Dura mater adalah lapisan paling luar dari meninges, terletak tepat di bawah tulang tengkorak
dan kolom vertebralis. Tebal, tangguh, dan tidak bisa dipisahkan. Di dalam rongga tengkorak,
dura mengandung dua lembaran jaringan ikat:
Lapisan periosteal - melapisi permukaan bagian dalam tulang tengkorak.
Lapisan meningeal - jauh ke lapisan periosteal di dalam rongga tengkorak. Ini adalah
satu-satunya lapisan yang ada di kolom vertebral.
Di antara dua lapisan ini, sinus vena dural berada. Mereka bertanggung jawab atas pembuluh
darah vena kranium, mengalir ke vena jugularis interna.
Di beberapa area di dalam tengkorak, lapisan meningeal dura mater terlipat ke dalam sebagai
refleksi dural. Mereka membagi otak, dan membagi rongga tengkorak menjadi beberapa
kompartemen. Misalnya, tentorium cerebelli membagi rongga tengkorak menjadi kompartemen
supratentorial dan infratentorial.
Dura mater menerima suplai darahnya sendiri - terutama dari arteri dan vena meningeal tengah.
Ini dipersarafi oleh saraf trigeminal (V1, V2 dan V3).
Arachnoid mater adalah lapisan tengah meninges, terletak tepat di bawah dura mater. Ini terdiri
dari lapisan jaringan ikat, bersifat avaskular, dan tidak menerima persarafan apa pun. Di bawah
arachnoid adalah ruang yang dikenal sebagai ruang sub-arachnoid. Ini berisi cairan
serebrospinal, yang bertindak untuk melindungi otak. Proyeksi kecil mater arachnoid ke dura
(dikenal sebagai granulasi arachnoid) memungkinkan CSF masuk kembali ke sirkulasi melalui
sinus vena dural.
Pia mater terletak di bawah ruang sub-arachnoid. Ini sangat tipis, dan melekat erat pada
permukaan otak dan sumsum tulang belakang. Ini adalah satu-satunya penutup yang mengikuti
kontur otak (gyri dan fisura). Seperti duramater, pembuluh darah sangat vaskularisasi, dengan
pembuluh darah berlubang melalui membran untuk memasok jaringan saraf di bawahnya.
Encephalon
Otak awalnya terdiri dari tiga vesikula utama: Otak Depan, Otak Tengah, dan Otak Belakang.
Vesikel ini akhirnya menjadi lima divisi otak: Telencephalon, Diencephalon, Mesencephalon
(otak tengah), Metencephalon, dan Myelencephalon.
1.2 Mikroskopis
1) Duramater
Terdiri dari lapisan luar dan lapisan dalam. Lapisan luar atau disebut juga lapisan endosteum
merupakan jaringan ikat padat dengan banyak pembuluh darah dan saraf. Lapisan dalam atau
lapisan fibrosa kurang mengandung pembuluh darah, dilapisi epitel selapis gepeng di
mesoderm.
2) Arachnoid
Membran tipis, halus non vaskuler yang melapisi dura
Membran arachnoid dan trabekulanya, tersusun dari serat-serat kolagen halus dan
serat elastis
Semua permukaan dilapisi oleh lapisan yang kontinyu terdiri dari epitel selapis
gepeng.
3) Piamater
Lapisan piamater yang lebih superfisial, tersusun dari anyaman-anyaman jaring serat
kolagen, yang berhubungan dengan arachnoid dan lebih nayat pada medulla spinalis.
Lapisan dalam terdiri dari serat-serat retikular dan elastin yang halus, lapisan tersebut
memberi septum median posterior yang fobrosa ke dalam subtansia medulla spinalis.
Permukaan piamater tertutup epitel selapis gepeng, yang melanjutkan diri menjadi sel-sel
yang melapisi jaringan arachnoid.
2.2 Sirkulasi
Sirkulasi CSF. CSF terbentuk di pleksus koroid mengalir melalui sistem ventrikuler dan
melalui foramina Magendie dan Luschka ke dalam cisterna basalis. Kemudian beredar lebih jauh
ke dalam ruang subarachnoid belakang, di atas permukaan otak kecil dan otak besar, akhirnya
mencapai mencari tempat penyerapan CSF. Ini terutama diserap melalui vili arachnoid
(arachnoid granulasi, sel-sel pacchionian), yaitu paling melimpah di sepanjang sinus sagital
superior tetapi juga ditemukan di tingkat tulang belakang. Pengurasan CSF melalui vili
arakhnoid dalam satu arah, dari ruang subarachnoid ke kompartemen vena, dengan mekanisme
katup. Ini yang disebut massal mengalir tidak terlihat dicapai dengan bantuan pinocyvakuola
totic yang mengangkut CSF, dan semua substans berdiri di dalamnya, seperti sendok sayur. Pada
saat yang sama, CSF berdifusi ke jaringan otak adjacent ke ruang CSF dan diserap oleh
kapillaries.
3.2 Etiologi
Meningoencephalitis disebabkan oleh berbagai infeksi bakteri, virus dan protozoa. Beberapa dari
mereka adalah:
1. Bakteri
Listeria monocytogenes
Neisseria meningitidis
Rickettsia prowazekii
Mycoplasma pneumoniae
Tuberculosis
Borrelia (Lyme disease)
Leptospirosis
2. Virus
Tick-borne meningoencephalitis
West Nile virus
Measles
[Epstein-Barr Virus|Epstein-Barr]] virus
Varicella-zoster virus
Enterovirus
Herpes simplex virus type 1
Herpes simplex virus type 2
Mumps virus
HIV
3. Protozoa
Meningoensefalitis amuba primer, misalnya, Naegleria fowleri, Balamuthia
mandrillaris, Sappinia diploidea
Trypanosoma brucei
Toxoplasma gondii (sporozoa)
3.3 Epidemiologi
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberkulosa varian hominis
dapat terjadi pada segala umur, yang tersering adalah pada anak umur 6 bulan - 5 tahun.27,37
Insiden meningoensefalitis mumps lebih banyak ditemui pada laki-laki yaitu sekitar 3-5 kali
lebih banyak. Usia yang tersering ialah tujuh tahun dan 40% berusia di atas 15 tahun.
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Japanese B encephalitis virus banyak
menyerang anak berusia antara 3 tahun dan 15 tahun. Ensefalitis herpes virus dapat terjadi pada
semua umur, paling banyak kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun. Ensefalitis herpes virus
memiliki angka mortalitas 15-20% dengan pengobatan dan 70-80% tanpa pengobatan. Neonatus
masih mempunyai imunitas maternal. Tetapi setelah umur 6 bulan imunitas itu lenyap dan bayi
dapat mengidap gingivo-stomatitis virus herpes simpleks. Infeksi dapat hilang timbul dan
berlokalisasi pada perbatasan mukokutaneus antara mulut dan hidung. Infeksi-infeksi tersebut
jinak sekali. Tetapi apabila neonatus tidak memperoleh imunitas maternal terhadap virus herpes
simpleks atau apabila pada partus neonatus ketularan virus herpes simpleks dari ibunya yang
mengidap herpes genitalis, maka infeksi dapat berkembang menjadi viremia.
H. influenzae penyebab yang paling sering di Amerika Serikat, mempunyai insiden
tahunan 32-71/100.000 anak di bawah 5 tahun. Insiden ini jauh lebih tinggi pada anak-anak
Indian Navayo dan Eskimo Alaska (masing-masing 173 dan Universitas Sumatera utara
409/100.000/tahun). Insiden yang tinggi pada populasi ini mungkin juga menggambarkan status
sosio-ekonomi yang rendah, yang beberapa cara tidak diketahui dapat mengurangi daya tahan
terhadap mikroorganisme ini. Insiden dengan infeksi H. influenzae juga empat kali lebih besar
pada orang kulit hitam daripada orang kulit putih.
3.4 klasifikasi
Klasifikasi Meningitis/ Meningoencephalitis
1. Berdasarkan letak anatomisnya :
a. Pakimeningitis : infeksi pada duramater
b. Leptomeningitis : infeksi pada arachnoid dan piamater
4. Meningitis Kriptikokus
Meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk ke tubuh kita saat
kita menghirup debu atau kotoran burung yang kering. Kriptokokus ini dapat menginfeksikan
kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Meningitis Kriptokokus ini paling sering terjadi pada
orang dengan CD4 di bawah 100. Diagnosis: Darah atau cairan sumsum tulang belakang
dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’ mencari antigen
(protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes ‘biakan’ mencoba menumbuhkan jamur
kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasi l pada
hari yang sama. Tes biakan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukkan
hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai
dengan tinta India.
3.5 patofisiologi
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui peredaran darah,
penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan kardiopulmonal. Penyebaran
melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di
dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebilitis, osteomielitis, infeksi telinga
bagian tengah, dan sinus paranasales. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada
selaput/jaringan otak. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada
pembuluh-pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang mengalami
peradangan timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil.
Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang
kosentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfonuklear, sel-sel plasma dan
limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu kurang dari 2 minggu. Abses dapat membesar,
kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat
mengakibatkan meningitis.
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-virus yang melalui
parotitis, morbili, varisela, dll. masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan. Virus
polio dan enterovirus melalui mulut, virus herpes simpleks melalui mulut atau mukosa kelamin.
Virus-virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau
nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubela atau
cytomegalovirus. Di dalam tubuh manusia virus memperbanyak diri secara lokal, kemudian
terjadi viremia yang menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksus koroideus.
Amuba meningoensefalitis diduga melalui berbagai jalan masuk, oleh karena parasit
penyebabnya adalah parasit yang dapat hidup bebas di alam. Kemungkinan besar infeksi terjadi
melalui saluran pernapasan pada waktu penderita berenang di air yang bertemperatur hangat.
Infeksi yang disebabkan oleh protozoa jenis toksoplasma dapat timbul dari penularan ibu-fetus.
Mungkin juga manusia mendapat toksoplasma karena makan daging yang tidak matang. Dalam
tubuh manusia, parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista, terutama otot dan jaringan susunan
saraf pusat. Pada fetus yang mendapat toksoplasma melalui penularan ibu-fetus dapat timbul
berbagai manifestasi serebral akibat gangguan pertumbuhan otak, ginjal dan bagian tubuh
lainnya. Maka manifestasi dari toksoplasma kongenital dapat berupa: fetus meninggal dalam
kandungan, neonatus menunjukkan kelainan kongenital yang nyata misalnya mikrosefalus, dll.
3.6 manifestasi
Kebanyakan pasien meningoensefalitis menunjukkan gejala-gejala meningitis dan
ensefalitis (demam, sakit kepala, kekakuan leher, vomiting) diikuti oleh perubahan kesadaran,
konvulsi, dan kadang-kadang tanda neurologik fokal, tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial atau gejala-gejala psikiatrik.
Manifestasi Meningitis:
Pada bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun):
Demam
malas makan
muntah
mudah terstimulasi
kejang
menangis dengan merintih
ubun-ubun menonjol
kaku kuduk
tanda Kernig dan Brudzinski positif
Manifestasi Ensefalitis:
Pada umumnya terdapat 4 jenis atau bentuk manifestasi klinik, yaitu:
1. Asimptomatik:
Umumnya gejalanya ringan, vertigo, diplopia. Diagnosis hanya ditegakkan atas
pemeriksaan CSS.
2. Abortif:
Gejala berupa nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan kaku kuduk ringan. Umumnya
terdapat gejala-gejala seperti infeksi saluran pernafasan bagian atas atau gastrointestinal.
3. Fulminan:
Bentuk ini berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir dengan
kematian. Pada stadium akut terdapat demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat,
apatis, kaku kuduk, sangat gelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma yang
dalam.
4. Khas Ensefalitis:
Bentuk ini mulai secara bertahap dengan gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala
infeksi saluran nafas bagian atas. Kemudian muncul tanda radang Sistem Saraf Pusat
(SSP) seperti kaku kuduk, tanda Kernig positif, gelisah, lemah, sukar tidur. Selanjutnya
kesadaran mulai menurun sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum,
hemiparesis, gangguan koordinasi, gangguan bicara, gangguan mental.
Kontraindikasi dari pungsi lumbal adalah syok, infeksi sekitar daerah pungsi,
tekanan intrakranial meninggi (pupil yang tidak sama, tubuh kaku atau paralisis salah
satu ekstremitas, atau napas yang tidak teratur). Komplikasi dari tindakan pungsi lumbal
yang paling sering adalah sakit kepala. Komplikasi lainnya yaitu herniasi,
cardiorespiratory compromised, nyeri pada bekas tusukan, perdarahan, infeksi, kista
subarakhnoid, kebocoran dari cairan serebrospinal.
3.9 komplikasi
Komplikasi dari meningitis tuberkulosa adalah hidrosefalus, epilepsi, gangguan jiwa,
buta karena atrofi N.II, kelumpuhan otot yang disarafi N.III, N.IV, N.VI, hemiparesis.
Komplikasi dari meningitis purulenta adalah efusi subdural, abses otak, hidrosefalus, paralisis
serebri, epilepsi, ensefalitis, tuli, renjatan septik.
3.10 prognosis
Karena penyakit ini merupakan kombinasi dari dua kondisi neurologis yang sangat serius,
penyakit ini terkait dengan morbiditas yang parah dan angka kematian yang tinggi.
3.11 pencegahan
Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningoensefalitis
bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan terhadap infeksi dilakukan dengan cara imunisasi pasif atau aktif. Kemoprofilaksis
terhadap individu rentan yang diketahui terpajan pada pasien yang mengidap penyakit (pasien
indeks) serta imunisasi aktif. Imunisasi aktif terhadap H. influenzae telah menghasilkan
pengurangan dramatis pada penyakit invasif, dengan pengurangan sebanyak 70-85% akibat
organisme tersebut. Imunisasi untuk pencegahan infeksi Haemophilus influenzae (menggunakan
vaksin H.influenzae tipe b) direkomendasikan untuk diberikan secara rutin pada anak berusia 2,
3, dan 4 bulan. Amuba penyebab meningoensefalitis, yang hidup dalam kolam renang dapat
dimusnahkan dengan memberikan kaporit pada air kolam secara teratur, hindari berenang pada
kolam air tawar yang mempunyai temperatur di atas 25 C. Meningoensefalitis dengan penyebab
Mycobacterium tuberkulosa dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan
cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi
syarat kesehatan, tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m /orang), dan pencahayaan yang cukup.
Pencegahan untuk Virus Japanese B Encephalitis yaitu vaksinasi inaktif diberikan pada anak-
anak, karena kelompok tersebut sensitif terhadap infeksi virus. Selain itu dilakukan pencegahan
terhadap gigitan nyamuk dan dilakukan prosedur pengamanan tindakan dan pekerjaan
laboratorium.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa
gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit.
Deteksi dini anak-anak yang mengalami kelainan neurologis sangat penting karena adanya
kemungkinan untuk mengembangkan potensinya di kemudian hari melalui program intervensi
diri. Untuk mengenal kelainan neurologik, pemeriksaan neurologik dasar merupakan bagian
integral yang tidak dapat dipisahkan.
5.2 Klasifikasi
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang
tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh
kejang demam.
5.3 Patofisiologi
Kejang demam cenderung terjadi dalam keluarga. Pada anak dengan kejang demam,
risiko kejang demam adalah 10% untuk saudara kandung dan hampir 50% untuk saudara
kandung jika orang tua juga mengalami kejang demam. Meskipun bukti yang jelas ada untuk
dasar genetik kejang demam, cara pewarisan masih belum jelas. Sementara pewarisan poligenik
mungkin terjadi, sejumlah kecil keluarga diidentifikasi dengan pola pewarisan autosom dominan
dari kejang demam, yang mengarah ke deskripsi "sifat kerentanan kejang demam" dengan pola
pewarisan autosom dominan dengan penetrasi yang berkurang. Meskipun mekanisme molekuler
yang tepat dari kejang demam belum dipahami, mutasi yang mendasari telah ditemukan pada gen
yang mengkode saluran natrium dan reseptor asam amino-butirat gamma.
5.5 Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah
Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi
kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada: 1. Bayi kurang
dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan 2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan 3. Bayi > 18
bulan tidak rutin Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang,
atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya
tidak direkomendasikan
Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi
seperti: 1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) 2. Paresis nervus VI 3.
Papiledema
5.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan saat kejang
Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang
adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5
mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau
diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk
anak di atas usia 3 tahun.
5.7 Komplikasi
Kejang demam berulang
Komplikasi yang paling umum adalah kemungkinan lebih banyak kejang demam. Risiko
kekambuhan lebih tinggi jika:
Kejang pertama anak Anda disebabkan oleh demam ringan.
Kejang demam adalah tanda pertama penyakit.
Seorang anggota keluarga dekat memiliki riwayat kejang demam.
Anak Anda berusia kurang dari 18 bulan pada saat kejang demam pertama
5.8 Prognosis
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil
kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang
baik umum atau fokal.
5.9 Epidemiologi
Amerika Serikat
Antara 2% dan 5% anak-anak mengalami kejang demam pada ulang tahun kelima mereka.
Internasional
Tingkat kejang demam yang serupa ditemukan di Eropa Barat. Insiden di tempat lain di
dunia bervariasi antara 5% dan 10% untuk India, 8,8% untuk Jepang, 14% untuk Guam, 0,35%
untuk Hong Kong, dan 0,5-1,5% untuk Cina.
Mortalitas / Morbiditas
Anak-anak dengan kejang demam sederhana tidak memiliki peningkatan risiko kematian.
Namun, kejang yang kompleks, terjadi sebelum usia 1 tahun, atau dipicu oleh suhu kurang dari
39 ° C dikaitkan dengan peningkatan angka kematian 2 kali lipat selama 2 tahun pertama setelah
terjadinya kejang.
Anak-anak dengan kejang demam memiliki kejadian epilepsi yang sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi umum (2% vs 1%). Faktor risiko epilepsi di kemudian hari
termasuk kejang demam kompleks, riwayat keluarga epilepsi atau kelainan neurologis, dan
keterlambatan perkembangan. Pasien dengan 2 faktor risiko memiliki hingga 10% kemungkinan
mengembangkan kejang afebrile.
Ras
Kejang demam terjadi di semua ras.
Seks
Beberapa penelitian menunjukkan sedikit dominasi laki-laki.
Usia
Menurut definisi, kejang demam terjadi pada anak-anak berusia 3 bulan sampai 5 tahun.