Tulisan ini membahas PKL dengan singkat tapi padat dan komprehensif.
Kalau mau melihat wilayah secara menyeluruh, kita harus naik ke tempat
yang tinggi. Jangan masuk kedalam pasar.
Kedua: masalah lapangan kerja. Tidak hanya orang putus sekolah yg menjadi PKL,
banyak juga orang orang berpendidikan memilih menjadi PKL, karena sulitnya mendapat
pekerjaan yang layak sesuai pendidikannya.
Disamping menjadi PKL bidang pekerjaan lain seperti pertanian, perkebunan perorangan
tidak begitu menjanjikan bagi masyarakat petani. Bukan hanya tidak menjanjikan, bahkan
mengancam hidup mereka, karena mahalnya harga bahan pembantu pertanian seperti
pupuk dan bibit tidak sebanding dengan nilai hasil setelah panen, sehingga petani sering
rugi.
Melihat uraian diatas, penyebab utama berkembangnya PKL adalah penegakan Hukum
yang tidak konsisten. Menagapa demikian? Sebenarnya ada yang lebih utama yang perlu
disadari. Akar tunggangnya ada di ”LEADERSHIP SYSTEM”. Sistem kepemimpinannya
siapa? Mestinya seperti apa? Para pemimpin harus visioner. Apa itu? Mampu
menetapkan arah yang jelas mau dibawa kemana orang kecil yang menjadi PKL tersebut.
Punya sasaran jangka panjang dan jangka pendek bagaimana membangun ekonomi
mereka. Ukurannya jelas, terjangkau oleh para PKL dan penegak hukum di lapangan.
Sistem kerjanya terintegrasi antara beberapa Dinas dan Lembaga negara. Dari sisi
perencanaan, dari sisi ekonomi, dari sisi sosial, dari sisi keindahan kota, dari sisi
ketentraman dan ketertiban, dari sisi efek negatif yang ditimbulkan dan dari sisi
ketenagakerjaan dan pembukaan lapangan kerja.
Kemudian setelah semuanya bulat, mau kemana arah yang dituju, rambu rambu dan daya
dukung telah disiapkan, maka langkah yang paling penting berikutnya adalah
”Deployment” nya, penerapannya dilapangan. Disinilah dibutuhkan konsistensi dan
kontinuitas. Penguasa tidak boleh tebang pilih, harus konsisten, tidak pandang bulu, ada
yang digusur, ada yang aman aman saja. Obyek dan subyeknya harus dipantau. Ada
sistem pemantauan dan sistem pelaporannya.
Peraturan yang dapat diterapkan dengan mulus kita catat. Demikian pula peraturan yang
penerapannya tidak mulus juga dicatat. Siapa yang mencatat? Untuk apa dicatat? Terus
mau dibawa kemana catatan tersebut? Catatan ini dikumpulkan menjadi data. Kemudian
ada yang mengevaluasi, melakukan analisis, dan melakukan perbaikan. Demikian terus
siklusnya setiap tahun. Disini ada proses ” Continuous Improvement” dan “ Learning
Organization” .
Beberapa langkah terakhir inilah Pilar dari Proses ada 4 (empat) yaitu “ADLI”
Approach, Deployment, Learning, Integration. Approach harus systematic dan effective.
Deployment harus merata diseluruh negeri ini, Learning didukung melalui pemilihan dan
pengumpulan data yang akurat, analysis yang komprehensif, Integration antar semua
Dinas dan Lembaga terkait saling mendukung, bukan saling berebut lahan kalau basah,
sebaliknya saling lempar tanggung jawab bila ada demo dan musibah.
Rasanya kalau sudah begini cara menangani PKL tersebut, niscaya akan tumbuh PKL
yang rapi, meningkatkan perputaran roda ekonomi, tertib tidak ada kemacetan,
pengangguran berkurang, orang bodoh berkurang karena mereka mampu menyekolahkan
anak, pengangguran berkurang karena PKL mampu menyerap juataan naker, jalur
distribusi makin kuat, karena langsung ke end user.
Darimana memulainya? Benang sudah terlanjur kusut. Harus dipetani satu persatu biar
tidak tambah kusut. Tapi jangan hantam kromo hanya melihat dari sisi TRAMTIB nanti
tambah banyak pengangguran. Juga jangan dibiarkan nanti tambah subur, akarnya susah
dibersihkan. (Putu Adnyana, praktisi Quality Management)