Anda di halaman 1dari 20

POTRET BUDI DAYA SAYUR MAYUR DI PERUSAHAAN DAERAH PROVINSI

BALI DESA KEMBANG MERTA, BATURITI KABUPATEN TABANAN DITINJAU


DARI ASPEK PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN

Oleh:

I DEWA MADE ARTHAGAMA

PROGAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
ABSTRAK

Penelitian tentang potret Budidaya sayur mayur di Kebun Perusahan Daerah Provinsi
Bali, Kembang Merta, Baturiti telah dilakukan pada 6 Mei 2016. Tujuan penelitian adalah
mengetahui sistem budidaya sayuran di lokasi penelitian. Penelitian ini menggunakan
metode servei dan observasi langsung ke lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sistem budidaya sayur mayur di Kebun Sayur Mayur Perusahan Daerah Provinsi Bali di Desa
Kembang Merta, Baturiti tergolong pertanian konvensional artinya belum tergolong
pertanian yang ramah lingkungan.

Kata kunci: Sayur mayur, Sistem budidaya, Kembang Merta Baturiti


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat-Nyalah laporan penelitian ini dapat diselesaikan dengan sebagaimana mestinya.
Laporan penelitian ini diajukan penulis untuk memenuhi salah satu tugas dalam Tridarma
Perguruan tinggi yaitu dibidang penelitian.

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan
laporan ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
memberikan kontribusi sehingga laporan ini dapat selesai tepat pada waktunya. Akhir kata,
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Denpasar, Juni 2016

Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK
PRAKATA..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Tujuan.............................................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertanian Organik............................................................................................. 3
2.2 Pertanian Konvensional.................................................................................... 4
2.3 Pertanian Ramah Lingkungan.......................................................................... 5
III. METODELOGI
3.1 Waktu dan Tempat........................................................................................... 8
3.2 Bahan dan Alat................................................................................................. 8
3.3 Metode.............................................................................................................. 8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil................................................................................................................... 9
4.2 Pembahasan....................................................................................................... 9
4.3 Evaluasi Budidaya Sayur Mayur di Lokasi Penelitian………………………..11
V. PENUTUP
5.1 Simpulan............................................................................................................ 13
5.2 Saran.................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 14
LAMPIRAN.................................................................................................................... 15
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor yang penting dalam kehidupan manusia,namun
dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, maka kebutuhan akan pangan dan
hasil pertanian lainnya pun juga akan meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan yang terus
meningkat tersebut, telah dilakukan berbagai macam upaya seperti penggunaan pupuk untuk
meningkatkan produktivitas pertanian, penggunaan pestisida untuk mengendalikan organisme
pengganggu tanaman maupun upaya- upaya yang lainnya. Pada umumnya petani lebih
banyak menerapkan sistem pertanian konvensional, yaitu menggunakan pupuk kimia sintetis
(pupuk anorganik) dibandingkan dengan pupuk organik diiringi penggunaan pestisida yang
seringkali melebihi dosis anjuran.

Warino (2012) mengatakan bahwa dampak negatf sistem pertanian konvensional dalam
ekosistem pertanian antara lain: (a) Meningkatnya degradasi lahan (fisik, kimia,dan biologi
tanah); (b) Meningkatnya residu pestisida dan gangguan serta resistensi hama penyakit dan
gulma; (c) Berkurangnya keaneka ragaman hayati; serta (d) Ganggguan kesehatan petani dan
masyarakat lainnya sebagai akibat dari penggunaan pestisida dan bahan-bahan pencemar
lingkunan yang kurang bijaksana.

Berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh penerapan sistem pertanian konvensional
dan juga mulai tumbuhnya kesadaran petani dan masyarakat akan kualitas lingkungan hidup
yang lebih baik dan tidak hanya berorientasi pada hasil semata, mendorong digalakkannya
kembali sistem pertanian ramah lingkungan. Pertanian ramah lingkungan didefinisikan
sebagai sistem pertanian berbasis ekologi dan memiliki konsep berkelanjutan dengan hasil
pertanian yang tinggi serta menguntungkan secara ekonomis.

Anon (2013) menjelaskan empat komponen penciri pertanian ramah lingkungan yaitu ((1)
Pengendalian erosi dan aliran permukaan untuk mitigasi degradasi lahan, (2) bebas dari
pencemaran polusi yang berasal daril luar usahatani itu sendiri, (3) Rendah emisi gas rumah
kaca dan (4) Produk pertanian bebas residu dan aman dikonsumsi.

Kecamatan Baturiti,Kabupaten Tabanan merupakan sentra penghasil sayuran dataran


tinggi utama di Bali. Budidaya sayuran di wilayah ini ummnya dilakukan secara intensif
dengan memanfaatkan input agrokimia yang tinggi. Salah satu Perusda Provensi Bali yang
bergerak dibidang budidaya tanaman sayur mayur berada di Kecamatan Baturiti,tepatnya
berada di Desa Kembang Merta.

Berdasarkan kondisi di atas kiranya sistem budidaya sayuran di Perusda Provinsi Bali
perlu mendapat perhatian dan diteliti secara awal dengan observasi ke lapangan guna
memperolah informasi/data dasar untuk penelitian dan pengembangan lebih lanjut, karena
kebun ini bisa dipakai percontohan untuk masyarakat petani disekitarnya.

1.2 Tujuan

1.2.1 Untuk mengetahui jenis tanaman yang diusahakan di Kebun Sayur Mayur
Perusahaan Daerah Provinsi Bali.

1.2.2 Untuk mengetahui sistem budidaya sayur mayur mulai dari cara pengolahan tanah
input saprodi seperti bibit dan agrokoimia yang digunakan di Kebun Sayur Mayur
Perusahaan Daerah Provinsi Bali.

1.2.3 Untuk bahan evaluasi sistem pertanian yang diterapkan di Kebun Sayur Mayur
Perusahan Daerah Provinsi Bali.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertanian Organik


Pertanian organik meliputi dua definisi, yaitu pertanian organik dalam definisi
sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian sempit, pertanian
organik adalah pertanian yang tidak menggunakan pupuk kimia ataupun pestisida kimia,
yang digunakan adalah pupuk organik, mineral dan material alami. Sedangkan pertanian
organik dalam arti luas adalah usahatani yang menggunakan pupuk kimia pada tingkat
minimum, dan dikombinasikan dengan penggunaan pupuk organik dan bahan-bahan
alami (Hong, 1994).
Pertanian organik merupakan suatu sistem pertanian yang didesain dan dikelola
sedemikian rupa sehingga mampu menciptakan produktivitas yang berkelanjutan. Prinsip
pertanian organik yaitu tidak menggunakan atau membatasi penggunaan pupuk
anorganik serta harus mampu menyediakan hara bagi tanaman dan mengendalikan
serangan hama dengan cara lain diluar cara konvensional yang bisa dilakukan (Eliyas,
2008).
Tujuan utama dari pertanian organik ialah memperbaiki dan menyuburkan kondisi
lahan serta menjaga keseimbangan ekosistem. Sumber daya lahan dan kesuburannya
dipertahankan dan ditingkatkan melalui aktivitas biologi dari lahan itu sendiri, yaitu
dengan memanfaatkan residu hasil panen, kotoran ternak, dan pupuk hijau. Produk
pertanian dikatakan organik jika produk tersebut berasal dari sistem pertanian organik
yang menerapkan praktik manajemen yang berupaya untuk memelihara ekosistem
melalui beberapa cara, seperti pendaurulangan residu tanaman dan hewan misalnya
memanfaatkan sisa tanaman untuk dijadikan kompos, kotoran ternak sebagai pupuk
kandang dan lain sebagainya. (Sriyanto, 2010).
Prinsip-Prinsip dasar pertanian organik
a. Prinsip kesehatan
Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, hewan,
manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan. Prinsip ini
menunjukkan bahwa kesehatan tiap individu dan komunitas tidak dapat dipisahkan
dari kesehatan ekosistem, tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman sehat yang
dapat mendukung kesehatan manusia dan hewan.

b. Prinsip Ekologi
Prinsip ekologi meletakkan pertanian organik dalam sistem ekologi kehidupan.
Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses daur ulang ekologis.
c. Prinsip keadilan
Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan
terkait lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Keadilan dicirikan dengan
kesetaraan, saling menghormati, berkeadilan dan pengelolaan dunia secara bersama,
baik antar manusia dan dalam hubungannya dengan makhluk hidup yang lain.
Prinsip ini menekankan bahwa mereka yang terlibat dalam pertanian organik harus
membangun hubungan yang manusiawi untuk memastikan adanya keadilan bagi
semua pihak disegala tingkatan, seperti petani, pekerja, pemroses, penyalur,
pedagang dan konsumen.
d. Prinsip Perlindungan
Pertanian organik merupakan suatu sistem yang hidup dan dinamis yang menjawab
tuntutan dan kondisi yang bersifat internal dan eksternal. Para pelaku pertanian
organik didorong meningkatkan efisiensi dan produktivitas, tetapi tidak boleh
membahayakan kesehatan dan kesejahteraannya (IFOAM, 2012).

2.2 Pertanian Konvensional


Pertanian konvensional merupakan sistem pertanian yang menggunakan bahan-
bahan kimia untuk meningkatkan produksi tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan.
Adapun dampak dari sistem pertanian konvensional di dalam ekosistem pertanian
menurut Kuswandi (2012) adalah sebagai berikut:
a. Meningkatnya degradasi lahan (fisik kimia dan biologis),
b. Meningkatnya residu penyakit dan gangguan serta resistensi hama penyakit dan
gulma
c. Berkurangnya keanekaragaman hayati
d. Gangguan kesehatan masyarakat sebagai akibat dari pencemaran lingkungan.

Sedangkan dampak yang terjadi di luar ekosistem adalah:


a. Meningkatnya gangguan kesehatan masyarakat konsumen karena pencemaran
bahan-bahan pangan yang diproduksi di dalam ekosistem pertanian.
b. Terjadi ketidakadilan ekonomi karena adanya praktek monopoli dalam penyediaan
sarana produksi pertanian.
c. Ketimpangan sosial antar petani dan komunitas di luar petani.

2.3 Pertanian Ramah Lingkungan


Sistem pertanian ramah lingkungan merupakan sistem pertanian yang mengelola
seluruh sumber daya pertanian dan input usahatani secara bijak, berbasis inovasi
teknologi untuk mencapai peningkatan produktivitas berkelanjutan dan secara ekonomi
menguntungkan serta diterima secara sosial budaya dan berisiko rendah atau tidak
merusak/ mengurangi fungsi lingkungan.
Indikator untuk produksi berupa peningkatan produktivitas (kualitas dan kuantitas)
secara berkelanjutan dan diversifikasi produksi. Unit indikator lingkungan terdiri dari
rendah emisi gas rumah kaca, adaptif terhadap perubahan iklim, pengendalian hama
penyakit secara bijak, rendah cemaran logam berat dan residu agrokimia (on site dan off
site), zero waste, terjaganya kualitas lahan dari degradasi fisika, kimia, dan biologi, serta
terjaganya keanekaragaman hayati. Sedangkan untuk indikator ekonomi dan sosial
budaya terdiri dari peningkatan pendapatan dan efisiensi (B/C ratio), mudah
dilaksanakan, secara sosial dapat diterima serta terpeliharanya kearifan dan teknologi
lokal (local wisdom and local technical knowhow).
Ciri-ciri pertanian ramah lingkungan:
a. Mantap secara ekologis, yang berarti kualitas sumberdaya alam dipertahankan dan
kemampuan agroekosistem secara keseluruhan, dari manusia, tanaman, dan hewan
sampai organisme tanah ditingkatkan. Dua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola
dan kesehatan tanaman dan hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses
biologis (regulasi sendiri). Sumberdaya lokal digunakan secara ramah dan yang
dapat diperbaharui.
b. Dapat berlanjut secara ekonomis, yang berarti petani mendapat penghasilan yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan, sesuai dengan tenaga dan biaya yang
dikeluarkan, dan dapat melestarikan sumberdaya alam dan meminimalisasikan
risiko.
c. Adil, yang berarti sumberdaya dan kekuasaan disistribusikan sedemikian rupa
sehingga keperluan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi dan begitu juga
hak mereka dalam penggunaan lahan dan modal yang memadai, dan bantuan teknis
terjamin. Masyarakat berkesempatan untuk berperanserta dalam pengambilan
keputusan, di lapangan dan di masyarakat.
d. Manusiawi, yang berarti bahwa martabat dasar semua makhluk hidup (manusia,
tanaman, hewan) dihargai dan menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar
(kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama, rasa sayang) dan termasuk menjaga
dan memelihara integritas budaya dan spiritual masyarakat.
e. Luwes, yang berarti masyarakat desa memiliki kemampuan menyesuaikan diri
dengan perubahan kondisi usahatani yang berlangsung terus, misalnya, populasi
yang bertambah, kebijakan, permintaan pasar, dan lain- lain.
Menurut Ala (2001) sistem pertanian ramah lingkungan, merupakan salah satu
bagian dari pengembangan sistem pertanian berkelanjutan, yang dapat terlaksana, apabila
memenuhi lima pilar, yaitu:
a. Produktif.
b. Berisiko kecil.
c. Tidak menimbulkan degradasi lahan dan air.
d. Menguntungkan secara ekonomi jangka panjang.
e. Diterima oleh masyarakat.
Agar program pertanian ramah lingkungan berhasil dan berdaya guna, program
tersebut harus mengikuti kaidah sebagai berikut:
a. Menggunakan sedikit mungkin input bahan kimia.
b. Melaksanakan tindakan konservasi tanah dan air.
c. Memperhatikan keseimbangan ekosistem.
d. Mampu menjaga stabilitas produksi secara berkelanjutan (Susanto, 2002).
Tujuan yang hendak dicapai dengan melaksanakan sistem pertanian ramah
lingkungan adalah
a. Keseimbangan ekologis.
b. Terjaganya keanekaragaman hayati.
c. Terjaganya kelestarian sumberdaya alam.
d. Lingkungan yang tidak tercemar.
e. Tercapainya produksi pertanian yang berkelanjutan.
Pertanian ramah lingkungn dapat diimplementasikan dengan beberapa sistem yang
sudah dan sedang dilakukan yaitu:
a. Sistem pertanian organik
b. Sistem pertanian terpadu, dapat dilaksanakan meliputi bidang-bidang berikut: bidang
budi daya tanaman, bidang perkebunan, bidang peternakan, bidang perikanan dan
bidang pengolahan limbah.
c. Sistem pertanian masukan luar rendah, Conway (1987) menyarankan beberapa
contoh teknologi pertanian yang potensial untuk mendukung sistem pertanian
berkelanjutan, antara lain: tumpang sari, rotasi tanaman, agroforestry, silvi-pasture,
pupuk hijau, konservasi lahan, pengelolaan hama terpadu dan pengendalian biologi.
d. Sistem pengendalian hama terpadu.

III. METODELOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada hari Jumat, 6 Mei 2016 pukul 07.00 WITA sampai
selesai, di Kebun Sayur Mayur Perusahaan Daerah Provinsi Bali, Jl. Raya Bedugul,
Desa Kembang Merta, Kabupaten Tabanan.

3.2 Bahan dan Alat


a. Bahan : lahan/kebun sayur mayur yang berisi jenis tanaman yang ada di lapangan,
jenis pupuk dan jenis pestisida yang digunakan oleh petani.
b. Informan/narasumber: Kepala pengelola Kebun Sayur Mayur Perusahan Daerah
Provinsi Bali
b. Alat : buku, alat tulis, alat perekam dan kamera.

3.3 Metode
a. Melihat dan mengamati jenis tanaman yang ada di lapangan.
b. Menanyakan kepada petani cara pengolahan tanah yang dilakukan.
c. Menanyakan jenis, dosis dan cara pemberian pupuk maupun pestisida yang
dilakukan oleh petani.
d. Mencatat dan mendokumentasikan hasil pengamatan dan hasil wawancara.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Profil Kebun Sayur Mayur Perusahan Daerah Provinsi Bali
a. Ketinggian tempat : 1200 – 1300 m dpl (diatas permukaan laut).
b. Kebun Sayur Mayur Perusahaan Daerah : berdiri sejak tahun 1967
c. Luas lahan: kurang lebih 3,5 hektar.
d. Pemilik lahan: Perusaahaan Daerah Pemerintah Provinsi Bali.
e. Jumlah petani: 11 orang.
4.1.2 Tanah
a. Jenis tanah dan topografinya: Andisol dan Regosol/berbukit
b. Tekstur : lempung berdebu dan lempung berpasir
c. Setruktur: granular sehingga butirannya mudah lepas
d. pH tanah : pH agak rendah (5.48)
e. Bahan Organik: agak rendah (2,65%)
4.1.3 Sumber air
Sumber air untuk tanaman sayuran : sumber air alami (dari mata air)
4.1.4 Pengelolaan Tanaman
a. Jenis tanaman yang diusahakan: tanaman sayur mayur dan rempah yang
meliputi lebih dari 50 jenis tanaman, antar lain adalah wortel, kentang,
tomat, lombok merah, sawi, lobak, buncis, selada merah, sukini, parsley,
serta beberapa jenis tanaman bumbu- bumbuan seperti tanaman rosemary
,mint dan lain sebagainya
b. Cara mengolah tanah: dengan menggunakan cangkul (dengan cara
tradisional) dan pengolahan tanah dilakukan sekali untuk tiga kali
penanaman.
c. Pupuk:
1. Pupuk anorganik/kimia sintetis: NPK (cap Mutiara dan DGW), dosis
yang diberikan: 10 gram per m2 bedengan, dan diberikan dengan cara
ditebar.
2. Pupuk organik: pupuk kandang ayam dan pupuk kandang sapi, dosis
yang diberikan: 5 kg per m2 bedengan, dan diberikan dengan cara
ditebar.
3. Pupuk daun Green Tonic.
d. Pengendalian organisme pengganggu tanaman: dengan menggunakan
pestisida, yaitu fungisida (Daconil dan Antracol) dan insektisida (Dursban),
dosis yang diberikan: untuk tanaman cabai, 5 cc per 12 liter air (tergantung
musim dan jenis tanaman), diberikan dengan cara disemprot.

4.2 Pembahasan
Kebun Sayur Mayur Perusahaan Daerah Pemerintah Provinsi Bali, di Jl. Raya
Bedugul, Desa Kembang Merta, Kabupaten Tabanan ini terletak pada ketinggian tempat
1200 – 1300 m dpl (diatas permukaan laut) dan berdiri sejak tahun 1967. Dari hasil
penelitian di lapangan terdapat lebih dari 50 jenis tanaman sayur mayur yang
dibudidayakan di Kebun Sayur Mayur Perusahaan Daerah Pemerintah Provinsi Bali,
Desa Kembang Merta ini beberapa diantaranya adalah wortel, kentang, tomat, lombok
merah, sawi, lobak, buncis, selada merah, sukini, parsley, serta beberapa jenis tanaman
bumbu- bumbuan seperti tanaman rosemary dan lain sebagainya, dengan luas lahan
kurang lebih 3,5 hektar dengan jumlah petani sebanyak 11 orang dan 5 orang staf kantor.
Pengolahan tanah yang dilakukan masih dengan cara tradisional yaitu dengan
menggunakan cangkul, kemudian dibuat bedengan dan diberikan pupuk dasar yaitu
pupuk organik (pupuk kandang) dengan dosis 5 kg/ m2 bedengan dan pupuk NPK
dengan dosis 10 gram/ m2 bedengan. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk
organik dari kotoran ayam (pupuk kandang ayam) dan pupuk organik dari kotoran sapi
(pupuk kandang sapi). Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, pupuk
kandang ayam lebih banyak digunakan daripada pupuk kandang sapi (pupuk kandang
sapi jarang digunakan), karena pupuk kandang ayam lebih mudah diperoleh. Sedangkan
pupuk NPK yang digunakan adalah pupuk NPK cap Mutiara dan pupuk NPK cap DGW.
Selain itu, juga digunakan pupuk daun green tonic sebagai pupuk tambahan.
Untuk pengendalian organisme pengganggu tanaman di Kebun Sayur Mayur
Perusahaan Daerah Pemerintah Provinsi Bali, Desa Kembang Merta ini dilakukan
dengan menggunakan pestisida sintetis, diantaranya: fungisida (Daconil dan Antrakol)
dan insektisida (Dursban), sebelumnya penggunaan pestisida sintetis sangat intensif
dilakukan di kebun sayur mayur ini, namun sekarang penggunaannya sudah dikurangi.
Sistem pengupahan yang diterapkan di Kebun Sayur Mayur Perusahaan Daerah
Pemerintah Provinsi Bali ini adalah sistem bagi hasil, yaitu 50 % dari pendapatan bersih
diberikan ke petani dan 50 % lagi ke perusahaan.
Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh di lapangan, dapat dikatakan bahwa
Kebun Sayur Mayur Perusahaan Daerah Pemerintah Provinsi Bali, Desa Kembang Merta
ini belum menerapkan sistem pertanian ramah lingkungan karena masih dominannya
input kimia yang diberikan seperti pupuk anorganik maupun penggunaan pestisida untuk
mengendalikan organisme pengganggu tanaman (masih menerapkan sistem pertanian
konvensional). Penggunaan input kimia seperti pupuk anorganik yang berlebihan dan
berlangsung secara terus menerus, dapat mengakibatkan terjadinya degradasi lahan
seperti penurunan sifat fisik tanah (tanah mengeras), sifat kimia tanah (unsur hara mikro
berkurang) maupun sifat biologi tanah (berkurangnya jumlah mikroorganisme yang
berperan dalam daur ulang hara di dalam tanah).
Sedangkan penggunaan pestisida secara terus menerus dapat mengakibatkan
serangga hama menjadi resisten (kebal) dan juga dapat mengakibatkan kematian
organisme lain yang sebenarnya berperan sebagai musuh alami dari hama tersebut,
sehingga akan dapat mengakibatkan terganggunya ekosistem. Selain itu, penggunaan
pestisida dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan karena menghasilkan
residu yang sulit terurai di alam, produk pangan yang dihasilkan kurang aman
dikonsumsi karena tercemar bahan kimia yang terkandung dalam pestisida, sehingga
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi masyarakat yang mengkonsumsi produk
pangan tersebut maupun masyarakat (petani) yang terkena paparan pestisida secara tidak
langsung atau berada di sekitarnya.
4.3 Evaluasi Budidaya sayur mayur di lokasi penelitian
Dari hasil evaluasi sistem pertanian sayur mayur di Perusahan Daerah Provinsi Bali
belum bisa digolongkan pertanian ramah lingkungan, karena salah satu contoh penerapan
pertanian ramah lingkungan adalah pertanian organik. Pertanian Organik mempunyai
cirri-ciri sebagai berikut:
a. Lokasi, lahan dan tempat penyimpanan harus terpisah secara fisik dengan batas alami
dari pertanian non organic
b. Masa konversi lahan dari pertanian non organic menjadi pertanian organic diperlukan
waktu 12 bulan untuk tanaman semusim dan 18 bulan untuk tanaman tahunan
c. Bibit tanman bukan berasal dari hasil rekayasa genetika
d. Media tumbuh tidak menggunakan bahan kimia sintetis
e. Perlindungan tanaman tidak menggunakan bahan kimia sintetis tapi berupa pengaturan
sistem tanam/pola tanam, pestisida nabati,agen hayati dan bahan alami lainnya.

V. PENUTUP

5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, bahwa Kebun Sayur Mayur Perusahaan Daerah
Pemerintah Provinsi Bali, di Jl. Raya Bedugul, Desa Kembang Merta ini belum dapat
dikatakan menerapkan sistem pertanian ramah lingkungan, walaupun sudah ada input
pupuk organik namun masih dominannya input kimia yang diberikan seperti pupuk
anorganik maupun penggunaan pestisida kimia sintetis untuk mengendalikan organisme
pengganggu tanaman maka sistem pertaniannya tergolong prtanian konvensional.
5.1 Saran
Sebaiknya penggunaan input kimia yang diberikan dapat dikurangi secara bertahap,
sehingga nantinya diharapkan dapat terwujud atau diterapkan sistem pertanian ramah
lingkungan yang modern, ekologis dan berkelanjutan

DAFTAR PUSTAKA

Ala, A. 2001. Persfektif dan Penerapan Konsep Pertanian Berkelanjutan. Pidato Penerimaan
Jabatan Guru Besar pada Tanggal 4 Agustus 2001. Makasar.

Anonim. 2013. Memahami Pertanian Ramah Lingkungan. http://balitkabi.litbang.pertanian


.go.id/kilas-litbang/1326-memahami-pertanian-ramah-lingkungan.html. Diakses pada
tanggal 29 Mei 2016
Liana, Devi. 2012. Pertanian Organik dan Pertanian Berkelanjutan. http://ilmubertani.
blogspot.co.id/2012/11/profil-tanah.html. Diakses pada tanggal 29 Mei 2016

Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangan.


Kanisius. Yogyakarta.

Warino, Joko. 2012. Perbedaan Pertanian Organik dan Konvensional.


http://jokowarino.id/perbedaan-pertanian-organik-dan-konvensional/. Diakses pada
tanggal 29 Mei 2016.

LAMPIRAN
Pengolahan Tanah Secara Tradisional

Dengan Cangkul Pupuk Kimia NPK (cap DGW) 15-15-15

Pupuk Organik Kandang Ayam Tanaman Kubis

Tanaman Selada Merah

Anda mungkin juga menyukai