Anda di halaman 1dari 23

L.O.

1 M&M ANATOMI MENINGES, Ensefalon dan Sisterna Ventrikularis


1.1 Makroskopik
Meninges mengacu pada selaput membran otak dan sumsum tulang belakang. Ada tiga lapisan
meninges, yang dikenal sebagai dura mater, arachnoid mater dan pia mater.
lapisan ini memiliki dua fungsi utama:
 Memberikan kerangka pendukung untuk pembuluh darah otak dan kranial.
 Bekerja dengan cairan serebrospinal untuk melindungi SSP dari kerusakan mekanis.
 Meninges sering melibatkan patologi otak, sebagai tempat infeksi yang umum
(meningitis), dan perdarahan intrakranial.

Dura mater adalah lapisan paling luar dari meninges, terletak tepat di bawah tulang tengkorak
dan kolom vertebralis. Tebal, tangguh, dan tidak bisa dipisahkan. Di dalam rongga tengkorak,
dura mengandung dua lembaran jaringan ikat:
 Lapisan periosteal - melapisi permukaan bagian dalam tulang tengkorak.
 Lapisan meningeal - jauh ke lapisan periosteal di dalam rongga tengkorak. Ini adalah
satu-satunya lapisan yang ada di kolom vertebral.
Di antara dua lapisan ini, sinus vena dural berada. Mereka bertanggung jawab atas pembuluh
darah vena kranium, mengalir ke vena jugularis interna.
Di beberapa area di dalam tengkorak, lapisan meningeal dura mater terlipat ke dalam sebagai
refleksi dural. Mereka membagi otak, dan membagi rongga tengkorak menjadi beberapa
kompartemen. Misalnya, tentorium cerebelli membagi rongga tengkorak menjadi kompartemen
supratentorial dan infratentorial.
Dura mater menerima suplai darahnya sendiri - terutama dari arteri dan vena meningeal tengah.
Ini dipersarafi oleh saraf trigeminal (V1, V2 dan V3).

Arachnoid mater adalah lapisan tengah meninges, terletak tepat di bawah dura mater. Ini terdiri
dari lapisan jaringan ikat, bersifat avaskular, dan tidak menerima persarafan apa pun. Di bawah
arachnoid adalah ruang yang dikenal sebagai ruang sub-arachnoid. Ini berisi cairan
serebrospinal, yang bertindak untuk melindungi otak. Proyeksi kecil mater arachnoid ke dura

(dikenal sebagai granulasi arachnoid) memungkinkan CSF masuk kembali ke sirkulasi melalui
sinus vena dural.

Pia mater terletak di bawah ruang sub-arachnoid. Ini sangat tipis, dan melekat erat pada
permukaan otak dan sumsum tulang belakang. Ini adalah satu-satunya penutup yang mengikuti
kontur otak (gyri dan fisura). Seperti duramater, pembuluh darah sangat vaskularisasi, dengan
pembuluh darah berlubang melalui membran untuk memasok jaringan saraf di bawahnya.
Encephalon
Otak awalnya terdiri dari tiga vesikula utama: Otak Depan, Otak Tengah, dan Otak Belakang.
Vesikel ini akhirnya menjadi lima divisi otak: Telencephalon, Diencephalon, Mesencephalon
(otak tengah), Metencephalon, dan Myelencephalon.

1.2 Mikroskopis
1) Duramater
Terdiri dari lapisan luar dan lapisan dalam. Lapisan luar atau disebut juga lapisan endosteum
merupakan jaringan ikat padat dengan banyak pembuluh darah dan saraf. Lapisan dalam atau
lapisan fibrosa kurang mengandung pembuluh darah, dilapisi epitel selapis gepeng di
mesoderm.
2) Arachnoid
 Membran tipis, halus non vaskuler yang melapisi dura
 Membran arachnoid dan trabekulanya, tersusun dari serat-serat kolagen halus dan
serat elastis
 Semua permukaan dilapisi oleh lapisan yang kontinyu terdiri dari epitel selapis
gepeng.
3) Piamater 
Lapisan piamater yang lebih superfisial, tersusun dari anyaman-anyaman jaring serat
kolagen, yang berhubungan dengan arachnoid  dan lebih nayat pada medulla spinalis.
Lapisan dalam terdiri dari serat-serat retikular dan elastin yang halus, lapisan tersebut
memberi septum median posterior yang fobrosa ke dalam subtansia medulla spinalis.
Permukaan piamater tertutup epitel selapis gepeng, yang melanjutkan diri menjadi sel-sel
yang melapisi jaringan arachnoid.

L.O.2 M&M FISIOLOGIS DARI CAIRAN CEREBROSPINAL


2.1 Fungsi
1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok pada CSS berada
dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, jadi mempertahankan lingkungan luar
yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem saraf.
2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam tengkorak dan
menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari keadaan/trauma yang mengenai tulang
tengkorak
3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti CO2,laktat, dan ion
Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan untuk
memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan
diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.
4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari lobus posterior
hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke CSS dan transportasi ke sisi
lain melalui intraserebral.
5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS dengan
mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya melalui
berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga subarakhnoid
lumbal yang mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.

2.2 Sirkulasi
Sirkulasi CSF. CSF terbentuk di pleksus koroid mengalir melalui sistem ventrikuler dan
melalui foramina Magendie dan Luschka ke dalam cisterna basalis. Kemudian beredar lebih jauh
ke dalam ruang subarachnoid belakang, di atas permukaan otak kecil dan otak besar, akhirnya
mencapai mencari tempat penyerapan CSF. Ini terutama diserap melalui vili arachnoid
(arachnoid granulasi, sel-sel pacchionian), yaitu paling melimpah di sepanjang sinus sagital
superior tetapi juga ditemukan di tingkat tulang belakang. Pengurasan CSF melalui vili
arakhnoid dalam satu arah, dari ruang subarachnoid ke kompartemen vena, dengan mekanisme
katup. Ini yang disebut massal mengalir tidak terlihat dicapai dengan bantuan pinocyvakuola
totic yang mengangkut CSF, dan semua substans berdiri di dalamnya, seperti sendok sayur. Pada
saat yang sama, CSF berdifusi ke jaringan otak adjacent ke ruang CSF dan diserap oleh
kapillaries.

L.O.3 M&M MENINGOENCEPHALITIS


3.1 Definisi
Meningoencephalitis adalah kondisi neurologis yang sangat serius yang menyerupai meningitis
dan ensefalitis - radang meninges (penutup SSP) dan radang jaringan otak.
Meningoencephalitis biasanya merupakan hasil dari embolisasi langsung ke pembuluh
meningeal, dengan invasi parenkim atau cairan serebrospinal (CSF) berikutnya dari organisme
yang menginfeksi.

3.2 Etiologi
Meningoencephalitis disebabkan oleh berbagai infeksi bakteri, virus dan protozoa. Beberapa dari
mereka adalah:
1. Bakteri
 Listeria monocytogenes
 Neisseria meningitidis
 Rickettsia prowazekii
 Mycoplasma pneumoniae
 Tuberculosis
 Borrelia (Lyme disease)
 Leptospirosis

2. Virus
 Tick-borne meningoencephalitis
 West Nile virus
 Measles
 [Epstein-Barr Virus|Epstein-Barr]] virus
 Varicella-zoster virus
 Enterovirus
 Herpes simplex virus type 1
 Herpes simplex virus type 2
 Mumps virus
 HIV

3. Protozoa
 Meningoensefalitis amuba primer, misalnya, Naegleria fowleri, Balamuthia
mandrillaris, Sappinia diploidea
 Trypanosoma brucei
 Toxoplasma gondii (sporozoa)

3.3 Epidemiologi
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberkulosa varian hominis
dapat terjadi pada segala umur, yang tersering adalah pada anak umur 6 bulan - 5 tahun.27,37
Insiden meningoensefalitis mumps lebih banyak ditemui pada laki-laki yaitu sekitar 3-5 kali
lebih banyak. Usia yang tersering ialah tujuh tahun dan 40% berusia di atas 15 tahun.
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Japanese B encephalitis virus banyak
menyerang anak berusia antara 3 tahun dan 15 tahun. Ensefalitis herpes virus dapat terjadi pada
semua umur, paling banyak kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun. Ensefalitis herpes virus
memiliki angka mortalitas 15-20% dengan pengobatan dan 70-80% tanpa pengobatan. Neonatus
masih mempunyai imunitas maternal. Tetapi setelah umur 6 bulan imunitas itu lenyap dan bayi
dapat mengidap gingivo-stomatitis virus herpes simpleks. Infeksi dapat hilang timbul dan
berlokalisasi pada perbatasan mukokutaneus antara mulut dan hidung. Infeksi-infeksi tersebut
jinak sekali. Tetapi apabila neonatus tidak memperoleh imunitas maternal terhadap virus herpes
simpleks atau apabila pada partus neonatus ketularan virus herpes simpleks dari ibunya yang
mengidap herpes genitalis, maka infeksi dapat berkembang menjadi viremia.
H. influenzae penyebab yang paling sering di Amerika Serikat, mempunyai insiden
tahunan 32-71/100.000 anak di bawah 5 tahun. Insiden ini jauh lebih tinggi pada anak-anak
Indian Navayo dan Eskimo Alaska (masing-masing 173 dan Universitas Sumatera utara
409/100.000/tahun). Insiden yang tinggi pada populasi ini mungkin juga menggambarkan status
sosio-ekonomi yang rendah, yang beberapa cara tidak diketahui dapat mengurangi daya tahan
terhadap mikroorganisme ini. Insiden dengan infeksi H. influenzae juga empat kali lebih besar
pada orang kulit hitam daripada orang kulit putih.

3.4 klasifikasi
Klasifikasi Meningitis/ Meningoencephalitis
1. Berdasarkan letak anatomisnya :
a. Pakimeningitis : infeksi pada duramater
b. Leptomeningitis : infeksi pada arachnoid dan piamater

2. Menurut Brunner & Suddath


a. Meningoencephalitis asepsis mengacu pada salah satu meningoencephalitis virus yang
menyebabkan iritasi meningens yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma,
leukemia, atau darah di ruang subarachnoid.
b. Meningoencephalitis sepsis menunjukkan meningoencephalitis yang disebabkan oleh
organisme bakteri seperti meningokokus, stafilokokus atau basilus influenza.
c. Meningoencephalitis tuberkulosa disebabkan oleh basillus tuberkel.

3. Menurut Ronny Yoes


a. Meningoencephalitis serosa/tuberkulosa adalah radang selaput otak arachnoid dan
piamater yang disertai cairan otak jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Seperti semua jenis infeksi TB, infeksi SSP dimulai dari inhalasi partikel
infektif. Pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah, fokus infeksi primer TB akan
mudah ruptur dan menyebabkan TB ekstra paru yang dapat menjadi TB milier dan dapat
menyerang meningen.
b. Meningoencephalitis purulen adalah radang bernanah arachnoid dan piamater yang
meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae,
Neisseria meningitidis, Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenza, Escerichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa.

4. Meningitis Kriptikokus 
Meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk ke tubuh kita saat
kita menghirup debu atau kotoran burung yang kering. Kriptokokus ini dapat menginfeksikan
kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Meningitis Kriptokokus ini paling sering terjadi pada
orang dengan CD4 di bawah 100. Diagnosis: Darah atau cairan sumsum tulang belakang
dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’ mencari antigen
(protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes ‘biakan’ mencoba menumbuhkan jamur
kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasi l pada
hari yang sama. Tes biakan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukkan
hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai
dengan tinta India.

3.5 patofisiologi
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui peredaran darah,
penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan kardiopulmonal. Penyebaran
melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di
dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebilitis, osteomielitis, infeksi telinga
bagian tengah, dan sinus paranasales. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada
selaput/jaringan otak. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada
pembuluh-pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang mengalami
peradangan timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil.
Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang
kosentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfonuklear, sel-sel plasma dan
limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu kurang dari 2 minggu. Abses dapat membesar,
kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat
mengakibatkan meningitis.
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-virus yang melalui
parotitis, morbili, varisela, dll. masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan. Virus
polio dan enterovirus melalui mulut, virus herpes simpleks melalui mulut atau mukosa kelamin.
Virus-virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau
nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubela atau
cytomegalovirus. Di dalam tubuh manusia virus memperbanyak diri secara lokal, kemudian
terjadi viremia yang menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksus koroideus.
Amuba meningoensefalitis diduga melalui berbagai jalan masuk, oleh karena parasit
penyebabnya adalah parasit yang dapat hidup bebas di alam. Kemungkinan besar infeksi terjadi
melalui saluran pernapasan pada waktu penderita berenang di air yang bertemperatur hangat.
Infeksi yang disebabkan oleh protozoa jenis toksoplasma dapat timbul dari penularan ibu-fetus.
Mungkin juga manusia mendapat toksoplasma karena makan daging yang tidak matang. Dalam
tubuh manusia, parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista, terutama otot dan jaringan susunan
saraf pusat. Pada fetus yang mendapat toksoplasma melalui penularan ibu-fetus dapat timbul
berbagai manifestasi serebral akibat gangguan pertumbuhan otak, ginjal dan bagian tubuh
lainnya. Maka manifestasi dari toksoplasma kongenital dapat berupa: fetus meninggal dalam
kandungan, neonatus menunjukkan kelainan kongenital yang nyata misalnya mikrosefalus, dll.

3.6 manifestasi
Kebanyakan pasien meningoensefalitis menunjukkan gejala-gejala meningitis dan
ensefalitis (demam, sakit kepala, kekakuan leher, vomiting) diikuti oleh perubahan kesadaran,
konvulsi, dan kadang-kadang tanda neurologik fokal, tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial atau gejala-gejala psikiatrik.

Manifestasi Meningitis:
Pada bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun):
 Demam
 malas makan
 muntah
 mudah terstimulasi
 kejang
 menangis dengan merintih
 ubun-ubun menonjol
 kaku kuduk
 tanda Kernig dan Brudzinski positif

Pada anak-anak dan remaja


 demam tinggi
 sakit kepala
 muntah yang diikuti oleh perubahan sensori
 fotofobia
 mudah terstimulasi dan teragitasi
 halusinasi
 perilaku agresif
 stupor
 koma
 kaku kuduk
 tanda Kernig dan Brudzinski positif

Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa :


 panas
 nyeri kepala yang bisa hebat sekali,
 malaise umum,
 kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung.
Biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas. Selanjutnya terjadi :
 kaku kuduk,
 opistotonus,
 dapat terjadi renjatan,
 hipotensi
 takikardi karena septikimia.

Manifestasi Ensefalitis:
 Pada umumnya terdapat 4 jenis atau bentuk manifestasi klinik, yaitu:
1. Asimptomatik:
Umumnya gejalanya ringan, vertigo, diplopia. Diagnosis hanya ditegakkan atas
pemeriksaan CSS.
2. Abortif: 
Gejala berupa nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan kaku kuduk ringan. Umumnya
terdapat gejala-gejala seperti infeksi saluran pernafasan bagian atas atau gastrointestinal.
3. Fulminan: 
Bentuk ini berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir dengan
kematian. Pada stadium akut terdapat demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat,
apatis, kaku kuduk, sangat gelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma yang
dalam.
4. Khas Ensefalitis: 
Bentuk ini mulai secara bertahap dengan gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala
infeksi saluran nafas bagian atas. Kemudian muncul tanda radang Sistem Saraf Pusat
(SSP) seperti kaku kuduk, tanda Kernig positif, gelisah, lemah, sukar tidur. Selanjutnya
kesadaran mulai menurun sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum,
hemiparesis, gangguan koordinasi, gangguan bicara, gangguan mental.

3.7 diagnosis (pungsi lumbal dijelaskan, Teknik, indikasi, kontraindikasi, efeksamping,


manfaat)
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang
paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Pada keadaan
lanjut tingkat kesadaran klien biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.
Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS (The Glasgow Coma Scale) sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian
asuhan keperawatan. Untuk membantu diagnosis maka dapat dilakukan :
1. Uji serologi
untuk mengetahui jenis virus dan menentukan etiologic infeksi SSS non-enterovirus
2. Pemeriksaan Neuroimaging
3. Pemeriksaan Laboratorium
4. CT-Scan dan MRI
dapat digunakan untuk mengevaluasi derajat pembengkakan dan tempat nekrosis
5. Terapi Kortikosteroid (dexamethasone)
untuk mengurangi inflamasi
6. Ditemukan kadar glukosa serum meningkat
7. Kultur urin / urinalisis
untuk mengidentifikasi organisme penyebab
8. Kultur nasofaring
untuk mengidentifikasi organisme penyebab
9. Kadar elektrolit serum
meningkat jika anak dehidrasi; natrium serum (Na+) naik dan Kalium serum (K+) turun.
10. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah tindakan yang dilakukan untuk memperoleh CSS untuk
membantu dalam mendiagnosis infeksi, inflamasi, onkologi, dan proses metabolik.
Pungsi lumbal merupakan cara untuk mengkonfirmasi atau menyingkirkan adanya
perdarahan subarakhnoid, meningitis dan penyakit inflamasi saraf.

Pungsi lumbal di indikasikan pada pasien – pasien :


1. Meningitis: untuk menegakkan diagnosa dan tatalaksana pengobatan. 
2. Penurunan kesadaran: untuk menegakkan diagnosa. 
3. Kejang: untuk menegakkan diagnosa.

Kontraindikasi dari pungsi lumbal adalah syok, infeksi sekitar daerah pungsi,
tekanan intrakranial meninggi (pupil yang tidak sama, tubuh kaku atau paralisis salah
satu ekstremitas, atau napas yang tidak teratur). Komplikasi dari tindakan pungsi lumbal
yang paling sering adalah sakit kepala. Komplikasi lainnya yaitu herniasi,
cardiorespiratory compromised, nyeri pada bekas tusukan, perdarahan, infeksi, kista
subarakhnoid, kebocoran dari cairan serebrospinal.

Teknik melakukan Lumbal Pungsi


Memposisikan anak
Terdapat dua posisi yang bisa dilakukan:
 berbaring ke kiri (terutama pada bayi muda)
 posisi duduk (terutama pada anak umur lebih tua).
LP dengan posisi berbaring ke kiri:
 Gunakan alas tidur yang keras. Baringkan anak ke sisi kiri hingga kolumna
vertebralis sejajar dengan permukaan dan sumbu transversal tubuh dalam posisi
tegak.
 Seorang asisten harus memfleksi punggung anak, tarik lutut ke arah dada dan
pegang anak pada bagian atas punggung antara bahu dan pantat hingga punggung
anak fleksi. Pegang erat anak dalam posisi ini. Pastikan jalan udara tidak terganggu
dan anak dapat bernapas dengan normal. Hati-hati bila memegang bayi muda.
Jangan memegang leher bayi muda, atau memfleksi lehernya karena dapat
mengakibatkan terganggunya jalan napas.
 Cek petunjuk anatomi
Tentukan ruang antara VL-3 dan VL-4 atau antara VL-4 dan VL-5. (VL-3 berada
pada pertemuan garis antar krista iliaka dan vertebra).
 Siapkan lokasi LP
o Lakukan teknik antiseptik. Gosok dan bersihkan tangan dan gunakan sarung
tangan steril
o Bersihkan kulit daerah tindakan dengan larutan antiseptik
o Kain steril dapat digunakan
o Pada anak yang lebih besar yang sadar, beri anestesi lokal (1% lignokain)
infiltrasikan ke kulit sekitar tempat tindakan.
 Lakukan LP
o Gunakan jarum LP berkawat (stylet), ukuran 22G untuk bayi muda, 20G untuk
bayi yang lebih tua dan anak; jika tidak tersedia, dapat digunakan jarum
hipodermik. Masukkan jarum ke tengah daerah intervertebra dan arahkan
jarum ke umbilikus.
o Dorong jarum pelan-pelan. Jarum akan masuk dengan mudah hingga mencapai
ligamen di antara prosesus spinalis vertebralis. Berikan tekanan lebih kuat
untuk menembus ligamen ini, sedikit tahanan akan dirasakan saat duramater
ditembus. Pada bayi muda, tahanan ini tidak selalu dapat dirasakan, jadi dorong
jarum perlahan dan sangat hati-hati.
o Tarik kawatnya (stylet), dan tetesan CSS akan keluar. Jika tidak ada CSS yang
keluar, kawat dapat dimasukkan kembali dan jarum didorong ke depan pelan-
pelan.
o Ambil contoh 0.5–1 ml CSS dan tuangkan ke wadah steril.
o Bila selesai, tarik jarum dan kawat dan tekan tempat tusukan beberapa detik.
Tutup bekas tusukan dengan kasa steril.
3.8 tatalaksana
Pengobatan suportif dalam kebanyakan kasus meningitis virus dan ensefalitis. Satu-
satunya pengobatan spesifik adalah asiklovir 10 mg/kg iv setiap 8 jam selama 10-14 hari untuk
infeksi herpes simpleks. Asiklovir juga efektif terhadap virus Varicella zoster. Tidak ada manfaat
yang terbukti untuk kortikosteroid, interferon, atau terapi ajuvan lain pada ensefalitis virus dan
yang disebabkan oleh bakteri dapat diberikan klorampinikol 50-75 mg/kg bb/hari maksimum 4
gr/hari. Meningitis pada neonatus (organisme yang mungkin adalah E.Coli, Steptococcus grup B,
dan Listeria) diobati dengan sefotaksim dan aminoglikosida, dengan menambahkan ampisilin
jika Listeria dicurigai. Akibat Haemophilus memerlukan pengobatan sefotaksim. Meningitis
tuberkulosis diobati dengan rifampisin, pirazinamid, isoniazid, dan etambutol. Herpetik
meningoensefalitis diobati dengan asiklovir intravenous, cytarabin atau antimetabolit lainnya.
Pengobatan amuba meningoensefalitis dilakukan dengan memberikan amfoterisin B secara
intravena, intrateka atau intraventrikula. Pemberian obat ini dapat mengurangi angka kematian
akibat infeksi Naegleria fowleri, tetapi tidak berhasil mengobati meningoensefalitis yang
disebabkan oleh amuba lainnya.

3.9 komplikasi
Komplikasi dari meningitis tuberkulosa adalah hidrosefalus, epilepsi, gangguan jiwa,
buta karena atrofi N.II, kelumpuhan otot yang disarafi N.III, N.IV, N.VI, hemiparesis.
Komplikasi dari meningitis purulenta adalah efusi subdural, abses otak, hidrosefalus, paralisis
serebri, epilepsi, ensefalitis, tuli, renjatan septik.

3.10 prognosis
Karena penyakit ini merupakan kombinasi dari dua kondisi neurologis yang sangat serius,
penyakit ini terkait dengan morbiditas yang parah dan angka kematian yang tinggi.

3.11 pencegahan
Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningoensefalitis
bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan terhadap infeksi dilakukan dengan cara imunisasi pasif atau aktif. Kemoprofilaksis
terhadap individu rentan yang diketahui terpajan pada pasien yang mengidap penyakit (pasien
indeks) serta imunisasi aktif. Imunisasi aktif terhadap H. influenzae telah menghasilkan
pengurangan dramatis pada penyakit invasif, dengan pengurangan sebanyak 70-85% akibat
organisme tersebut. Imunisasi untuk pencegahan infeksi Haemophilus influenzae (menggunakan
vaksin H.influenzae tipe b) direkomendasikan untuk diberikan secara rutin pada anak berusia 2,
3, dan 4 bulan. Amuba penyebab meningoensefalitis, yang hidup dalam kolam renang dapat
dimusnahkan dengan memberikan kaporit pada air kolam secara teratur, hindari berenang pada
kolam air tawar yang mempunyai temperatur di atas 25 C. Meningoensefalitis dengan penyebab
Mycobacterium tuberkulosa dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan
cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi
syarat kesehatan, tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m /orang), dan pencahayaan yang cukup.
Pencegahan untuk Virus Japanese B Encephalitis yaitu vaksinasi inaktif diberikan pada anak-
anak, karena kelompok tersebut sensitif terhadap infeksi virus. Selain itu dilakukan pencegahan
terhadap gigitan nyamuk dan dilakukan prosedur pengamanan tindakan dan pekerjaan
laboratorium.

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa
gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit.
Deteksi dini anak-anak yang mengalami kelainan neurologis sangat penting karena adanya
kemungkinan untuk mengembangkan potensinya di kemudian hari melalui program intervensi
diri. Untuk mengenal kelainan neurologik, pemeriksaan neurologik dasar merupakan bagian
integral yang tidak dapat dipisahkan.

L.O.4 M&M RUKUN UMRAH


Umroh sendiri dalam syariat Islam berarti berkunjung ke Baitullah atau (Masjidil Haram)
yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada sang kuasa yakni Allah SWT dengan memenuhi
seluruh syarat syaratnya dengan waktu tak ditentukan seperti pada ibadah haji.
Hukum Umrah
Sementara itu, hukum ibadah umroh masih menjadi perdebatan di antara para ulama. Dari ayat
QS Al-Baqarah 196, umat Islam diperintahkan untuk menyempurnakan ibadah haji dan umroh
untuk Allah.
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah untuk Allah,” (QS al-Baqarah: 196).
Terdapat banyak hadist yang menjelaskan tentang hukum ibadah umroh. Beberapa menyamakan
hukum umroh dengan haji, tetapi ada pula yang menyebut hukum melaksanakan umroh adalah
Sunah.
Waktu Pelaksanaan Umrah
ibadah umroh bisa dilaksanakan kapan saja tanpa ada batasan rentang waktunya, kecuali pada
hari tertentu seperti hari Arafah pada 10 Zulhijah dan hari-hari Tasyrik tanggal 11, 12, 13
Zulhijah. Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani berkata:
“Dan waktu, waktu dalam haji adalah mulai dari permulaan bulan Syawal sampai fajar hari raya
Idul adha (Yaumu al-nahr) dan umrah bisa dilakukan di sepanjang tahun."
(Abu Abdil Mu’ti Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantani, Nihayah al-Zain, al-
Haromain, hal. 201).
Rukun umroh
Rukun umroh yaitu niat ihram, tawaf, sa’i, dan memotong rambut.
kewajiban umroh
kewajiban umroh hanya dua, yaitu niat dari miqat dan menjauhi larangan-larangan ihram. Jumlah
kewajiban yang lebih sedikit ini membuat pelaksanaan ibadah umroh menjadi lebih cepat selesai
dibanding haji. Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani berkata:
“Sedangkan kewajiban-kewajiban umrah ada dua yaitu ihram dari miqat dan menjauhi larangan-
larangan ihram” (Syekh Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantaniy,
Tausyikh ‘Ala Ibni Qosim, al-Haramain, hal. 239).

L.O.5 M&M KEJANG DEMAM


5.1 Etiologi
Walaupun derajat demam pada akhirnya merupakan faktor paling signifikan dalam
kejang demam, kejang ini sering terjadi seiring dengan peningkatan suhu tubuh. Tidak ada
penyebab khusus demam yang lebih mungkin menyebabkan kejang demam, namun, infeksi virus
daripada bakteri paling sering dikaitkan dengan kejang demam. Virus tertentu, HHV-6, paling
sering dikaitkan dengan kejang demam di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Di negara
Asia, virus influenza A sering dikaitkan dengan kejang demam. Setiap demam dengan ketinggian
yang cukup dapat menyebabkan kejang demam.
Kejang pasca vaksinasi
Risiko kejang demam dapat meningkat setelah beberapa vaksinasi anak. Ini termasuk
vaksin difteri, tetanus dan pertusis dan vaksin campak-gondok-rubella. Seorang anak dapat
mengalami demam ringan setelah vaksinasi.

5.2 Klasifikasi
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang
tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh
kejang demam.

2.Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
 Kejang lama > 15 menit
 Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial 3.
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang
lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8%
kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului
kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami
kejang demam.

5.3 Patofisiologi
Kejang demam cenderung terjadi dalam keluarga. Pada anak dengan kejang demam,
risiko kejang demam adalah 10% untuk saudara kandung dan hampir 50% untuk saudara
kandung jika orang tua juga mengalami kejang demam. Meskipun bukti yang jelas ada untuk
dasar genetik kejang demam, cara pewarisan masih belum jelas. Sementara pewarisan poligenik
mungkin terjadi, sejumlah kecil keluarga diidentifikasi dengan pola pewarisan autosom dominan
dari kejang demam, yang mengarah ke deskripsi "sifat kerentanan kejang demam" dengan pola
pewarisan autosom dominan dengan penetrasi yang berkurang. Meskipun mekanisme molekuler
yang tepat dari kejang demam belum dipahami, mutasi yang mendasari telah ditemukan pada gen
yang mengkode saluran natrium dan reseptor asam amino-butirat gamma.

5.4 Manifestasi klinis


Biasanya, anak yang mengalami kejang demam gemetar di sekujur tubuh dan kehilangan
kesadaran. Kadang-kadang, anak menjadi kaku atau berkedut hanya di satu area tubuh.
Seorang anak yang mengalami kejang demam dapat:
 Demam lebih tinggi dari 100,4 F (38,0 C)
 Hilang kesadaran
 Goyangkan atau sentakkan lengan dan kaki
 Muntah
 Leher kaku
 Masalah pernapasan
 Kantuk yang ekstrim

5.5 Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah
Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi
kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada: 1. Bayi kurang
dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan 2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan 3. Bayi > 18
bulan tidak rutin Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang,
atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya
tidak direkomendasikan

Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi
seperti: 1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) 2. Paresis nervus VI 3.
Papiledema

5.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan saat kejang
Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang
adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5
mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau
diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk
anak di atas usia 3 tahun.

Pemberian obat pada saat demam


Antipiretik
Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/ kg/kali ,3-4 kali sehari
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
risiko berulangnya kejang pada 30%- 60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5
mg/ kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0 C
Pemberian obat rumat
Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis,
paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
• kejang demam > 4 kali per tahun

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
risiko berulangnya kejang. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari
dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1-2 bulan.

5.7 Komplikasi
Kejang demam berulang
Komplikasi yang paling umum adalah kemungkinan lebih banyak kejang demam. Risiko
kekambuhan lebih tinggi jika:
 Kejang pertama anak Anda disebabkan oleh demam ringan.
 Kejang demam adalah tanda pertama penyakit.
 Seorang anggota keluarga dekat memiliki riwayat kejang demam.
 Anak Anda berusia kurang dari 18 bulan pada saat kejang demam pertama

5.8 Prognosis
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil
kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang
baik umum atau fokal.

Kemungkinan berulangnya kejang demam


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

5.9 Epidemiologi
Amerika Serikat
Antara 2% dan 5% anak-anak mengalami kejang demam pada ulang tahun kelima mereka.
Internasional
Tingkat kejang demam yang serupa ditemukan di Eropa Barat. Insiden di tempat lain di
dunia bervariasi antara 5% dan 10% untuk India, 8,8% untuk Jepang, 14% untuk Guam, 0,35%
untuk Hong Kong, dan 0,5-1,5% untuk Cina.
Mortalitas / Morbiditas
Anak-anak dengan kejang demam sederhana tidak memiliki peningkatan risiko kematian.
Namun, kejang yang kompleks, terjadi sebelum usia 1 tahun, atau dipicu oleh suhu kurang dari
39 ° C dikaitkan dengan peningkatan angka kematian 2 kali lipat selama 2 tahun pertama setelah
terjadinya kejang.
Anak-anak dengan kejang demam memiliki kejadian epilepsi yang sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi umum (2% vs 1%). Faktor risiko epilepsi di kemudian hari
termasuk kejang demam kompleks, riwayat keluarga epilepsi atau kelainan neurologis, dan
keterlambatan perkembangan. Pasien dengan 2 faktor risiko memiliki hingga 10% kemungkinan
mengembangkan kejang afebrile.
Ras
Kejang demam terjadi di semua ras.
Seks
Beberapa penelitian menunjukkan sedikit dominasi laki-laki.
Usia
Menurut definisi, kejang demam terjadi pada anak-anak berusia 3 bulan sampai 5 tahun.

Anda mungkin juga menyukai