل َخ َر‬
ُ ‫ْح‬
َ ‫إِس‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل إِيَّا ُك ْم‬ cَ ‫اريِّ أَنَّهُ َس ِم َع َرس‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ك ع َْن أَبِي قَتَا َدةَ اأْل َ ْن‬ ٍ ِ‫َمال‬
‫ق‬ ُ ِّ‫ف فِي ْالبَي ِْع فَإِنَّهُ يُنَف‬
ُ ‫ق ثُ َّم يَ ْم َح‬ ِ ِ‫َو َك ْث َرةَ ْال َحل‬

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah(1) dan Abu
Kuraib(2) dan Ishaq bin Ibrahim(3), dan ini adalah lafadz Ibnu Abu
Syaibah. Ishaq berkata; telah mengabarkan kepada kami, sedangkan yang
dua berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Usamah(4) dari Al
Walid bin Katsir(5) dari Ma'bad bin Ka'ab bin Malik(6) dari Abu Qatadah
Al Anshari(7), bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Jauhilah oleh kalian banyak bersumpah dalam
berdagang, karena ia dapat melariskan (dagangan) dan menghilangkan
(keberkahan)."

https://carihadis.com/Shahih_Muslim/3015

d) Shahih Bukhari (1856)

ٍ ‫ بْنُ ِدين‬c‫ال أَ ْخبَ َرنِي َع ْم ُرو‬


‫َار ع َْن‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا إِ ْب َرا ِهي ُم بْنُ ُمو َسى أَ ْخبَ َرنَا ِه َشا ٌم ع َْن اب ِْن ج َُري‬
َ َ‫ْج ق‬
ِ ‫ال يُ ْنهَى ع َْن‬
‫صيَا َمي ِْن‬ ِ ‫ِّث ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ َر‬
َ َ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ق‬ ُ ‫َعطَا ِء ب ِْن ِمينَا قَا َل َس ِم ْعتُهُ يُ َحد‬
ْ ِ‫َوبَ ْي َعتَي ِْن ْالف‬
‫ر َو ْال ُماَل َم َس ِة َو ْال ُمنَابَ َذ ِة‬cِ ْ‫ط ِر َوالنَّح‬

Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa(1) telah mengabarkan


kepada kami Hisyam(2) dari Ibnu Juraij(3) berkata, telah mengabarkan
kepada saya 'Amru bin Dinar(4) dari 'Atho' bin Mina(5) berkata; Aku
mendengar dia menceritakan dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu(6) yang
berkata: "Telah dilarang berpuasa dan berjual beli pada hari Raya 'Iedul
Fithri dan 'Iedul 'Adha, dan juga dilarang jual beli tanpa mengetahui barang
yang dijual dan juga jual beli tanpa memeriksa barang yang dijual".

https://carihadis.com/Shahih_Bukhari/1856

e) Shahih Bukhari 1942

‫ُور ع َْن أَبِي الضُّ َحى ع َْن‬ cٍ ‫ار َح َّدثَنَا ُغ ْن َد ٌر َح َّدثَنَا ُش ْعبَةُ ع َْن َم ْنص‬
ٍ ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ بَ َّش‬
َ ‫ت آ ِخ ُر ْالبَقَ َر ِة قَ َرأَه َُّن النَّبِ ُّي‬
ُ ‫صلَّى هَّللا‬ ْ َ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهَا قَال‬
ْ َ‫ت لَ َّما نَ َزل‬ ِ ‫ق ع َْن عَائِ َشةَ َر‬ cٍ ‫َم ْسرُو‬
‫ْج ِد ثُ َّم َح َّر َم التِّ َجا َرةَ فِي ْال َخ ْم ِر‬
ِ ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َعلَ ْي ِه ْم فِي ْال َمس‬

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bion Basysyar(1) telah


menceritakan kepada kami Ghundar(2) telah menceritakan kepada kami
Syu'bah(3) dari Manshur(4) dari Abu Adh-Dhuha(5) dari Masruq(6) dari
'Aisyah radliallahu 'anha(7) berkata: "Ketika turun ayat-ayat terakhir dari
surah Al Baqarah, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menerima ayat-ayat
tersebut ketika sedang berada di masjid maka kemudian Beliau
mengharamkan jual beli didalam masjid".

https://carihadis.com/Shahih_Bukhari/1942

C. Pandangan Ulama Tentang Jual Beli

Adapun pandangan ulama tentang jual beli ialah sebagai berikut:

1. Imam Hanafi

Beliau menyatakan bahwa "jual beli adalah tukar-menukar harta atau


barang dengan cara tertentu atau tukar menukar sesuatu yang disenangi
dengan barang yang setara nilai dan manfaatnya, nilainya setara dan
membawa manfaat bagi masing-masing pihak. Tukar-menukar tersebut
dilakukan dengan ijab kabul atau saling memberi, disamping itu harta yang
diperjualbelikan harus bermanfaat bagi manusia sehingga bangkai, minuman
keras, dan darah tidak termasuk sesuatu yang boleh di perjualbelikan karena
benda-benda itu tidak bermanfaat bagi muslim. Apabila jenis-jenis barang
seperti tu tetap diperjualbelikan menurut ulama Hanafiah jual belinya tidak
sah.

2. Imam Nawawi

Menurut Imam Nawawi jual beli adalah tukar-menukar barang atau


sejenisnya

3. Al-Syarbini

Dalam kitab Mughni al-mukhtaj mendefinisikannya "pertukaran harta


dengan harta dengan cara tertentu"

4. Sayyid Sabiq

Menurut Sayyid Sabiq, "jual beli ialah pertukaran harta dengan harta atas
dasar saling merelakan" atau "memindahkan milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan"

Dalam definisi di atas terdapat kata "harta", "milik", "dengan ganti", dan
"dapat dibenarkan" (Al-ma'dzunfih). Yang dimaksud harta dalam definisi
diatas yaitu segala yang dimiliki dan bermanfaat maka dikecualikan yang
bukan milik dan tidak bermanfaat, yang dimaksud pemilik agar dapat
dibedakan dengan yang bukan milik, yang dimaksud dengan ganti agar dapat
dibedakan dengan hibah atau pemberian, sedangkan yang dimaksud dapat
dibenarkan (al-ma'dzunfi) agar dapat dibedakan dengan jual beli yang
terlarang.

5. Definisi lain yang dikemukakan Ibnu Qudamah (salah seorang ulama


Malikiyah), juga yang dikutip oleh Wahbah Al-Zuhaily. Jual beli adalah:
"Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan
pemilikan".

Dalam definisi ini ditetapkan kata milik dan pemilikan karena ada juga
tukar-menukar harta yang sifatnya tidak harus dimiliki seperti sewa-
menyewa (al- ijarah)
6. Jual beli menurut ulama Malikiyah ada dua macam, yaitu jual beli yang
bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus. Jual beli dalam arti umum
ialah suatu perikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan
kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat dua belah pihak. Tukar
menukar yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu
yang ditukarkan oleh pihak lain. Dan sesuatu yang bukan manfaat ialah
bahwa benda yang ditukarkan adalah dzat (berbentuk), ia berfungsi sebagai
objek penjualan, jadi bukan manfaatnya atau bukan hasilnya.

Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan
kemanfaatan dan bukan pula kelazatan yang mempunyai daya tarik.
Penukarnya bukan mas dan bukan pula perak. Bendanya dapat direalisir dan
ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan hutang baik barang itu
ada di hadapan si pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifat-
sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu.

7. Jalaluddin al-Mahally

Jual beli secara bahasa adalah "Tukar menukar sesuatu dengan sesuatu
dengan adanya ganti atau imbalan"

8. Taqi al-Din Ibn Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husayni

"Pertukaran harta dengan harta yang diterima dengan menggunakan ijab dan
kabul dengan cara yang di izinkan oleh syara'".

9. Abu Muhammad Mahmud al-Ayni

"Pada dasarnya jual beli merupakan pertukaran barang dengan barang yang
dilakukan dengan suka sama suka, sehingga menurut syara', jual beli adalah
tukar menukar barang atau harta secara suka sama suka.

10. Ulama Hanafiyah

 Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu


 Tukar menukar sesuatu yang di ingini dengan yang sepadan melalui cara
tertentu yang bermanfaat.

11. Al- Iman An-Nawawi di dalam Al-Majmu 'Syarah Al- Muhadzdzab


menyebutkan jual beli adalah "Tukat menukar harta dengan harta secara
kepemilikan".

12. Ibnu Qudamah di dalam Al-Mughni menyebutkan bahwa Jual-Beli sebagai:


"Pertukaran harta dengan harta dengan kepemilikan dan penguasaan".

13. Dr. Wahbah Az-Zuhaili di dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu


mendefinisikan al-bay'u sebagai "Menukar sesuatu dengan sesuatu".

3. Klasifikasi Jual Beli

Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan
pendapat Imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi tiga bentuk:

"Jual beli itu ada tiga macam: 1) jual beli benda yang kelihatan, 2) jual beli yang
disebutkan sifat-sifatnya dalam janji, dan 3) jual beli benda yang tidak ada."

1. Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad jual beli
benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan pembeli.
Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh dilakukan, seperti
membeli beras di pasar.

2. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli
salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah untuk jual
beli yang tidak tunai (kontan), salam pada awalnya berarti meminjamkan
barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah
perjanjian yang penyerahan barang barangnya ditangguhkan hingga masa
tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.

3. Dalam salam berlaku semua syarat jual beli dan syarat-syarat tambahannya
seperti berikut ini:
a) Ketika melakukan akad salam, disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin
dijangkau oleh pembeli, baik berupa barang yang dapat ditakar,
ditimbang, maupun diukur
b) Dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bisa memper tinggi
dan memperendah harga barang itu, umpamanya benda tersebut berupa
kapas, sebutkan jenis kapas saclarides nomor satu nomor dua, dan
seterusnya, kalau kain, sebutkan jenis kainnya. Pada intinya sebutkan
semua identitasnya yang dikenal oleh orang-orang yang ahli di bidang
ini yang menyangkut kualitas barang tersebut.
c) Barang yang akan diserahkan hendaknya barang-barang yang biasa
didapatkan di pasar.
d) Harga hendaknya dipegang di tempat akad berlangsung."
Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang
dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu atau masih gelap
sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang
titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak.
Sementara itu, merugikan dan menghan curkan harta benda seorang tidak
diperbolehkan, seperti yang dijelaskan oleh Muhammad Syarbini Khatib (t.t:6)
bahwa penjualan bawang merah dan wortel serta yang lainnya yang berada di
dalam tanah adalah batal sebab hal tersebut merupakan perbuatan ghoror,
Rasulullah Saw. bersabda:

"Sesungguhnya Nabi Saw. melarang perjualan anggur sebelum hitam daneB


dilarang penjualan biji-bijian sebelum mengeras".

Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi menjadi tiga bagian,
dengan lisan, dengan perantara, dan dengan perbuatan.

Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan oleh
kebanyakan orang. Bagi orang bisu diganti dengan isyarat karena isyarat
merupakan pembawaan alami dalam menampakkan kehendak. Hal yang
dipandang dalam akad adalah maksud atau kehendak dan pengertian, bukan
pembicaraan dan pernyataan.

Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan, atau surat-
menyurat sama halnya dengan ijab kabul dengan ucapan, misalnya via Pos dan
Giro. Jual beli ini dilakukan antara penjual dan pembeli tidak berhadapan
dalam satu majelis akad, tetapi melalui Pos dan Giro, jual beli seperti ini
dibolehkan menurut syara. Dalam pemahaman sebagian ulama, bentuk ini
hampir sama dengan bentuk jual beli salam, hanya saja jual beli salam antara
penjual dan pembeli saling berhadapan dalam satu majelis akad, sedangkan
dalam jual beli via Pos dan Giro antara penjual dan pembeli tidak berada
dalam satu majelis akad.

Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah
mu'athah yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab dan kabul,
seperti seseorang mengambil rokok yang sudah bertuliskan label harganya,
dibandrol oleh penjual dan kemu dian diberikan uang pembayarannya kepada
penjual Jual beli dengan cara demikian dilakukan tanpa sighat ijab kabul
antara penjual dan pembeli, menurut sebagian Syafi'iyah tentu hal ini dilarang
sebab ijab kabul sebagai rukun jual beli. Tetapi sebagian Syafi'iyah lainnya,
seperti Imam Nawawi membolehkan jual beli barang kebutuhan sehari-hari
dengan cara yang demikian, yakni tanpa ijab kabul terlebih dahulu.

Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut.

1. Barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti anjing, babi, berhala,
bangkai, dan khamar, Rasulullah Saw bersabda:
"Dari Jahir r.a, Rasulullah Saw bersabda, sesungguhnya Allah dan Rasul-
Nya telah mengharamkan menjual arak, bangkai, babi, dan berhala"
(Riwayat Bukhari dan Muslim).
2. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan
dengan betina agar dapat memperoleh turunan. Jual beli ini haram
hukumnya karena Rasullullah Saw. bersabda:
"Dari Ibnu Umar r.a berkata: Rasulullah Saw. telah melarang menjual mani
binatang" (Riwayat Bukhari).
3. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya. Jual beli
seperti ini dilarang, karena barangnya belum ada dan tidak tampak, juga
Rasulullah Saw bersabda:
"Dari Ibnu Umar ra Rasulullah Saw telah melarang penjualan sesuatu yang
masih dalam kandungan induknya" (Riwayat Bukhari dan Muslim)
4. Jual beli dengan mulaqallah. Bagalah berarti tanah, sawah, dan kebun,
maksud muhajallah di sini ialah menjual tanam-tanaman yang masih di
ladang atau di sawah. Hal ini dilarang agama sebab ada persangkaan riba
di dalamnya.
5. Jual beli dengan mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang belum
pantas untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga
yang masih kecil-kecil, dan yang lainnya. Hal ini dilarang karena barang
tersebut masih samar, dalam artian mungkin saja buah tersebut jatuh
tertiup angin kencang atau yang lainnya sebelum diambil oleh si
pembelinya.
6. Jual beli dengan muammassah, yaitu jual beli secara sentuh me nyentuh,
misalkan seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya di waktu
malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli
kain tersebut. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan
kemungkinan akan menim bulkan kerugian bagi salah satu pihak.
7. Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar,
seperti seseorang berkata, "Lemparkan kepadaku apa yang ada padamu,
nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku". Setelah terjadi
lempar-melempar, terjadilah jual beli. Hal ini dilarang karena mengandung
tipuan dan tidak ada ijab dan kabul.

Jual Beli dengan Sistem Kredit


Jual beli dengan sistem kredit adalah jual beli yang dilakukan tidak secara kontan
di mana pembeli sudah menerima barang sebagai objek jual beli, namun belum
membayar harga, baik keseluruhan maupun sebagian. Pembayaran dilakukan
secara angsur sesuai dengan kesepakatan. Sulaiman bin Turki mendefinisikan jual
beli kredit:

"Jual beli di mana barang diserahterimakan terlebih dahulu, sementara


pembayaran dilakukan beberapa waktu kemudian berdasarkan kesepakatan"

Ulama dari empat mazhab, Syafi'iyah, Hanafiyah, Malikiyah, Hanbaliyah, Zaid


bin Ali dan mayoritas ulama membolehkan jual beli dengan sistem ini, baik harga
barang yang menjadi objek transaksi sama dengan harga cash maupun lebih tinggi.
Namun demikian mereka mensyaratkan kejelasan akad, yaitu adanya
kesepahaman antara penjual dan pembeli bahwa jual beli itu memang dengan
sistem kredit. Dalam transaksi semacam ini biasanya si penjual menyebutkan dua
harga, yaitu harga cash dan harga kredit. Si pembeli harus jelas hendak membeli
dengan cash atau kredit.

Jumhur ulama yang memperbolehkan jual beli kredit berhujjah dengan ayat, hadis
dan kaidah fiqihiyah:

1. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 275:

"Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba"

Keumuman ayat ini menunjukkan dihalalkannya jual beli, baik dilakukan dengan
dua harga cash dan kredit maupun jual beli hanya dengan harga cash.

2. Firman Allah dalam Surat Al-Nisa' ayat 29:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu."

Menurut jumhur, di antara sistem pembayaran dalam jual beli adalah dengan
sistem kredit. Jual beli dengan kredit merupakan bagian dari cara untuk
mendapatkan keuntungan. Kredit merupakan bagian dari jual beli dan bukan
bagian dari riba.

3. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 282:

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya."

Membayar harga secara kredit diperbolehkan, asalkan tempo atau waktu


ditentukan dan jumlah pembayaran telah 74 ditentukan sesuai kesepakatan.

4. Hadis riwayat Aisyah ra.:

"Dari Aisyah ra. berkata Burairah menebus dirinya dari majikan dengan
membayar sembilan awaq setiap tahun, dan ini merupakan pembayaran secara
kredit".

Hal ini tidak diingkari oleh Nabi, bahkan beliau menyetujuinya. Tidak ada
perbedaan, apakah harga sama dengan harga kontan atau ditambah karena adanya
tempo pembayaran.

5. Hadis riwayat Abdullah bin Amr.

"Dari Abdullah Ibnu Amar Ibnu al-Ash Radliyallaahu 'anhuma bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruhnya untuk menyiapkan pasukan tentara, tetapi
unta-unta telah habis. Lalu beliau menyuruhnya agar mengutang dari unta zakat. Ia
berkata: Aku mengutang seekor unta akan dibayar dengan dua ekor unta zakat, "

Hadis ini dengan jelas menunjukkan diperbolehkan menambah harga karena


pembayaran yang ditunda (kredit).

6. Ulama yang memperbolehkan jual beli dengan sistem kredit juga berhujjah dengan
kaidah:

"Pada dasarnya hukum mu'amalah adalah halal, kecuali ada dalil yang melarangnya"

Tidak ada dalil yang melarang jual beli dengan sistem kredit, berdasarkan kaidah di atas,
maka berarti jual beli semacam ini halal. Hal ini dikembalikan ke hukum dasar
mu'amalah, yaitu halal. Transaksi semacam ini juga berbeda dengan riba nasi'ah, karena
jual beli kredit pertambahan harga sebagai ganti atas barang yang dijual dan tempo yang
diberikan. Sementara dalam riba nasi'ah pertambahan uang hanya sebagai ganti atas
penundaan pembayaran utang.

7. Argumen lain yaitu dengan menggunakan mafhum muwafaqah dari hadis:

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai