ABSTRAK
Desa pesisir adalah wilayah terdepan yang berhadapan pada perbatasan. Secara
geografis, keberadaan perbatasannya antara darat dan laut. Desa pesisir Ujung
Genteng terletak di Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa
Barat. Berdasarkan letak geografisnya, berada pada bibir pantai Selatan pulau Jawa
yang berbatasan langsung dengan samudera Hindia. Persekutuan desa pesisir Ujung
Genteng sangat memberdayakan lingkungan pantai untuk menunjang kesejahteraan
masyarakatnya. Maka, penelitian ini bertujuan untuk mengupayakan potensi
lingkungan pantai Ujung Genteng bagi persekutuan masyarakat desa pesisir Ujung
Genteng dalam meningkatkan aspek sosial ekonomi masyarakat. Metode yang
digunakan dalam artikel ilmiah ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian
kualitatif ialah metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna oleh
sejumlah individu atau sekelompok orang yang dianggap berasal dari masalah
sosial atau bagi manusia. Teknik pengumpulan dalam penelitian ini menggunakan
studi literatur dan dokumentasi untuk mendapatkan informasi yang baik, terstruktur,
dan akurat. Studi ini menunjukkan, bahwa persekutuan masyarakat desa pesisir
Ujung Genteng sangat memberdayakan lingkungan pantai sebagai mata
pencaharian utamanya yakni menjadi nelayan dan pemanfaatan sektor wisata pantai
Ujung Genteng Sukabumi.
1. PENDAHULUAN
1) Sistem Pengetahuan
Masyarakat umumnya didapat dari warisan orangtua atau pendahulu mereka
berdasarkan pengalaman empiris. Kuatnya pengetahuan lokal menjadi salah satu
penyebab terjadinya kelangsungan hidup para nelayan maupun petani. Misalnya
nelayan menggunakan dugo-dugo yaitu seutas tali dengan batu pemberat untuk
mengetahui arah dan kekuatan aliran arus sekaligus kedalaman laut. Arah arus
diketahui dari kecendrungan arah tali dugo-dugo setelah dimasukkan ke laut.
Sedangkan kekuatan arus dapat dirasakan dengan memegang dugo-dugo.
Mereka juga menggunakan tanda alam lain seperti rasi bintang maupun kondisi
air. Pada suku laut dikenal konsep perbani yaitu kondisi air laut pada saat surut atau
pasang tanggung ketika air laut berwarna merah dan tenang. Mereka meyakini pada
kondisi ini banyak ikan. Tapi dalam kondisi air dalam dan berwarna hijau kemerah-
merahan para nelayan percaya banyak ikan besar berkeliaran. Sementara jika
banyak ulat air atau ekor-ekor dipercayai tidak banyak ikannya.
2) Sistem Kepercayaan
Secara umum nelayan masih memiliki kepercayaan yang kuat bahwa laut
memiliki kekuatan magis sehingga perlu mendapat perlakuan-perlakuan khusus
dalam melakukan berbagai aktifitas nafkah di laut agar pelakunya selamat dan
usahanya berhasil.
Salah satunya yaitu pada masyarakat nelayan di Pekalongan biasa ada ritual
cadranan di pertengahan bulan suro dimana sesajen berupa kepala kerbau dan
beberapa jenis makanan yang disusun di atas sebuah tumpeng diletakkan di atas
kapa kecil dan dilayarkan ke laut dengan diiringi kapal-kapal nelayan. Tujuan ritual
ini agar aktifitas penangkapan ikan selamat dan hasil tangkapannya banyak.
Desa pesisir sebagai salah satu jenis persekutuan hukum teritorial, persekutuan
hukum teritorial adalah kelompok dimana anggota-anggotanya merasa terikat satu
dengan yang lainnya karena merasa dilahirkan dan menjalani kehidupan di tempat
atau wilayah yang sama (Setiady, 2013). Menurut Koentjaraningrat dalam (Isa,
2012), suatu masyrakat desa yang dalam hal ini termasuk desa pesisir, menjadi
suatu persekutuan dan kesatuan sosial didasarkan atas dua macam prinsip yaitu:
b. Batas Wilayah
c. Jarak Tempuh
1) Terumbu Karang
Kabupaten Sukabumi berbatasan langsung dengan Samudera Hindia khusunya
kawasan Sukabumi Selatan. Potensi terumbu karang di Sukabumi yang saat ini
sedang dikembangkan terdapat di dua wilayah yaitu kawasan Ciemas dan kawasan
Ujung Genteng.
2) Mangrove
Mangrove di kawasan Ujung Genteng terdapat beberapa titik diantaranya di
kawasan Hutan Benteng Belanda, Muara Cikodehel, Muara Cikakap dan Muara
Cikaso.
3) Lamun
Padang lamun terbentang di kawasan Ujung Genteng. Lamun di kawasan Ujung
Genteng sampai saat ini belum pernah dimanfaatkan secara langsung oleh manusia.
Adanya lamun disana hanya sebagai penyedia makanan bagi penyu dan sebagai
tempat hidup bagi biota laut lainnya.
4) Penyu Kawasan
Ujung Genteng sejak dahulu hingga saat ini memang terkenal sebagai lokasi
konservasi penyu. Menurut warga sekitar penyu yang pernah di temukan di Ujung
Genteng adalah jenis Penyu Sisik, Penyu Belimbing, Penyu Hijau, Penyu Lekang
dan Penyu Pipih.
5) Lobster
Lobster merupakan sumber daya alam yang melimpah di Ujung Genteng. Jika saat
musim lobster melimpah, ditepian pesisir bahkan warga bisa mendapatkan lobster
tanpa harus melaut dan harga lobster bisa sangat rendah (Kemalawati, 2016).
Jumlah penduduk Desa Ujung Genteng pada tahun 2013 mencapai 4.569 jiwa
dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) adalah 1.277 KK. Jumlah penduduk laki-laki
sebanyak 2.381 orang lebih banyak daripada perempuan sebanyak 2.188 orang (sex
ratio: 1,09). Penduduk di Desa Ujung Genteng didominasi oleh penduduk berusia
produktif (15-60 tahun) (Manarfa, 2015).
Aktivitas ekonomi dominan yang digeluti warga Desa Ujung Genteng tidak
jauh dari ekosistem laut yang mendukung mereka. Nelayan merupakan profesi
utama masyarakat Desa Ujung Genteng, dimana komposisi mata pencaharian
penduduk 80% berprofesi sebagai nelayan dan selebihnya adalah PNS, Pedagang,
dan Pengusaha. Tetapi pada musim tertentu dapat beralih profesi juga sebagai
nelayan (Azhar, 2015).
f. Infrastruktur
Infrastruktur jalan akses Ujung Genteng saat ini tengah dilakukan perbaikan.
Untuk infrastruktur lainnya cukup lengkap mulai dari sekolah
(PAUD/SD/SMP/SMK/SMA), mushola, pelabuhan, villa, mercusuar, TPI, fasilitas
MCK dan perumahan. Disamping itu, tersedia juga Puskesmas Wisata Ujung
Genteng telah mempromosikan keselamatan wisata pantai dengan cara memasang
spanduk larangan berenang, ambulan yang keliling atau stay di pantai pada saat
weekend serta mendirikan posko kesehatan dekat pantai pada saat hari libur besar
(Adiyani, 2018).
Akan tetapi masyarakat disana yang umumnya berprofesi sebagai nelayan
mengeluhkan masih tidak stabilnya aliran listrik ke wilayah Ujung Genteng
sehingga bisa berakibat pada rusaknya hasil tangkapan. Mereka masih menunggu
kepastian sampai kapan bisa benar-benar menikmati listrik secara normal seperti di
wilayah Indonesia lainnya. Mereka juga mengeluhkan tidak adanya fasilitas
dermaga untuk melindungi kapal mereka dari gelombang laut.
Pada bulan Mei lalu, puluhan kapal nelayan hancur diserang ombak laut yang
mengakibatkan ribuan nelayan berhenti melaut. Menurut para nelayan kondisi laut
di sana memang unik karena lautnya dangkal ketika air pasang, rob menjadi
semakin besar. Pembangunan dermaga ini dirasa makin mendesak karena menurut
data Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Sukabumi, saat ini
terdapat sekitar 4.000 nelayan di Ujung Genteng. (https://maritim.go.id/kemenko-
marves-berkomitmen-menyejahterakan-nelayan-sukabumi/) [Diakses tanggal 1
Maret 2021]
Kehidupan masyarakat nelayan Ujung Genteng dalam suasana alam yang keras
yang selalu diliputi ketidakpastian dalam menjalankan usahanya. Menurut salah
satu masyarakat disana menyebutkan bahwa "cuaca pada saat tidak memungkinkan
untuk pergi melaut seperti, gelombang tinggi yang selalu datang tiap tahunnya dan
lamanya pun tidak dapat dipastikan membuat masyarakat nelayan Ujung Genteng
sulit untuk merubah kehidupan perekonomian ke arah yang baik” (Ruswandi,
2014).
Masyarakat nelayan Ujung Genteng umumnya belum banyak tersentuh
teknologi modern masih banyak nelayan yang menggunakan perahu kecil dan alat
tangkap ikan yang sederhana untuk melaut, hanya beberapa yang mempunyai
perahu besar. Kualitas sumber daya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil
tangkapannya juga sangat rendah karena masih menggunakan perahu kecil dan alat
tangkap ikan yang sederhana untuk melaut. Tingkat pendidikan masyarakat nelayan
Ujung Genteng berbanding lurus dengan teknologi yang dapat dihasilkan oleh para
nelayan, dalam hal ini teknologi di bidang penangkapan dan pengawetan ikan
(Ruswandi, 2014).
Seperti pada dasarnya bahwa desa pesisir itu selalu identik dekat dengan pantai
atau laut, karena wilayah mereka tepat sekali bersentuhan dengan alam tersebut. Ini
sama halnya dengan desa pesisir Ujung Genteng Kabupaten Sukabumi. Letak
pantai ini terletak +/- 120km dari kota Sukabumi, atau + 18Km dari Kota Surade,
Ujung Genteng memang merupakan objek wisata yang cukup menarik. Pantainya
yang masih bersih dan alami memiliki pesona tersendiri untuk dikunjungi. Tidak
hanya pantainya saja yang mempesona, ada beberapa potensi lainnya yang dimiliki
oleh desa pesisir pantai Ujung Genteng Kabupaten Sukabumi yang dapat
diberdayakan oleh masyarakat desa pesisir.
Selain Pantai Ombak Tujuh, di Ujung genteng pun terdapat pantai yang
bernama Pantai Cibuaya. Cibuaya terletak setelah Pantai Pangumbahan (Tempat
Penangkaran Penyu). Pantai Cibuaya memiliki pasir putih yang bersih dan air laut
yang terlihat biru seperti langit yang cerah. Salah satu olahraga yang cocok di
lakukan di Pantai Ombak Tujuh adalah berselancar atau dalam bahasa Inggris
Surfing.
3. Penangkaran Penyu
Ujung Genteng mempunyai beberapa pantai menakjubkan yang berada di
daerah konservasi hutan lindung. salah satunya adalah Pantai Pangumbahan. Pantai
Pangumbahan merupakan tujuan wajib jika kita sudah berada di Ujung Genteng.
Pantai pangumbahan dikenal sebagai tempat penangkaran penyu, dan Penyu yang
cukup populer disana adalah Penyu Hijau. Ada dua opsi waktu untuk datang ke
Pantai Pangumbahan. Sore untuk prosesi pelepasan Tukik (anak penyu) ke laut atau
malam hari untuk melihat penyu betina bertelur. Pantai Pangumbahan adalah salah
satu tempat menakjubkan yang terdapat di Ujung Genteng.
Setiap sumber daya yang ada di lingkungan tentunya memiliki harga yang
secara ekonomis dapat dikuantifikasikan. Berbagai kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Pesisir Ujung Genteng dapat dikatakan sebagai bentuk partisipasi
masyarakat dalam pemberdayaan lingkungan. Hal tersebut terlihat dari banyaknya
pembangunan sektoral, regional, swasta dan masyarakat yang mengambil tempat di
kawasan pesisir, seperti budidaya perikanan, resor wisata, industri, tour guide, dan
lain sebagainya. Aspek sosial-ekonomi pada masyarakat Desa Pesisir Ujung
Genteng dapat dikatakan cukup baik apabila dilihat dari adanya pola pemanfaatan
sumber daya di sekitar lingkungan sebagai sarana utama. Hal ini tentunya dapat
dijadikan sebagai salah satu pilihan untuk pembangunan jangka panjang dalam
memanfaatkan potensi sumber daya kelautan, yang terdapat di wilayah pesisir.
Pada aspek sosial, dapat terlihat dari adanya hubungan baik yang tercipta
antara masyarakat sekitar dengan beberapa pemangku kepentingan (stakeholders).
Sampai saat ini, penyelamatan lingkungan telah banyak dilakukan baik melalui
penyadaran masyarakat dan pemangku kepentingan, upaya pembuatan peraturan,
kesepakatan nasional, undang-undang, maupun melalui penegakan hukum. Dari
banyaknya kegiatan yang dilakukan tersebut diharapkan dapat menjaga
keseimbangan lingkungan yang menjadi sarana utama masyarakat Ujung Genteng
(Yazid & Alhidayatillah, 2017).
E. Pola Kehidupan dan Perilaku Masyarakat Desa Pesisir Ujung Genteng
Sukabumi
5. SIMPULAN
6. SARAN
7. DAFTAR PUSTAKA
A, F., Azhar, H., & Muswar, H. S. (2015). DILEMA AGRARIA PESISIR (Studi
Kasus Masyarakat Pesisir Dusun Ujung Genteng Kabupaten Sukabumi).
Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan, 3(3), 107–113.
https://doi.org/10.22500/sodality.v3i3.10641
Adiyani, E. (2018). Analisis Pemanfaatan Puskesmas Wisata Ujung Genteng
Sebagai Alat Promosi Keselamatan Wisata Pantai. Universitas Ahmad Dahlan
Yogyakarta, 1–10.
Creswell, J.W. 2017. Research Design Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif
& Campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fatmasari, D. (2016). Analisis Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir
Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Al-Amwal, 6(1),
144–166.
Isa, A. (2012). Teori Persekutuan Hidup Manusia ( Desa, Kota). Institut Agama
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Kemalawati, R. (2016). Kegiatan Konservasi Bersama Pokmaswas Genteng
Nusantara di Pantai Ujung Genteng Sukabumi. Universitas Brawijaya.
Kusumastanto, T. (2003). Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di Era
Otonomi Daerah. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Manarfa, R. A. U. et al. (2015). Strategi Nafkah Dan Pola Pengambilan Keputusan
Rumah Tangga Pengrajin Gula Kelapa Studi di Desa Ujung Genteng
Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. 03(03), 129–138.
Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir, 2000. Departemen Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia, Jakarta.
Radiarta, I. N. et al. (2015). Kondisi Rumput Laut Alam di Perairan Pantai Ujung
Genteng, Sukabumi Dan Labuhanbua, Sumbawa: Potensi Karbon Biru Dan
Pengembangan Budidaya. Jurnal Riset Akuakultur, 10(2), 12.
Ritzer, George. (2011). Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta:
Rajagrafindo Persada
Ruswandi, A. (2014). Pasang Surut Kehidupan Masyarakat Nelayan Ujung
Genteng (Suatu Tinjauan Sosial Ekonomi 1900-2006). Universitas Pendidikan
Indonesia.
Setiady, T. (2013). Intisari Hukum Adat Indonesia Dalam Kajian Kepustakaan,
Alfabeta, Bandung. (p. 83). p. 83.
Suparwoto. (1997). “Akuntansi Keuangan Lanjutan”. Edisi Ketiga. BPFE:
Yogyakarta.
Yazid, Y., & Alhidayatillah, N. (2017). Partisipasi Masyarakat dalam
Pemberdayaan. Risalah, 1-9.
Yusuf, A. M. (2014). Kuantitatif, Kualitatif, & Penelitian Gabungan. Jakarta:
Kencana.
Zed, M. (2014). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
https://www.kompasiana.com/desa-pesisir-mandiri-implematasi-strategi-dan-aksi.
[Diakses Tanggal 27 Februari 2021.]
https://www.jasuda.net/beritadtl.Karakteristik.Masyarakat.Pesisir.
[Diakses 27 Tanggal Februari 2021.]
https://maritim.go.id/kemenko-marves-berkomitmen-menyejahterakan-nelayan-
sukabumi/ [Diakses tanggal 1 Maret 2021]