Anda di halaman 1dari 11

INTERNALISASI NILAI-NILAI DALAM PANCASILA UNTUK MENUMBUHKAN

JIWA NASIONALISME DALAM MULTIKULTURAL DI LINGKUNGAN


MAHASISWA

Nama : Andin Rahma Putri


NIM : B.131.20.0346

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEMARANG
2020
RINGKASAN

Secara historis, pendidikan telah memainkan peran penting dalam mendorong rasa
nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia maupun mahasiswa. Pendidikan, khususnya
pendidikan kewarganegaraan, saat ini memiliki peran yang strategis dan penting dalam
melestarikan, meningkatkan, dan mentransformasikan ideologi negara dan nilai-nilai
nasionalisme kepada generasi muda. Dalam era globalisasi, pendidikan kewarganegaraan
memiliki misi sebagai pendidikan politik, pendidikan nilai, pendidikan nasionalisme,
pendidikan demokrasi, pendidikan multikultural, dan pendidikan resolusi konflik. Pendidikan
kewarganegaraan harus dimaknai dalam tafsir yang maksimal yaitu mengajarkan peserta
didik untuk secara kritis dan analitis menyelesaikan masalah sosial dan
mengimplementasikan nilai-nilai ideologi negara dan kebangsaan. Oleh karena itu,
pendidikan kewarganegaraan tidak hanya diajarkan sebagai transmisi kewarganegaraan tetapi
juga diajarkan sebagai inkuiri reflektif.
DAFTAR
i ISI

RINGKASAN i
DAFTAR ISI ii
BABI. PENDAHULUAN 1
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 3
BAB III. PEMBAHASAN 5
A. Pancasila Dapat Menumbuhkan Jiwa Nasionalisme 5
B. Strategi yang tepat untuk menginternalisasikan nilai-nilai dasar Pancasila 6
dan nasionalisme pada masa sekarang
BAB IV. Kesimpulan 8
DAFTAR PUSTAKA 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagian kecil bangsa Indonesia sudah mulai bersentuhan dengan pendidikan


moderen pada pertengahan abad ke-19, sedikit demi sedikit, terbuka wawasan berfikir bangsa
Indonesia. Dari kalangan rakyat Indonesia terdidik yang jumlahnya masih terbatas itu rasa
kebangsaan atau nasionalisme dan kesadaran untuk bersatu dalam perjuangan mulai muncul
dan disebarluaskan. Pendidikan ternyata begitu besar pengaruhnya untuk membuka fikiran
dan kesadaran akan rasa persatuan, rasa kebangsaan, dan rasa kecintaan pada tanah air.
Kalangan terdidiklah yang mampu merintis rasa kebangsaan atau nasionalisme ini pada masa
Kebangkitan Nasional 1908. Di awal abad ke-20, dapat dikatakan fase pertama tumbuhnya
nasionalisme bangsa Indonesia. Kaum terdidik lebih menegaskan rasa nasionalisme itu pada
Sumpah Pemuda 1928, serta semakin mengukuhkannya melalui Proklamasi Kemerdekaan
1945.
Saat-saat yang sangat penting di sekitar Proklamasi Kemerdekaan adalah
ditetapkannya Pancasila sebagai dasar negara bagi negara kebangsaan Republik Indonesia.
Pancasila yang saat itu merupakan kesepakatan politik yang luhur dari berbagai komponen
bangsa mampu mewadahi nilai-nilai nasionalisme dan nilai-nilai dasar lainnya. Di era global
sekarang ini, ketika kita sekarang sudah memasuki seratus tahun Kebangkitan Nasional dan
enam puluh tiga tahun merdeka, beberapa pertanyaan pun muncul, apakah pendidikan masih
relevan untuk menjaga perannya dalam mengaktualisasikan nilai-nilai dasar Pancasila?
Apakah Pancasila dapat menumbuhkan, memelihara, dan meningkatkan rasa kebangsaan atau
nasionalisme? Dan strategi apakah yang tepat untuk menginternalisasikan nilai-nilai dasar
Pancasila dan nasionalisme pada masa sekarang ini?

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dibuat, rumusan masalah dari makalah ini
yaitu:
1. Apakah Pancasila dapat menumbuhkan, memelihara, dan meningkatkan rasa
kebangsaan atau nasionalisme dalam perbedaan yang ada atau kondisi
multikultural?
2. Apakah strategi yang tepat untuk menginternalisasikan nilai-nilai dasar Pancasila
dan nasionalisme pada masa sekarang terutama di lingkungan mahasiswa?

C. Tujuan 1

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, tujuan penulisannya yaitu:


1. Untuk mengetahui jika pancasila dapat menumbuhkan, memelihara, dan
meningkatkan rasa kebangsaan atau nasionalisme dalam perbedaan yang ada atau
kondisi multikultural
2. Untuk mengetahui strategi yang tepat untuk menginternalisasikan nilai-nilai dasar
Pancasila dan nasionalisme pada masa sekarang terutama di lingkungan
mahasiswa

D. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini yaitu:
1. Untuk meningkatkan informasi di dunia ilmu pengetahuan terutama dalam hal
studi literatur, baik bagi penulis maupun pembaca dan masyarakat luas.
2. Untuk mengetahui internalisasi nilai-nilai pancasila dalam menumbuhkan jiwa
nasionalisme.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Nasionalisme berasal dari kata “nation‟ yang berarti bangsa. Terkadang kata
“nasionalisme” itu sendiri telah sering disalahartikan oleh masyarakat. Nasionalisme sering
diartikan sebagai sebagai paham chauvinisme yang berarti paham yang merendahkan bangsa
lain dan menjunjung tinggi bangsa sendiri dengan cara yang berlebihan. Persepsi yang salah
tentang kata “nasionalisme” perlu mendapat tanggapan dari masyarakat itu sendiri karena
nasionalisme dapat menghantarkan dan menjadikan suatu bangsa tersebut menjadi bangsa
yang besar. Seperti pepatah mengatakan “Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat
menghargai jasa-jasa pahlawannya”. Pepatah tersebut menjelaskan arti kata “nasionalisme”
yang sebenarnya, apapun tantangan dan hambatanya bangsa dan negara sendiri yang utama.
Nasionalisme yang benar mengutamakan kepentingan nasional tanpa mengabaikan tanggung
jawab global.

Wahab (1996) menyebutkan bahwa setelah 63 tahun merdeka dan seratus tahun
kebangkitan nasional, dan selama ini kita masih menghadapi berbagai tantangan terkait
dengan upaya penerapan nilai-nilai inti pancasila dan nasionalisme dalam Bangsa Indonesia.
Pertama, nilai-nilai Pancasila tampaknya tidak berdasar, tidak dihargai dengan baik oleh
masyarakat Indonesia. Pancasila seakan-akan hanya sebuah simbol yang tidak
diimplementasikan baik di tataran bernegara maupun kehidupan publik. Kedua, kehidupan
masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda di era globalisasi ini sangat dipengaruhi oleh
nilai-nilai budaya eksternal atau luar, sehingga banyak pandangan dan perilaku yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Ketiga, ada yang meyakini bahwa nilai-nilai nasionalisme
saat ini sedang mengalami erosi, terutama di kalangan generasi muda.

Para pendukung pemahaman tersebut juga menolak demokrasi sebagai sistem


pemerintahan yang dianggap baik dan bagaimanapun juga tidak melihat Pancasila sebagai
ideologi yang penting dan tepat bagi bangsa kita. Pemahaman ini berkembang tidak hanya di
masyarakat, tetapi juga di kalangan mahasiswa perguruan tinggi. Hal tersebut dapat
menyebabkan menurunnya jiwa nasionalisme dalam diri masyarakat maupun generasi muda,
karena lunturnya akan kepercayaan pada Pancasila.

3
Pancasila sebagai ideologi negara telah didukung oleh para pendiri bangsa sejak
tahun 1945. Namun, nilai-nilai pancasila tidak serta merta berarti telah diinternalisasikan oleh
bangsa Indonesia. Nyatanya, untuk beberapa waktu, Pancasila tampaknya hanya merupakan
ekspresi simbolik kenegaraan tanpa perwujudan yang jelas baik dalam kehidupan bernegara
maupun publik. Interpretasi Pancasila terkadang berubah tergantung pada kelompok dan
bahkan pada kekuatan politik saat ini.

Upaya internalisasi nilai-nilai Panchasila dilakukan pada masa pemerintahan


Presiden Sukarno pada tahun 1960-an sebagai bagian dari pembangunan bangsa dan karakter.
Upaya tersebut dilakukan untuk bangsa Indonesia sesuai dengan visi dan misi politik para
penguasa saat itu. Jadi, materi yang diberikan tidak hanya menyangkut Panchashila dan UUD
1945, tetapi juga materi yang mencerminkan pandangan politik penguasa saat itu. Upaya
untuk menggelorakan semangat nasionalisme sangat besar, sehingga Azumardi Azra
dipandang sebagai fase kedua kebangkitan nasionalisme bangsa Indonesia. Upaya
pembangunan bangsa dan karakter tersebut pada saat ini tidak hanya untuk masyarakat luas
secara keseluruhan, tetapi juga didorong melalui pendidikan formal, seperti mata pelajaran
masyarakat sipil. Sejarah menunjukkan bahwa pada periode selanjutnya, yaitu pada era Orde
Baru, tindakan rezim Orde Lama dipandang sebagai upaya sugesti.

4
BAB III
PEMBAHASAN

Pancasila dapat Menumbuhkan Jiwa Nasionalisme


Pancasila, pasca runtuhnya masa Orde Baru, kini dipandang sebelah mata oleh publik.
Hal ini disebabkan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah dan pelanggaran
nilai-nilai Pancasila. Penyimpangan terbesar dan tersulit dari pemberantasan adalah masalah
KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), masalah yang tampaknya telah menjadi penyakit yang
mengakar di Indonesia. KKN diselenggarakan karena kurangnya 6 indera nasionalisme
bangsa Indonesia dan juga karena praktek pancasila yang tidak benar. Sebagai bangsa yang
baik, harus mampu menentukan mana yang baik dan buruk. Dengan kata lain tidak
melanggar nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Bangsa yang baik juga harus mampu
memisahkan kepentingan pribadi dan kelompok dengan kepentingan yang sama, yaitu
kepentingan bersama harus diutamakan. Namun dalam kehidupan sehari-hari, sikap
mengutamakan kepentingan bersama sangat sulit dan hampir tidak mungkin dihilangkan,
karena masalah pribadi, persahabatan, pergaulan dan hubungan darah adalah hubungan yang
erat bahkan dapat mengalahkan rasa nasionalisme dalam hubungannya dengan bangsa
Indonesia. 
Pancasila yang sudah lama berdiri sebagai dasar negara dan sejak nenek moyang kita
dijadikan sebagai pedoman hidup harus dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam
kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Demikian pula bagi generasi muda diharapkan
Pancasila yang sudah mulai kehilangan pamornya di kalangan generasi muda kembali pada
kejayaannya jika generasi muda mulai mengenal dan memahami fungsi pancasila dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Semangat nasionalisme dan patriotisme di
kalangan generasi muda mulai memudar. Hal ini terbukti pada banyak generasi muda yang
menganggap bahwa budaya Barat lebih modern daripada budaya sendiri. Generasi muda,
terutama di kalangan mahasiswa, mengikuti budaya Barat, bukan budaya mereka sendiri. Hal
ini terlihat dari cara Anda berperilaku, berpakaian, dan berbicara dengan gaya hidup yang
cenderung meniru budaya lain daripada budaya mereka sendiri. Hal ini terjadi hampir di
seluruh pelosok tanah air, tidak hanya di kota-kota besar, tetapi juga di pelosok desa. 
Pancasila digunakan sebagai pedoman bagi generasi muda untuk bertingkah laku dan
bertutur kata sesuai norma Pancasila. Kita sering mendengar demonstrasi anarkis yang
dilakukan oleh mahasiswa atas nama perjuangan mengatasnamakan rakyat yang berujung
pada rusaknya institusi negara, pembakaran mobil dan sebagainya. Ada juga kerusuhan di

5
pertandingan sepak bola, yang diselenggarakan oleh penggemar masing-masing tim, tidak
senang dengan kekalahan tim mereka. Dan juga perkelahian mahasiswa masih berlangsung di
masyarakat Indonesia. 
Melihat kasus di atas, sebenarnya ada kesamaan masalah utama yang menyebabkan
semua kejadian tersebut, yaitu melindungi apa yang disukai. Mahasiswa melakukan aksi
unjuk rasa karena ingin mengubah tatanan yang salah atau tidak setuju dengan kebijakan
pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan rakyat, keadilan dan lain-lain. Mahasiswa
ingin melindungi masyarakat karena kecintaannya pada bangsanya, sedangkan suporter
olahraga huru hara karena ketidakadilan terhadap wasit dan sebagainya, sehingga tim mereka
kalah, itu wujud kecintaan kepada tim, perlindungan tim, untuk yang mana hakim
diperlakukan tidak adil. Sedangkan perkelahian antar pelajar, warga, dan lainnya juga
dimotivasi oleh pertimbangan untuk "melindungi" apa yang "dicintai". Hal ini membuktikan
bahwa nilai-nilai dalam Pancasila mendorong tumbuhnya rasa nasionalisme untuk terus
berbuat baik agar persatuan dan kesatuan tetap terwujud.

Strategi yang tepat untuk menginternalisasikan nilai-nilai dasar Pancasila dan


nasionalisme pada masa sekarang
Pancasila sebagai ideologi negara telah disepakati oleh the founding fathers sejak
tahun 1945. Namun nilai-nilai Pancasila tidak berarti telah serta merta terinternalisasi dalam
diri bangsa Indonesia. Bahkan, untuk beberapa lama, Pancasila sepertinya hanya menjadi
ungkapan simbolis kenegaraan tanpa jelas implementasinya, baik dalam kehidupan
kenegaraan maupun kemasyarakatan. Penafsiran Pancasila pun kadang menjadi bermacam-
macam tergantung golongannya bahkan tergantung pada arus politik yang berkuasa.
Upaya menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila telah dilakukan pada masa
pemerintahan Presiden Soekarno di tahun 1960- an, dalam kerangkan nation and character
building. Upaya ini dilakukan untuk mengIndonesiakan orang Indonesia yang disesuaikan
dengan visi dan misi politik penguasa pada masa itu. Oleh karena itu, bahanbahan yang
diberikan pun bukan hanya tentang Pancasila dan UUD 1945, tetapi juga bahanbahan yang
berisi pandang-an politik penguasa masa itu.
Pada masa saat ini, internalisasi Pancasila tetap perlu dilakukan dengan mendukung
dan mendorong berkembangnya pengajaran pendidikan kewarganegaraan (PKN) dmaupun
dalam perguruan tinggi. Mata kuliah yang mengemban pembinaan mahasiswa untuk menjadi
warga negara yang baik dan Pancasilais, juga mengalami pengecilan peran. Secara formal,
mata kuliah Pendidikan Pancasila pada sebagian besar perguruan tinggi, dihilangkan dan

6
disatukan dengan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Dengan demikian, sebenarnya
pada masa ini dalam kurikulum formal baik di jenjang persekolahan maupun perguruan
tinggi, upaya internalisasi nilai-nilai Pancasila, termasuk nilai-nilai nasionalisme, mengalami
penurunan intensitas.

7 IV
BAB
KESIMPULAN

Secara historis, pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam


menumbuhkan kesadaran kebangsaan atau nasionalisme pada bangsa Indonesia. Pendidikan
pada saat ini, juga masih tetap diharapkan memainkan peran strategis dalam membinakan dan
meningkatkan nilai-nilai 41 Pancasila dan nilai-nilai nasionalisme kepada generasi muda.
PKn, sebagai mata pelajaran yang memegang peranan penting, baik di tingkat
persekolahan maupun perguruan tinggi dalam membina nilai-nilai Pancasila dan
nasionalisme. Namun, dalam masa-masa yang lalu, PKn selalu mendapat pengaruh yang kuat
dari kepentingan politik, bahkan dapat dikatakan menjadi mandat politik dari penguasa saat
itu, sehingga baik misi, orientasi, tujuan, dan materinya sering berubah sesuai dengan
perubahan politk yang terjadi. PKn yang diharapkan saat ini perlu memperluas misinya bukan
sekedar sebagai pendidikan politik, melainkan juga sebagai pendidikan nilai, pendidikan
nasionalisme, pendidikan demokrasi, pendidikan hukum, pendi-dikan multikultural dan
pendidikan resolusi konflik. PKn pun perlu menggunakan interpretasi maksimal, yang berarti
PKn mesti mengembangkan kemampuan kritis dan reflektif, kemerdekaan fikiran tentang isu-
isu sosial, dan kemampuan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses sosial dan politik.
DAFTAR 8PUSTAKA

Maftuh, B, 1990, Studi Historis tentang Perkembangan Program Pendidikan umum dalam
kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMA) Sejak Tahun 1945 sampai
dengan Tahun 1984. Thesis yang tidak dipublikasikan. Bandung: PPS IKIP Bandung.
Maftuh, B. dan Sapriya, 2004, “Pembelajaran PKN melalui Peta Konsep,” dalam Jurnal
Civicus, Jurusan PKN FPIPS UPI.
Somantri, N. M. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Wahab, A. A. 1996. Politik Pendidikan dan Pendidikan Politik: Model Pendidikan
Kewarganegaraan Indonesia menuju Warganegara Global. Pidato Pengukuhan Guru
Besar pada IKIP Bandung.

Anda mungkin juga menyukai