Anda di halaman 1dari 12

EFEKTIVITAS TERAPI SENAM LATIH OTAK DAN TERAPI

REMINISCENCE TERHADAP HARGA DIRI


PADA LANSIA
PROPOSAL

Untuk memenuhi persyaratan


Memperoleh gelar sarjana keperawatan

Oleh :
LENY RIZKA JANUARISTINA
(14201.09.17029)

PROGRAM STUDY S-1 KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2020
LEMBAR KONSULTASI
Nama : Leny Rizka Januaristina
NIM : 14201.09.17029
Judul Skripsi : Efektivitas Terapi Senam Latih Otak dan Terapi Reminiscence terhadap harga
diri lansia
Nama pembimbing : Rizka Yunita S.Kep.,Ns.,M.Kep

Hari / Tanggal BAB konsul Saran ttd


LEMBAR KONSULTASI
Nama : Leny Rizka Januaristina
NIM : 14201.09.17029
Judul Skripsi : Efektivitas Terapi Senam Latih Otak dan Terapi Reminiscence terhadap harga
diri lansia
Nama pembimbing : Dr Grido Handoko Sriyono

Hari / Tanggal BAB konsul Saran ttd


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Menurut Keliat B.A, 2002 dalam Eko Prabowo, (2014) harga diri adalah penilaian
tentang pencapaian dari dengan menganalisa seberapa jauh pemeriksan sesuai dengan
ideal diri
Menurut Keliat 2010, Ada beberapa masalah gangguan jiwa salah satunya adalah harga
diri rendah. harga diri rendah merupakan perasaan tidak berarti akibat evaluasi yang
berkepanjangan di sertai kurangnya perawatan diri sendiri, berpakaian tidak rapi, selera
makan menurun, tidak berani menatap lawan bicara lebih banyak menunduk, berbicara
lambat dan nada suara lemah.
Syam’ani (2011), bahwa lansia yang mengalami harga diri rendah muncul rasa malu,
kurang percaya diri, minder, tidak berguna, merasa rendah diri, merasa tidak mampu, tidak
sempurna, menyalahkan diri, menarik diri dari lingkungan dan lain sebagainya.
Harga diri rendah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu faktor jenis
kelamin, intelegensi, kondisi fisik, lingkungan keluarga, dan lingkungan sosial. Menurut (M.
Nur Ghufron, 2010).
Menurut (Stuart, 2014). Banyak faktor yang menyebabkan harga diri rendah pada lansia.
Harga diri rendah pada lansia dikarenakan adanya tantangan baru akibat dari kehilangan
pasangan, ketidakmampuan fisik, dan pensiun. Pandangan negatif dan adanya stigma dari
lansia juga dapat menyebabkan penurunan harga diri lansia. Oleh karena itu, dibutuhkan
penyesuaian dan adaptasi dari lansia agar dapat berespons secara adaptif terhadap
perubahan yang terjadi akibat proses menua dan tidak jatuh pada kondisi maladaptive.
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Lanjut usia menurut UU
No. 13 tahun 1998 adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Proses menua
merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai
suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan
yang berakhir dengan kematian (Nugroho, 2015).
Menurut (Azizah, 2011).Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia
tidak secara tiba-tiba menjadi tua tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya
menjadi tua. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua adalah masa
hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan
sosial secara bertahap.
Masalah penuaan yang sehat menjadi masalah penting secara global. Jumlah lansia yang
berusia 65 tahun ke atas di seluruh dunia akan mengalami peningkatan dari 524 juta pada
tahun 2010 menjadi 1,5 miliar pada tahun 2050. Menurut Bappenas pada tahun 2015, di
Indonesia diperkirakan pada tahun 2010-2030, akan terjadi peningkatan jumlah lansia yang
cukup signifikan. Pada tahun 2050 diperkirakan jumlah lansia menjadi 71,6 juta jiwa (Bappenas,
2015). Berdasarkan hasil Susenas pada tahun 2016, jumlah lansia di Indonesia mencapai 22,4
juta jiwa atau 8,69% dari jumlah penduduk.
Populasi lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan yang cukup signifikan secara global.
Berdasarkan data World Health Organization tahun 2018, jumlah populasi berusia lebih dari 60
tahun akan mencapai dua kali lipat, yaitu dari 12% pada tahun 2015 menjadi 22% pada tahun
2050. Saat ini, terdapat sekitar 125 juta penduduk berusia 80 tahun atau lebih di dunia. Di
Indonesia, jumlah penduduk lansia tahun 2025 diprediksi mencapai 33,69 juta, tahun 2030
sebesar 40,95 juta dan tahun 2035 sebesar 48,19 juta lansia (Kementerian Kesehatan, 2017).
Meskipun peningkatan harapan hidup (life expectancy) merupakan hal yang positif, tetapi juga
dapat menyebabkan peningkatan penyakit dan kecatatan yang berkaitan dengan usia.
Tentunya saja hal tersebut akan berimplikasi pada kondisi sosial dan finansial masyarakat.
Penyakit-penyakit somatis seperti penyakit jantung, kanker, gangguan gerak, osteoporosis, dan
osteoarthritis adalah penyakit dengan prevalensi tertinggi pada usia lanjut. Selain itu, gangguan
mental juga sering kali ditemui pada usia lanjut, yaitu sekitar 20% mengenai populasi lansia
(Lautenschlager, Almeida, Flicker, & Janca., 2004).
menurut teori perkembangan dalam Stuart (2014), bahwa tahapan perkembangan
psikologis sesuai dengan usia seseorang dan Tugas perkembangan pada usia lansia yaitu
dapat melakukan penyesuaian terhadap perubahan dan kehilangan, mempertahankan harga
diri, dan mempersiapkan kematian yang akan dihadapi. Harga diri merupakan salah satu faktor
resiko terhadap masalah psikososial pada lansia, terutama pada lansia yang tidak
mendapatkan dukungan ataupun perhatian dari orang-orang sekitarnya.
Harga diri rendah pada lansia dapat terlihat melalui kesehatan fisik dan emosionalnya, serta
ekspresi kepedulian melalui keluhankeluhan terhadap tubuh. Lansia yang mengalami harga diri
rendah sering menimbulkan perasaan tidak berguna, tidak berarti dan tidak berharga.
Salah satu upaya untuk menjaga kesehatan lanjut usia adalah melalui olahraga atau
aktifitas fisik yang rutin. Manfaat olahraga bagi fisik sudah banyak diketahui, seperti
mengendalikan berat badan, menurunkan tekanan darah, mengurangi resiko diabetes, dan lain-
lain. Penelitian terdahulu telah menemukan manfaat latihan dan aktifitas fisik terhadap
kesehatan. Aktifitas fisik mengarah pada pergerakan tubuh yang melibatkan otot-otot serta
meningkatkan pengeluaran energi. Latihan dan aktifitas fisik yang rutin sangat efektif sebagai
upaya pencegahan berbagai penyakit, seperti penyakit cardiovaskular, obesitas, depresi, dan
osteoporosis. Gaya hidup sedentari yang umumnya dilakukan oleh lansia justru akan
berdampak negatif bagi kesehatannya. Faktanya, tidak aktif secara fisik (physical inactivity)
menjadi faktor resiko keempat penyebab kematian secara global (WHO, 2008).
(“Exercise and mental health,” 2017). Selain untuk kesehatan fisik, olahraga juga
memiliki manfaat untuk kesehatan mental dan psikologi. Latihan atau aktifitas fisik yang rutin
dilakukan dapat meningkatkan mood dan kualitas tidur, mengurangi stress dan kecemasaan.
Aktifitas fisik dapat memicu pengeluaran hormon serotonin dan endorphin yang dapat
mempengaruhi mood serta memberikan rasa bahagia bagi seseorang. Olahraga akan
membantu memompa darah ke otak sehingga membantu proses berpikir, meningkatkan ukuran
hipokampus yang dapat meningkatkan hubungan anatara selsel saraf pada otak, menigkatkan
daya ingat dan melindungi otak dari penyakit .
Menurut (Conradsson, 2012). Penuaan merupakan proses alamiah yang tidak dapat
dihindari. Pertambahan usia erat kaitannya dengan kemunduran fungsi tubuh, baik secara fisik
(penurunan kekuatan otot, keseimbangan, kemampuan berjalan) maupun psikis (depresi dan
demensia) Senam otak adalah serangkaian latihan gerak yang sederhana untuk memudahkan
kegiatan belajar dan penyesuaian dengan tuntutan sehari-hari. Senam otak merupakan
alternatif terapi yang bertujuan tujuan untuk memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak
serta merangsang kedua belah otak bekerja (Dennison, 2005). Olehnya, melalui pemberian
senam otak diharapkan akan terjadi peningkatan kesehatan mental pada lansia. Penelitian yang
dilakukan oleh Azizah et al (2017) menemukan bahwa brain gym atau senam otak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap penurunan stress pada lanjut usia.
Brain Gym dibanding terapi non farmakologi lain yaitu dapat meningkatkan aliran darah
ke otak, meningkatkan penerimaan oksigen sehingga dapat membersihkan otak
(menghilangkan pikiran-pikiran negatif, iri, dengki), memperbaiki pernafasan, stamina,
melepaskan ketegangan, mengurangi kelelahan, memperbaiki kurang perhatian, kurang
konsentrasi. Dengan Brain Gym diharapkan lansia depresi yang mempunyai pikiran negatif
dapat dihilangkan dan yang berprilaku tidak bersemangat, kurang konsentrasi, tidak melakukan
aktivitas sehari-hari dapat termotivasi kembali dalam pemenuhan kebutuhan fisik maupun
psikososialnya (Dennison, 2009).
Yanuarita, (2012) menyatakan Brain Gym dapat dilakukan oleh lanjut usia (Lansia)
karena gerakan Brain Gym tidak hanya dapat memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak,
tetapi dapat merangsang kerja dan berfungsinya otak secara optimal, yaitu lebih mengaktifkan
kemampuan otak kanan dan kiri sehingga kerjasama antara belahan otak kanan dan kiri bisa
terjalin dengan melakukan Brain Gym kualitas hidup lansia pun akan meningkat
Peningkatan mood terjadi karena olahraga dapat memperlancar peredaran darah ke
otak serta dari pengaruh aksis Hypothalamic Pituitary Adrenal (HPA) sehingga menjadi
reaktivitas fisiologis terhadap stress. Fisiologis ini dimediasi oleh aksis (HPA) dengan beberapa
daerah di otak, termasuk sistem limbik yang mengendalikan motivasi dan suasana hati yaitu
amigdala, yang memainkan rasa takut sebagai respon terhadap stress dan hipokampus, yang
memainkan peran penting dalam pembentukan memori serta suasana hati maupun sebagai
motivasi. Depresi adalah akibat dari pengaruh interaksi berbagai gen dengan faktor lingkungan
seperti kurang olahraga. Olahraga merupakan aktivitas fisik yang dianggap dapat meningkatkan
kondisi mood ke arah positif. Olahraga juga dapat meningkatkan kesehatan mental dengan
mengurangi kecemasan, depresi, dan suasana hati negatif serta meningkatkan harga diri dan
fungsi kognitif. Selain itu, olahraga juga ditemukan dapat meringankan gejala seperti rendahnya
harga diri dan penarikan sosial (Sharma, et al., 2006).

Menurut (Maryam, 2012). Pada proses menua ini juga merupakan proses yang terjadi
terus menerus atau berlanjut secara alami yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada
semua makhluk hidup yang tidak dapat di hindari. Seiring dengan proses menua tersebut tubuh
akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit
degeneratif. Terdapat teori-teori terkait dengan proses penuaan yaitu teori biologis, teori
psikologis, teori sosial dan teori spiritual. Dampak dari proses menua tersebut menyebabkan
terjadinya perubahan pada lansia baik fisik, sosial maupun psikologisnya. Perubahan fisik
seperti halnya munculnya penyakit seperti gangguan kardiovaskuler, respirasi, muskuloskeletal,
gastrointestinal, pendengaran, penglihatan, terganggunya sistem endokrin serta menurunya
kemampuan belajar dan juga memori. Perubahan sosial seperti perubahan peran, kesendirian,
kehilangan teman. Sedangkan perubahan psikologis meliputi perubahan keinginan, frustasi,
kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian maka dari itu timbul gejala
kecemasan dan stress.
Menurut (Endang, 2011). Terapi reminiscence merupakan salah satu intervensi
keperawatan yang dapat dilaksanakan secara individu atau kelompok.Terapi ini lebih utama
ditujukan pada lansia yang mengalami stres. Terapi reminiscence yang dilakukan memberikan
kesempatan pada sesama lansia untuk saling berbagi pengalaman masa lalu untuk mencapai
integritas diri (Syarniah 2010). Terapi Reminiscence di sebut juga suatu mekanisme untuk
mengatasi perubahan. Dalam terapi ini individu dalam mencapai integritas diri dan harga diri.
Melalui proses ini lansia dapat mempromosikan diri, mengingat kenangan sendiri maupun
kenangan bersama, mengatasi kekurangan dan keterbatasan fisik, mengidentifikasi tema
universal tentang kehidupan manusia, dan memperkuat mekanisme pertahanan diri. Hal ini
berarti terapi reminiscencedapat dipergunakan untuk lansia dalam rangka memperkuat
integritas diri dan permasalahan yang dimilikinya melalui kenangan masa lalu yang sudah
dikembangkannya.
Terapi reminiscence berfokus terhadap peristiwa-peristiwa yang menyenangkan pada
lansia, sehingga dengan memceritakan dan mendiskusikan hal tersebut lansia menjadi senang
dan bangga dapat meningkatkan integritas diri dan mendapatkan penguatan positif sehingga
mampu mengeliminasi peristiwa yang tidak menyenangkan (Hardimansyah, 2014).
Menurut Fontaine dan Fletcher (dalam Bharaty, 2011), terapi ini bertujuan untuk
meningkatkan harga diri, membantu individu mencapai kesadaran diri, memahami diri,
beradaptasi terhadap stress, dan melihat dirinya dalam konteks sejarah dan budaya.
Menurut Sharif, Mansouri, Jalanbin, dan Zare (2010) terapi reminiscence memiliki
efektivitas dalam menurunkan depresi pada lansia di Iran. Terapi reminiscence dilakukan dua
kali seminggu selama 3 minggu, diikuti oleh 49 lansia berusia 60 tahun ke atas dan
menunjukkan skor GDS-SF yang menurun. Artinya terdapat penurunan depresi yang signifikan
dalam skor depresi dibandingkan sebelum dan sesudah intervensi.
Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Efektifitas
senam terapi latih otak dan terapi reminiscence terhadap harga diri pada lansia di panti tresna
werda muhammdiyah kota probolinggo
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah dari penelitian ini “apakah

ada pengaruh kelompok terkontrol dan kelompok pelakuan terhadap harga diri pada lansia

di panti tresna werdha muhammadiyah kota probolinggo ?”.

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas senam terapi latih otak dan terapi

reminiscence terhadap harga diri pada lansia di panti tresna werda muhammadiyah kota

probolinggo.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengidentifikasi kekuatan pada lansia dengan harga diri sebelum dan setelah diberikan

terapi latih otak dan terapi reminiscence dipanti tresna werda muhammdiyah kota

probolinggo.

2. Mengidentifikasi kekuatan fisik dan psiko pada lansia dengan harga diri sebelum dan

setelah di berikan terapi senam latih otak dan terapi reminiscence dipanti tresna werda

muhammdiyah kota probolinggo..

3. Menganalisis efektifitas terapi senam latih otak dan terapi reminiscence terhadap harga

diri pada lansia dipanti tresna werda muhammdiyah kota probolinggo.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Bagi Keperawatan

Sebagai masukan bagi perawat terutama untuk meningkatkan perannya dalam memberikan

pendidikan kepada masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Selain itu

dapat dijadikan Evidance Base bagi praktik keperawatan disemua tatanan pelayanan

kesehatan baik di rumah sakit maupun masyarakat

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber ilmu yang menambah

pengetahuan dan wawasan dalam bidang keperawatan mengenai terapi senam latih otak

dan terapi reminiscence sebagai salah satu terapi nonfarmakologi dalammeningkatkan

harga diri pada lansia.

1.4.3 Lahan Penelitian


2 Untuk responden sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi tenaga kesehatan dalam

melakukan asuhan pada lansia dan diharapkan agar dapat menerapkan.terapi senam latih

otak dan terapi reminiscence

2.1.1 Bagi Peneliti


3 Sebagai wawasan diri sendiri untuk mengembangkan ilmu yang didapat dan menjadikan

pengalaman terhadap pengetahuan.khususnya yang berkaitan dengan Pengetahuan dalam


mengaplikasikan terapi senam latih otak dan terapi reminiscencesesuai prosedur dan

aturan.
Daftar pustaka

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Analisis Lansia di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi

Azizah, L. M., Martiana, T., & Soedirham, O. (2017). The Improvement of Cognitive Function
and Decrease the Level of Stress in the Elderly with Brain Gym. International Journal Of
Nursing And Midwifery Science (IJNMS), 1(1), 26-31. Azizah, L. M., Martiana, T., & Soedirham,
O. (2017). The Improvement of Cognitive Function and Decrease the Level of Stress in the
Elderly with Brain Gym. International Journal Of Nursing And Midwifery Science (IJNMS), 1(1),
26-31.

Exercise and Mental Health. (2017). Healthdirect. Diakses dari


https://www.healthdirect.gov.au/exercise-and-mental-health

Panglipurethias, Dwi, Ayu. (2015) Pengaruh Senam Latih Otak (Brain Gym) Terhadap Tingkat
Depresi Lansia Di Pposyandu Lansia Aji Yuswa Ngebel Tamantirto Kasihan Bantul.
Yogyakarta : Fakultas Ilmu Keperawatan Muhammadiyah.

World Health Organization. (2017). Definition of an older or elderly person. Available


Source: http://www.who.int/healthinf o/

RI, D. K. (2016). Situasi Lanjut Usia ( LANSIA) Di Indonesia. Departemen Kesehatan RI

RI. K. (2017). Analisi Lansia Di Indonesia. Kementrian kesehatan RI

Shalaby M.H, M. S. A. E. . (2018). The Effect of Reminiscence Therapy on Depression


among Elderly. E-ISSN: 2320–1959.p- ISSN: 2320–1940, 7(6).

WHO. (2017). Depression and other common mental disorders: Global health estimate.
Geneva.
Friedrich, M. (2017). Depression is the leading cause of disability around the world.
Jama, 317(15), 1517

Anda mungkin juga menyukai