Anda di halaman 1dari 15

1

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Lalat Buah

2.1.1 Klasifikasi Lalat Buah

Lalat buah diklasifikasikan dalam :

Kindom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Diptera

Famili : Tephritidae ( Trypetidae=Trupanidae) (Putra, 1997)

Siwi et al.,(2006) menyatakan bahwa di dunia terdapat famili Tephritidae

berjumlah kurang lebih 4000 jenis dan dikelompokan dalam 500 genera. Jumlah

tersebut yang terbesar diantara jenis lalat buah secara ekonomi penting. Di

Indonesia terdapat empat genus lalat buah dari sekitar 12 genus lalat buah yang

telah diketahui. Keempat genus tersebut adalah Anastrepha, Bactrocera,

Ceratitis, & Rhagoletis (Putra, 1997).

2.1.2 Morfologi Lalat Buah

Lalat buah mempunyai tiga bagian tubuh, yaitu kepala (Caput), dada

(torak), dan perut (abdomen). Lalat buah juga mempunyai tiga pasang tungkai
2

yang muncul dari ruas-ruas toraknya (Gambar 1). Lalat buah hanya mempunyai

dua buah sayap. Sayap yang berkembang adalah sayap bagian depan, dan sayap

belakang mengecil dan berubah bentuk menjadi alat keseimbangan yang disebut

halter.

Gambar 1. Morfologi Umum Lalat Buah (http://myword2u.com/.jpg)

Kepala (Caput)

Kepala (caput) lalat buah berbentuk bulat agak lonjong, dan merupakan

tempat melekat antena dengan tiga ruas (Gambar 2). Warna pada ruas-ruas

antena merupakan salah satu ciri khas spesies lalat buah tetentu. Selain itu lalat

buah dapat dibedakan berdasarkan ciri lain yang berupa bercak hitam pada bagian

depan wajah, atau warna tertentu pada daerah kepala (Putra, 1997).
3

Gambar 2. Kepala (Caput) Lalat Buah (http://myword2u.com/.jpg)

Dada (Torak)

Bagian punggung (dorsal) torak lalat buah mempunyai ciri khas tertentu.

Ciri tersebut dapat berupa garis di tengah (median), atau garis pinggir (lateral)

berwarna kuning di masing-masing sisi latero dorso-dorsal skutum (Gambar 3).

Dari arah dorsal tampak warna dasar skutum, yaitu hitam-atau hitam keabu-abuan

pada bagian tertentu. Pada sisi lateral, beberapa bagian juga mempunyai warna

tertentu sebagai penciri, misalanya warna skutelum (Gambar 3). Skutelum lalat

buah biasanya berwarna kuning, walaupun pada beberapa spesies terdapat

tambahan warna lain, misalnya hitam dengan pola bercak tertentu (White &

Haris, 1992).
4

Pospronotal lobe

Gambar 3. Scutum Lalat Buah (Astriyani, 2014).

Sayap lalat buah biasanya mempunyai bercak-bercak pada bagian tepi

posterior. Bercak-bercak tersebut mempunyai vena kosta (Costal band 1) serta

subkosta (Costal band 2) dan vena-vena lain di sekitarnya (Gambar 4), selain

vena costa juga terdapat vena melintang yang mempunyai pemanjangan ke arah

posterior yang merupakan ciri khas jenis lalat buah tertentu (Siwi et al., 2006).

Gambar 4. Sayap lalat buah (Astriyani, 2014)

Perut (abdomen)

Abdomen lalat buah mempunyai gambaran khas atau pola-pola tertentu,

misalnya huruf “T” yang jelas atau berupa bercak-bercak hitam yang tidak jelas
5

(Gambar 5). Secara umum abdomen lalat buah berwarna coklat tua. Namun ada

juga beberapa genus lalat buah yang abdomenya berwarna hitam atau abu-abu.

Perbedaan warna menunjukkan spesies lalat buah tertentu. Ciri-ciri spesies lalat

buah juga dijumpai pada tergit ruas abdomennya (Drew et al., 1982). Misalnya

pekten, yaitu sekelompok bulu-bulu mirip sisir yang terdapat pada tergit ruas

ketiga abdomen beberapa genus lalat buah jantan (Gambar 5). Selain itu pada

tergit ruas kelima abdomen lalat buah terdapat sepasang bercak berbentuk bulat

disebut dengan ceromata (Shining spot). (Siwi et al., 2006).

Gambar 5. Abdomen Lalat Buah (Astriyani, 2014)

1. Morfologi Bactrocera dorsalis Hendel

Terdapat spot hitam berbentuk bulat pada muka, pospronotal lobe dan

notopleura kuning, dan skutum berwarna hitam. Terdapat pita kuning pada sisi

lateral skutum, scutelum berwarna kuning. Jantan tertarik pada atraktan jenis

Metyl eugenol, tanaman inang B. dorsalis adalah, Jambu air, blimbing, mangga,

dan jambu biji (Drew & Hancock, 1994).


6

2. Morfologi B. umbrosa Fabricius

Spot hitam berbentuk bulat di bagian muka, sayap dengan ciri spesifik

yaitu terdapt tiga pita coklat melintang pada bagian sayap, skutum berwarna

hitam dengan pita kuning pada sisi lateral. Warna abdomen bervariasi kadang

berwarna hitam melebar di sisi lateral, jantan mempunyai pekten dan tertarik

atraktan jenis Metyl eugenol. Tanaman inang B. umbrosa adalah tanaman

kluwih, nangka, cempedak dan cabe (Siwi et al., 2006).

3. Morfologi B. caudata Fabricius

Muka dengan garis hitam di bawah antena, sayap dengan pita hitam

mencapai R2-3 dan memanjang sampai ujung sayap dan membulat. Skutum

berwarna hitam dengan pita kuning pada sisi lateral dan medial longitudinal

(USDA, 2012). Jantan tertarik pada atraktan jenis Cue lure (Suputa et al., 2010).

4. Morfologi B. complicata White

Spot berwarna hitam lonjong di bagian vertex, sayap dengan ciri spesifik

yaitu pita coklat tebal pada venasi sayap melintang pada cu-m dan tebal

melintang pada r-m, Terdapat garis coklat merah yang tebal memanjang sampai

ujung pola sayap (apex) dan membentuk pola sepeti bulan sabit. Pada abdomen

terdapat polo hitam lebar pada terga I- VI. Skutum berwarna coklat hitam dengan

pita kuning pada sisi lateral dan medial longitudinal (DNQB-MAP, 2010).
7

5. Morfologi B. cucurbitae Coquillett

Muka dengan spot hitam berbentuk oval di vertex, sayap dengan ciri

spesifik yaitu pita coklat hitam memanjang dari epical membulat di ujung sayap,

pita coklat tebal melintang pada dm-cu. Bagian torak terdapat pita kuning di sisi

lateral dan medial longitudinal, jantan tertarik pada atraktan jenis Cue lure (Drew,

1989). Tanamn inang B. cucurbitae adalah tananaman jenis cucurbitacea (Siwi

et al., 2006).

6. Morfologi Dacus longicornis Wiedemann

Tubuh dominan dengan warna kuning coklat, mudah dikenal dengan

bentuk abdomen seperti tawon. Garis costa mempunyai pita hitam melebar dari

dasar sampai ujung sayap. Pada abdomen terdapat pecten (sisi rambut) pada

tergit III. Skutum tidak mempuyai garis berwarna kuning. Muka dengan noda

atau bercak hitam pada rongga antena. D. longicornis berpotensi sebagai hama

tanaman cucurbitaceae. Jantan tertarik pada atraktan jenis Cue lure. (Siwi et al.,

2006).

7. Morfologi B. exornata Hering

Muka dengan spot hitam berbentuk bulat di bagain vertex, sayap dengan

pita coklat memanjang dari apical sampai pada ujung sayap. Abomen

membentuk pola “T” yang lebar dengan medial longitudinal yang tipis, terdapat

spot hitam yang lebar pada terga III-V. Skutum berwarna hitam dengan pita

kuning pada sisi lateral dan media longitudinal (USDA, 2012). Jantan B.

exornata tertarik pada atraktan jenis Cue lure (Suputa et al., 2010).
8

8. Morfologi B. nigrotibialis (Perkins)

Tubuh secara keseluruhan berwarna hitam, tidak terdapat spot pada sayap,

skutum berwarna hitam, terdapat pita kuning pada sisi lateral yang berukurang

pendek, bagian muka berwarna coklat hitam, dan tidak terdapat spot pada muka

(USDA, 2012). Jantan B. nigrotibialis tertarik pada atraktan jenis Cue lure

(Suputa et al., 2010).

9. Morfologi B. albistrigata (de Meijere)

Terdapat spot berbentuk bulat di muka, pospronotal lobe berwarna kuning,

terdapat pita kuning di sisi lateral, dan dasar skutelum berwarna coklat

kehitaman , Abdomen: terdapat pola hitam yang lebar di sisi lateral abdomen,

sayap dengan pita hitam mencapai r-m dan dm-cu. Jantan tertarik atraktan jenis

pada cue lure (Allwood et al., 1999). Tanaman inang B. albistrigata adalah

jambu biji, jambu air, jambu bol, dan nangka (Siwi et al., 2006).

2.1.3 Biologi Lalat Buah

Lalat buah mengalami 4 perubahan bentuk tubuh (metamorfosis) secara

sempurna yaitu melalui tahap telur-larva-pupa dan dewasa (Putra, 1997).

Telur

Lalat buah betina meletakkan telur ke dalam buah dengan menusukkan

ovipositor. Bekas tusukan itu ditandai adanya noda hitam yang tidak terlalu jelas

dan merupakan gejala awal serangan lalat buah (Bangun, 2009). Telur berwarna

putih bening sampai kuning krem, ukuran telur bervariasi tergantung jenis lalat

buah (Putra, 1997). Pada umumnya telur berbentuk bulat panjang, dan diletakkan
9

berkelompok 2-15 butir pada buah, dalam 1 hari telur diletakan antara 1- 40

butir. Satu ekor lalat buah betina dapat menghasilkan 1200-1500 butir selama

hidupnya (Direktorat Perlindungan Hortikultura, 2001).

Larva

Bentuk dan ukuran larva famili Tephritidae umumnya bervariasi,

tergantung dari jenis dan ketersediaan zat gizi esensial dalam media makanannya.

Larva berwarna putih keruh atau putih kekuningan, berbentuk bulat panjang

dengan salah satu ujungnya runcing. Larva lalat buah terdiri atas 3 bagian; yaitu

kepala, toraks (3 ruas), dan abdomen (8 ruas) (Direktorat Perlindungan

Hortikultura 2001). Larva terdiri atas tiga instar. Larva membuat saluran-saluran

di dalam buah dan menghisap cairan buah selama 6-9 hari di dalam buah dan

menyebabkan buah menjadi busuk. Setelah menjadi instar ke III, larva tersebut

berhenti makan dan meninggalkan buah dengan melentingkan tubuh dan

menjatuhkan diri dan masuk ke dalam tanah lalu membentuk pupa di dalam tanah

(Djatmiadi & Djatnika, 2001).

Pupa

Pupa lalat buah berada di dalam puparium yang berbentuk oval, warna

kecoklatan tua, dan panjangnya  5 mm. Masa perkembangan pupa sangat

dipengaruhi oleh kondisi tanah. Pada tanah yang lembab dengan aerasi baik

perkembangan pupa membutuhkan waktu yang lebih singkat yaitu sekitar 10-18

hari dan setelah itu keluarlah serangga dewasa (imago) lalat buah (Putra, 1997).
10

Imago

Imago lalat buah rata-rata berukuran 0,7 mm x 0,3 mm dan terdiri atas

kepala, toraks, dan abdomen. Toraks terdiri atas 3 ruas; berwarna oranye, merah

kecoklatan, coklat, atau hitam, pada abdomen umumnya terdapat dua pita

melintang dan satu pita membujur warna hitam atau membentuk huruf “T” yang

kadang-kadang tidak jelas. Ujung abdomen lalat betina lebih runcing dan

mempunyai alat peletak telur (ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit

buah, sedangkan pada lalat jantan abdomennya lebih bulat (Direktorat

Perlindungan Hortikultura, 2001).

Daur hidup lalat buah dari telur sampai dewasa di daerah tropis berlangsung

 25 hari. Setelah keluar dari pupa, lalat membutuhkan sumber protein untuk

makanannya dan persiapan bertelur.

2.1.4 Gejala Serangan Lalat Buah

Gejala awal serangan lalat buah ditunjukkan dengan adanya noda hitam

berukuran kecil. Bintik kecil yang berwama hitam tersebut merupakan bekas

tusukan ovipositor lalat buah betina (Siwi et al., 2006) Larva yang baru menetas

langsung memakan daging buah, larva menggunakan alat mulutnya yang berupa

kait tajam untuk mengorek daging buah sambil mengeluarkan enzim perusak

yang fungsinya untuk melunakkan daging buah sehingga mudah di sedot dan di

cerna oleh larva lalat buah (Putra, 1997). Akibat serangan larva tersebut buah

menjadi busuk dan gugur sebelum waktunya selain itu larva membuat lubang

pada buah sehingga mempermudah masuknya bakteri (Siwi et al., 2006).


11

Lalat buah hidup secara simbiosis mutualisme dengan bakteri, sehingga

ketika lalat buah meletakkan telur pada buah, bakteri pembusuk menyebabkan

daging buah menjadi busuk. Sesudah telur menetas, larva mengorek daging buah

sambil mengeluarkan enzim perusak yang berfungsi melunakkan daging buah

sehingga mudah diisap dan dicerna oleh larva lalat buah. Enzim yang

dikeluarkan larva diketahui dapat mempercepat pembusukan, selain bakteri

pembusuk yang mempercepat aktivitas pembusukan buah (Putra, 1997).

2.1.5 Faktor yang Menpengaruhi Perkembangan Lalat Buah

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi dinamika populasi anatar lain :

1. Iklim

2. Tanaman inang

3. Musuh alami

1. Iklim

McPheron & Steck (1996) menyatakan bahwa faktor iklim seperti curah

hujan, kelembaban, intensitas cahaya, suhu, cuaca berpengaruh pada

pemencaran, perkembangan, daya bertahan hidup, perilaku, reproduksi,

dinamika populasi, dan peledakan hama.

a. Curah Hujan

Kepadatan populasi lalat buah akan meningkat apabila curah hujan

meningkat kelembaban tanah sangat berpengaruh terhadap perkembangan pupa

menjadi imago lalat buah. Kelembaban tanah yang optimal bagi kehidupan pupa

lalat buah antara 80-90% (Sodiq, 1993). Kepadatan populasi lalat buah
12

cenderung tinggi selama musim hujan, dan peningkatan populasinya tidak

harus berkorelasi dengan fenologi tanaman inang (Bagle & Prasad 1983).

Walaupun demikian curah hujan tidak selalu berkorelasi secara linier

dengan kelimpahan populasi lalat buah. Kelimpahan lalat buah dengan

curah hujan memiliki hubungan yang saling berkaitan, seperti lalat buah

jenis Anastrepha oblique mempunyai hubungan yang tidak linier (Aluja et al.,

1996).

b. Kelembaban

Kelembaban optimum untuk perkembangan lalat buah berkisar antara 70-

80%. Kelembaban yang rendah dapat menurunkan keperidian lalat buah dan

meningkatkan mortalitas imago yang baru keluar dari pupa. Kelembaban

udara yang terlalu tinggi (95-100%) dapat mengurangi laju peletakan telur

(Bateman,1972). Semakin tinggi kelembaban udara maka lama perkembangan

akan semakin panjang. Lalat buah dapat hidup baik pada kelembaban antara

62-90% (Landolt & Quilici 1996).

c. Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya dan lama penyinaran dapat mempengaruhi aktivitas lalat

betina dalam perilaku makan, peletakan telur, dan kopulasi. Lalat aktif pada

keadaan terang, yaitu pada siang hari dan kopulasi pada intensitas cahaya rendah.

Selain itu, lalat betina yang banyak mendapatkan sinar akan lebih cepat bertelur

(Siwi, 2005).
13

d. Suhu

Suhu adalah faktor yang mempengaruhi laju perkembangan stadium muda

lalat buah dan akan menentukan fluktuasi populasinya (Flecher, 1987). Pada

daerah tropis yang tidak banyak mengalami fluktuasi suhu, fluktuasi populasi

lalat buah secara nyata tetap terjadi. Populasi lebih besar terjadi selama

musim kemarau dari pada di musim hujan. Untuk lalat buah yang multivoltine,

suhu di bawah 210C dapat menurunkan laju pertumbuhan lalat buah selama

stadium muda. Produksi telur maksimum terjadi pada suhu 250C sampai

dengan 300C (Allwood, 1996).

e. Cuaca

Cuaca adalah determinan paling penting pada kelimpahan populasi Dacus

tryoni. D. tryoni betina lebih cepat perkembangan pematangan ovari pada

suhu tinggi daripada suhu rendah, sebagai contoh misalnya pada suhu 150C

persentase perkembangan per hari sebesar 2,94% sedangkan pada suhu 250C

persentase perkembangan mencapai 17,95%, kemudian menurun dengan

meningkatnya suhu yaitu menjadi 15,48% pada 30 0C. (Bateman, 1968 dalam

Pritchard, 1970).

2. Tanaman Inang

Lalat buah yang menyerang buah-buahan musiman, akan mempunyai

dinamika populasi yang erat hubungannya dengan keberadaan buah. Lalat

buah yang menyerang tanaman sayuran mempunyai dinamika populasi yang

berbeda karena keberadaan inang tanaman sayuran ada sepanjang tahun. Tingkat
14

kematangan buah berpengaruh terhadap kehidupan lalat buah. Buah yang lebih

matang lebih disukai oleh lalat buah untuk meletakkan telur daripada buah

yang masih hijau. Tingkat kematangan buah sangat mempengaruhi populasi

lalat buah. Jenis pakan yang banyak mengandung asam amino, vitamin, mineral,

air, dan karbohidrat dapat memperpanjang umur serta meningkatkan keperidian

lalat buah. Peletakan telur dipengaruhi oleh bentuk, warna, dan tekstur buah.

Bagian buah yang ternaungi dan agak lunak merupakan tempat ideal untuk

peletakan telur (Siwi, 2005).

3. Musuh Alami

Musuh alami adalah salah satu faktor penyebab kematian lalat buah.

Musuh alami dapat berupa parasitoid, predator, dan patogen. Di lapang dijumpai

parasitoid famili Braconidae (Hymenoptera), yaitu Fopius spp. dan Biosteres

spp. Predator yang memangsa lalat buah antara lain semut, laba-laba, kumbang,

dan cocopet. Patogen yang menyerang lalat buah diduga cendawan Mucor sp.

(Siwi et al., 2006).

Musuh alami terutama parasitoid lalat buah yang sering digunakan

dalam mengurangi populasi lalat buah adalah parasitoid lalat buah yang berasal

dari famili Branconidae (Opiinae). Beberapa parasitoid telah dimanfaatkan di

Brazil sebagai musuh alami lalat buah yaitu dari genus Opius (Wesmael), Utetes

(Foerster), Doryctobracon (Szepligeti), Aganaspis Brethes, Biosteres (Ashmead)

and Diachasmimorpha (Ashmead) dan telah teridentifikasi sembilan parasitoid

dari famili branconidae yang ditemukan di Brazil dan negara Amerika Selatan

lainnya, namun jenis parasitoid yang telah digunakan dalam pengendalian biologi
15

adalah D. areolatus, Opius bellus Gahan and Utetes anastrephae (Viereck)

(Branconidae) dengan tingkat parasitisasi mencapai 63 %. (Garcia & Ricalde,

2012).

Telah teridentifikasi tujuh spesies parasitoid di Malaysia dari famili

branconiadae yang memerasit lalat buah jenis B. dorsalis antara lain Fobius

(Sinonim = Fopius) arisanus (Sonan), Diachasmimorpha longicaudatus

(Ashmead), Psytallia (Sinonim = Fopius) fletcheri (Silvestri), Psytallia (Sinonim

= Fopius) incisi (Silvestri), Fopius vandenboschi (Fullaway), Fopius skinneri

(Fullaway) (Vijaysegaran, 1984; Rohani, 1986; Serit 1987; Ibrahim et al., 1994

dalam Astriyani, 2014).

Sejumlah besar parasitoid (Fopius sp.) pada buah kopi di Kamerung

dengan derajat parasitasi pada pupa lalat buah berkisar antara 10 sampai 56%

dengan rata-rata 35% (Garry et al., 1986). Pupa B. carambolae terpasit oleh B.

vandenboschi di Yogyakarta dengan tingkat parasitisasi mencapai 33,9%

(Soesilohadi, 1995).

Anda mungkin juga menyukai