Anda di halaman 1dari 4

oleh : Thomas Budiono

Anggota KPU Kota Tegal Divisi Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih dan SDM

Sosialisasi kepada penyandang disabilitas merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar.
Program kerja sosialisasi dan pendidikan pemilih untuk kelompok yang berkebutuhan khusus
ini harus dirancang matang sejalan dengan kebutuhan audien. Proses pembelajarannya tidak
sama seperti kelompok masyarakat normal pada umumnya, perlu ada proses pendekatan yang
spesifik berkomunikasi dan bersosialisasi dengan mereka.

Memang tidak mudah untuk menggelar sebuah kegiatan yang melibatkan komunitas
disabilitas ini. Butuh kerja cerdas, kerja ikhlas dan kerja tuntas. Dibutuhkan pendekatan
objektif rasional untuk mendekatinya. Diperlukan ketulusan dan kesungguhan, termasuk hati
yang ikhlas untuk mencapai tujuan pendidikan di kalangan komunitas berkebutuhan khusus
ini. Tujuan akhir kerja ini adalah meningkatnya angka partisipasi di kalangan disabilitas.

Dalam sebuah pesta demokrasi, tingkat partisipasi masyarakat merupakan hal yang penting.
Indikator ini menjadi penting karena sosialisasi dan partisipasi harus berjalan sepanjang
waktu. Bahkan pendidikan pemilih harus berjalan terus menerus di luar batas-batas tahapan.
Tak ada kata berhenti untuk melakukan sosialisasi dan pendidikan politik, meski tidak ada
anggaran sekalipun.

Lebih dari itu, tingkat partisipasi masyarakat masih menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah
perhelatan besar yang bernama pesta demokrasi. Secara ril, partisipasi kehadiran masyarakat
ke lokasi tempat pemungutan suara, bukan satu satunya alat ukur untuk menunjukkan tinggi
rendahnya tingkat partisipasi masyarakat.

Partisipasi masyarakat masih bisa dilihat dari betapa besar antusiasme masyarakat ikut serta
menjadi badan penyelenggara, seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia
Pemungutan Suara (PPS), Petugas KPPS, Pengawas Kelurahan atau Pengawas Lapangan di
TPS TPS. Hingar bingarnya partisipasi ini pun bisa ditengok betapa besar kesertaan
masyarakat untuk hadir dalam setiap kampanye yang digelar oleh partai politik atau pasangan
calon presiden dan wakil presiden.

Bahkan ada yang menilai tingkat partisipasi masyarakat bisa ditelisik dari sisi betapa besar
keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan tahapan. Misalnya, dalam tahapan
mempersiapkan dan pemenuhan kebutuhan logistik oleh para pengusaha atau kontraktor,
melibatkan para seniman dalam menciptakan jingle atau maskot pemilihan dan melaksanakan
kegiatan sosialisasi, mengerahkan warga sekitar kantor dalam proses pelipatan surat suara
serta keikutsertaan warga masyarakat dan pelajar dalam proses sosialisasi.

Intinya, tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu Serentak 2019 melibatkan semua
komponen masyarakat, termasuk komponen masyarakat penyandang disabilitas.
Sebagaimana diketahui kelompok disabilitas dengan berbagai kelebihan dan keterbatasannya,
tidak sama persis dengan warga masyarakat yang normal.

Pertanyaannya, bagaimana cara berkomunikasi dan bersosialisasi kepada  kelompok


masyarakat disabilitas ini dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya? Adakah
kekurangan dan keterbatasan teman-teman disabilitas ini justru menjadi nilai tambah dalam
proses Pemilu 2019 di Kota Tegal?

1
Pandangan masyarakat terhadap sosok disabilitas sangat beragam. Ada yang melihat
kelompok disabilitas adalah warga masyarakat yang memiliki kekurangan-kekurangan
sejalan dengan parah dan tidaknya tingkat kekurangannya. Ada pula yang memandang dari
sisi kebutuhannya. Maka kelompok ini dikategorikan sebagai komunitas yang berkebutuhan
khusus. Baik dalam perilaku maupun kebutuhan perlakuan dari orang-orang di sekitarnya.

Bahkan lebih dari itu, proses pendidikannya pun membutuhkan proses pembelajaran khusus.
Guru di Sekolah Luar Biasa itu harus memiliki sertifikasi khusus. Sertifikasi yang merujuk
pada kondisi pada masing-masing kelompok belajar disabilitas. Metode, alat peraga dan
jumlah anak pun harus dibatasi dalam satu kelompok belajar tertentu. Cara berkomunikasi
pun harus diketahui dan dimiliki secara khusus. Termasuk realitas kejiawaan dan kondisi
batin penyandang keterbatasan ini.

Ada pula yang menilai bahwa komunitas disabilitas adalah orang normal yang memiliki
kekurangan tertentu. Akibat dari cara pandang ini, mengharuskan kita membantu kelompok
warga masyarakat ini. Mereka dinilai sebagai kelompok yang perlu dan patut dikasihani.
Perlu dibantu dengan berbagai fasilitasnya. Maka muncul fasilitas-fasilitas publik yang
diperuntukkan bagi kelompok ini.

Namun apapun kekurangan dan kelebihannya, komunitas disabilitas bisa dipetakan sebagai
berikut:

Buta (tuna netra) yang adalah orang yang tidak bisa melihat dengan kedua matanya. Meski
demikian, orang dengan cacat netra ini biasanya memiliki kemampuan dan kelebihan dalam
mendeteksi benda benda yang ada di sekitarnya, dengan memaksimalkan kemampuan
pendengarannya. Ia mengenali objek dengan menggunakan suara atau getaran yang ditangkap
melalui pendengarannya.

Tuli (tuna rungu), adalah orang yang tidak memiliki kemampuan mendengar sebagaimana
orang normal. Bagi yang belum parah, orang dengan disabilitas ini masih bisa menggunakan
alat bantu pendengaran sehingga alat pendengarannya bisa berfungsi dengan baik.

Bisu (tuna rungu wicara). Orang bisu adalah orang yang tak bisa berbicara dengan orang lain.
Biasanya, tuna wicara ini diderita oleh seseorang sejak kelahirannya dan tidak terdeteksi oleh
orang tua atau dokter. Akibat tidak diketahui secara dini maka menyebabkan anak menjadi
kesulitan untuk belajar berbicara secara normal.

Cacat Fisik (tuna daksa), orang dianggap mengalami tuna daksa bila mengalami kecacatan
fisik, cacat tubuh, kelainan, kerusakan yang diakibatkan oleh kerusakan otak, kerusakan saraf
tulang belakang, akibat kecelakaan serta cacat sejak lahir. Contoh yang paling mudah dari
tuna daksa ini adalah orang yang tangannya buntung, kakinya lumpuh atau anggota badan
lainnya, baik bentuk dan besarannya tidak bisa berfungsi secara normal. Biasanya mengecil
atau pertumbuhannya lambat.

Keterbelakangan Mental (tuna grahita). Orang yang tuna grahita adalah orang yang
mengalami keterbelakangan mental sehingga memiliki tingkat kecerdasan yang rendah.
Biasanya dibawah rata rata kecerdasan orang normal. Ciri keterbelakangan kecerdasan dan
mentalnya dapat dilihat dari kelainan fisik maupun perilaku abnormal yang sering
ditunjukkan dalam kehidupan sehari-harinya.

2
Cacat Pengendalian Diri (tuna laras), orang yang tuna laras adalah orang yang memiliki
kesulitan dalam pengendalaian diri, seperti pengendalian emosi, sulit bergaul, senang
menyendiri, kepercayaan diri sangat rendah, senang berbuat jahat, malu tampil di depan
umum dan lain sebagainya. Termasuk orang yang cacat suara dan ada juga termasuk ke
dalam golongan tuna laras.

Cacat Kombinasi (tuna Ganda), orang yang tuna ganda adalah orang yang mengalami
kecacatan lebih dari satu macam. Misalnya seperti orang yang mengalami cacat tangan
sekaligus mengalami kebutaan permanen. Atau orang yang mengalami keterbelakangan
mental (idiot) sekaligus memiliki cacat pendengaran atau tulis.

Sensitivitas Tinggi

Bagi Komisioner KPU Kota Tegal yang tidak memiliki sertifikat keahlian untuk
berkomunikasi dan bersosialisasi dengan komunitas disabilitas, memang sangat sulit untuk
menyampaikan pesan dan kontens sosialisasi. Tetapi bukan berarti tidak bisa melakukan
komunikasi dan dialog dengan kalangan mereka. Berikut ini ada cacatan kendala dan
kekurangan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi dengan kalangan disabilitas:

Tunanetra

Pertama, Bersosialisasi dan berkomunikasi dengan disabilitas cacat netra memang tidak
terlalu sulit. Kita bisa berkomunikasi verbal dengan mereka. Hanya saja, kita tidak bisa
menggunakan alat peraga sembarangan. Artinya, jika kita harus menggunakan alat peraga
surat suara misalnya, harus dilengkapi dengan tulisan huruf alphabet braille. Dimaksudkan
para penyandang cacat netra ini bisa membaca melalui huruf braille.

Masih ada cara lain untuk memberikan informasi yang berupa gambar atau bentuk sebuah
alat peraga. Audio Visual Aids itu kita ceritakan kepada cacat netra soal bentuk, ukuran,
warna, isi, kompisisi, jenis  dan seterusnya, agar audiens dari mereka bisa memiliki gambaran
utuh soal alat peraga yang kita tunjukkan kepada mereka.

Untuk mengumpulkan, komunitas tuna netra dalam sebuah arena sosialisasi, bukanlah hal
yang mudah. Sebagian besar mereka harus diantar oleh saudaranya atau dijemput oleh panitia
sosialisasi. Maka ketika akan mengumpulkan tuna netra, kita harus menjemput satu per satu
atau memberikan biaya transport kepada mereka.

Anggaran yang terbatas untuk membuat alat peraga. Dalam Pemilu Serentak 2019 hanya ada
satu alat peraga surat suara. Yakni alat peraga dan template atau alat bantu coblos. Padahal
surat suara yang harus dicoblos ada lima lembar.

Tuna Rungu Wicara

Di Kota Tegal, sebagian besar penyandang tuna rungu wicara ini tidak masuk ke jenjang
pendidikan formal di Sekolah Luar Biasa. Akibatnya, mereka tidak mampu memahami dan
menguasai bahasa isyarat yang berstandar nasional. Sebagian mereka hanya mengetahui
bahasa isyarat yang digunakan sehari-hari. Persoalannya, sukarelawan yang melakukan
sosialisasi ini tidak bisa menggunakan bahasa isyarat nasional, tetapi harus menyesuaikan
bahasa isyarat sehari-hari.

3
Semua penyanda disabilitas memiliki sensitivitas yang tinggi. Terutama peyandang tuna
rungu wicara ini. Meski mereka terkendala untuk berkomunikasi lisan dan pendengarannya,
mereka mudah tersinggung bila mendengar cara komunikasi yang berteriak atau setengah
membentak. Untuk komunikasi dengan kelompok ini harus jelas, tegas, lugas. Tetapi jangan
sampai audiennya merasa kita berteriak-teriak ketika komunikasi dengan mereka.

Mereka mudah tersinggung. Mereka mudah patah semangat. Maka kita sebagai relawan dan
petugas sosialisasi harus memahami kondisi psikologis mereka yang sangat sensitif.

Untuk mengatasi kendala dan keterbatasan berkomunikasi ini, biasanya kami bekerjasama
dengan penyandang tuna rungu wicara yang mampu menggunakan Bahasa Isyarat Nasional
dan sekaligus paham dengan cara komunikasi sehari-hari. Sosok inilah yang kita gunakan
untuk menularkan materi sosialisasi dan pendidikan pemilih dikalangan tuna rungu wicara.

Tuna Grahita

Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih di kalangan penyandang keterbatasan mental ini harus
sangat hati-hati dan sabar. Bahkan harus ekstra hati-hati dan ekstra sabar. Betapa tidak, untuk
menjelaskan satu persoalan kepada mereka, harus sering diulang dan diulang. Ingatan mereka
tidak terlalu setia, sehingga relawan harus mengulang dua hingga lima kali penjelasannya.
Setelah diulang dan paham, baru menginjak ke materi berikutnya.

Yang paling harus diperhatikan, relawan tidak boleh terlena menguasai perhatian dan titik
focus peserta. Mereka tidak boleh perhatiannya pecah dengan teman-temannya. Kelompok ini
termasuk komunitas yang mudah terperangaruh dengan orang-orang yang ada di sekitarnya,
termasuk teman sekelasnya.

Sebagai ilustrasi, untuk menjelaskan benda yang bernama bola, seorang relawan harus
memegang bola dan audiens harus melihat benda itu. Sementara dari mulut relawan
mengeluarkan perkataan : “…. boooo … laaaaaa …..”. Ada dua aspek yang disasar, yakni
aspek kognitif mereka dan aspek visual mereka melihat benda yang sedang mereka pelajari.

Kesulitan ini juga dihadapi relawan ketika harus berkomunikasi dengan Tuna Laras dan Tuna
Ganda. Mereka harus diajak lebih fokus dan lebih  berkonsentrasi untuk menyampaikan
pesan. Cacat ini memerlukan penanganan lebih khusus, serius, sabar dan terus menerus. Kita
harus menjadi orang yang lebih memahami kondisi mereka. Sebab kondisi disabilitas yang
mereka sandang bukan pilihan, tetapi sesuatu yang terberikan. Mereka terlahir dalam kondisi
yang sedemikian adanya dan mereka harus menerima dan menanggungnya, tanpa ada
kesempatan untuk menawarnya. Nah. (*)

Anda mungkin juga menyukai