Anda di halaman 1dari 22

PEMBAHASAN

Scenario 3
REAKSI OBAT
            Seorang laki-laki (35 tahun) dibawa oleh seorang paramedic ke RS dalam keadaan tidak
sadar.menurut paramedic tersebut, penderita langsung pinsan setelah mendapat suntikan. Dari
hasil pemeriksaan diumpai tanda : nadi cepat dan lemah, pernafasan cepat, tensi turun 80/50
mmHg, anggota gerak, terutama kaki, terasa dingin dan disertai keringat dingin.
3m (mampu, mengetahui, dan menjelaskan) tentang syok
         definisi syok
         Stadium syok
         Etiologi syok
         Tanda gejala syok
         klasifikasi
         definisi klasifikasi syok
         etiologi klasifikasi syok
         patofisiologi klasifikasi syok
         manifestasi klasifikasi syok
         penatalaksanaan klasifikasi syok

SYOK
A.    DEFINISI
Suatu keadaan / syndrome gangguan perfusi jaringan yang menyeluruh sehingga tidak
terpenuhinya kebutuhan metabolisme jaringan. (Rupii, 2005)
Keadaan kritis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi nutrien dan oksigen
baik dari segi pasokan & pemakaian untuk metabolisme selular jaringan tubuh sehingga terjadi
defisiensi akut oksigen akut di tingkat sekuler.(Tash Ervien S, 2005)
Suatu bentuk sindroma dinamik yang akibat akhirnya berupa kerusakan jaringan sebab
substrat yang diperlukan untuk metabolisme aerob pada tingkat mikroseluler dilepas dalam
kecepatan yang tidak adekuatoleh aliran darah yang sangat sedikit atau aliran maldistribusi
(Candido, 1996)
Bentuk berat dari kekurangan pasokan oksigen dibanding kebutuhan. Keadaan ini
disebabkan oleh menurunnya oksigenasi jaringan atau perubahan dalam sirkulasi kapiler.
Kekurangan oksigen akan berhubungan dengan ASIDOSIS LACTATE, dimana kadar lactat
tubuh merupakan indikator dari tingkat berat- ringannya syock
Syok  yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan perfusi
jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa
metabolisme ( Theodore, 93 ),  atau suatu  perfusi jaringan yang kurang sempurna.
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan
ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme
homeostasis.
 Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan
homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Sirkulasi darah
berguna untuk mengantarkan oksigen dan zat-zat lain ke seluruh tubuh serta membuang zat-zat
sisa yang sudah tidak diperlukan.
Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan
yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.

B.     STADIUM SYOK
1.      Kompensasi
Komposisi tubuh dengan meningkatkan reflek syarpatis yaitu meningkatnya resistensi
sistemik dimana hanya terjadi detruksi selektif pada organ penting. TD sistokis normal, dioshalik
meningkat akibat resistensi arterial sistemik disamping TN terjadi peningkatan skresi vaseprsin
dan aktivasi sistem RAA. menitestasi khusus talekicad,  gaduh gelisah, kulit pucat, kapir retil > 2
dok.
1)      Dekompensasi
Mekanisme komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi jaringan memburuk,
terjadilah metabolisme anaerob. karena asam laktat menumpuk terjadilah asidisif yang
bertambah berat dengan terbentuknya asan karbonat intrasel. Hal ini menghambat kontraklilitas
jantung yang terlanjur pada mekanisme energi pompo Na+K di tingkat sel. Pada syock juga
terjadi pelepasan histamin akibat adanya smesvar namun bila syock  berlanjut akan
memperburuk keadaan, dimana terjadi vasodilatasi disfori & peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga volumevenous retwn berkurang yang terjadi timbulnya depresi muocard. Maniftrasi
klinis : TD menurun, porfsi teriter buruk olyserci, asidosis, napus kusmail.
3. Irreversibel
Gagal kompensasi terlanjut dengan kematian sel dan disfungsi sistem multiorgan,
cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru 2 jam). terakhir kematian walau sirkulasi
dapat pulih manifestasi klinis : TD taktenkur, nadi tak teraba, kesadaran (koma), anuria.

C.    ETIOLOGI SYOK
         Perdarahan (syok hipovolemik)
         Dehidrasi (syok hipovolemik)
         Serangan jantung (syok kardiogenik)
         Gagal jantung (syok kardiogenik)
         Trauma atau cedera beratInfeksi (syok septik)
          Reaksi alergi (syok anafilaktik)
         Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
         Sindroma syok toksik.

D.    MANIFESTASI KLINIS
1. Sistem Kardiovaskuler
         Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena perifer lebih
bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah.
         Nadi cepat dan halus.
         Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme
kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.
         Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
         CVP rendah.
2. Sistem Respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal.
3. Sistem saraf pusat
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai menyebabkan
hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan
diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan.

4. Sistem Saluran Cerna


Bisa terjadi mual dan muntah.
5.    Sistem Saluran Kencing
Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam (1/5–1
ml/kg/jam).

E.     KLASIFIKASI SYOK
1.      SYOK HIPOVOLEMIK
A . DEFINISI
Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditamdai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok hipovolemik juga bisa terjadi karena kehilangan
cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume
intraventrikel kiri pada akhir distol yang akibatnya juga menyebabkan menurunnya curah
jantung (cardiac output). Keadaan ini juga menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari
pembuluh darah dimana terjadi vasokonstriksi oleh katekolamin sehingga perfusi makin
memburuk. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang
hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan
cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus.
Pada diabetes atau penggunaan diuretic kuat dapat terjadi kehilangan cairan karena dieresis yang
berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pancreatitis akut, atau
peritonitis purulenta difus. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali
jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respon tubuh
terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan dan lama perdarahan. Bila volume
intravaskuler berkurang, tubuh akan selalu berusaha mempertahankan perfusi organ-organ vital
(jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ yang lain seperti ginjal, hati dan kulit
akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui system rennin-angiotensin-aldosteron,
system ADH, dan system saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh
darah untuk mengembalikan volume intravascular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi
plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial. Dengan demikian tujuan utama dalam
mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravascular dan interstitial.
Bila deficit volume intravascular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap
terjadi deficit interstistial, dengan akibatnya tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan
produksi urin yang berkurang. Pengambilan volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin
bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dan sebagainya) dan cairan
garam seimbang.
B . DERAJAT SYOK
a)      Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot
rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa
adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi
urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.
b)      Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ
ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada
keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi
kesadaran relatif masih baik.
c)      Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk
menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua
pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun)

C . ETIOLOGI
Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume darah efektif. Kekurangan volume
darah sekitar 15 sampai 25 persen biasanya akan menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik;
sedangkan deficit volume darah lebih dari 45 persen umumnya fatal. Syok setelah trauma
biasanya jenis hipovolemik, yang disebabkan oleh perdarahan (internal atau eksternal) atau
karena kehilangan cairan ke dalam jaringan kontusio atau usus yang mengembang kerusakan
jantung dan paru-paru dapat juga menyokong masalah ini secara bermakna. Syok akibat
kehilangan cairan berlebihan bias juga timbul pada pasien luka bakar yang luas  (john
a.boswick,1998:44).
Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh :
1)      Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti
hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2)      Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar.
Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur
menampung 1000–1500 ml perdarahan.
3)      Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau
cairan ekstraseluler, misalnya pada:
-          Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis
-          Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
4)      Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah
yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan
oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan
menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam
piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah
pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi
oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan
penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama

D .  MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik) yang meliputi :
1. Sistim pernafasan : nafas cepat dan dangkal
2. Sistim sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, nadi cepat dan
lemah,tekanan darah turun bila kehilangan darah mencapai 30%.
3. Sistim saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi tergantung derajat
syok,dimulai dari gelisah,bingung sampai keadaan tidak sadar.
4. Sistim pencernaan : mual, muntah
5. Sistim ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)
6. Sistim kulit/otot : turgor menurun, mata cowong, mukosa lidah kering.
Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut jantung yang
normal atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya diraba.
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:
1)      Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata) kurang
dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih
2)      Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.
Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang
jelek. Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid,
besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan
tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah
mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan
takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada
pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat
atau singkat.
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan
darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit.
Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu:
         Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan
dengan berkurangnya perfusi jaringan.
         Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting
untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi
asidosis jaringan.
         Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah
jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan
darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di
bawah 70 mmHg.
         Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang
dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan
menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2)
Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata
cekung.
Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh
metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang
tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan
jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika
(hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat
E . PATOFISIOLOGI
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :
FASE KOMPENSASI
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul
gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme
kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan
otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan
untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air.
Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada
fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan
curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran
darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi
glomeruler juga menurun.
FASE PROGRESIF
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh.
Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi
gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah
menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi
lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return)
menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat
kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat
terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak.
Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya
toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok
(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan
penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi
bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC
bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.
Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan
asam karbonat di jaringan.
FASE IREVESIBEL
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki.
Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi,
jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema
interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea
F . PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada anamnesis Pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit mungkin hanya
didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang mengetahui kejadiannya, cari : Riwayat
trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut), Riwayat penyakit jantung (sesak
nafas), Riwayat infeksi (suhu tinggi), Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah
memakan obat)
         Pemeriksaan fisik Kulit
Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena begitu syok
berlanjut terjadi hipovolemia). Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok
kardiogenik dan syok hemoragi terminal). Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok
septik).
         Tekanan darah
Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang
sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septic). Status jantung
Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.
         Status respirasi
Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi lambat
(pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
         Status Mental
Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun, sopor
sampai koma. Fungsi Ginjal Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)

         Fungsi Metabolik
 Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai
alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea. Sirkulasi
Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada syok kardiogenik.
Keseimbangan Asam Basa. Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena
takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru). Pemeriksaan Penunjang Darah
(Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa darah.
Analisa gas darah, EKG.
G . PENATALAKSANAAN
1.      Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan ventilator
tambahan sesuai kebutuhan.
2.      Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai ketentuan
untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan mempertahankan perfusi
jaringan.
3.      Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk bertindak sebagai
petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP) memberi petunjuk
dan derajat perubahan dari pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk penggantian
volume cairan darurat.
4.      Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau lebih kateter
mungkin perlu untuk penggantikan cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik;
penekanan pada penggantian volume.
         Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter mungkin perlu
untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan
pada penggantian volume.
         Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan darah dan
pencocokan silang, dan hemtokrit.
         Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat yang memuaskan
diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada kondisi klinis pasien.
5.      Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini mendekati
komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk
pemeriksaan golongan darah dan pencocokkan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebagai
tambahan terapi komponen darah.
6.      Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat kehilangan darah telah
parah atau pasien terus mengalami hemoragi.
7.      Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit sering bila
dicurigai berlanjutnya perdarahan
8.      Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan memberi cairan dan
darah sesuai ketentuan.
9.      Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume urine
menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.
10.  Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
11.  Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan darah, denyut
jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran koagulasi,
elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap tindakan. Pertahankan lembar
alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan menyatakan perbaikan atau pentimpangan
pasien.
12.  Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan mendorong aliran
darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien dengan cidera kepala).
Hindarkan gejala yang tidak perlu.
13.  Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen) untuk
meningkatkan kerja kardiovaskuler.
14.  Dukung mekanisme devensif tubuh
15.  Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa khawatir.
16.  Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.
17.  Pertahankan suhu tubuh.
         Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh dari
vasokontriksi dan meningkatnya hilangnya caiiran karena perspirasi.
         Pasien yang  mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi meningkatkan efek
metabolik selular terhadap syok.
H . KOMPLIKASI
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena
hipoksia.
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang
luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.

2 . SYOK KARDIOGENIK
A . DEFINISI
Syok Kardiogenik adalah suatu sindrom klinis dimana jantung tidak mampu
memompakan darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhaan metabolisme tubuh akibat
disfungsi otot jantung.
Shock kardiogenik merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang berhubungan
dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan oleh perfusi jarigan
yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan
yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003).
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang
diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari
parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan
tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih
dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju
nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang
jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
  Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung
kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan
kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang
tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi
ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun
bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner &
Suddarth, 2001)
Syok kardiogenik adalah dyok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak
adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung, manifestasinya meliputi
hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan.
(Kamus Kedokteran Dorland, 1998)
B . ETIOLOGI
1.      Gangguan kontraktilitas miokardium.
2.      Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru dan atau hipoperfusi
iskemik
3.      Infark miokard akut ( AMI)
4.      Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary,ruptur septum, atau infark
ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada
pasien dengan infark-infark yang lebih kecil.
5.      Valvular stenosis
6.      Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung)
7.      Cardiomyopathy (myocardiopathy,gangguan otot jantung yang tidak diketahui penyebabnya )
8.      Trauma jantung
9.      Temponade jantung akut
10.  Komplikasi bedah jantung

C . PATOFISIOLOGI
Syok kardiogenik merupakan kondisi yang terjadi sebagai serangan jantung pada fase
termimal dari berbagai penyakit jantung. Berkurangnya ke aliran darah koroner berdampak pada
supply O2 kejaringan  khususnya pada otot jantung yang semakin berkurang, hal ini akan
menyababkan iscemik miokard pada fase awal, namun bila berkelanjutan  akan menimbulkan
injuri sampai infark miokard. Bila kondisi tersebut tidak tertangani dengan baik akan
menyebabkan kondisi yang dinamakan syok kardiogenik. Pada kondisi syok, metabolisme yang 
pada fase awal sudah mengalami perubahan pada kondisi anaerob akan semakin memburuk
sehingga produksi asam laktat   terus meningkat dan memicu timbulnya nyeri hebat seperti
terbakar maupun  tertekan yang menjalar sampai leher dan lengan kiri, kelemahan fisik juga
terjadi sebagai akibat dari penimbunan asam laktat yang tinggi pada darah. Semakin
Menurunnya kondisi pada fase syok otot jantung semakin kehilangan kemampuan untuk
berkontraksi utuk memompa darah. Penurunan jumlah strok volume mengakibatkan
berkurangnnya cardiac output atau berhenti sama sekali.  Hal tersebut menyebakkan suplay
darah maupun O2 sangatlah menurun kejaringan, sehingga menimbulkan kondisi penurunan
kesadaran dengan akral dinging pada ektrimitas, Kompensasi dari otot jantung dengan
meningkatkan denyut nadi  yang berdampak pada penurunan tekanan darah Juga tidak
memperbaiki kondisi penurunan kesadaran. Aktifitas ginjal juga terganggu pada penurunan
cardiac output,yang berdampak pada penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR ). Pada kondisi ini
pengaktifan system rennin, angiotensin dan aldostreron akan , menambah retensi air dan natrium
menyebabkan produksi  urine  berkurang( Oliguri < 30ml/ jam) .   Penurunan kontraktilitas
miokard pada fase syok yang menyebabkan adanya  peningkatan residu darah di ventrikel, yang
mana  kondisi ini akan semakin memburuk pada keadaan regurgitasi maupun stenosis
valvular .Hal tersebut dapat mennyebabkan bendungan vena pulmonalis oleh akumulasi cairan
maupun refluk aliran darah  dan akhirnya memperberat kondisi edema paru

D. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan Utama Syok Kardiogenik :
         Oliguri (urin < 20 mL/jam).
         Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
         Nyeri substernal seperti IMA.

Tanda Penting Syok Kardiogenik :


         Tensi turun < 80-90 mmHg
         Takipneu dan dalam.
         Takikardi.
         Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
         Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
         Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
         Sianosis.
         Diaforesis (mandi keringat)
         Ekstremitas dingin
         Perubahan mental.

E . PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis,
iskemia dan kerusakan pola.
2.       ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium,
 ventrikel hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
3.      Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau
peningkatan tekanan pulmonal.
4.      Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5.      Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri
koroner.
6.      Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretic.
7.      Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.
8.      AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau
hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9.      Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,misalnya infark
miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim
LDH).

F . PENATALAKSANAAN
1. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
2. Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70
– 120 mmHg
3. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi dengan
pemberian morfin.
4. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.
5. Bila mungkin pasang CVP.
6. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.

Medikamentosa :
1)      Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri
2)       ansietas, bila cemas
3)      Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi
4)      Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit
5)      Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak adekuat Dosis
dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
6)      Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.
7)      Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m
8)      Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan  oksigenasi Mjaringan. Digitalis bila ada
fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.

3. SYOK DISTRIBUTIF
A . PENGERTIAN
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah tempat
dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer.
B. ETIOLOGI
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh
pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko
syok distributif yaitu (1) syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal,
(2) syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah
(3) syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun, malnutrisi
Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok distributif lebih
jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :
3.1 SYOK ANAFILAKTIK
A . DEFINISI
Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai
oleh Immunoglobulin E(hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan
arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu reaksi antigen-antibodi yang
timbul segera setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok anafilaktik
merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang merupakan syok distributif,
ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah
dan disertai kolaps pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya kematian. Syok
anafilaktik merupakan kasus kegawatan, tetapi terlalu sempit untuk menggambarkan anafilaksis
secara keseluruhan, karena anafilaksis yang berat dapat terjadi tanpa adanya hipotensi, seperti
pada anafilaksis dengan gejala utama obstruksi saluran napas.

2.FAKTOR PREDISPOSISI DAN ETIOLOGI


Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis adalah sifat alergen,
jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan alergen. Golongan alergen yang
sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah makanan, obat-obatan, sengatan serangga, dan
lateks. Udang, kepiting, kerang, ikan kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dan
susu adalah makanan yang biasanya menyebabkan suatu reaksi anafilaksis. Obat-obatan yang
bisa menyebabkan anafikasis seperti antibiotik khususnya penisilin, obat anestesi intravena,
relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat, dan lain-lain. Media kontras
intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca dingin juga bisa menyebabkan anafilaksis.
3 . PATOFISIOLOGIS
Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam hipersensitivitas tipe I
(Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan
aktivasi. Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Sedangkan fase aktivasi
merupakan waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama sampai
timbulnya gejala.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh
Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia
akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel
Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian
terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada
paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang
sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan
mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain
dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan
menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah
degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon
yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan
aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi,
meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan
kontraksi otot polos.Platelet activating factor (PAF) berefek bronkospasme dan meningkatkan
permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik
eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.
Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya fenomena
maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan penurunan aliran darah balik
sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah. Kemudian
terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang
berimplikasi pada keaadan syok yang membahayakan penderita.

Gambar 2.1. Patofisiologi Reaksi Anfilaksis


Gambar 2.2. Patofisiologi Syok Anafilaksis
  
4.MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3 tipe dari reaksi
anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah terpapar dengan
alergen; reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam setelah terpapar dengan alergen; serta
reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah terpapar dengan alergen.
Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi kadang-kadang
langsung berat. Berdasarkan derajat keluhan, anafilaksis juga dibagi dalam derajat ringan,
sedang, dan berat. Derajat ringan sering dengan keluhan kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa
sesak dimulut, dan tenggorok. Dapat juga terjadi kongesti hidung, pembengkakan periorbital,
pruritus, bersin-bersin, dan mata berair. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama
setelah pemajanan. Derajat sedang dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah
bronkospasme dan edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi. Wajah
kemerahan, hangat, ansietas, dan gatal-gatal juga sering terjadi. Awitan gejala-gejala sama
dengan reaksi ringan. Derajat berat mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan tanda-
tanda dan gejala-gejala yang sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang
pesat kearah bronkospame, edema laring, dispnea berat, dan sianosis. Bisa diiringi gejala
disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare, dan kejang-kejang. Henti jantung dan koma jarang
terjadi. Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan
yang irreversible.
Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen dan dapat terjadi pada satu
atau lebih organ target, antara lain kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, kulit, mata, susunan
saaraf pusat dan sistem saluran kencing, dan sistem yang lain. Keluhan yang sering dijumpai
pada fase permulaan ialah rasa takut, perih dalam mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan
kesemutan pada tungkai, sesak, serak, mual, pusing, lemas dan sakit perut.
Pada mata terdapat hiperemi konjungtiva, edema, sekret mata yang berlebihan. Pada
rhinitis alergi dapat dijumpai allergic shiners, yaitu daerah di bawah palpebra inferior yang
menjadi gelap dan bengkak. Pemeriksaan hidung bagian luar di bidang alergi ada beberapa
tanda, misalnya: allergic salute, yaitu pasien dengan menggunakan telapak tangan menggosok
ujung hidungnya ke arah atas untuk menghilangkan rasa gatal dan melonggarkan
sumbatan; allergic crease, garis melintang akibat lipatan kulit ujung hidung; kemudian allergic
facies, terdiri dari pernapasan mulut, allergic shiners, dan kelainan gigi geligi. Bagian dalam
hidung diperiksa untuk menilai warna mukosa, jumlah, dan bentuk sekret, edema, polip hidung,
dan deviasi septum. Pada kulit terdapat eritema, edema, gatal, urtikaria, kulit terasa hangat atau
dingin, lembab/basah, dan diaphoresis.
Pada sistem respirasi terjadi hiperventilasi, aliran darah paru menurun, penurunan saturasi
oksigen, peningkatan tekanan pulmonal, gagal nafas, dan penurunan volume tidal. Saluran nafas
atas bisa mengalami gangguan jika lidah atau orofaring terlibat sehingga terjadi stridor. Suara
bisa serak bahkan tidak ada suara sama sekali jika edema terus memburuk. Obstruksi saluran
napas yang komplit adalah penyebab kematian paling sering pada anafilaksis. Bunyi napas
mengi terjadi apabila saluran napas bawah terganggu karena bronkospasme atau edema mukosa.
Selain itu juga terjadi batuk-batuk, hidung tersumbat, serta bersin-bersin.
Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran sampai terjadi koma
merupakan gangguan pada susunan saraf pusat. Pada sistem kardiovaskular terjadi hipotensi,
takikardia, pucat, keringat dingin, tanda-tanda iskemia otot jantung (angina), kebocoran endotel
yang menyebabkan terjadinya edema, disertai pula dengan aritmia. Sementara pada ginjal, terjadi
hipoperfusi ginjal yang mengakibatkan penurunan pengeluaran urine (oligouri atau anuri) akibat
penurunan GFR, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya gagal ginjal akut. Selain itu
terjadi peningkatan BUN dan kreatinin disertai dengan perubahan kandungan elektrolit pada
urine.
Hipoperfusi pada sistem hepatobilier mengakibatkan terjadinya nekrosis sel sentral,
peningkatan kadar enzim hati, dan koagulopati. Gejala yang timbul pada sistem gastrointestinal
merupakan akibat dari edema intestinal akut dan spasme otot polos, berupa nyeri abdomen,
mual-muntah atau diare. Kadang kadang dijumpai perdarahan rektal yang terjadi akibat iskemia
atau infark usus.
Depresi sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya koagulopati, gangguan fungsi trombosit,
dan DIC dapat terjadi pada sistem hematologi. Sementara gangguan pada sistem neuroendokrin
dan metabolik, terjadi supresi kelenjar adrenal, resistensi insulin, disfungsi tiroid, dan perubahan
status mental. Pada keadaan syok terjadi perubahan metabolisme dari aerob menjadi anaerob
sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan piruvat. Secara histologis terjadi keretakan antar
sel, sel membengkak, disfungsi mitokondria, serta kebocoran sel.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium diperlukan karena sangat membantu menentukan diagnosis,
memantau keadaan awal, dan beberapa pemeriksaan digunakan untuk memonitor hasil
pengbatan serta mendeteksi komplikasi lanjut. Hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau
meningkat, demikian halnya dengan IgE total sering kali menunjukkan nilai normal.
Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu
keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu IgE
spesifik dengan RAST(radio-immunosorbent test) atau ELISA (Enzym Linked Immunosorbent
Assay test), namun memerlukan biaya yang mahal.
Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab yaitu dengan
uji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan uji intrakutan atau intradermal yang tunggal
atau berseri (skin end-point titration/SET). Uji cukit paling sesuai karena mudah dilakukan dan
dapat ditoleransi oleh sebagian penderita termasuk anak, meskipun uji intradermal (SET) akan
lebih ideal. Pemeriksaan lain sperti analisa gas darah, elektrolit, dan gula darah, tes fungsi hati,
tes fungsi ginjal, feses lengkap, elektrokardiografi, rontgen thorak, dan lain-lain.
6. DIAGNOSIS
Pada pasien dengan reaksi anafilaksis biasanya dijumpai keluhan 2 organ atau lebih
setelah terpapar dengan alergen tertentu. Untuk membantu menegakkan diagnosis
maka American Academy of Allergy, Asthma and Immunology telah membuat suatu kriteria.
Kriteria pertama adalah onset akut dari suatu penyakit (beberapa menit hingga beberapa
jam) dengan terlibatnya kulit, jaringan mukosa atau kedua-duanya (misalnya bintik-bintik
kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan, pembengkakan bibir, lidah, uvula), dan
salah satu dari  respiratory compromise (misalnya sesak nafas, bronkospasme, stridor, wheezing,
penurunan PEF, hipoksemia) dan penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan
disfungsi organ sasaran (misalnya hipotonia, sinkop, inkontinensia).

Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang terjadi secara mendadak setelah
terpapar alergen yang spesifik pada pasien tersebut (beberapa menit hingga beberapa jam), yaitu
keterlibatan jaringan mukosa kulit (misalnya bintik-bintik kemerahan pada seluruh tubuh,
pruritus, kemerahan, pembengkakan bibir-lidah-uvula);Respiratory compromise (misalnya sesak
nafas, bronkospasme, stridor, wheezing, penurunan PEF, hipoksemia); penurunan tekanan darah
atau gejala yang berkaitan (misalnya hipotonia, sinkop, inkontinensia); dan gejala
gastrointestinal yang persisten (misalnya nyeri abdominal, kram, muntah).
Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar pada alergen yang
diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik). Pada bayi dan anak-anak,
tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur) atau penurunan darah sistolik lebih dari 30%.
Sementara pada orang dewasa, tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan
darah sistolik lebih dari 30% dari tekanan darah awal.

7. DIAGNOSA BANDING
Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik. Gambaran klinis yang tidak
spesifik dari anafilaksis mengakibatkan reaksi tersebut sulit dibedakan dengan penyakit lainnya
yang memiliki gejala yang sama. Hal ini terjadi karena anafilaksis mempengaruhi seluruh sistem
organ pada tubuh manusia sebagai akibat pelepasan berbagai macam mediator dari sel mast dan
basofil, dimana masing-masing mediator tersebut memiliki afinitas yang berbeda pada setiap
reseptor pada sistem organ. Beberapa kondisi yang menyerupai reaksi anafilaksis dan syok
anafilaktik adalah reaksi vasovagal, infark miokard akut, reaksi hipoglikemik, reaksi
histeris, Carsinoid syndrome, Chinese restaurant syndrome, asma bronkiale, dan rhinitis
alergika.
Reaksi vasovagal, sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien tampak
pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi anafilaktik, pada reaksi
vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan darahnya turun tetapi
masih mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti anafilaktik.Sementara infark
miokard akut, gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa penjalaran. Gejala
tersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak tanda-tanda obstruksi saluran napas.
Sedangkan pada anafilaktik tidak ada nyeri dada.
Reaksi hipoglikemik, disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab lain.
Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah kadang-kadang
menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada reaksi
anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas. Sedangkan pada reaksi histeris, tidak dijumpai
adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi, atau sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan
meskipun hanya sementara. Sedangkan tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi anafilaksis.
Carsinoid syndrome, dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala, diare,
serangan sesak napas seperti asma. Chinese restaurant syndrome, dapat dijumpai beberapa
keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa menit setelah mengkonsumsi MSG
lebih dari 1gr, bila penggunaan lebih dari 5 gr bisa menyebabkan asma. Namun tekanan darah,
kecepatan denyut nadi, dan pernapasan tidak berbeda nyata dengan mereka yang diberi makanan
tanpa MSG.
Asma bronkiale, gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suara
napas mengi (wheezing). Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti debu, aktivitas
fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari. Rhinitis alergika, penyakit ini
menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal hidung yang hilang-timbul, mata
berair yang disebabkan karena faktor pencetus seperti debu, terutama di udara dingin.
8. PENATALAKSANAAN
Tindakan
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan alergen baik peroral
maupun parenteral, maka tindakan pertama yang paling penting dilakukan
adalah mengidentifikasi dan menghentikan kontak dengan alergen yang diduga menyebabkan
reaksi anafilaksis. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi
dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung
dan menaikkan tekanan darah.

Tindakan selanjutnya adalah penilaian airway, breathing, dan circulation dari tahapan


resusitasi jantung paru untuk memberikan kebutuhan bantuan hidup dasar. Airway, penilaian
jalan napas. Jalan napas harus dijaga tetap bebas agar tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk
penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang
menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan triple airway manuver yaitu ekstensi kepala, tarik
mandibula ke depan, dan buka mulut. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera
ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau
trakeotomi. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-
tanda bernapas spontan, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik
yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau
parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-
obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen 5-10 liter /menit. Circulation support,
yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis atau a. femoralis), segera lakukan
kompresi jantung luar.
Obat-obatan
Sampai sekarang adrenalin masih merupakan obat pilihan pertama untuk mengobati syok
anafilaksis. Obat ini berpengaruh untuk meningkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluh
darah, melebarkan bronkus, dan meningkatkan aktivitas otot jantung. Adrenalin bekerja sebagai
penghambat pelepasan histamin dan mediator lain yang poten. Mekanisme kerja adrenalin adalah
meningkatkan cAMP dalam sel mast dan basofil sehingga menghambat terjadinya degranulasi
serta pelepasan histamine dan mediator lainnya. Selain itu adrenalin mempunyai kemampuan
memperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus pembuluh darah perifer dan otot polos bronkus.
Adrenalin selalu akan dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan memicu
denyut dan kontraksi jantung sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir
dalam waktu pendek.
Pemberian adrenalin secara intramuskuler pada lengan atas, paha, ataupun sekitar lesi pada
sengatan serangga merupakan pilihan pertama pada penatalaksanaan syok anafilaktik. Adrenalin
memiliki onset yang cepat setelah pemberian intramuskuler. Pada pasien dalam keadaan syok,
absorbsi intramuskuler lebih cepat dan lebih baik dari pada pemberian subkutan. Berikan 0,5 ml
larutan 1 :1000 (0,3-0,5 mg) untuk orang dewasa dan 0,01 ml/kg BB untuk anak. Dosis diatas
dapat diulang beberapa kali tiap 5-15 menit, sampai tekanan darah dan nadi menunjukkan
perbaikan.
Tabel 2.1. Dosis Adrenalin Intramuskular untuk Anak-anak
Adrenalin sebaiknya tidak diberikan secara intravena kecuali pada keadaan tertentu saja
misalnya pada saat syok (mengancam nyawa) ataupun selama anestesia. Pada saat pasien tampak
sangat kesakitan serta kemampuan sirkulasi dan absorbsi injeksi intramuskuler yang benar-benar
diragukan, adrenalin mungkin diberikan dalam injeksi intravena lambat dengan dosis 500 mcg (5
ml dari pengenceran injeksi adrenalin 1:10000) diberikan dengan kecepatan 100 mcg/menit dan
dihentikan jika respon dapat dipertahankan. Pada anak-anak dapat diberi dosis 10 mcg/kg BB
(0,1 ml/kg BB dari pengenceran injeksi adrenalin 1:10000) dengan injeksi intravena lambat
selama beberapa menit. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2-4
ug/menit. Individu yang mempunyai resiko tinggi untuk mengalami syok anafilaksis perlu
membawa adrenalin setiap waktu dan selanjutnya perlu diajarkan cara penyuntikkan yang benar.
Pada kemasan perlu diberi label, pada kasus kolaps yang cepat orang lain dapat memberikan
adrenalin tersebut. (Pamela, adrenalin, draholik)
Pengobatan tambahan dapat diberikan pada penderita anafilaksis, obat-obat yang sering
dimanfaatkan adalah antihistamin, kortikosteroid, dan bronkodilator. Pemberian antihistamin
berguna untuk menghambat proses vasodilatasi dan peningkatan peningkatan permeabilitas
vaskular yang diakibatkan oleh pelepasan mediator dengan cara menghambat pada tempat
reseptor-mediator tetapi bukan bukan merupakan obat pengganti adrenalin. Tergantung beratnya
penyakit, antihistamin dapat diberikan oral atau parenteral. Pada keadaan anafilaksis berat
antihistamin dapat diberikan intravena. Untuk AH2 seperti simetidin (300 mg) atau ranitidin (150
mg) harus diencerkan dengan 20 ml NaCl 0,9% dan diberikan dalam waktu 5 menit. Bila
penderita mendapatkan terapi teofilin pemakaian simetidin harus dihindari sebagai gantinya
dipakai ranitidin. Anti histamin yang juga dapat diberikan adalah dipenhidramin intravena 50 mg
secara pelan-pelan (5-10 menit), diulang tiap 6 jam selama 48 jam.
Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan respon keradangan, kortikosteroid tidak banyak
membantu pada tata laksana akut anafilaksis dan hanya digunakan pada reaksi sedang hingga
berat untuk memperpendek episode anafilaksis atau mencegah anafilaksis berulang.
Glukokortikoid intravena baru diharapkan menjadi efektif setelah 4-6 jam pemberian.
Metilprednisolon 125 mg intravena dpt diberikan tiap 4-6 jam sampai kondisi pasien stabil (yang
biasanya tercapai setelah 12 jam), atau hidrokortison intravena 7-10 mg/Kg BB, dilanjutkan
dengan 5 mg/kgBB setiap 6 jam, atau deksametason 2-6 mg/kg BB.
Apabila terjadi bronkospasme yang menetap diberikan aminofilin intravena 4-7 mg/Kg BB
selama 10-20 menit, dapat diikuti dengan infus 0,6 mg/Kg BB/jam, atau aminofilin 5-6 mg/Kg
BB yang diencerkan dalam 20 cc dextrosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan perlahan-lahan
sekitar 15 menit. Pilihan yang lain adalah bronkodilator aerosol (terbutalin, salbutamol). Larutan
salbutamol atau agonis β2 yang lain sebanyak 0,25 cc-0,5 cc dalam 2-4 ml NaCl 0,99% diberikan
melalui nebulisasi.
Apabila tekanan darah tidak naik dengan pemberian cairan, dapat diberikan vasopresor melalui
cairan infus intravena. Larutan 1 ml epineprin 1:1000 dalam 250 ml dextrosa (konsentrasi 4
mg/ml) diberikan dengan infus 1-4 mg/menit atau 15-60 mikrodrip/menit (dengan infus
mikrodrip), bila diperlukan dosis dapat dinaikan sampai dosis maksimum 10 mg/ml, atau aramin
2-5 mg bolus IV pelan-pelan, atau levarterenol bitartrat 4-8 mg/liter dengan dekstrosa 5% dengan
kecepatan 2ml/menit, atau Dopamin 0,3-1,2 mg/Kg BB/jam secara infus dengan dextrosa 5%.
Terapi Cairan
Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi
hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam
mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah
jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid
tetap merupakan mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada
dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali dari perkiraan
kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat
kehilangan cairan 20-40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat
diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma.
Perlu diperhatikan bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan
histamin. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan
intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler.

Observasi
Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah
sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan
penderita di tempat kejadian harus seoptimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan
transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi
telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan
cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diobservasi dulu selama selama 24 jam, 6 jam berturut-
turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik. Hal-hal yang perlu diobservasi adalah keluhan,
klinis (keadaan umum, kesadaran, vital sign, dan produksi urine), analisa gas darah,
elektrokardiografi, dan komplikasi karena edema laring, gagal nafas, syok dan cardiac arrest.
Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan cardiovaskuler. Urtikaria dan angoioedema
menetap sampai beberapa bulan, infark miokard, aborsi, dan gagal ginjal juga pernah dilaporkan.
Penderita yang telah mendapat adrenalin lebih dari 2-3 kali suntikan, harus dirawat di rumah
sakit.
Gambar Algoritma Penatalaksanaan Reaksi Anafilaksis

3.2. SYOK NEUROGENIK


A. DEFINISI
Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan
penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Syok neurogenik terjadi
karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh, maka dari itu juga
syok neurogenik merupakan salah satu syok distributive. Karena syok distributive terjadi akibat
vasodilatasi masif dan hebat sebagai kebalikan dari hipovolamen atau disfungsi jantung, dan ini
berkaitan erat dengan terjadinya syok neurogenik. Maka dari itu disebut bahwa syok neurogenik
masuk didalam bagian syok distributive. 
    B.    Etiologi
Penyebabnya antara lain :
1.      Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2.      Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang.
3.      Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
4.      Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5.      Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
    C.    Patofisiologis
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam
syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi
pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam
efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan
darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena
peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang
bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi
ventrikel.
Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder
terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus
simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi
atau vasokonstriksi kulit.

Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan


vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi
vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau
nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat
kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya
pingsan mendadak akibat gangguan emosional.
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter
prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan
ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang
menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop.
     D.     Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda
tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang
disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada
keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena
terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat
dan cepat berwarna kemerahan.
      E.      Diagnosis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda
tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang
disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia. 

     F.    Diagnosis Banding
Diagnosis banding syok neurogenik adalah sinkop vasovagal. Keduanya sama-sama
menyebabkan hipotensi karena kegagalan pusat pengaturan vasomotor tetapi pada sinkop
vasovagal hal ini tidak sampai menyebabkan iskemia jaringan menyeluruh dan menimbulkan
gejala syok. Diagnosis banding yang lain adalah syok distributif yang lain seperti syok septik,
syok anafilaksi. Untuk syok yang lain biasanya sulit dibedakan tetapi anamnesis yang cermat
dapat membantu menegakkan diagnosis.
   

G.    Penatalaksanaan
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin
dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena
kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut. 
1.               Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
2.            Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan masker.
3.      Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan
ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal
yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong
menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
4.      Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan kristaloid
seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc
bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin
output untuk menilai respon terhadap terapi.
 Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien).
1.      Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan
norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
2.      Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya
hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan
darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan
per infus.
Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari
pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah
normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan
kontraksi otot-otot uterus.
3.       Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat
dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung
Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok
hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik
4.      Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output.
Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.

3.3. SYOK SEPTIK

A. DEFINISI
Syok Septik adalah suatu keadaan dimana tekanan darah turun sampai tingkat yang
membahayakan nyawa sebagai akibat dari sepsis.
Syok septik sering terjadi pada:
- bayi baru lahir
- usia diatas 50 tahun
- penderita gangguan sistem kekebalan.

B. ETIOLOGI
Syok septik terjadi akibat racun yang dihasilkan oleh bakteri tertentu dan akibat
sitokinesis (zat yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk melawan suatu infeksi). Racun yang
dilepaskan oleh bakteri bisa menyebabkan kerusakan jaringan dan gangguan peredaran darah.

Faktor resiko terjadinya syok septik:


         Penyakit menahun (kencing manis, kanker darah, saluran kemih-kelamin, hati, kandung
empedu, usus)
         Infeksi
         Pemakaian antibiotik jangka panjang
         Tindakan medis atau pembedahan.

C. GEJALA
Pertanda awal dari syok septik sering berupa penurunan kesiagaan mental dan
kebingungan, yang timbul dalam waktu 24 jam atau lebih sebelum tekanan darah turun. Gejala
ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak.
Curahan darah dari jantung memang meningkat, tetapi pembuluh darah melebar sehingga
tekanan darah turun. Pernafasan menjadi cepat, sehingga paru-paru mengeluarkan
karbondioksida yang berlebihan dan kadarnya di dalam darah menurun.
Gejala awal berupa menggigil hebat, suhu tubuh yang naik sangat cepat, kulit hangat dan
kemerahan, denyut nadi yang lemah dan tekanan darah yang turun-naik. Produksi air kemih
berkurang meskipun curahan darah dari jantung meningkat.
Pada stadium lanjut, suhu tubuh sering turun sampai dibawah normal. Bila syok memburuk,
beberapa organ mengalami kegagalan:
- ginjal : produksi air kemih berkurang
- paru-paru : gangguan pernafasan dan penurunan kadar oksigen dalam darah
- jantung : penimbunan cairan dan pembengkakan.
Bisa timbul bekuan darah di dalam pembuluh darah.

D. DIAGNOSA
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan
jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik
(seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa gas darah menunjukkan adanya
asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen.
Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai
darah yang tidak memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri
penyebab infeksi.

E. PENATALAKSANAAN
Pada saat gejala syok septik timbul, penderita segera dimasukkan ke ruang perawatan
intesif untuk menjalani pengobatan. Cairan dalam jumlah banyak diberikan melalui infus untuk
menaikkan tekanan darah dan harus diawasi dengan ketat.
Bisa diberikan dopamin atau nor-epinefrin untuk menciutkan pembuluh darah sehingga tekanan
darah naik dan aliran darah ke otak dan jantung meningkat. Jika terjadi gagal paru-paru, mungkin
diperlukan ventilator mekanik.
Antibiotik intravena (melalui pembuluh darah) diberikan dalam dosis tinggi untuk membunuh
bakteri.
Jika ada abses, dilakukan pembuangan nanah.
Jika terpasang kateter yang mungkin menjadi penyebab infeksi, harus dilepaskan. Mungkin perlu
dilakukan pembedahan untuk mengangkat jaringan yang mati, misalnya jaringan gangren dari
usus.

Anda mungkin juga menyukai