I. KONSEP MEDIS
1.1. ANATOMI FISIOLOGI KULIT
Kulit terbagi atas 3 lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan
subkutan/hipodermis.
A. Epidermis
Lapisan epidermis terdiri dari:
1. Lapisan basal atau stratum germinatium disebut juga stratum basal karena
sel-selnya terletak di bagian basal stratum germinatium. Menggantikan
sel-sel yang diatasnya dan merupakan sel-sel yang induk. Bentuknya
silindris (tabung) dengan inti yang lonjong, di dalamnya terdapat butir-
butir yang disebut melanin. Warna sel tersebut tersusun seperti pagar
(palisade) dibagian bawah sel tersebut terdapat suatu membrane yang
disebut membrane basalis. Sel-sel basalis dengan membran basalis
merupakan batas terbawah dari epidermis dan dermis.
2. Lapisan malpigi atau stratum spinosum merupakan lapisan yang paling
tebal disebut demikian karena sel tersebut disatukan oleh tonjolan yang
menyerupai tanduk/spina yang merupakan jembatan antra sel (interceluler
bridges)
3. Lapisan sianular atau stratum granulosum merupakan lapisan yang terdiri
dari sel-sel pipih seperti kumparan terdapat granula granula kerato hialin
yang merupakan perkusor pembentukan keratin.
4. Lapisan tanduk atau stratum korneum: selnya sudah mati, tidak
mempunyai inti sel dan mengandung zat keratin.
5. Stratum lusidium: selnya pipih, jernih dan tembus siar. Karena sel sudah
banyak kehilangan inti, terdapat di telapak tangan dan telapak kaki.
Epidermis juga mengandung kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, sebasea
rambut dan kuku, kelenjar keringat ada 2 jenis: eterin dan apoterin. Fungsinya
mengatur suhu tubuh menyebabkan panas di lepaskan dengan cara penguapan
kelenjar ekrin terdapat di semua daerah kulit, tidak terdapat pada selaput
lendir. Kelenjar sebasea terdapat pada seluruh tubuh kecuali di telapak
tangan, kuku dan punggung kuku.
Pada telapak kaki dan tangan terdapat lapisan tambahan di atas lapisan
granular yaitu stratum lusidium atau lapisan jernih. Rambut terdapat diseluruh
tubuh, rambut tubuh dari folikel rambut di dalamnya epidermis. Kuku
merupakan lempeng yang terbuat dari sel tanduk yang menutupi bagian
dorsal dari tangan dan kaki.
B. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua kulit batas dengan epidermis dilapisi
oleh membrane basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis
tetapi batas ini tidak jelas hingga kita ambil patokannya adalah mulai
terdapatnya sel lemak.
a. Lapisan papilar merupakan jaringan ikat longgar dengan fibroblast, sel
mast dan makrofag untuk proses penyembuhan luka. Lapisan ini
memiliki banyak pembuluh drah yang memberi nutrisi pada epidermis.
b. Lapisan retikuler: terletak lebih dalam dari lapisan papilar. Lapisan ini
tersusun dari jaringan ikat regular yang rapat, serabut kolagen, serabut
elastis, dan serabut retikulus yang masing-masing memiliki tugas
berbeda. Serabut kolagen untuk memberikan kekuatan pada kulit,
serabut elastis memberikan kelenturan pada kulit dan retikulus
memberikan kekuatan pada sekitar kelenjar dan folikel rambut.
C.
Subkutis/Hipodermis
Subkutis terdiri dari kumpulan sel elmak dan diantara gerombolan ini
benjolan serabut-serabut jaringan dermis, sel-sel lemak ini bentuknya bulat
dengan intinya terdesak ke pinggir sehingga membentuk seperti cincin.
Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposis. Kegunaan penikulus adiposis
adalah sebagai pegas bila tekanan trauma yang menimpa pada kulit. Isolator
panas untuk mempertahankan suhu tubuh.
Kelenjar-kelenjar pada kulit:
a. Kelenjar sebasea: berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam
ruang antara folikel rambut dan batang rambut yang akan
melumasi rambut sehingga menjadi halus, lentur, dan lunak.
b. Kelenjar apokrin: terdapat di aksila, anus, skrotum, labia mayora
dan bermuara pada folikel rambut. Kelenjar ini memproduksi
keringat yang keruh seperti susu, yang diuraikan oleh bakteri
menghasilkan bau khas pada aksila
c. Kelenjar ekrin: kelenjar ini terdapat disemua kulit, melepaskan
keringat sebagai reaksi peningkatan suhu lingkungan dan suhu
tubuh kecepatan ekskresi keringat dikendalikan saraf simpatik.
d. Proses absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap larutan dan benda-benda yang mudah
menguap dan diserap begitu yang larut dalam lemak permeabilitas terhadap
O2 dan CO2 dan uap air kemungkinan kulit ikut andil pada fungus respirasi.
B. ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke
tubuh melalui kondusksi atau radiasi elektromagnetik, meliputi: Etiologi luka
bakar dapat dibagi menjadi Scald Burns, Flame Burns, Flash Burns, Contact
Burns, Chemical Burns, Electrical Burns, Frost Bite (Jeschke, 2007).
a. Scald Burns
Luka karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas,
merupakan kebanyakan penyebab luka bakar pada masyarakat. Air
pada suhu 60°C menyebabkan luka bakar parsial atau dalam
dengan waktu hanya dalam 3 detik. Pada 69°C, luka bakar yang
sama terjadi dalam 1 detik (Jeschke, 2007).
b. Flame Burns
c. Flash Burns
d. Contact Burns
e. Chemical Burns
Luka bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, apakah bersifat
asam kuat atau basa kuat. Kejadian ini sering pada karyawan
industri yang memakai bahan kimia sebagai bagian dari proses
pengolahan atau produksinya. Penanganan yang salah dapat
memperluas luka bakar yang terjadi. Irigasi dengan NS (NaCl
0.9%) atau akuabides atau cairan netral lainnya adalah pertolongan
terbaik, tidak dengan cara menetralisirnya (Jeschke, 2007).
f. Electrical Burns
g. Frost Bite
Adalah luka akibat suhu yang terlalu dingin. Pembuluh darah
perifer mengalami vasokonstriksi hebat, terutama di ujung-ujung
jari, hidung dan telinga. Fase selanjutnya akan terjadi nekrosis dan
kerusakan yang permanen. Untuk tindakan pertama adalah
sesegera mungkin menghangatkan bagian tubuh tersebut dengan
pemanas dan gerakan-gerakan untuk memperlancar sirkulasi
(Jeschke, 2007).
C. KLASIFIKASI LUKA BAKAR
1. Menurut kedalamannya
a. Luka bakar derajat I
Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
Tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari
Tidak dijumpai bullae
Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
front =
18%
Perinium = 1%
Head = 10%
HeadFront
and neck = 10%
and back
Head and neck = 14%
front = front =
18% 18%
Terdiri dari kulit normal yang mengalami vasodilatasi dan mengisi aliran
pembuluh darah akibat respon luka
D. PROSES PENYEMBUHAN LUKA
1. Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadi luka sewaktu hari ke 5. Fase ini terjadi respon
vaskuler dan seluler yang terjadi akibat luka/cedera pada jaringan yang
bertujuan untuk menghentikan pendarahan, membersihan darah luka,
benda asing, sel-sel mati dan bakteri. Pada fase ini terputusnya pembuluh
darah akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha untuk
menghentikannya (hemostatis) dimana dalam proses itu terjadi:
a. Kontruksi pembuluh darah (vasokontriksi)
b. Agregasi (pelengketan) platelet/trombosit dan pembentukan jala=jala
fibrin
c. Aktivitas serangkaian reaksi pembuluh darah
Proses tersebut berlengsung beberapa menit dan kemudian diikuti dengan
permeabilitas kapiler sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh
darah, penyuburan sel radang disertai vasodilatasi (pelebrana pembuluh
darah) selain itu juga terjadi rangsangan terhadap ujung saraf sensorik
pada daerah luka sehingga pada fase ini ditemukan tanda-tanda inflamasi
yaitu seperti kemerahan, teraba hangay, edema dan nyeri.
2. Fase proliferasi
Disebut juga fase fibroplasia yang berlangsung sejak akhir fase inflamasi
sampai dengan akhir minggu. Pada fase ini sel fibroplos berpoliferasi,
fibroblas menghasilkan mukopolisakarida asam amino dan protein yang
merupakan bahan dasar kolagen yang akan mempertemukan tepi luka.
Fase ini dipengaruhi oleh substansi yang disebabkan growth factors. Pada
fase ini terjadi proses:
1. Angiogenesis: proses pembentukan kapiler baru untuk menghantarkan
nutrisi dan oksigen ke daerah luka. Angiogenesis di stimulasi oleh
suatu growth factors (Tnf αβ)
2. Granulasi: pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung
kapiler pada dasar luka dan permukaan yang bersisi jaringan halus
3. Kontraksi: pada fase ini terpi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah
luka yang disebabkan oleh kerja miofibrinoblas sehingga mengurangi
luas luka, proses ini kemungkinan dimediasi oleh TGF α
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada
fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan
pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
F. MANIFESTASI LUKA BAKAR
Manifestasi awal menurut Betz (2009)
- Takikardia
- Tekanan darah menurun
- Ekdtremitas dingin dan perfusi buruk
- Perubahan tingkat kesadaran
- Dehidrasi (penurunan turgor kulit, penurunanurine, lidah dan kulit kering)
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Pucat (tidak terjadi pada luka bakar derajat II dan III)
Menurut Grace (2007) menifestasi kronis adalah:
1. Umum :
- Nyeri
- Edema dan bula
2. Khusus:
- Inhalasi asap (gejala pada hidung/sputum, suara serak, luka bakar dalam
mulut)
- Luka bakar pada mata/alis mata
- Luka bakar sirkum tersiol
Kedalaman Jaringan Penyebabya Karakteristik Nyeri Penyembuha
yang nglazim n
terkena
Ketebalan Kerusakan Sinar Kering : tidak Nyeri Sekitar 5 hari
superficial epitel matahari ada lepuh, merah
(derajat I) minimal pink, memutih
dengan tekanan
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2) Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi.
3) GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.
4) Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat
konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5) Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6) Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7) Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8) Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
9) BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10) Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.
11) EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
12) Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dapat menggunakan 6 c:
1. Clothing
Singkirkan semua pakaian yang panas/ terbakar. Bahan yang
menempel dan tidak dapat dilepas biarkan dan sampaikan pada tim
cleanity.
2. Cooling
Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan
air mengalir selama 20 menit, hondari hipotermi. Cara ini efektif sampai 3
jam dari kejadian, kompres dengan air (air sering diganti untuk rasa
dingin). Untuk luka bakar yang terlokalisasi jaringan menggunakan es,
karena dapat memperparah derajat luka.
3. Cleanity
Pemberian menggunakan zat anestesi agar tidak nyeri dengan
membuang jaringan nekrotis, proses penyembuhan luka cepat dan
mengurangi resiko infeksi.
4. Chemoprophylaxis
Pemberian anti tetanus dapat diberikan pada luka yang lebih dalam
dari superficial partial thickness, pemberian cream silver sulvadiazine
untuk penanganan infeksi, dapat diberikan pada luka bakar superficial,
tidak boleh diberikan pada wajah, alergi, bumil, BBL, ibu menyusui <7
bulan.
5. Comforting
Dapat diberikan obat anti nyeri
Paracetamol & codein 20-30 mg /kg
Norephinepeerine 0,1 mg/kg dengan dosis filtrasi bolus.
Morphine 0,2 mg/kg
6. Covering
Penutupan luka bakar dengan kasa dilakukan sesuai dengan derajat
luka bakar. Luka bakar superficial tidak perlu dibalut. Tujuan pembalutan
adalah untuk mengurangi kehilangan cairan akibat hilangnya lapisan kulit.
Selanjutnya, pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda bahaya dari
ABC. Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma,
karenanya harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
1. Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang
Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain
adalah: terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang
terbakar, dan sputum yang hitam.
2. Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk
bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-
trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya pneumothorax,
hematothorax, dan fraktur costae.
3. Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan
edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena
kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar,
dapat diberikan dengan Formula Baxter.
Formula Baxter
a. Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar
b. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam
16 jam berikutnya.
4. Obat - obatan:
a. Antibiotika: tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak
kejadian.
b. Analgetik: Antalgin, aspirin, asam mefenamat, dan morfin.
Rehabilitasi Cairan
Protokol pemberian cairan
Formula Cairan 24 jam pertama Kristaloid 24 jam Koloid 24 jam
kedua ketiga
Baxter RL 4ml/kgBB/%LLB 20-60% estimate Memantau output
vol plasma urine 30ml/jam
Evans Larutan NS 50% vol cairan 50% vol cairan 24
(ml/kg/%LLB, 200ml 24jam pertama x jam pertama
DSW dan koloid 200ml/DSW
1mg/kg/%LLB)
Salter RL 2l/24jam + fresh 50% vol cairan 0% vol cairan
frozen plasma 24jam 24jam
7ml/kg/24jam 200ml DSW 1 fresh frozen
plasma
Broke RL = 1,5ml/kg/%LLB -
Koloid =
0,5ml/1/%LLB
200ml DSW
Modified RL = 2ml/kg/%LLB -
broke
metrohealth RL + 50mEq NS, pantau output
sodiumbikarbonat urine
4ml/kg/%LLB
Rumus Kebutuhan Cairan
A. DEWASA
RL
4 cc/24jam x kg BB x %LLB
24 jam pertama cairan dibagi:
b. 8 jam pertama diberikan 50% dari kebutuhan cairan /24 jam
c. 16 jam kedua diberikan 50% dari kebutuhan cairan /24 jam
d. 18 jam setelah kejadian ditambah cairan koloid sejumlah 500ml pada
luka bakar sedang, 1000ml pada luka bakar berat
24 jam kedua
a. Diberikan 50% dari kebutuhan cairan /24 jam
B. ANAK
2 cc x kg BB x % LLB + kebutuhan faal/24 jam
Kebutuhan Faal:
< 1 tahun : BB x 100 ml
1-5 tahun : BB x 75 ml
5-15 tahun : BB x 50 ml
RL : koloid = 17:3
Cara pemberian
24 jam pertama dibagi 2:
- 8 jam = ½ kebutuhan cairan/24 jam
- 16 jam = ½ kebutuhan cairan/24 jam
24 jam kedua
Sesuai kebutuhan faal
J. KOMPLIKASI
1. Hipertrofi jaringan parut
Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi oleh:
a. Kedalaman luka bakar
b. Sifat kulit
c. Usia klien
d. Lamanya waktu penutupan
Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6 bulan post luka bakar dengan
warna awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal. Pembentukan
jaringan parut terus berlangsung dan warna berubah merah, merah tua
dan sampai coklat muda dan terasa lebih lembut.
2. Kontraktur
Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka bakar serta
menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa hal yang dapat
mecegah atau mengurangi terjadinya kontraktor antara lain:
a. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
b. Latihan ROM baik pasif maupun aktif
c. Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memberikan tekanan yang b
ertujuan menekan timbulnya hipertrofi scar
3. Systemic Inflammatory Response Syndrome atau SIRS terdiri dari
rangkaian kejadian sistemik yang terjadi sebagai bentuk respons
inflamasi. Respons yang terjadi pada SIRS merupakan respons selular
yang menginisiasi sejumlah mediator-induced respons pada inflamasi dan
imun (Burns M. & Chulay, 2006). SIRS (Systemic Inflammatory
Response Syndrome) adalah respon klinis terhadap rangsangan (insult)
spesifik dan nonspesifik
A. PENGKAJIAN
2. Kapan terjadinya
Wahab, Abdul. 2011. Resusitasi Cairan Pasien Luka Bakar. PPT Fakultas
Kedokteran Universitas Hassanudin: Makassar.
Wim, de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Bab 3 Luka Bakar Edisi 2. EGC:
Jakarta.