Anda di halaman 1dari 7

Jurnal BIOEDUKATIKA Vol. 2 No.

1 Mei 2014 ISSN: 2338-6630 | Halaman 35-41

Best Practice Pembelajaran IPA-Biologi dalam Rangka


Membangun Karakter Siswa Kelas VIII A di SMP N 4 Bojong

Ari Supriatun
Guru IPA di SMP N 4 Bojong
Jl. Desa Randumuktiwaren, Bojong, Jawa Tengah
surat elektronik: Ariqoh514@gmail.com

ABSTRAK
Pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan potensi dan pembangunan karakter setiap peserta
didik. Proses tersebut memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi sikap
(spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk
bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia.
Penelitian ini menggunakan deskripsi. Populasi yang digunakan seluruh siswa kelas VIII A dengan
jumlah 24. Data diambil dari hasil observasi dan tes pada materi sistem pencernaan manakan di kelas VIII A
SMP N 4 Bojong. Analisis data dengan deskripsi kwantitatif.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa pendekatan yang tepat dapat membantu menumbuhkan karakter dan
memahamkan siswa atas materi yang diajarkannya. Melalui pengalaman pembelajaran menggunakan
pendekatan saintifik mampu memberikan perubahan karakter dalam hal sikap disiplin, jujur, tanggung jawab,
dan percaya diri. Selama kurun waktu 3 bulan terdapat perubahan signifikan atas karakter tersebut, yaitu
percaya diri siswa yang semula 20,83% menjadi 75%, tanggung jawab dari 54,17% menjadi 95,83%,
kejujuran siswa dari 66,7% menjadi 87,5%, dan kedisiplinan siswa dari 58,3% menjadi 91,17%. Dampak
lain, juga mempengaruhi pemahaman siswa dan ketuntasan belajarnya telah melebihi Kreteria Ketuntasan
Minimum/KKM 75 yaitu 87,5% atau sebanyak 21 siswa dinyatakan diatas KKM dan hanya 3 siswa
(12,5%) masih dibawah KKM.
`
Kata kunci: Pembelajaran IPA, Karakter Siswa, Sistem Pencernaan Makanan

Pendahuluan menjadi kurang menarik dan tidak interaktif, walaupun


ada juga yang pandai diantara mereka. Selain hal
Siswa disetiap sekolah berasal dari berbagai latar tersebut, siswa SMP N 4 Bojong cenderung kurang
belakang yang berbeda-beda. Siswa dalam satu kelas mendapat perhatian dari orang tua khususnya dalam
biasanya memiliki umur yang tidak jauh berbeda, hal pendidikan karena orang tua mereka banyak yang
namun mereka memiliki latar belakang yang berbeda. bekerja diluar daerah, jadi siswa kebanyakan tidak
Hal tersebut dikarenakan mereka berasal dari serumah dengan orang tua bahkan banyak yang
lingkungan yang berbeda. Ada yang berasal dari diititipkan dengan simbahnya, sehingga pengawasan
keluarga berada, ada pula yang berasal dari keluarga pembelajaran siswa sangat kurang, yang menyebabkan
kurang mampu. Ada yang pintar, ada pula yang kurang siswa tidak memahami pentingnya belajar, sehingga
pandai. Sifat mereka pun berlainan satu sama lain. berefek pada proses kegiatan belajar mengajar di dalam
Sehingga didapatkan bahwa siswa-siswa dalam satu kelas. Dilihat dari segi geografisnya, SMP 4 Bojong
kelas memiliki latar belakang, sifat, dan karakter yang termasuk SMP jauh dari keramaian karena terletak
berbeda. ditengah pelosok desa, kebiasaan masyarakat tersebut
Terkait hal tersebut di atas, siswa di SMP N 4 belum sadar akan pentingnya pendidikan, dengan kata
Bojong, memiliki image siswa yang kemampuannya lain mau sekolah saja sudah bagus, sehingga siswa mau
berada dibawah sekolah lain, dari segi nilai ujian berangkat itu sebuah hal yang luar biasa, hal tersebut
nasional cenderung rendah yaitu antara 18,37 sampai mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku siswa pada
23,45. Sikap siswa yang cenderung diam dan kurang saat pembelajaran.
aktif, kurang mampu mengungkapan apa yang dia Dari beberapa gambaran karakteristik siswa,
ketahui, siswa terkesan pasif dan suasana pembelajaran kebanyakan siswa kurang pantauan orang tua,

Terbitan Bulan Mei| BIOEDUKATIKA 35


Ari Supriatun

kesadaran pendidikan yang kurang dan kurangnya Perkembangan fisik atau yang disebut juga
dukungan lingkungan yang menyebabkan siswa banyak pertumbuhan biologis meliputi perubahan-perubahan
mengalami kendala dalam proses kegiatan belajar dalam tubuh dan perubahan-perubahan dalam cara-cara
mengajar. Sering tidak konsentrasi, ramai/ gaduh individu dalam menggunakan tubuhnya serta perubahan
dalam kelas, mengobrol dengan teman saat diterangkan dalam kemampuan fisik.
guru, tidak mau mengerjakan sesuai tugasnya. Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek
Kebiasaan tersebut jika dibiarkan saja akan perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan
menimbulkan karakter yang kurang baik pada diri pengertian, yaitu semua proses psikologi yang berkaitan
siswa. dengan bagaimana individu mempelajari dan
Karakter dalam dunia pendidikan di era tahun memikirkan lingkungannya. Perkembangan kognitif ini
2014 menjadi bagian central dalam proses pendidikan meliputi perubahan pada aktivitas mental yang
yang ditekankan pemerintah. Karena ditengarai proses berhubungan dengan persepsi, pemikiran, ingatan,
pembelajaran yang selama ini berjalan lebih fokus pada keterampilan berbahasa, dan pengolahan informasi yang
domain kognitif sehingga hal-hal yang terkait dengan memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan,
domain afektif dan psikomotorik agak memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan,
dikesampingkan. Ukuran keberhasilan siswa dalam atau semua proses psikologi yang berkaitan dengan
proses belajar mengajar adalah pada perolehan nilai bagaimana individu mempelajari, memperhatikan,
yang bisa diukur secara kwantitatif, sedangkan aspek- mengamati, memperkirakan, menilai dan memikirkan
aspek sikap dan ketrampilan dianggap sebagai bagian lingkungannya.
pelengkap kelulusan yang tidak begitu penting. Karena Perkembangan psikososial adalah proses perubahan
kesalahan dalam memahami hakekat pendidikan itu, kemampuan peserta didik untuk menyesuaikan diri
para guru banyak yang ketakutan jika melaksanakan dengan lingkungan sosial yang lebih luas. Dalam proses
tugas tidak sesuai dengan juklak dan juknis yang telah perkembangan ini peserta didik diharapkan mengerti
digariskan oleh dinas pendidikan. Hal ini memberikan orang lain, yang berarti mampu menggambarkan ciri-
dampak tidak tergarapnya domain afektif dan cirinya, mengenali apa yang dipikirkan, dirasakan dan
psikomotorik dengan baik oleh para guru. diinginkan serta dapat menempatkan diri pada sudut
Sebenarnya dalam pembelajaran IPA, jika pandang orang lain, tanpa kehilangan dirinya sendiri,
dilakukan dengan baik dan benar bisa sekaligus meliputi perubahan pada relasi individu dengan orang
memberikan bekal pada siswa dalam tiga domain lain, perubahan pada emosi dan perubahan kepribadian.
sekaligus yaitu kognitif, afektif, dan psikomotrik, yaitu Berdasarkan yang sudah diungkapkan di bagian
dengan menerapkan konsep-konsep metode ilmiah pendahuluan, karakter siswa di SMP N 4 Bojong sangat
pada pembelajaran IPA. Keterkaitan antara karakter variatif yang dipengaruhi oleh latar belakang keluarga
siswa dengan pembelajaran dan mata pelajaran IPA dan faktor lingkungan. Khusus pada aspek kedisiplinan,
sangat menarik untuk dijadikan bahan dalam tulisan kejujuran, tanggungjawab, dan percaya diri sebagaimana
ini, dengan berbekal pengalaman dalam membelajarkan yang di tuntut dalam kompetensi inti dalam kurikulum
IPA pada siswa SMP, maka persoalan yang diangkat 2103, keempat karakter yang diharapkan tersebut masih
dalam tulisan ini bagaimanakah menanamkan karakter sangat jauh dari yang diharapkan. Secara kualitatif
pada siswa dalam proses pembelajaran IPA (Biologi) keempat sikap tersebut pada awalnya tidak nampak
dengan menerapkan penggalan-penggalan dari pada siswa kelas VIII A, siswa sering terlambat masuk
pendekatan saintifik. Atas dasar itulah tulisan ini kelas, banyak yang tidak jujur didasarkan pada aduan
dikemas dalam artikel yang sifatnya best practice siswa lain pada guru, banyak yang tidak mengerjakan
membentuk karakter siswa melalui pendekatan saintifik tugas atau tidak bertanggungjawab jika diberi amanah,
pada pembelajaran IPA. dan banyak yang minder atau tidak percaya diri.
Lebih jelasnya tentang karakter siswa yang kurang
Metode Penelitian baik tersebut dapat dijelaskan dengan data kwantitatif
yang ditunjukan dengan jumlah total siswa dalam kelas
Penelitian ini menggunakan deskripsi. Populasi VIII A 24 siswa, dari keempat karakter siswa tersebut
yang digunakan seluruh siswa kelas VIII A dengan sudah memiliki dasar karakter yang baik sejak kelas VII,
jumlah 24. Data diambil dari hasil observasi dan tes dengan data Tabel 1 berikut.
pada materi sistem pencernaan manakan di kelas VIII
A SMP N 4 Bojong. Analisis data dengan deskripsi Tabel I. Gambaran Awal Karakter Siswa
kwantitatif. Fokus Karakter Data Awal Persentase
yang diamati Sikap/Karakter Sikap/Karakter yang
Siswa perlu ditingkatkan
Hasil dan Pembahasan + _
Kedisiplinan 10 14 58,3
Karakater siswa tidak akan lepas dari konsep
perkembangan siswa, yang mencakup perkembangan Kejujuran 8 16 66,7
dari aspek fisik, aspek kognitif, dan aspek psikososial. Tanggungjawab 11 13 54,17
Percaya diri 5 19 20,83

36 Jurnal BIOEDUKATIKA| Best Practice Pembelajaran IPA-Biologi dalam Rangka Membangun Karakter Siswa …
Jurnal BIOEDUKATIKA Vol. 2 No. 1 Mei 2014 ISSN: 2338-6630 | Halaman 35-41

Mengacu pada Tabel 1 diatas, kondisi karakter untuk menanamkan karakter dalam pembelajarannya
siswa yang paling rendah adalah sikap rasa percaya diri dan pernah diujicobakan dalam kelas yang diampunya,
siswa yang sangat rendah (20,83%) kemudian diikuti antara lain: 1) menerapkan model pembelajaran yang
dengan rasa tanggungjawab yang belum terbangun memisahkan siswa pria dan wanita ketika membahas
(54,17%) dan kedisiplinan siswa yang masih kurang topik-topik yang berkenaan dengan anatomi dan
(58,3%). Untuk sikap kejujuran karena berangkat dari fisiologi; 2) memberikan kesempatan kepada siswa
latar belakang dari pedesaan karakter jujur masih bisa untuk menyalurkan hobi dan minatnya melalui
dikatakan cukup baik. Secara lebih jelas gambaran awal kegiatan-kegiatan yang positif; 3) menerapkan
tentang karakter siswa jika dikwantitatifkan dapat juga pendekatan pembelajaran yang memperhatikan
dilihat dalam Gambar 1 berikut. perbedaan individu; 4) meningkatkan kerja sama untuk
mengembangkan potensi siswa; dan 5) memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar bertanggung
jawab.
Usaha-usaha tersebut memberikan hasil yang nyata
dengan adanya peningkatan capaian karakter dari 24
siswa dikelas VIII A menunjukkan adanya perubahan
sikap pada diri siswa, yaitu sikap disiplin, jujur,
Gambar 1. Grafik Gambaran Awal Karakter Mahasiswa tanggungjawab dan percaya diri. Penilaian karakter pada
Berdasarkan data analisis awal kondisi materi sistem pencernaan ini disiplin, jujur, tanggung
sikap/karakter siswa pada aspek kedisiplinan, kejujuran, jawab, dan percaya diri, dapat diambil dari:
tangggungjawab, dan percaya diri siswa kelas VIII A di 1. Disiplin, nilai karakter disiplin diambil dari awal
SMP N 4 Bojong tersebut menuntut guru IPA untuk proses pembelajaran sampai akhir proses
berpikir dan bekerja lebih cerdas dan keras agar dapat pembelajaran, dengan melihat siswa mgerjakan tugas
memberikan bekal sesuai dengan yang diharapkan. tepat sesuai waktu, masuk dikelas tepat sesusai waktu.
Banyak kendala yang menghambat dalam penanaman 2. Jujur, nilai karakter jujur diambil dari siswa dilihat
karakter siswa di SMP N 4 Bojong, mulai dari kendala dari proses pengolahan data dan pengamatan,
dimusuhi teman sejawat, peneguran oleh kepala sekolah, 3. Tanggung jawab, dinilai dari proses mengerjakan
dan bahkan juga dimusuhi oleh para siswa pada saat tugas dalam kelompoknya, yang beripa menjawab /
diawal-awal. Karena banyak yang menentang dan tidak mengerjakan LKS dan menyajikan hasikan hasil
setuju jika tabiat dan kebiasaan yang sudah terlalu sering diskusi
dilalukan ada yang menegur dan merubahnya. 4. Percaya diri, di nilai pada saat presentasi hasil hasil
Fenomena/fakta tersebut di atas merupakan hal percobaan dan presentasi hasil kelompok, karena
yang bersifat wajar karena jika dilihat dari teori setiap kelompok wajib mempresentasikan hasil
perkembangan yang dituliskan oleh banyak ahli kelompoknya masing-masing dan berani memberikan
perkembangan peserta didik, anak usia sekolah tanggapan dan masukkan saat diskusi dan presentasi.
menengah (SMP) berada pada tahapan perkembangan Keempat sikap tersebut pada awalnya tidak nampak
pubertas (10 -14 tahun ), dengan karakteristik, yaitu : pada siswa kelas VIII A, siswa sering terlambat masuk
1) terjadinya ketidakseimbangan proposi tinggi dan kelas, banyak yang tidak jujur didasarkan pada aduan
berat badan; 2) mulai timbulnya ciri – ciri seks siswa lain pada guru, banyak yang tidak mengerjakan
sekunder; 3) kecenderungan ambivalensi, antara tugas atau tidak bertanggungjawab jika diberi amanah,
keinginan untuk bebas dari dominasi dengan keinginan dan banyak yang minder atau tidak percaya diri. Namun
bergaul, serta keinginan untuk bebas dari dominasi setelah guru memberikan treatment dengan menerapkan
kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua; 4) penggalan pendekatan saintifik dalam pembelajaran IPA
senang membandingkan kaedah-kaedah, nilai-nilai etika pada materi pencernaan makanan, dalam kurun waktu 3
atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam bulan yang dimulai dari bulan Agustus 2014 sampai
kehidupan orang dewasa; 5) mulai mempertanyakan dengan Oktober 2014 sudah ada perubahan
secara skeptis mengenai eksistensi dan sifat kemurahan sikap/karakter siswa tersebut meningkat. Data-Data
dan keadilan Tuhan; 6) reaksi dan ekspesi emosi masih tersebut dapat ditunjukan dalam Tabel 2 berikut.
labil; dan 7) mulai mengembangkan standar dan Tabel 2. Perubahan Sikap/Karakter Siswa Selama 3 Bulan
harapan terhadap perilaku diri sendiri yang sesuai
Fokus karakter Data Hasil Perubahan
dengan dunia sosial. yang diamati Pengamatan Pasca Sikap (%)
Pengalaman yang dilakukan untuk menanamkan Pembelajaran
karakter pada diri siswa yang mendapat banyak (Treatment)
tantangan dan hambatan tersebut, tidaklah Y T
menyurutkan semangat untuk memberikan tindakan- Kedisiplinan 22 2 91,17
tindakan agar terwujudnya keseimbangan dari hasil Kejujuran 21 3 87,5
pendidikan, maka tindakan yang diterapkan guru IPA Tanggungjawab 23 1 95,83

Terbitan Bulan Mei| BIOEDUKATIKA 37


Ari Supriatun

Fokus karakter Data Hasil Perubahan


yang diamati Pengamatan Pasca Sikap (%)
Pembelajaran
(Treatment)
Y T
Percaya diri 18 6 75
Perubahan yang paling menonjol secara kwantitatif
terjadi pada rasa percaya diri siswa yang semula 20,83%
menjadi 75%. Juga diikuti dengan perubahan
Gambar 3. Perubahan Sikap dalam 3 Bulan
sikap/karakter siswa yang lain, seperti tanggung jawab
dari 54,17% menjadi 95,83%, kejujuran siswa dari Berdasarkan Gambar 3 di atas, perubahan yang
66,7% menjadi 87,5%, dan kedisiplinan siswa dari dratis diperoleh dari sikap percaya diri yang naik
58,3% menjadi 91,17%. Selanjutnya perubahan sikap 54,17% dalam kurun waktu 3 bulan. Percaya diri
siswa tersebut akan nampak jelas jika dilihat dalam terbentuk karena guru berhasil menciptakan suasana
Gambar 2 berikut. belajar dan pembelajaran yang menjadikan siswa
nyaman dan tidak membeda-bedakan siswa satu dengan
yang lain, sehingga dalam proses pembelajaran siswa
saling membantu siswa lain yang masih belum paham
terhadap materi pelajaran. Rasa percaya diri yang kuat
ternyata mampu memunculkan sikap empati para siswa
di kelas VIII A. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan
Santrock (1998) bahwa perkembangan kehidupan
sosial remaja juga ditandai dengan gejala meningkatnya
Gambar 2. Grafik Perubahan Sikap dalam 3 Bulan
pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka,
sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berhubungan
Dalam kurun waktu 3 bulan (Agustus sd Oktober atau bergaul dengan teman – teman sebaya mereka,
2014), guru memberikan treatment dalam sehingga menunjukkan hubungan yang positif dengan
pembelajaran, dari manajemen kelas, penerapan teman sebaya diasosiasikan dengan penyesuaian sosial
bagian/penggalan pendekatan santifik untuk yang positif.
membelajarkan materi pencernaan makanan pada siswa Hartup (1982) juga mencatat bahwa pengaruh
kelas VIII A terdapat perubahan yang signifikan dari teman sebaya yang harmonis selama masa remaja,
sisi afektif siswa, khususnya pada aspek kedisplinan, dihubungkan dengan kesehatan mental yang positif
kejujuran, tanggungjawab, dan percaya diri. Hasil pada usia setengah baya. Secara lebih rinci, Kelly dan
peningkatan perubahan tersebut jika dikomparatifkan Hasnen (1987) menyebutkan 6 fungsi positif dari
secara kwantitatif dapat dijelaskan dalam tabel 3 teman sebaya, yaitu :
berikut. 1. Mengontrol impuls-impuls agresif. Melalui interaksi
Tabel 3. Persentase peningkatan atas perubahan dengan teman sebaya, remaja belajar bagaimana
sikap/karakter siswa memecahkan pertengahan – pertengahan dengan cara
Fokus karakter PerubahanPeningkatan Persentase – cara yang lain selain dengan tindakan agresi
yang diamati karakter Siswa Peningkatan langsung.
2. Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta
Awal Akhir menjadi lebih independen. Teman – teman dan
Kedisiplinan 58,3 91,17 32,87
kelompok teman sebaya memeberikan dorongan bagi
Kejujuran 66,7 87,5 20,8
remaja untuk mengambil peran dan tenggung jawab
Tanggungjawab 54,17 95,83 41,66
Percaya diri 20,83 75 54,17 baru mereka. Dorongan yang diperoleh remaja dari
teman-teman sebaya mereka ini akan menyebabkan
Berdasarkan Tabel 3 nampak jelas dalam kurun berkurangnya ketergantungan remaja pada dorongan
waktu 3 bulan dengan pendekatan pembelajaran keluarga mereka.
saintifik telah mampu menghantarkan perubahan 3. Meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial,
sikap/karakter siswa pada sikap percaya diri siswa naik mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar
menjadi 54,17%, tanggungjawab naik 41,66%, untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan
kedisiplinan siswa dalam mengikuti pelajaran naik cara-cara yang lebih matang. Melalui percakapan dan
32,87%, dan kejujuran siswa walau sikap awal sudah perdebatan dengan teman sebaya, remaja belajar
cukup baik tetap ada kenaikan sebesar 20,8%. Gradasi mengekspresikan ide-ide dan perasaan-perasaan serta
peningkatan tersebut secara lebih jelas dapat dilihat mengembangkan kemampuan mereka memecahkan
pada Gambar 3. masalah.
4. Mengembangkan sikap – sikap seksual dan tingkah
laku peran jenis kelamin terutama dibentuk melalui

38 Jurnal BIOEDUKATIKA| Best Practice Pembelajaran IPA-Biologi dalam Rangka Membangun Karakter Siswa …
Jurnal BIOEDUKATIKA Vol. 2 No. 1 Mei 2014 ISSN: 2338-6630 | Halaman 35-41

interaksi dengan teman sebaya. Remeja belajar matematika pada masalah-masalah nyata yang
mengenai tingkah laku dan sikap – sikap yang mereka berkaitan dengan peristiwa alam,
asosiasikam dengan menjadi laki – laki dan 4. Memperkenalkan dunia teknologi melalui kegiatan
perempuan muda kreatif dalam kegiatan perancangan dan pembuatan
5. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai – nilai. alat-alat sederhana maupun penjelasan berbagai gejala
Umunya orang dewasa menhajarkan kepada anak – dan keampuhan IPA dalam menjawab berbagai
anak mereka tentang apa yang benar dan apa yangb masalah.
salah. Dalam kelompok teman sebaya, remaja
Membelajarkan materi sistem pencernaan pada
mencoba mengambil keputusan atas diri mereka
makanan ini berhubungan dengan proses penyerapan
sendiri. Remaja mencoba mengambil keputusan atas
pada usus halus yang dilakukan pada siswa kelas VIII
diri mereka sendiri. Remaja mngevaluasi nilai – nilai
A, guru memilih strategi dengan bantuan model
yang dimilikinya dan yang dimiliki oleh teman
penyerapan usus berupa kain handuk dan kain katun
sebayanya, serta memutuskan mana yang benar.
sebagai alat bantu membelajarkan, karena jika hanya
Proses mengavaluasi ini dapat membantu remaja
menggunakan charta/gambar sistem pencernaan maka
mengembangkan kemampuan penalaran moral
siswa kesulitan untuk memahami materi ini jika hanya
6. Meningkatkan harga diri. Menjadi orang yang disukai
berimajinasi. Alasan guru memilih alat bantu tersebut
oleh sejumlah besar teman – teman sebayanya
bahwa materi sistem pencernaan makanan merupakan
membuat remaja merasa enak atau senang tentang
materi biologi yang seharusnya bisa disampaikan
dirinya.
kepada siswa secara mudah dengan bantuan alat peraga
Untuk memberlajarkan materi sistem pencernaan yang sederhana dengan menggunakan kain handuk dan
makanan pada siswa SMP yang memiliki karakteristik katun sehngga siswa dapat dengan mudah
yang unik seperti yang ada di SMP N 4 Bojong, kunci membandingkan daya serap usus dengan kedua alat
keberhasilan awal adalah pada kreatifitas guru. Materi peraga tersebut. jika metode sebelum dengan
sistem pencernaan makanan merupakan bagian dari menggunakan gambar/carta siswa kurang memahami
pelajaran IPA yang memiliki karakteristik pada tetapi setelah menggunakan pendekatan saintifik
pengalaman langsung untuk mengembangkan inquiry skills yang berpusat siswa yang aktif mencari
kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam tahu maka siswa lebih mudah memahami. Apalagi
sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”, sebelum mulai pembelajaran siswa dirangsang dulu
hal ini akan membantu peserta didik untuk dengan pertanyaan dan tayangan video yang
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. berhubungan dengan cara penyerapan usus.
Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat Mengemas pembelajaran dengan menerapkan
tersebut dinamakan dengan keterampilan proses pendekatan saintifik dan memberikan rangsangan pada
penyelidikan atau “inquiry skills” yang meliputi siswa melalui pemberian pertanyaan untuk menggali
mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan potensi siswa untuk lebih memahami materi
pertanyaan, menyusun hipotesis, merencanakan pembelajaran, kemudian ditambahkan dengan
eksperimen untuk menjawab pertanyaan, memperlihatkan tayangan vidio yang berhubungan
mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis data, dengan kerja usus dalam sistem pencernaan, dengan
menerapkan ide pada situasi baru, menggunakan seperti ini pembelajaran terkesan santai menarik dan
peralatan sederhana serta mengkomunikasikan tidak monoton yang akhirnya membuat siswa menjadi
informasi dalam berbagai cara, yaitu dengan gambar, santai dan berani tambil berbicara, bertanya, dan
lisan, tulisan, dan sebagainya. Melalui keterampilan mengungkapkan ide gagasan yang diketahui dari proses
proses dikembangkan sikap dan nilai yang meliputi rasa pembelajaran dikelas, misalnya mereka tertarik tatkala
ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, tidak percaya tahayul, dibawakan kain handuk dan katun, ternyata
kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap mengundang mereka tuk bertanya “untuk apa kain itu,
lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan apakah usus seperti kain handuk, atau seperti kain
bekerja sama dengan orang lain. Oleh karena itu katun?” dan masih banyak pertanyaan yang terlontar
pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya: dari siswa dikelas yang menyebabkan kelas menjadi
1. Memberikan pengalaman pada peserta didik hidup dan aktif serta materi pembelajaran menjadi
sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran, menarik untuk diikuti.
2. Menanamkan pada peserta didik pentingnya Hal lain yang tidak boleh dilupakan dalam
pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan pembelajaran dikelas IPA adalah manajemen kelas.
ilmiah (hipotesis). Hipotesis ini dapat berasal dari Manajemen kelas yang baik harus sesuai dengan
pengamatan terhadap kejadian sehari-hari yang kondisi siswa dan karakteristik materi pembelajaran
memerlukan pembuktian secara ilmiah, IPA yang dalam hal ini pada materi sistem pencernaan
3. Latihan berpikir kuantitatif yang mendukung makanan. Guru mampu menyampaikan bahan pelajaran
kegiatan belajar matematika, yaitu sebagai penerapan dan dapat diterima oleh peserta didik dengan baik, dan
mampu mengkondisikan siswa sesuai tujuan

Terbitan Bulan Mei| BIOEDUKATIKA 39


Ari Supriatun

pembelajaran agar siswa tertarik untuk melakukan 1) menyiapkan peserta didik untuk belajar
proses kegiatan belajar mengajar sehingga siswa mampu 2) guru melakukan pemusatan perhatian:
memahami materi tersebut yang ditunjukan dengan (a) guru memperlihatkan video model
tingginya nilai tes tertulis, dan sedikitnya siswa yang penyerapan usus halus
tidak tuntas, karena selama ini siswa cenderung pasif, (b) guru memancing peserta didik
tidak mau berpendapat dan tidak bisa mengungkapkan 3) agar mengajukan pertanyaan yang berkaitan
ide gagasan yang siswa ketahui, mereka cenderung diam dengan video model penyerapan di usus halus
walaupun sebenarnya siswa ingin berbicara 1) guru melakukan apersepsi sesuai dengan
mengungkapkan ide tapi tidak berani tampil, bahkan video yang ditunjukkan
siswa laki-laki cenderung ramai sendiri sehingga 2) guru menyampaikan tujuan belajar dan
pembelajaran tidak kondusif dan terkesan ramai atau cakupan materi
gaduh di kelas.
Selain itu, untuk mengelola kelas dengan baik guru b. Tahap Kegiatan Inti (80 menit)
juga mengajak seluruh siswa untuk berkompetisi dan Langkah-langkah penerapan model discovery
menyampaikan ide ato gagasan dalam materi sistem learning:
pencernaan dan mampu membuat kesimpulan sesuai 1) Pembahasan tugas dan identifikasi masalah,
tujuan pembelajaran, sehingga dengan manajemen yang dilakukan dengan : Menyampaikan informasi
baik diharapkan siswa tuntas dalam tes tertulis, dengan tentang kegiatan yang akan dilakukan yaitu
mendapat nilai minimal KKM atau lebih besar dari pembuatan model penyerapan usus halus, dan
KKM. Proses pembelajaran IPA pada sistem membagi peserta didik menjadi 8 kelompok
pencernaan sangat tergantung bagaimana guru dalam 2) Observasi, guru memantau kegiatan : Diskusi
menyampaikan materi tersebut dan memberi gambaran kelompok untuk mengkaji LKS bagaimana cara
yang benar kepada siswa tidak hanya siswa diminta membuat model penyerapan usus halus melalui
untuk berimajinasi tentang organ-organ pencernaan, percobaan dengan kain handuk dan kain katun
tetapi guru harus mampu menyampaikan dengan secara untuk menunjukkan perbedaan penyerapan
utuh dan benar walaupun hanya dengan menggunakan pada usus halus.
alat peraga setidaknya siswa akan terbantu untuk 3) Pengumpulan data, dengan melakukan
memahami dengan jelas isi dari materi tersebut. percobaan pembuatan model penyerapan usus
Sebelum pembelajaran dilakukan guru menyiapkan halus, peserta didik mengamati percobaan dan
RPP dan LKS yang akan digunakan serta, alat dan mencatat data pada kolom yang tersedia pada
bahan yang harus di siapkan oleh siwa agar LKS
pembelajaran berjalan lancar dan sesuai tujuan 4) Pengolahan data, dan analisis; mengolah dan
pembelajaran yaitu siswa mengetahui cara kerja menganalisis data percobaan, berdiskusi untuk
penyerapan usus halus. Dengan menggunakan alat menjawab pertanyaan yang ada di LKS
peraga handuk dan kain katun, sehingga siswa mampu 5) Verifikasi; Presentasi hasil percobaan, dan
memehami proses penyerapan usus halus dengan diskusi model penyerapan usus halus
perbandingan penyerapan pada kedua kain tersebut. berdasarkan data hasil percobaan dan
Gambaran pelaksanaan proses pembelajaran yang mencocokan dengan konsep pada buku
dilakukan dapat dideskripsikan dalam tiga tahapan, sumber; peserta didik mempresentasikan hasil
yaitu: tahap proses persiapan (pre-active), tahap kerja kelompok
pelaksanaan (inter-active), dan tahap penutup (post- 6) Generalisasi; membuat kesimpulan tentang
active), sebagai berikut: prinsip-prinsip dan metode model penyerapan
usus halus
1. Tahap Persiapan (Inter-Active)
Sebelum memulai proses pembelajaran di kelas c. Tahap Penutupan (20 menit)
maka sebagai guru perlu mempersiapkan, perangkat 1) Peserta didik dan guru mereview hasil
pembelajaran yang akan digunakan, baik itu RPP kegiatan pembelajaran
(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ), materi 2) Guru memberikan penghargaan pada
pembelajaran, media pembelajaran, startegi kelompok yang kinerjanya baik dengan aplaus
pembelajaran, dan mental yang terkait dengan tepuk tangan dan pujian
personal guru. 3) Pemberian tugas untuk mempelajari
pemanfaatan model penyerapan makanan
2. Tahap pelaksanaan (Inter-active) di usus halus
Deskripsi tahap pelaksanaan sebagaimana
tergambar dalam langkah pembelajaran yang 3. Tahap Penutup (Post-Active)
terangkum pada tabel berikut. Untuk mengetahui berhasil tidaknya
a. Tahap Pendahuluan (20 menit) pembelajaran pada materi sistem pencernaan makan
Menciptakan situasi (stimula pada siswa), dengan maka perlu diadakan evaluasi melalui tes lisan atau
jalan: tertulis atau praktek, untuk evaluasi pada proses

40 Jurnal BIOEDUKATIKA| Best Practice Pembelajaran IPA-Biologi dalam Rangka Membangun Karakter Siswa …
Jurnal BIOEDUKATIKA Vol. 2 No. 1 Mei 2014 ISSN: 2338-6630 | Halaman 35-41

pembelajaran ini dengan menggunakan tertulis Masnur Muslikh. 2007. KTSP Kurikulum Tingkat Satuan
dengan menjawab pertanyaan tentang sistem Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara.
pencernaan yang berfokus pada proses penyerapan Muhmmad Joko Susilo. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan
usus halus. Dengan nilai kriteria ketuntasan minimal Pendidikan. Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan
( KKM ) 75, dari 24 siswa yang ikut tes tulis ada 3 Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
siswa yang belum tuntas. Perolehan nilai sebagai Rahman, Maman. 1998. Manajemen Kelas. Jakarta:
penciri ketuntasan belajar dapat dijelaskan pada tabel Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
4 berikut. Jendral Pendidikan Tinggi

Simpulan
Melalui pengalaman pembelajaran yang sudah
dilakukan dengan menggunakan pendekatan saintifik
ternyata mampu memberikan perubahan
sikap/karakter siswa kelas VIII A di SMP N 4 Bojong
dalam hal sikap disiplin, jujur, tanggung jawab, dan
percaya diri. Dalam kurun waktu 3 bulan terdapat
perubahan signifikan atas karakter tersebut, yaitu
percaya diri siswa semula 20,83% menjadi 75%,
tanggung jawab dari 54,17% menjadi 95,83%,
kejujuran siswa dari 66,7% menjadi 87,5%, dan
kedisiplinan siswa dari 58,3% menjadi 91,17%.
Dampak yang lainnya meningkatnya pemahaman siswa
hingga mencapai ketuntasan belajar lebih dari KKM
yang telah ditentukan 75 yaitu naik sebesar 87,5%
atau sebanyak 21 siswa dinyatakan diatas KKM dan
hanya 3 siswa (12,5%) yang masih dibawah KKM
dengan waktu tempuh dalam 3 bulan.

Daftar Pustaka
Albertus, Doni Koesoema. 2007. Pendidikan Berkarakter,
Gramedia Widiasarana, Jakarta
Anonim. 2013. Bahan Diklat Guru Diklat Guru Dalam
Rangka Implementasi Kurikulum 2013. Mata Diklat:
2. Analisis Materi Ajar Jenjang: SD/SMP/SMA Mata
Pelajaran: Konsep Pendekatan Scientific. Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan Tahun 2013.
http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2013/07/
pendekatan-saintifik-ilmiah-dalam-pembela... diunduh
22 Maret 2014
Djamaroh, syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Dididk
dalam Interaksi Edukatif. Jakarta Rineka Cipta.
Gulo, W. 1982. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :
Grasindo
http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/10/hakikat-
pembelajaran-ipa.html diakses pada 03 Nopember
2011
http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/hakikat-
pembelajaran-ipa.html diakses pada 03 Nopember
2011
http://dakata.wordpress.com/2014/04/13/Pembentukan-
Karakter-Individu.html.
http://Pustaka.Pandani.web.id/2013/03/Pengertian-
Karakter.html.
Kamisa, 1997. Kamus lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya:
Kartika.

Terbitan Bulan Mei| BIOEDUKATIKA 41

Anda mungkin juga menyukai