Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

I. Konsep Dasar Medik

a. Definisi diabetes mellitus

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau


mengalihkan”. Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu.
Penyakit diabetes mellitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urin yang
banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes mellitus adalah penyakit hiperglikemia
yang ditandai dengan ketidakadaan absolut insulin atau penurunan sensitivitas sel
terhadap insulin.

Disimpulkan bahwa DM merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya


peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) yang diakibatkan oleh ketidakadekuatan
sekresi insulin maupun produksi insulin.

b. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum dan


terdapat kurang lebih 200.000 – 1.800.000 pulau Langerhans. Dalam pulau langerhans
jumlah sel beta normal pada manusia antara 60% - 80% dari populasi sel Pulau
Langerhans. Pankreas berwarna putih keabuan hingga kemerahan. Organ ini merupakan
kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan eksokrin dan jaringan endokrin. Jaringan
eksokrin menghasilkan enzim-enzim pankreas seperti amylase, peptidase dan lipase,
sedangkan jaringan endokrin menghasilkan hormon-hormon seperti insulin, glukagon dan
somatostatin (Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015).
Pulau Langerhans mempunyai 4 macam sel yaitu (Dolensek, Rupnik & Stozer,
2015) :

a) Sel Alfa = sekresi glukagon

b) Sel Beta = sekresi insulin

c) Sel Delta = sekresi somatostatin

d) Sel Pankreatik

Hubungan yang erat antar sel-sel yang ada pada pulau Langerhans menyebabkan
pengaturan secara langsung sekresi hormon dari jenis hormon yang lain. Terdapat
hubungan umpan balik negatif langsung antara konsentrasi gula darah dan kecepatan
sekresi sel alfa, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah dengan efek gula darah pada
sel beta. Kadar gula darah akan dipertahankan pada nilai normal oleh peran antagonis
hormon insulin dan glukagon, akan tetapi hormon somatostatin menghambat sekresi
keduanya (Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015).

i. Insulin
Insulin (bahasa latin insula, “pulau”, karena diproduksi di pulau-pulau
Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon yang terdiri dari 2 rantai polipeptida yang
mengatur metabolisme karbohidrat (glukosa  glikogen). Dua rantai dihubungkan oleh
ikatan disulfida pada posisi 7 dan 20 di rantai A dan posisi 7 dan 19 di rantai B (Guyton
& Hall, 2012).

2. Fisiologi Pengaturan Sekresi Insulin


Peningkatan kadar glukosa darah dalam tubuh akan menimbulkan respons tubuh
berupa peningkatan sekresi insulin. Bila sejumlah besar insulin disekresikan oleh
pankreas, kecepatan pengangkutan glukosa ke sebagian besar sel akan meningkat sampai
10 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan kecepatan tanpa adanya sekresi insulin.
Sebaliknya jumlah glukosa yang dapat berdifusi ke sebagian besar sel tubuh tanpa adanya
insulin, terlalu sedikit untuk menyediakan sejumlah glukosa yang dibutuhkan untuk
metabolisme energi pada keadaan normal, dengan pengecualian di sel hati dan sel otak
(Guyton & Hall, 2012).

c. Klasifikasi diabetes mellitus

Dokumen konsensus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert


Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus, menjabarkan empat
kategori utama diabetes, (Corwin, 2009) yaitu:

1) DM Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) (5-10%)


Sel β-pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh
proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Jenis DM ini diakibatkan karena faktor keturunan atau genetik.

2) DM Tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) (95%)

Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin


(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. DM tipe ini
sering disebabkan karena faktor lifestyle yang buruk ataupun obesitas.

3) DM Tipe Lain

DM tipe lain diakibatkan oleh kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma


pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan
karakteristik gangguan endokrin.

4) Diabetes Kehamilan (DM Gestasional)

Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
DM.

d. Etiologi diabetes mellitus

1. Diabetes mellitus tipe 1

DM tipe 1 biasanya disebabkan oleh:

 Faktor genetic

Kecenderunggan genetik ini ditentukan pada individu yang memiliki tipe


antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan
gen yang bertanggungjawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

 Faktor imunologi

Adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana


antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
 Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pankreas, sebagai


contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destruksi sel β pankreas.

2. Diabetes mellitus tipe 2

Penyebab DM tipe II ini belum diketahui pasti, faktor genetik diperkirakan


memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Namun, lifestyle
yang buruk seperti pola makan yang buruk, obesitas, dan kurangnya olahraga
menjadi faktor pemicu tersering pada kasus DM tipe 2.

e. Manifestasi klinis diabetes mellitus

1. DM tipe 1

a) Hiperglikemia berpuasa

b) Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia

c) Keletihan dan kelemahan fisik (malaise)

d) Ketoasidosis diabetikum (KAD) ditandai dengan mual, nyeri abdomen,


muntah, hiperventilasi, nafas bau keton, perubahan tingkat kesadarn,
koma, kematian

e) Kesemutan

2. DM tipe 2

a) Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif

b) Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, poliuria, polidipsia,


polifagia, luka pada kulit sembuh lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur

c) Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular


perifer seperti kaki diabetik)
f. Patofisiologi diabetes mellitus

1. DM tipe 1

Pada DM tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin


karena sel β - pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Selain itu,
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati dan tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemi pospandrial.

Konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan
ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari
kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak


yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia) akibat menurunnya asupan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino dan substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini tidak akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu
akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan
keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkan dapat menyebabkan tanda
dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma
bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolic tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting.

2. DM tipe 2

Pada DM tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan


insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Cara untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya


glukosa dalam darah, harus terdapat pengingkatan jumlah insulin yang
diekskresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel β tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi DM tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin
yang merupakan cirri khas DM tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya. Oleh karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
DM tipe 2. Meskipun demikian, DM tipe 2 yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik (HHNK).

DM tipe 2 paling sering terjadi pada penderita diabetes yan berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoelransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan dan dapat mencakup kelalahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada
kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika akdar glukosa
sangat tinggi).

g. Komplikasi diabetes mellitus

Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe diabetes mellitus digolongkan akut
dan kronik :

1. Komplikasi akut

Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka


pendek dari glukosa darah

2. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah
yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salahs atu
bentuk dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor
dan koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu
hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pemberian glukosa. Koma
hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh karena terlambat makan atau olahraga berlebih. Diagnose dibuat
dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemikterjadi bila akdar gula darah dibawah
50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaan darah jari.

3. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK)

HHNK adalah keadaan hiperglikemia dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya


ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak
terdapat aseton, osmolitas darah melewati 350 mOsm per kilogram, tidak terdapat
asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding
kreatinin lebih dari 30:1, elektrolit natrium berkisar antara 100-150mEq per liter.

4. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan:

 Makrovaskuler: mengenai sirkulasi koroner, vaskular perifer dan


serebri

 Mikrovaskuer: retinopati, nefropati

 Penyakit neuropati, mengenai syaraf sensorik motorik dan


autonomi serta menunjang masalah seperti impoten dan ulkus atau
gangren pada kaki

 Rentan infeksi, seperti TB paru dan ISK (infeksi saluran kemih)

h. Penatalaksanaan diabetes mellitus

Penatalaksanaan DM meliputi:

1. Medis

Menurut Soegondo (2006), penatalaksanaan medis pada pasien dengan


Diabetes Mellitus meliputi:

 Obat Hiperglikemik Oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:

a) Pemicu sekresi insulin. Contoh: Sulfonylurea, glibenclamide, chlorpramide, glimepiride.

b) Penambah sensitivitas terhadap insulin. Contoh: Thiazolidinedione.

c) Penghambat gluconeogenesis. Contoh: Metformin

d) Penghambat glukosidase alfa. Contoh: Acarbose.

 Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

a) Penurunan berat badan drastic


b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis

c) Ketoasidosis diabetic (KAD)

d) Gangguan faal gunjal atau hati yang berat

 Terapi kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

2. Keperawatan

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), tujuan utama terapi pada diabetes
mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan
tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada
beberapa komponen dalam penatalaksan diabetes mellitus:

 Diet nutrisi dan kontrol berat badan

Diet dan pengendalian BB merupakan dasar untuk memberikan semua unsur


makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang
tinggi dan menurunkan kadar lemak. Diet DM yaitu 3J tepat jumlah disesuaikan dengan
jenis kelamin, berat badan, dan umur; jadwal teratur 3x sehari yaitu 3x makan utama dan
3x makan kecil (kudapan); jenis disesuaikan dengan makanan yang dianjurkan untuk
Dmdan menghindari makanan pantangan seperti tinggi gula.

 Latihan atau olahraga

Berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa darah dengan


meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian akdar insulin.
Prinsip olahraga yang dianjurkan secara teratur adalah CRIPE (Continuous, Rhytmis,
Interval, Progressive, and Endurance) sebagai berikut:

Frekuensi : 3-5x seminggu

Intensitas : Ringan - sedang


Durasi : 30-60 menit / 5 x 30 menit / minggu

Tipe : Aerobik (jalan, joging, bersepeda)

 Pemantauan atau check up berkala

Pemantauan kadar gula darah secara mandiri diharapkan dapat mengatur terapi
secara optimal.

 Terapi (jika diperlukan)

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.

 Pendidikan kesehatan

Tujuan edukasi ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam
melakukan penatalaksanaa diabetes secara mandiri dan mampu menhindari komplikasi.

 Kontrol nutrisi dan metabolic

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam
proses penyembuhan. Perlu monitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin
diatas 3.5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangrene dieprlukan
protein yang tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20%, dan karbohidrat
60%.

i. Konsep dasar hiperbarik oksigen (HBO)

Hiperbarik oksigen (HBO) adalah suatu cara terapi dimana penderita harus berada
dalam suatu ruangan bertekanan, dan bernafas dengan oksigen 100 % pada suasana
tekanan ruangan yang lebih besar dari 1 ATA (Atmosfer absolute) (Lakesla, 2009).
Kondisi lingkungan dalam HBO bertekanan udara yang lebih besar dibandingkan dengan
tekanan di dalam jaringan tubuh (1 ATA). Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada
waktu menyelam atau di dalam ruang udara yang bertekanan tinggi (RUBT) yang
dirancang baik untuk kasus penyelaman maupun pengobatan penyakit klinis. Individu
yang mendapat terapi HBO adalah suatu keadaan individu yang berada di dalam ruangan
bertekanan tinggi (> 1 ATA) dan bernafas dengan oksigen 100%. Tekanan atmosfer pada
permukaan air laut adalah sebesar 1 atm .

Dasar dari terapi hiperbarik sedikit banyak mengandung prinsip fisika. Teori
Toricelli yang mendasari terapi digunakan untuk menentukan tekanan udara 1 atm adalah
760 mmHg. Dalam tekanan udara tersebut komposisi unsur-unsur udara yang terkandung
di dalamnya mengandung Nitrogen (N2) 79 % dan Oksigen (O2) 21%. Dalam pernafasan
kita pun demikian. Pada terapi hiperbarik oksigen ruangan yang disediakan mengandung
Oksigen (O2) 100% .

Sedangkan prinsip yang dianut secara fisiologis adalah bahwa tidak adanya O2
pada tingkat seluler akan menyebabkan gangguan kehidupan pada semua organisme.
Oksigen yang berada di sekeliling tubuh manusia masuk ke dalam tubuh melalui cara
pertukaran gas. Fase-fase respirasi dari pertukaran gas terdiri dari fase ventilasi,
transportasi, utilisasi dan diffusi. Dengan kondisi tekanan oksigen yang tinggi,
diharapkan matriks seluler yang menopang kehidupan suatu organisme mendapatkan
kondisi yang optimal. Efek fisiologis dapat dijelaskan melalui mekanisme oksigen yang
terlarut plasma. Pengangkutan oksigen ke jaringan meningkat seiring dengan peningkatan
oksigen terlarut dalam plasma.

Oksigen dalam darah diangkut dalam bentuk larut dalam cairan plasma dan
bentuk ikatan dengan hemoglobin. Bagian terbesar berada dalam bentuk ikatan dengana
hemoglobin dan hanya sebagian kecil dijumpai dalam bentuk larut. Dalam HBO oksigen
bentuk larut menjadi amat penting, hal ini disebabkan sifat dari oksigen bentuk larut lebih
mudah dikonsumsi oleh jaringan lewat difusi langsung dari pada oksigen yang terikat
oksigen lewat sistem hemoglobin .

Anda mungkin juga menyukai