Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum kesehatan merupakan cabang dari ilmu hukum yang secara relatif baru
berkembang di Indonesia. Hukum masyarakat. Salah satu dari unsur dalam hukum kesehatan,
merupakan pengertian-pengertian tersebut, yaitu subjek hukum, hak dan kewajiban, perestiwa
hukum, hubungan hukum, objek hukum, dan masyarakat hukum. Pengertian inin, misalnya
subyek hukum antara lain apotek kesehatan ini merupakan cakupan dari aspek-aspek hukum
perdata, hukum administratif, hukum pidana, dan hukum disiplin yang tertuju pada subsistem
kesehatan dalam dan apotekker dan menjadi tenaga kesehatan kesarjanaan.
Adapun hukum kesehatan menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan
Indonesia (PERHUKI), adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapananya. Hal ini menyangkut hak dan kewajiban
baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerimapelayanan kesehatan
maupun dari pihak penyelenggara pelayanan keehatan dalam segala aspeknya, organisasi,
sarana, pedoman standar pelayanan medik, ilmu pengetahuan kesehatan, dan hukum, serta
sumber-sumber hukum lainnya. Hukum kedokteran merupakan bagian dari hukum kesehatan,
yaitu menyangkut asuhan/pelayanan kedokteran (medical car/service).
Hukum kesehatan merupakan bidang hukum yang masih muda. Perkembangannya
dimulai pada waktu Word Congress on Medical Law di Belgia 1967. Perkembangan
selanjutnya, melalui Word Congress on Medical Law yang diadakan secara periodik hingga
saat ini. Di Indonesia, perkembangan hukum kesehatan dimulai dari terbentuknya kelompok
studi untuk Hukum Kedokteran FK UI/RS Ciptomangunkusumo dijakarta 1982. Perhimpunan
untuk Hukum Kedokteran Indoneis (PERHUKI), terbentuk dijakarta pada tahun 1983 dan
berubah menjadi Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI) pada kongres I
PERHUKI di Jakarta pada 1987.
Hukum kesehatan mencakup komponen-komponen hukum bidang kesehatan yang
bersinggungan satu dengan yang lainnya, yaitu hukum kedokteran/ kedokteran gigi, hukum
keperawatan, hukum farmasi klinik, hukum rumah sakit, hukum kesehatan masyarakat, hukum
kesehatan lingkungan. (Konas PERHUKI, 1993)
Prof. H.J.J. Leenen, hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan
langsung pada pemberian pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata, hukum
administrasi, dan hukum pidana. Arti peraturan disni tidak hanya mencakup pedoman

1
insternasional, hukum kebiasaan, hukum yudisrisprudensi, namun ilmu pengetahuan dan
keputusan dapat juga merupakan sumber hukum.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaturan pelayanan kesehatan.
2. Untuk mengetahui bagaimana pelayanan rumah sakit.
3. Untuk mengetahui hak dan kewajiban pasien.
4. Untuk mengetahui badan penyelenggara jaminan sosial.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Hukum Kesehatan


Pada awalnya masyarakat menganggap penyakit sebagai misteri, sehingga tidak ada
seorangpun yang dapat menjelaskan secara benar tentang mengapa suatu penyakit menyerang
seseorang dan tidak menyerang lainnya. Pemahaman yang berkembang selalu dikaitkan dengan
kekuatan yang bersifat supranatural.
Penyakit dianggap sebagai hukuman Tuhan atas orang-orang yang yang melanggar
hukum-Nya atau disebabkan oleh perbuatan roh-roh jahat yang berperang melawan dewa
pelindung manusia. Pengobatannya hanya bisa dilakukan oleh para pendeta atau pemuka
agama melalui do’a atau upacara pengorbanan. Pada masa itu profesi kedokteran menjadi
monopoli kaum pendeta, oleh karena itu mereka merupakan kelompok yang tertutup, yang
mengajarkan ilmu kesehatan hanya di kalangan mereka sendiri serta merekrtu muridnya dari
kalangan atas. Memiliki kewenangan untuk membuat undang-undang, karena dipercayai
sebagai wakil Tuhan untuk membuat undang-undang di muka bumi.
Undang-undang yang mereka buat memberi ancaman hukuman yang berat, misalnya
hukuman potong tangan bagi seseorang yang melakukan pekerjaan dokter dengan
menggunakan metode yang menyimpang dari buku yang ditulis sebelumnya, sehingga orang
enggan memasuki profesi ini. Di Mesir pada tahun 2000 SM tidak hanya maju di bidang
kedokteran tetapi juga memiliki hukum kesehatan. konsep pelayanan kesehatan sudah mulai
dikembangkan dimana penderita/pasien tidak ditarik biaya oleh petugas kesehatan yang
dibiayai oleh masyarakat. peraturan ketat diberlakukan bagi pengobatan yang bersifat
eksperimen. Tidak ada hukuman bagi dokter atas kegagalannya selama buku standar diikuti.
profesi kedokteran masih di dominasi kaum kasta pendeta dan baumistik tetap saja mewarnai
kedokteran. sebenarnya ilmu kedokteran sudah maju di Babylonia (Raja Hammurabi 2200 SM)
dimana praktek pembedahan sudah mulai dikembangkan oleh para dokter, dan sudah diatur
tentang sistem imbalan jasa dokter, status pasien, besar bayarannya. (dari sini lah Hukum
Kesehatan berasal,bukan dari Mesir).
Dalam Kode Hammurabi diatur ketentuan tentang kelalaian dokter beserta daftar
hukumannya, mulai dari hukuman denda sampai hukuman yang mengerikan. Dan pula
ketentuan yang mengharuskan dokter mengganti budak yang mati akibat kelalian dokter ketika
menangani budak tersebut. Salah satu filosof yunani HIPPOCRATES (bapak ilmu kedokteran
modern) telah berhasil menyusun landasan bagi sumpah dokter serta etika kedokteran, yaitu:

3
1. adanya pemikiran untuk melindungi masyarakat dari penipuan dan praktek kedokteran
yang bersifat coba-coba
2. adanya keharusan dokter untuk berusaha semaksimal mungkin bagi kesembuhan pasien
serta adanya larangan untuk melakukan hal-hal yang dapat merugikannya.
3. Adanya penghormatan terhadap makhluk insani melalui pelarangan terhadap euthanasia
dan aborsi
4. Menekankan hubungan terapetik sebagai hubungan di mana dokter dilarang mengambil
keuntungan.
5. Adanya keharusan memegang teguh rahasia kedokteran bagi setiap dokter.

B. Hak atas Informasi Kesehatan


Hak sosial dalam konteks ini bukan hak kewenangan terhadap negara saja, tetapi sebagai
anggota masyarakat bersama dengan anggotaanggota lainnya. Inilah yang disebut dengan hak
sosial, contohnya hak atas pekerjaan, hak atas pendidikan, hak atas pelayanan kesehatan.
Adapun hak dasar sosial adalah hak atas pelayanan kesehatan yang berupa hak atas pelayanan
medis dan hak akses terhadap pelayanan kesehatan, sedangkan hak dasar individual berupa hak
menentukan nasib sendiri (the right of self determinaon) yang terdiri dari dua hak yakni hak
atas privacy yang dituangkan dalam ketentuan tentang rahasia kedokteran, misalnya hak untuk
dirahasiakan penyakitnya dan medical record serta hak menentukan badan sendiri yang dapat
dijabarkan dalam beberapa ketentuan antara lain: informed consent (menyetujui ndakan
kedokteran), refused consent (menolak ndakan kedokteran), hak atas second opinion, hak
memilih dokter atau rumah sakit yang juga merupakan cerminan hak menentukan diri sendiri.
Hak dasar sosial dalam pelayanan kesehatan yang disebut dengan the right to health care,
menjadi dasar bagi pemenuhan hak hidup sehat dan dalam konteks yang lebih khusus adalah
hak untuk dak tertular penyakit. Sebagai bagian dari upaya pencegahan terhadap terlanggarnya
hak tersebut, maka seap orang berhak untuk memperoleh informasi publik dalam pelayanan
kesehatan. Pemerintah bertanggung jawab untuk memenuhinya dengan membuat kebijakan
pengembangan sistem informasi pelayanan kesehatan sehingga memudahkan akses dalam
pelayanan kesehatan maupun akses informasi pelayanan kesehatan. Namun demikian, hak atas
informasi publik ini dibatasi dengan hak individual dan privacy seseorang terkait dengan data
kesehatan yang bersifat rahasia (rahasia medis). Jadi dalam hal ini dapat dianalisis bahwa hak
atas informasi sebagai hak dasar sosial ruang lingkup publik. Hak informasi kesehatan dalam
konteks ini diderivasi hak akses terhadap pelayanan kesehatan sebagai hak yang bersumber
pada HAM, sehingga sudah tentu hak ini harus dihormati.

4
C. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Asasi Pasien Pengguna Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
Kesehatan merupakan aspek penting dari hak asasi manusia (HAM), sebagaimana
disebutkan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tertanggal
10 November 1948. Dalam deklarasi HAM Pasal 25 ayat (1) dinyatakan bahwa “setiap orang
berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri
dan keluarganya”.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan memberikan perlindungan
hukum, baik kepada pasien sebagai penerima (konsumen) jasa pelayanan kesehatan dan
pemberi (produsen) jasa pelayanan kesehatan, diantaranya Pasal 53, 54, dan 55. Dibutuhkan
perlindungan hukum bagi pasien (penerima jasa pelayanan kesehatan), yang senantiasa
diabaikan haknya untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Selain itu, karena kedudukan
pasien adalah sebagai konsumen jasa, maka ia juga mendapatkan perlindungan sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pasien adalah mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan yang diterima tidak
sebagaimana mestinya. Sebagai dasar hukum dari gugatan pasien atau konsumen/penerima jasa
pelayanan kesehatan terhadap dokter/tenaga kesehatan dan rumah sakit terdapat dalam Pasal
1365 KUH Perdata. Ketika pasien merasa dirugikan, pasien sebagai penerima jasa pelayanan
kesehatan dan rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dalam bidang
keperawatan kesehatan.
Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi
masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan
hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia
untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.

D. Peraturan Berkaitan Hak Atas Kesehatan


Pada prinsipnya, DPR RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (seterusnya disingkat UU Kesehatan) tanggal 13 Oktober 2009 merupakan
perwujudan amanat konstitusi Indonesia. UU Kesehatan menerangkan jika kesehatan adalah
hak bersifat dasar tiap individu. Pemerintah bertanggungjawab untuk mengaturderajat hidup
yang sehat terhadap semua rakyat Indonesia.16 UU Kesehatan memperjelas bahwa pribadi
orang, keluarga, hingga masyarakat mendapatkan proteksi hak atas kesehatannya. Sementara
itu, pemerintah bertanggung jawab untuk mengatur supaya bisa memberikan kebutuhan hak

5
hidup sehat untuk rakyatnya baik orang yang tidak berkemampuan atau orang yang miskin.
Untuk mewujudkan pemenuhan hak itu, pemerintah harus menyelenggarakan pelayanan
kesehatan dengan rata, adil, serta dapat dijangkau untuk semua rakyat indonesia. Oleh
karenanya, pemerintah harus melakukan beberapa usaha untuk menjamin diperolehnya akses
pelayanan kesehatan untuk segenap warga negara Indonesia.
Sebelum UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan pemenuhan hak atas kesehatan untuk
rakyat Indonesia, United Nations (Perserikatan Bangsa-Bangsa) telah mengesahkan Universal
Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang dipersingkat
DUHAM) pada tanggal10 Desember 1948. Pasal 25 ayat (1) DUHAM mengatakan, ”Jika tiap
orang memiliki hak atas tingkat kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan
dirinya serta keluarganya, meliputi hak atas pangan, baju, perumahan, serta perawatan
kesehatan dan pelayanan masyarakat yang dibutuhkan”. Hak atas kesehatan sebagai hak
mendasar yang perwujudannya merupakan tanggung jawab negara.18 Indonesia adalah satu
diantara negara yang ikut keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memiliki
komitmen mengimplementasikan deklarasi itu dan bertahap berupaya mewujudkan jaminan
kesehatan buat semua warganegara sesuai potensi dan kemajuan negara.

6
BAB III
ISI

A. Pengaturan Pelayanan Kesehatan


Pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya
adalah promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), preventif ( pencegahan), kuratif
(penyembuhan), dan rehabilitasi (pemulihan) kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau
masyarakat dan lingkungan.Yang dimaksud sub sistem disini adalah sub sistem dalam
pelayanan kesehatan adalah input, proses, output, dampak, umpan balik.
Jenis-jenis Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan pada Pasal 1 antara lain :
1. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.
2. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah
kesehatan/penyakit.
3. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat
penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita
dapat terjaga seoptimal mungkin.
4. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk
mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi
sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuannya.
5. Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan
obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang
dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.

B. Pelayanan di Rumah Sakit


1. Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan tempat untuk menyediakan dan memberikan pelayanan
kesehatan yang meliputi berbagai masalah kesehatan. erdasarkan Pasal 1 Undang-Undang
Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara peripurna yang menyediakan pelayanan rawat

7
inap, rawat jalan dan gawat darurat. Menurut Soerjono dan Herkunto dijelaskan bahwa:
“Rumah sakit merupakan suatu unit pelayanan kesehatan yang memiliki bagian-bagian
emergency, pelayanan dan rehabilitasi. Dalam memberikan pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh tenaga medis (dokter), aspek-aspek pelayanan kesehatan diberikan melalui
diagnosis pengobatan perawatan dan pendidikan kesehatan”.
Rumah sakit sebagai sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat dan memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk
memberikan pelayaan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat
menjangkau seluruh lapisan masyarakat 2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Tugas rumah
sakit rumusan yuridisnya dapat dilihat pada ketentuan 1 butir 1 Undang-Undang Rumah
Sakit. Ketentuan ini mengandung pengertian tentang rumah sakit dan memuat pula tugas
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang tugas pokoknya adalah
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

2. Fungsi Rumah Sakit


a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang
pari purna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. Penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan
dalam pemberian pelayanan kesehatan;
c. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan teknologi di bidang kesehatan dalam
rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu
pengetahuan bidang kesehatan. Pengaturan tugas dan fungsi rumah sakit terkait dengan
banyaknya.

C. Hak dan Kewajiban Pasien


Hak atas kesehatan dimaknai bahwa setiap orang memiliki kebebasan dan hak-hak
konkret yang dijamin oleh beragam ketentuan perundang-undangan. Secara prinsip, hak atas
kesehatan adalah sama pentingnya dengan hak atas makanan, perumahan, pekerjaan,
pendidikan, martabat manusia, non-diskriminasi, persamaan, larangan penganiayaan, akses
informasi dan yang lainnya. Seperti hak-hak lain yang disebutkan di atas, setiap orang

8
memiliki hak untuk menikmati dan menerima pelayanan kesehatan sesuai dengan standar yang
kondusif bagi kehidupannya.

1. Menghormati Hak Atas Kesehatan


Dalam konteks ini hal yang menjadi perhatian utama bagi negara adalah tindakan
atau kebijakan “apa yang tidak akan dilakukan” atau “apa yang akan dihindari”. Negara
wajib untuk menahan diri serta tidak melakukan tindakan-tindakan yang akan berdampak
negatif pada kesehatan, antara lain: menghindari kebijakan limitasi akses pelayanan
kesehatan, menghindari diskriminasi, tidak menyembunyikan informasi kesehatan yang
penting, tidak menerima komitmen internasional tanpa mempertimbangkan dampaknya
terhadap hak atas kesehatan, tidak menghalangi praktek pengobatan tradisional yang aman,
tidak mendistribusikan obat yang tidak aman.

2. Melindungi Hak Atas Kesehatan


Kewajiban utama negara adalah melakukan langkah-langkah di bidang legislasi
ataupun tindakan lainnya yang menjamin persamaan akses terhadap jasa kesehatan yang
disediakan pihak ketiga. Membuat legislasi, standar, peraturan serta panduan untuk
melindungi: tenaga kerja, masyarakat serta lingkungan. Mengontrol dan mengatur
pemasaran, pendistribusian substansi yang berbahaya bagi kesehatan seperti tembakau,
alkohol dan lain-lain, mengontrol praktek pengobatan tradisional yang diketahu berbahaya
bagi kesehatan.

3. Memenuhi Hak Atas Kesehatan


Dalam hal ini adalah yang harus dilakukan oleh pemerintah seperti menyediakan
fasilitas dan pelayanan kesehatan, makanan yang cukup, informasi dan pendidikan yang
berhubungan dengan kesehatan, pelayanan pra kondisi kesehatan serta faktor sosial yang
berpengaruh pada kesehatan seperti: kesetaraan gender, kesetaraan akses untuk bekerja,
hak anak untuk mendapatkan identitas, pendidikan, bebas dari kekerasan, eksploitasi,
kejatahan seksual yang berdampak pada kesehatan. Dalam rangka memenuhi hak atas
kesehatan negara harus mengambil langkah-langkah baik secara individual, bantuan dan
kerja sama internasional, khususnya di bidang ekonomi dan teknis sepanjang tersedia
sumber dayanya, untuk secara progresif mencapai perwujudan penuh dari hak atas
kesehatan sebagaimana mandat dari pasal 2 ayat (1) International Covenant on Economic,
Social and Cultural Right (ICESCR).

9
Dalam Komentar Umum No. 14 Tahun 2000 mengenai Hak Atas Standar Kesehatan
Tertinggi, dijelaskan bahwa hak atas kesehatan tidak dapat dipahami sekedar hak untuk
sehat. Negara tidak hanya berkewajiban memastikan warganya tidak sakit tetapi juga
berkewajiban untuk memenuhi hak rakyatnya atas kehidupan yang sehat dan
terselenggaranya kondisi-kondisi yang menentukan kesehatan rakyat, antara lain:
ketersediaan pangan dan nutrisi yang memadai, perumahan yang layak, akses terhadap air
bersih dan sanitasi yang layak, serta kondisi kerja yang aman dan lingkungan hidup yang
sehat.
Rumah Sakit sebagai pihak pemberi pelayanan dengan segala kewajibannya, harus
menerima haknya dari pasien. Hak-hak rumah sakit ini dengan sendirinya merupakan
kewajiban-kewajiban pasien sebagai penerima pelayanan rumah sakit. Kewajiban-
kewajiban pasien tersebut antara lain sebagai berikut:
a) Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk menaati segala peraturan dan tata tertib RS
b) Pasien wajib untuk menceritakan sejujur-jujurnya tentang sesuatu mengenai penyakit
yg dideritanya
c) Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter dan perawat
d) Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa
pelayanan RS atau dokter.

Setiap orang berhak atas kesehatan!!! Ini bukan hanya sebuah semboyan atau kata-
kata indah yang tertempel pada setiap sudut tempat pelayanan kesehatan. Namun, ini
adalah suatu tanggung wajab yang diemban oleh negara dan harus diberikan
pemenuhannya secara prima bagi setiap warga masyarakat tanpa terkecuali.
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Pasal
1 angka 1 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Kesehatan merupakan dasar dari
diakuinya derajat kemanusiaan. Tanpa kesehatan, seseorang menjadi tidak sederajat secara
kondisional. Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-hak lainnya.
Hak atas kesehatan bukanlah berarti hak agar setiap orang untuk menjadi sehat, atau
pemerintah harus menyediakan sarana pelayanan kesehatan yang mahal di luar
kesanggupan pemerintah. Tetapi lebih menuntut agar pemerintah dan pejabat publik dapat
membuat berbagai kebijakan dan rencana kerja yang mengarah kepada tersedia dan
terjangkaunya sarana pelayanan kesehatan untuk semua dalam kemungkinan waktu yang
secepatnya.

10
D. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
1. Pengertian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-
anggotanya untuk resiko-resiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh
mungkin, untuk menghindari peristiwaperistiwa tersebut yang dapat mengakibatkan
hilangnya atau turunya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan
medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa
tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak. Secara singkat jaminan sosial
diartikan sebagai bentuk perlindungan sosial yang menjamin seluruh rakyat agar dapat
mendapatkan kebutuhan dasar yang layak.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial adalah peleburan 4 (empat) badan usaha milik negara menjadi satu badan
hukum, 4 (empat) badan usaha yang dimaksud adalah PT TASPEN, PT JAMSOSTEK, PT
ASABRI, dan PT ASKES.
Peserta kelompok BPJS di bagi 2 kelompok yaitu: a. PBI (yang selanjutnya disebut
Penerima Bantuan Iuran) jaminan kesehatan, yaitu PBI adalah peserta Jaminan Kesehatan
bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan Undang-undang SJSN
yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan.
Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui
Peraturan Pemerintah b. Bukan PBI jaminan kesehatan.

2. Tujuan Dibentuknya BPJS Kesehatan


Pasal 3 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS), menyebutkan bahwa BPJS bertujuan untuk mewujudkan
terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi
setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya. Dalam penjelasan Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jamainan Sosial yang dimaksud
dengan “kebutuhan dasar hidup” adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup
layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3. Tugas, Fungsi dan Wewenang BPJS Kesehatan


a) Fungsi BPJS adalah sebagai berikut:

11
 BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a berfungsi
menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
 BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf
berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program
jaminan kematian, program jaminan pensiun dan jaminan hari tua.

b) Tugas BPJS adalah sebagai berikut:


 Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta
 Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja
 Menerima bantuan iuran dari pemerintah
 Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta
 Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial.
 Membahyarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan
ketentuan program jaminan sosial
 Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial
kepada peserta dan masyarakat

c) Wewenang BPJS adalah sebagai berikut:


 Menagih pembayaran iuran.
 Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka
panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian,
keamanan dana, dan hasil yang memadai.
 Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan pesreta dan pemberi
kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan jaminan sosial nasional.
 Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran
fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tariff yang ditetapkan oleh
pemerintah. 5) Membuat atau mengehentikan kontrak kerja dengan fasilitas
kesehatan.
 Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak
memenuhi kewajibannya .

12
 Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program
jaminan sosial Pelayanan kesehatan tersebut merupakan hak mutlak bagi setiap
peserta BPJS Kesehatan. Pelayanan kesehatan tersebut meliputi semua fasilitas
kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, fasilitas
kesehatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan termasuk fasilitas kesehatan penunjang yang terdiri atas :
a) Laboratorium
b) Instalasi Farmasi Rumah Sakit
c) Apotek
d) Unit Transfusi Darah/Palang Merah Indonesia
e) Optik
f) Pemberi Pelayanan Consumable Ambulatory Peritonial Dialisis (CAPD)
g) Praktek bidan/perawat atau yang setara.

13
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hak dasar sosial di dalam hukum kesehatan ini sangat penting bagi individu, kelompok
maupun institusi. Dewasa ini dengan adanya hukum kesehatan yang mengatur tentang hak
dasar sosial individu, kelompok ataupun institusi dapat lebih tertata dan teratur dengan baik.
Secara umum hukum kesehatan yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan mengedepankan beberapa anatara lain : prinsip perikemanusiaan,
keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan,
gender dan nondiskriminatif serta norma-norma agama. Hukum kesehatan secara umum diatur
dalam suatu regulasi yang dibuat berdasarkan kepentingan publik. Pengaturan tentang
kesehatan saat ini diatur secara umum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Adapun materi muatan yang terkandung dalam Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan tersebut meliputi 4 (empat) obyek, yaitu :
1. Pengaturan yang berkaitan dengan upaya kesehatan
2. Pengaturan yangberkaitan dengan tenaga kesehatan
3. Pengaturan yang berkaitan dengan sarana kesehatan
4. Pengaturan yang berkaitan dengan komoditi kesehatan.

Dalam hal ini negara harus bertanggungjawab dalam pemenuhan hak atas kesehatan
merupakan hak hukum positif karena itu pemerintah wajib sebagai personifikasi negara untuk
memenuhi hak kesehatan warga negara. Regulasi hukum kesehatan selain diatur dalam suatu
undang-undang yang mengatur secara umum dan khusus di bagian-bagian tentang kesehatan
juga diatur dalam berbagai regulasi khusus yang dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi
bidang kesehatan dan berbagai kode etik. Diantaranya adalah kode etik profesi, kode etik usaha
dan berbagai standar operasional yang dibuat dalam rangka penyelenggaraan upaya kesehatan.
Terdapat kaitan yang erat mengenai upaya kesehatan, tenaga kesehatan dan pasien yang
menimbulkan hubungan hukum. Hubungan hukum atau perikatan antara ketiga komponen
dalam pelayanan kesehatan, dapat lahir karena perjanjian dan karena UU. Hubungan hukum
antara dokter dan pasien kebanyakan lahir karena perjanjian, hanya sedikit yang lahir karena

14
UU. Oleh karena itu ketiga komponen diatas harus memenuhi, mengetahui dan memahami
segala bentuk regulasi yang ada, hal ini untuk mengurangi berbagai kemungkinan pergesekkan
yang dapat menimbulkan suatu implikasi hukum, khususnya dalam pdalam praktek pemberian
pelayanan kesehatan.

B. Kritik dan Saran


Pada masa sekarang system dan regulasi kesehatan yang seimbang sangat dibutuhkan.
Namun saat ini ada beberapa ketidakseimbangan baik dalam pelayanan ke masyarakat maupun
di kalangan tenaga kesehatan sendiri. Sehingga sangat perlu memperbaiki dan meningkatkan
sytem pelayanan kesehatan tersebut ketimbang menaikan biaya kesehatan.

15

Anda mungkin juga menyukai