Anda di halaman 1dari 38

FORMAT PENYUSUNAN LAPORAN SEMINAR KASUS

( COVID-19 )
Mata Kuliah: Keperawatan Medikal Bedah 1

Dosen Pembimbing: Dr. Ns. Makkasau, M. Kes.

Kasus: Covid 19

DisusunOleh:

Kelompok 2A DAN 2B

 Hartati 1901014
 Ifha kharmatul ilmi 1901015
 Ika lestari 1901016
 Indrawati maulana 1901017
 Indri febrianti 1901018
 Khaerunnisa 1901019
 Magdalena hope werang 1901021
 Muhammad ilham 1901022
 Nadya elsa 1901024
 Nunung sri angraeni 1901025
 Nur aziza 1901026
 Nur indah hasman 1901027

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR PROGRAM


STUDI S1 KEPERAWATAN 2019/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan laporan seminar kasus yang berjudul Covid-19. Adapun tujuan dari
penulisan dari laporan seminar kasus adalah untuk memenuhi tugas Dr. Ns. Makkasau, M. Kes. Pada
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I. Selain itu, laporan seminar kasus ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Covid-19bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan seminar kasus ini. Kami menyadari,
laporan seminar kasus yang Kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan Kami nantikan demi kesempurnaan laporan seminar kasus ini.

Makassar, 20 Februari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis
B. Konsep Keperawatan
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
B. Data focus
C. Analisa data
D. Diagnosa keperawatan
E. Intervensi keperawatan
BAB IV PEMBAHASAN
A. Discharge planning
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Virus Corona atau (COVID-19), kasusnya dimulai dengan pneumonia atau radang paru-
paru misterius pada Desember 2019, Kasus ini diduga berkaitan dengan pasar hewan di Wuhan
yang menjual berbagai jenis daging binatang, termasuk yang tidak biasa dikonsumsi, misalnya
ular, kelelawar, dan berbagai jenis tikus. Kasus infeksi misterius ini memang banyak ditemukan
di pasar hewan tersebut, Virus Corona atau (COVID-19) diduga dibawa kelelawar dan hewan
lain yang dimakan manusia hingga terjadi penularan, Corona Virus sebetulnya tidak asing
dalam dunia kesehatan hewan, tapi hanya beberapa jenis yang mampu menginfeksi manusia
hingga menjadi penyakit radang paru.
Sebelum (COVID-19) mewabah, dunia sempat heboh dengan SARS dan MERS, yang
juga berkaitan dengan Virus Corona, dengan latar belakang tersebut, Virus Corona bukan kali
ini saja membuat warga dunia panik, memiliki gejala yang sama-sama mirip flu, Virus Corona
berkembang cepat hingga mengakibatkan infeksi lebih parah dan gagal organ. Infeksi Virus
Corona atau COVID-19 disebabkan oleh Corona Virus, yaitu kelompok virus yang menginfeksi
sistem pernapasan, pada sebagian besar kasus corona virus hanya menyebabkan infeksi
pernapasan ringan sampai sedang, seperti flu, akan tetapi, virus ini juga bisa menyebabkan
infeksi pernapasan berat, seperti Pneumonia, MiddleEast Respiratory Syndrome (MERS) dan
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)Pandemi (Covid -19).
Kelelawar, ular, dan berbagai hewan eksotis lain hingga kini masih dianggap sebagai
faktor utama dari virus Corona atau COVID-19, terlepas dari benar-tidaknya informasi tersebut,
COVID-19 membuktikan diri mampu menular antar manusia, Penularan sangat cepat hingga
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan pandemi virus Corona atau COVID-19 pada
tanggal (11/3/2020). Pandemi atau epidemi global mengindikasikan infeksi COVID-19 yang
sangat cepat hingga hampir tak ada negara atau wilayah di dunia yang absen dari virus Corona,
peningkatan jumlah kasus terjadi dalam waktu singkat hingga butuh penanganan secepatnya,
namun hingga kini belum ada obat spesifik untuk menangani kasus infeksi virus Corona atau
COVID-19.
(WHO) menyatakan saat ini Eropa telah menjadi pusat pandemi virus Corona secara
global, Eropa memilikilebih banyak kasus dan kematian akibat COVID-19 dibanding China,
jumlah total kasus virus Corona, menurut WHO, sedikitnya 123 negara dan wilayah, dari
jumlah tersebut, nyaris 81 ribu kasus ada di wilayah China daratan, Italia, yang merupakan
negara Eropa yang terdampak virus Corona terparah, kini tercatat yang dominan terbanyak
dalam kasus Virus Corona ini.

B. Tujuan penulis
1. Tujuan umum
Untuk memberikan suatu gambaran asuhan keperawatan dengan kasus covid-19
2. Tujuan khusus
a. Untuk Mengetahui Konsep Medis Preeklampsia Dan Konsep Keperawatan
b. Untuk Menganalisa Kasus Dan Menyusun Asuhan Keperawatan Terkait Kasus
c. Untuk Menyusun Discharge Planning Terkait Kasus
BAB II
TUJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS
a. Pengertian
COVID-19 (coronavirus disease 2019) adalah penyakit yang disebabkan oleh
jenis coronavirus baru yaitu Sars-CoV-2, yang dilaporkan pertama kali di Wuhan
Tongkok pada tanggal 31 Desember 2019.23 Apr 2020.
b. Klasifikasi 
Saat ini ada empat subkelompok utama virus Corona di lingkungan yaitu alfa,
beta, gamma, dan delta. Selain itu, ada tujuh tipe virus corona yang dapat menginfeksi
manusia.
Tujuh tipe klasifikasi virus Corona yang bisa menginfeksi manusia adalah:
1) 229E (alpha coronavirus)
Klasifikasi virus Corona yang paling sering menginfeksi manusia yang pertama
adalah HCoV-229E (alpha Coronavirus). Virus ini pertama kali ditemukan pada
sekitar tahun 1960an. Gejala virus ini hampir sama seperti virus Corona yang
telah menginfeksi banyak orang saat ini, yaitu menyerupai flu biasa. Virus
HCoV-229E lebih banyak menyerang anak-anak dan orang berusia lanjut.
Namun belum ada laporan korban jiwa yang ditimbulkan akibat terinfeksi virus
ini.
2) NL63 (alpha coronavirus)
Menurut jurnal yang diterbitkan pada 25 Mei 2010 oleh US National Library of
Medicine National Institutes of Health, virus ini pertama kali ditemukan pada
tahun 2004 pada bayi berusia tujuh bulan di Belanda. Virus ini kemudian
menyebar dan diidentifikasi di berbagai negara. HCoV-NL63 telah terbukti lebih
banyak menyerang anak-anak dan orang dengan kelainan imun. Gejalanya bisa
berupa masalah pernapasan ringan seperti batuk, demam dan rhinorrhoea, atau
yang lebih serius seperti bronchiolitis dan croup, yang diamati terutama pada
anak-anak yang lebih muda.
3) OC43 (beta coronavirus)
Klasifikasi virus Corona yang paling sering menginfeksi manusia yang
selanjutnya adalah HCoV-OC43 (betacoronavirus). HCoV-OC43 adalah salah
satu virus Corona yang paling umum menyebabkan infeksi pada manusia. Virus
ini dapat menyebabkan pneumonia pada manusia.
4) HKU1 (beta coronavirus)
Klasifikasi virus Corona yang paling sering menginfeksi manusia yang keempat
adalah HCoV-HKU1. Gejalanya hampir sama seperti jenis virus Corona lainnya,
yaitu infeksi saluran pernapasan atas. Walaupun terkadang pneumonia,
bronchiolitis akut, dan asthmatic axacerbation juga bisa timbul sebagai akibat
dari virus ini. Durasi demam yang ditimbulkan dari virus ini cenderung lebih
singkat, yaitu hanya sekitar 1,7 hari
1. MERS-CoV (beta coronavirus yang menyebabkan Sindrom Pernafasan
di Timur Tengah, atau MERS)
2. SARS-CoV (beta coronavirus yang menyebabkan Sindrom Pernafasan
Akut Parah, atau SARS)
3. SARS-CoV-2 (CoV baru atau COVID-19). Nama SARS-CoV-2
diberikan untuk mengidentifikasikan famili virus.
c. Etiologi
Etiologi coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah virus dengan nama spesies
severe acute respiratory syndrome virus corona 2 yang disebut SARS-CoV-2.
 Virologi
SARS-CoV-2 merupakan virus yang mengandung genom single-
stranded RNA yang positif. Morfologi virus corona mempunyai proyeksi
permukaan (spikes) glikoprotein yang menunjukkan gambaran seperti
menggunakan mahkota dan berukuran 80-160 nM dengan polaritas positif 27-32
kb. Struktur protein utama SARS-CoV-2 adalah protein nukleokapsid (N),
protein matriks (M), glikoprotein spike (S), protein envelope (E) selubung, dan
protein aksesoris lainnya.
Famili coronaviridae memiliki empat generasi coronavirus, yaitu alpha
coronavirus (alphaCoV), beta coronavirus (betaCoV), delta coronavirus
(deltaCoV), dan gamma coronavirus (gammaCoV). AlphaCoV dan betaCoV
umumnya memiliki karakteristik genomik yang dapat ditemukan pada kelelawar
dan hewan pengerat, sedangkan deltaCoV dan gammaCoV umumnya ditemukan
pada spesies avian.
SARS-CoV-2 termasuk dalam kategori betaCoV dan 96,2% sekuens
genom SARS-CoV-2 identik dengan bat CoV RaTG13. Oleh sebab itu,
kelelawar dicurigai merupakan inang asal dari virus SARS-CoV-2. Virus ini
memiliki diameter sebesar 60–140 nm dan dapat secara efektif diinaktivasi
dengan larutan lipid, seperti ether (75%), ethanol, disinfektan yang mengandung
klorin, asam peroksi asetat, dan kloroform. SARS-CoV-2 juga ditemukan dapat
hidup pada aerosol selama 3 jam. Pada permukaan solid, SARS-CoV-2
ditemukan lebih stabil dan dapat hidup pada plastik dan besi stainless selama 72
jam, pada tembaga selama 48 jam, dan pada karton selama 24 jam.
 Transmisi
Kasus COVID-19 pertama kali ditemukan di pasar basah di Kota Wuhan
yang menjual binatang hidup eksotis. Oleh sebab itu, transmisi binatang ke
manusia merupakan mekanisme yang paling memungkinkan. Berdasarkan hasil
genom SARS-CoV-2, kelelawar dipercayai menjadi inang asal. Akan tetapi,
inang perantara karier dari virus ini masih belum diketahui secara
pasti.Transmisi antarmanusia dapat terjadi melalui droplet yang dikeluarkan saat
individu yang terinfeksi batuk atau bersin pada jarak ± 2 meter. Droplet yang
hinggap pada mulut atau hidung dapat terinhalasi ke paru-paru dan
menyebabkan infeksi. Kontak pada barang yang sudah terkontaminasi oleh
droplet pasien COVID-19, yang diikuti dengan sentuhan pada mulut, hidung,
atau mata tanpa mencuci tangan terlebih dahulu juga dapat menjadi salah satu
transmisi penyebaran virus, walaupun rute ini bukan transmisi utama
penyebaran virus.Transmisi vertikal dari ibu ke janin secara intrauterine atau
saat lahir pervaginam sampai sekarang belum diketahui secara pasti.
d. Patofisiologi
Patofisiologi COVID-19 diawali dengan interaksi protein spike virus dengan sel
manusia. Setelah memasuki sel, encoding genome akan terjadi dan memfasilitasi
ekspresi gen yang membantu adaptasi severe acute respiratory syndrome virus corona 2
pada inang. Rekombinasi, pertukaran gen, insersi gen, atau delesi, akan menyebabkan
perubahan genom yang menyebabkan outbreak di kemudian hari.Severe acute
respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2) menggunakan reseptor angiotensin
converting enzyme 2 (ACE2) yang ditemukan pada traktus respiratorius bawah manusia
dan enterosit usus kecil sebagai reseptor masuk. Glikoprotein spike (S) virus melekat
pada reseptor ACE2 pada permukaan sel manusia. Subunit S1 memiliki fungsi sebagai
pengatur receptor binding domain (RBD). Sedangkan subunit S2 memiliki fungsi dalam
fusi membran antara sel virus dan sel inang.
Setelah terjadi fusi membran, RNA virus akan dikeluarkan dalam sitoplasma sel
inang. RNA virus akan mentranslasikan poliprotein pp1a dan pp1ab dan membentuk
kompleks replikasi-transkripsi (RTC). Selanjutnya, RTC akan mereplikasi dan
menyintesis subgenomik RNA yang mengodekan pembentukan protein struktural dan
tambahan.
e. Tanda dan Gejala
Virus ini menular melalui percikan dahak (droplet) dari sauran pernapasan,
misalnya ketika berada diruang tertutup yang ramai dengan sirkulasi udara yang kurang
baik atau kontak langsung dengan droplet. Covid-19 memiliki eberapa perbedaan
dengan SARS dan MERS, antara lain dalam hal kecepatan penyebaran dan keparahan
gejala.
Gejala awal infeksi virus corona atau Covid-19 bisa menyerupi gejala flu, yaitu
demam, pilek, batuk kering, sakit tenggorokan, dan sakit kepala. Setelah itu, gejala
dapat hilang dan sembuh atau malah memberat. Penderita dengan gejala yang berat bisa
mengalami demam tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak napas, dan nyeri
dada. Gejala-gejala tersebut muncul ketika tubuh bereakssi melawan virus Corona.
Secara umum, ada 3 gejalah umum yang bisa menandakan seseorang terinfeksi virus
Corona yaitu :
 Demam (suhu tubuh diatas 38 derajat celsius)
 Batuk kering
 Sesak napas
Ada beberapa gejala lain yang juga bisa muncul pada infeksi virus Corona meskipun
lebih jarang yaitu :
 Diare
 Sakit kepala
 Konjungtivitis
 Hilangnya kemampuan mengecap rasa
 Hilangnya kemampuan untuk mencium bau (anosmia)
 Ruam di kulit
 Mudah lelah
 Nyeri otot
 Sakit tenggorokan
 Mual atau muntah
 Nyeri dada
 Pilek atau hidung tersumbat
 Menggigil
 Bersin-bersin
Gejala-gejala Covid-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu
setelah penderita terpapar virus Corona. Sebagian pasien yang terinfeksi virus Corona
bisa mengalami penurunan Oksigen tanpa adanya gejala apapun. Kondisi ini disebut
happy hypoxia. Pada beberapa penderita, Covid-19dapat tidak menimbulkan gejala
sama sekali. Orang yang sudah terkonfirmasi positif Covid-19 melalui pemeriksaan RT-
PCR namun tidak mengalami gejala disebut sebagai kasus konfirmasi asimptomatik.
Penderita ini tetap bisa menularkan Covid-19 ke orang lain.
f. Komplikasi
1. Pneumonia
Pneumonia akan menyebabkan kantung udara yang ada di paru-paru meradang
dan membuat Anda sulit bernapas. Pada sebuah riset pada pasien positif Covid-
19 yang kondisinya parah, terlihat bahwa paru-parunya terisi oleh cairan, nanah,
dan sisa-sisa atau kotoran sel. Hal ini menghambat oksigen yang seharusnya
diantarkan ke seluruh tubuh. Padahal, oksigen sangat dibutuhkan agar berbagai
organ di tubuh bisa menjalankan fungsinya. Jika tidak ada oksigen, maka organ
tersebut akan rusak.
2. Gagal napas akut
Saat mengalami gagal napas, tubuh tidak bisa menerima cukup oksigen dan
tidak dapat membuang cukup banyak karbon dioksida. Kondisi gagal napas akut
terjadi pada kurang lebih 8% pasien yang positif Covid-19 dan merupakan
penyebab utama kematian pada penderita infeksi virus corona.
3. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
ARDS adalah salah satu komplikasi corona yang cukup umum terjadi. Menurut
beberapa penelitian yang dilakukan di Tiongkok, sekitar 15% - 33% pasien
mengalaminya. ARDS akan membuat paru-paru rusak parah karena penyakit ini
membuat paru-paru terisi oleh cairan. Akibatnya, oksigen akan susah masuk,
sehingga menyebabkan penderitanya kesulitan bernapas hingga perlu bantuan
ventilator atau alat bantu napas.
4. Kerusakan hati akut
Meski virus corona menyebabkan infeksi di saluran pernapasan, tapi
komplikasinya bisa menjalar hingga ke organ hati. Orang dengan infeksi corona
yang parah berisiko paling besar mengalami kerusakan hati.
5. Kerusakan jantung
Covid-19 disebut bisa menyebabkan komplikasi yang berkaitan dengan jantung.
Gangguan jantung yang berisiko muncul antara lain aritmia atau kelainan irama
jantung, dan miokarditis atau peradangan pada otot jantung.
6. Infeksi sekunder
Infeksi sekunder adalah infeksi kedua yang terjadi setelah infeksi awal dan tidak
berhubungan dengan penyakit yang awalnya diderita. Misalnya, Covid-19
adalah infeksi yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. Lalu, penderitanya
kemudian mengalami infeksi lain yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus
atau streptococcus. Pada pasien Covid-19, komplikasi ini jarang terjadi, tapi
masih berpotensi untuk muncul. Sebagian ada yang ringan dan bisa sembuh.
Namun, sebagian lagi mengalami infeksi sekunder yang parah hingga
menyebabkan kematian.
7. Gagal ginjal akut
Komplikasi corona yang satu ini jarang terjadi. Namun saat muncul, komplikasi
tersebut bisa sangat berbahaya. Jika fungsi ginjal sampai terganggu, maka dokter
mungkin saja melakukan proses cuci darah hingga kondisi ini sembuh. Namun
terkadang, kondisi ini tidak bisa disembuhkan dan membuat penderitanya
terkena gagal ginjal kronis dan butuh perawatan jangka panjang.
8. Syok septik
Syok septik terjadi ketika respons tubuh terhadap infeksi malah salah sasaran.
Jadi, bukannya menghancurkan virus penyebab penyakit, zat-zat kimia yang
dibuat tubuh justru menghancurkan organ yang sehat. Jika proses ini tidak
segera berhenti, tekanan darah akan turun drastis hingga pada tahap yang
berbahaya dan menyebabkan kematian.
9. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
Penyakit ini akan membuat proses pembekuan darah terganggu. Sehingga, tubuh
akan membentuk gumpalan-gumpalan darah yang tidak pada tempatnya. Hal ini
bisa menyebabkan perdarahan pada organ dalam atau gagal organ vital (gagal
ginjal, gagal hati, gagal jantung, dan lainnya). Di Tiongkok, penyakit ini umum
dialami oleh pasien yang meninggal akibat infeksi Covid-19.
10. Rhabdomyolisis
Penyakit ini sebenarnya sangat jarang terjadi. Namun, para dokter dan peneliti
menilai penyakit ini perlu dimonitor pada pasien-pasien berisiko tinggi yang
positif Covid-19. Pada rhabdomyolisis, jaringan otot akan rusak dan mati. Hal
ini menyebabkan protein dalam sel yang disebut myoglobin menjadi tumpah
memenuhi aliran darah. Jika ginjal tidak bisa menyaring myoglobin dengan
baik, maka akan terjadi kerusakan fungsi di tubuh dan mengakibatkan kematian.
g. Pemeriksaan penunjangan
Diagnosis COVID-19 didasari dengan pemeriksaan penunjang. CT scan toraks
nonkontras merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
COVID-19. Nucleic acid amplification test (NAAT) seperti RT-PCR dengan jenis
spesimen usap nasofaring dan orofaring merupakan baku emas untuk mengonfirmasi
diagnosis COVID-19.
 Tes Diagnostik
 Nucleic Acid Amplification Test (NAAT)
 Rapid Test
 Viral Sequencing
 Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan darah
 Analisa gas darah (AGD)
 Tes laboratorium lainnya
h. Penatalaksanaan medik dan keperawatan
Penatalaksanaan COVID-19 tergantung pada tingkat keparahan penyakitnya.
Pada pasien dengan gejala ringan, isolasi dapat dilakukan secara mandiri. Pada pasien
dengan penyakit berat atau risiko pemburukan, maka perawatan di fasilitas kesehatan
diperlukan.
 Terapi Suportif untuk Gejala Ringan
Pada pasien COVID-19 dengan gejala ringan, isolasi dapat dilakukan di rumah.
Pasien disarankan untuk menggunakan masker terutama saat melakukan kontak
dengan orang lain. Beberapa terapi suportif, seperti antipiretik, antitusif, dan
ekspektoran dapat digunakan untuk meringankan gejala pasien :
 Antipiretik/Analgetik
Pemberian antipiretik/analgetik diberikan apabila pasien memiliki
temperatur ≥38 °C, nyeri kepala, atau mialgia. Pilihan terapi
antipiretik/analgetik yang dapat diberikan ketika dibutuhkan
adalah paracetamol 500–1.000 mg PO setiap 4–6 jam, dengan maksimum
dosis 4.000 mg/hari atau ibuprofen 200–400 mg PO setiap 4–6 jam,
dengan maksimum dosis 2.400 mg/hari. Pada pasien COVID-19,
penggunaan paracetamol lebih disarankan daripada ibuprofen karena
ibuprofen memiliki luaran yang lebih buruk.
 Antitusif& Ekspektoran
Pemberian antitusif dan ekspektoran berfungsi untuk menurunkan gejala
batuk pada pasien COVID-19. Apabila pasien mengalami batuk
berdahak, maka pemberian ekspektoran dapat diberikan untuk
mengencerkan sputum. Pilhanantitusif yang dapat diberikan pada pasien
adalah dextromethorphan 60 mg setiap 12 jam atau 30 mg setiap 6–8 jam
PO. Terapi ekspektoran yang dapat diberikan adalah guaifenesin 200–
400 mg setiap 4 jam PO, atau 600-1.200 mg setiap 12 jam PO,
atau ambroxol 30–120 mg setiap 8–12 jam PO.[6,20]
 Terapi Suportif untuk Gejala Berat
Pasien COVID-19 dengan gejala sedang hingga berat perlu dirawat di
fasilitas kesehatan. Pengendalian infeksi dan terapi suportif merupakan prinsip
utama dalam manajemen pasien COVID-19 dengan gejala yang berat.
 Intubasi dan Ventilasi Mekanik Protektif
Intubasiendotrakeal dilakukan pada keadaan gagal napas
hipoksemia. Tindakan ini dapat dilakukan oleh petugas terlatih dengan
memperhatikan kemungkinan transmisi airborne. Preoksigenasi dengan
fraksi oksigen (FiO2) 100% selama 5 menit dapat diberikan dengan bag-
valvemask, kantong udara, highflow nasal oxygen, dan non-
invasiveventilation.
Ventilasi mekanik dilakukan dengan volume tidal yang lebih
rendah (4–8 ml/kg berat badan) dan tekanan inspirasi rendah (tekanan
plateau<30 cmH2O).
 Ventilasi Noninvasif
Penggunaan highflow nasal oxygen (HFNO) atau non-
invasiveventilation (NIV) digunakan saat pasien mengalami gagal napas
hipoksemia tertentu. HFNO dapat diberikan dengan aliran oksigen 60
L/menit dan FiO2 sampai 1,0. Pada anak-anak, aliran oksigen umumnya
hanya mencapai 15 L/menit. NIV tidak direkomendasikan pada pasien
gagal napas hipoksemia atau penyakit virus pandemi karena bersifat
aerosol dan berisiko mengalami keterlambatan dilakukannya intubasi dan
barotrauma pada parenkim paru.
 Medikamentosa
Sampai sekarang, belum terdapat terapi spesifik terhadap COVID-19.
Beberapa studi saat awal pandemi telah menunjukkan potensi efikasi beberapa
obat terhadap COVID-19. Akan tetapi, bukti ilmiah saat ini menunjukkan bahwa
beberapa obat yang sering dipakai sebagai terapi COVID-19, seperti remdesivir,
hidroksiklorokuin, lopinavir, dan interferon hanya memiliki sedikit atau bahkan
tidak memiliki efektivitas terhadap COVID-19. Hal tersebut diindikasikan oleh
angka mortalitas, inisiasi pemasangan ventilasi mekanik, dan durasi rawat inap
yang tidak berkurang pada penggunaan obat-obat tersebut.
 Remdesivir
Beberapa studi awal telah menunjukkan efikasi remdesivir pada
pasien COVID-19 dengan gejala sedang atau berat. Obat ini juga banyak
diteliti pada uji coba klinis di berbagai negara. Dosis yang umum
digunakan pada studi adalah 200 mg pada hari pertama, diikuti 100 mg
sebagai dosis pemeliharaan pada hari kedua.
Durasi terapi pada pasien COVID-19 yang membutuhkan
ventilasi mekanik atau extracorporealmembraneoxygenation (ECMO)
adalah 10 hari. Sedangkan pada pasien yang tidak membutuhkan
ventilasi mekanik atau ECMO, durasi pengobatan yang disarankan oleh
studi adalah 5 hari. Apabila kondisi klinis tidak membaik, dapat
diperpanjang sampai maksimal 10 hari.
Akan tetapi, studi internasional terbaru oleh WHO,
yaitu SolidarityTrial, mengemukakan bahwa tidak ada pengurangan
dalam inisiasi ventilasi mekanik atau durasi rawat inap pada partisipan
yang diberikan remdesivir. Studi ini juga menyatakan bahwa remdesivir
tidak memiliki efikasi dalam mengurangi angka mortalitas akibat
COVID-19.[35]
 Klorokuin/Hidroksiklorokuin
 Klorokuin dan hidroksiklorokuin merupakan obat antimalaria yang telah
digunakan pada beberapa kondisi autoimun karena efek
imunomodulatornya. Pada penelitian in vitro, baik klorokuin maupun
hidroksiklorokuin dilaporkan dapat menginhibisi SARS-CoV-2. Akan
tetapi, studi mengenai efikasi klorokuin dan hidroksiklorokuin dan efek
sampingnya masih terus berkembang.
Klorokuin dan hidroksiklorokuin dapat menyebabkan efek samping
berat, seperti gangguan irama jantung dan gangguan mata berat. Oleh
sebab itu, FDA tidak menganjurkan penggunaan klorokuin dan
hidroksiklorokuin sebagai pengobatan darurat apabila fasilitas uji klinis
tidak tersedia atau tidak layak.
SolidarityTrial juga mengemukakan bahwa hidroksiklorokuin tidak
menunjukkan manfaat pada pasien COVID-19, baik pada pasien yang
terventilasi mekanik maupun tidak. Hidroksiklorokuin juga tidak
memiliki efek yang pasti dalam mengurangi mortalitas, baik secara
keseluruhan maupun pada subgrup yang ditentukan berdasarkan usia,
pemakaian ventilasi mekanik, ataupun kategori lainnya.
 Lopinavir-Ritonavir
Lopinavir dan ritonavir merupakan obat inhibitor protease yang digunakan
pada infeksi HIV. Beberapa studi in vitro menemukan bahwa kombinasi
kedua agen ini dapat melawan SARS-CoV2.
Akan tetapi, sebuah studi menunjukkan bahwa pasien COVID-19 yang
diberikan lopinavir-ritonavir 400/100 mg 2 kali sehari selama 14 hari
tidak memiliki efek yang signifikan terhadap perbaikan klinis maupun
penurunan mortalitas, jika dibandingkan dengan terapi standar. Temuan
serupa juga dikemukakan oleh studi yang dijalankan oleh WHO.
 Tocilizumab
Tocilizumab merupakan inhibitor interleukin-6 (IL-6) yang umum
digunakan
pada rheumatoidarthritis atau systemicjuvenileidiopathicarthritis. Obat
ini dilaporkan dapat menurunkan kerusakan pada jaringan paru akibat
infeksi COVID-19 yang serius. Dalam panduan penanganan COVID-19
di Cina, obat ini dianjurkan pada pasien COVID-19 gejala berat dengan
peningkatan kadar IL.
Beberapa studi telah menunjukkan pemberian tocilizumab dapat
meningkatkan perbaikan klinis pada pasien. Studi lebih besar dibutuhkan
untuk evaluasi efikasi dan keamanan penggunaan obat ini.
 Vitamin C Dosis Tinggi
Studi meta analisis oleh Lin etal yang melibatkan 4 uji acak terkontrol
dan 2 uji retrospektif menyatakan bahwa vitamin C dosis tinggi (>50
mg/kg/hari) dapat secara signifikan mengurangi angka kematian pasien
dengan sepsis berat. Akan tetapi, penambahan vitamin C dosis tinggi
sebagai terapi sepsis berat tidak mengurangi lama perawatan di ICU. Hasil
ini didukung hasil meta analisis oleh Li etal yang menyimpulkan bahwa
terdapat korelasi positif antara pemberian vitamin C pada kasus sepsis
dengan kesintasan yang lebih baik dan penggunaan durasi vasopresor
yang lebih pendek. Namun uji acak terkontrol berikutnya tidak
menunjukkan bahwa pasien sepsis yang diberikan vitamin C IV
mengalami penurunan mortalitas.
Saat ini, uji klinis mengenai penggunaan vitamin C pada kasus COVID-
19 sedang berlangsung di Cina. Uji klinis tersebut membandingkan
antara kelompok plasebo dan kelompok intervensi vitamin C dosis tinggi
dengan dosis 12 gram 2 kali sehari selama 7 hari secara intravena.[40,42]
 Oseltamivir
Oseltamivir merupakan obat yang telah disetujui penggunaannya untuk
pengobatan influenza A dan B. Obat ini bekerja dengan menghambat
neuraminidase yang terdistribusi pada permukaan virus, sehingga
mencegah penyebaran virus pada tubuh pasien. Obat ini banyak
digunakan di Cina sebagai terapi COVID-19, tetapi belum banyak bukti
yang menunjukkan efektivitas obat ini. Oseltamivir telah
direkomendasikan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
sebagai pengobatan COVID-19 untuk pasien dengan gejala ringan
sampai berat dengan dosis 75 mg/12 jam PO selama 5–7 hari.
Akan tetapi, tampaknya telah terjadi salah penafsiran pada awal pandemi
bahwa oseltamivir direkomendasikan oleh pedoman dari Amerika
Serikat sebagai terapi influenza musiman, sehingga obat ini ditujukan
untuk pasien dengan gejala influenza yang secara klinis bisa saja pasien
tersebut menderita COVID-19. Saat ini, oseltamivir sudah tidak
dianjurkan dalam pedoman tersebut.
 Umifenovir
Umifenovir merupakan agen yang telah disetujui di negara Rusia dan
Cina sebagai terapi dan profilaksis influenza. Obat ini bekerja dengan
menginhibisi fusi virus dengan sel inang. Efikasiumifenovir sebagai
terapi COVID-19 sampai sekarang masih sangat terbatas. Studi
Wang etal menunjukkan bahwa pengobatan umifenovir dapat
meningkatkan tingkat pemulangan pasien dengan penurunan tingkat
kematian.
Namun, studi Huang etal menunjukkan bahwa tidak terdapat bukti yang
cukup untuk membuktikan penggunaan umifenovir dapat memperbaiki
luaran klinis. Berdasarkan pedoman penanganan COVID-19 di
Indonesia, penggunaan umifenovir masih tidak disarankan karena
membutuhkan studi lebih lanjut.
 Nitazoxanide
Nitazoxanide merupakan obat yang telah disetujui FDA untuk terapi
diare infeksius yang berhubungan dengan parasit dan enteritis. Beberapa
studi lain juga telah menunjukkan bahwa obat ini memiliki efek antiviral
dengan mengganggu translasi seluler virus, reproduksi, dan penyebaran
virus.
Walaupun berdasarkan teori obat ini dapat menjadi salah satu pilihan
terapi COVID-19, studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengevaluasi
efikasi dan keamanan obat ini. Obat ini juga masih belum disetujui
penggunaannya di Indonesia.
 CamostatMesylate
Camostatmesylate merupakan obat yang telah disetujui penggunaannya
di Jepang untuk pengobatan pankreatitis. Studi telah menunjukkan
bahwa camostatmesylate dapat menginhibisi infeksi SARS-CoV-2 dari
sel paru dengan cara menghambat protease TMPRSS2 pada sel inang
yang dibutuhkan virus untuk infeksi. Sampai sekarang, belum ada studi
yang menunjukkan efikasi dan keamanan obat ini untuk pasien COVID-
19, sehingga penggunaannya masih tidak disarankan.
 Interferon Tipe I (IFN-I)
Interferon tipe I (IFN-I) merupakan salah satu sitokin yang diproduksi
saat infeksi virus. IFN-I dapat mengaktivasi interferon-
stimulatedgenes (ISG) yang berperan dalam mengganggu replikasi virus
dan meningkatkan imunitas adaptif. Pada studi binatang, telah ditemukan
bahwa IFN-1 lebih sensitif terhadap SARS-CoV-2
daripada coronavirus lainnya.
Saat ini, belum banyak data tentang mortalitas pasien COVID-19 yang
berkaitan dengan interferon-β1a. Namun SolidarityTrial menunjukkan
bahwa tidak terdapat pengurangan angka mortalitas pada pasien COVID-
19 yang mendapatkan interferon-β1a secara intravena atau subkutan.
Farmakokinetik obat ini berbeda-beda berdasarkan rute pemberiannya.
Studi tentang efikasi interferon-β1a yang diberikan secara subkutan dan
nebulisasi sedang berlangsung.
 Azithromycin
Azithromycin merupakan antibakteri yang memiliki efek antiviral yang
signifikan seperti pada virus ebola, Zika, respiratorysyncytial virus,
influenza H1N1, enterovirus, dan rhinovirus. Azithromycin dapat
mengganggu masuknya virus dalam sel inang dan meningkatkan respons
imun terhadap virus. Berapa studi sudah menunjukkan
efikasiazithromycin pada COVID-19.
Studi lebih lanjut mengenai azithromycin sebagai monoterapi pada
pasien COVID-19 perlu dilakukan. Berdasarkan pedoman COVID-19 di
Indonesia, pemberian azithromycin dianjurkan pada pasien yang
dicurigai atau terkonfirmasi COVID-19 dengan dosis 1x500 mg PO
selama 5 hari untuk kasus ringan dan 500 mg/24 jam IV atau PO selama
5–7 hari untuk kasus sedang sampai berat.
 Kolkisin
Kolkisin merupakan obat antiinflamasi yang umum digunakan sebagai
terapi gout. Obat ini bekerja dengan mengganggu migrasi neutrofil ke
daerah inflamasi dan menghentikan kompleks inflamasi dari neutrofil
dan monosit. Pada pasien COVID-19, efek ini berfungsi untuk
menurunkan inflamasi miosit kardiak. Efek kolkisin dalam menurunkan
badai sitokin pada pasien COVID-19 sampai sekarang masih diteliti
lebih lanjut. Penggunaan kolkisin pada pasien COVID-19 juga belum
direkomendasikan dan menunggu studi yang lebih besar.
 Plasma Konvalesen
Beberapa studi menunjukkan bahwa terapi plasma konvalesen memiliki
luaran klinis yang lebih baik dan dapat menurunkan tingkat kematian.
Studi pemberian plasma konvalesen pada pasien COVID-19  dengan gejala
ringan hingga sedang sedang diteliti pada berbagai senter uji klinis di
seluruh dunia. Dosis baku yang diperlukan sampai sekarang masih belum
dapat ditentukan dan masih menunggu kepastian dari studi di berbagai
negara.
Terapi ini dilakukan dengan cara memberikan plasma pasien COVID-19
yang sudah sembuh dengan metode plasmaferesis kepada pasien
COVID-19 yang berat atau mengancam nyawa.
 Terapi Lainnya.
Penggunaan kortikosteroid, seperti dexamethasone kini telah terbukti
dapat menurunkan mortalitas pada kasus COVID-19 yang berat, yaitu
pasien yang mendapatkan intubasi dan ventilasi mekanik atau non-
invasiveventilation (NIV) atau highflow nasal oxygen (HFNO).
Dexamethasone tidak diindikasikan pada kasus COVID-19 yang ringan
dan hanya diberikan jika ada indikasi tertentu. Penggunaan antibiotik
juga harus diberikan sesuai kemungkinan etiologi. Pada keadaan sepsis,
antibiotik empiris dapat diberikan dalam waktu 1 jam. Pada pasien
COVID-19 yang diterapi menggunakan obat antiinflamasinonsteroid
(OAINS), ditemukan memiliki luaran yang buruk. Penggunaan OAINS
dapat diberikan hanya jika terdapat indikasi klinis. Saat ini
penggunaan ivermectin untuk profilaksis dan terapi COVID-19  juga sedang
diteliti lebih lanjut. Protokol MATH+ untuk manajemen COVID-19 juga saat
ini sedang diteliti lebih lanjut.
 Pengendalian Infeksi
Pasien suspek COVID-19 harus dirawat di kamar isolasi dengan pintu tertutup
dan menggunakan masker bedah. Tenaga kesehatan yang merawat harus
dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) yang memadai.
 Vaksinasi
Pengembangan vaksin COVID-19 menggunakan DNA, mRNA, protein
rekombinan, dan vektor adenovirus kini sedang banyak diteliti. Beberapa vaksin,
seperti INO-4800, mRNA-1273, Ad5-nCoV, LV-SMENP-DC, dan pathogen-
specificaAPC sedang dalam proses uji klinis manusia fase 1. Saat ini, di
Indonesia juga sedang dilakukan penelitian fase III vaksin COVID-19 oleh
Universitas Padjadjaran bersama dengan SinovacBiotech.
B. KONSEP KEPERAWATAN
a. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien menurut Lyer et al (1996,
dalam Setiadi, 2012).
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya (Manurung, 2011).
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik,
mental, sosial dan lingkungan menurut Effendy (1995, dalam Dermawan, 2012).
1. Tujuan pengkajian menurut Dermawan (2012) adalah sebagai berikut:
a. Untuk memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan pasien.
b. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan pasien.
c. Untuk menilai keadaan kesehatan pasien.
d. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah
berikutnya.
2. Tipe data menurut Setiadi (2012) adalah sebagai berikut:
a. Data subjektif Data subjektif adalah deskripsi verbal pasien mengenai
masalah kesehatannya. Data subjektif diperoleh dari riwayat keperawatan
termasuk persepsi pasien, perasaan dan ide tentang status kesehatannya.
Sumber data lain dapat diperoleh dari keluarga, konsultan dan tenaga
kesehatan lainnya.
b. Data objektif Data objektif adalah hasil observasi atau pengukuran dari
status kesehatan pasien.
3. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pengkajian Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pengkajian menurut Dermawan (2012) adalah sebagai
berikut:
a. Data yang dikumpulkan harus menyeluruh meliputi aspek bio-psiko-sosial
dan spiritual.
b. Menggunakan berbagai sumber yang ada relevansinya dengan masalah
pasien dan menggunakan cara-cara pengumpulan data yang sesuai dengan
kebutuhan pasien.
c. Dilakukan secara sistematis dan terus menerus.
d. Dicatat dalam catatan keperawatan secara sistematis dan terus menerus.
e. Dikelompokkan menurut kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritual.
f. Dianalisis dengan dukungan pengetahuan yang relevan.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan
merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan.
Diagnosis keperawatan sejalan dengan diagnosis medis sebab dalam
mengumpulkan data-data saat melakukan pengkajian keperawatan yang
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa keperawatan ditinjau dari keadaan
penyakit dalam diagnosa medis. Langkah-langkah dalam penulisan
diagnosa keperawatan terdiri dari:
1. Pengelompokan Data dan Analisa data
a) Data Subjektif Contoh: “Pasien mengeluhkan nyeri saat menelan karena
ada tumor di leher, akibatnya BB turun lebih dari 10 kg dalam 12 bulan
berakhir, karena nyeri menelan”.
b) Data Objektif Contoh: TB = 165 cm, BB = 45 kg.
2. Interpretasi Data
Contoh: Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
3. Validasi Data
Validasi data ini dilakukan untuk memastikan ke akuratan diagnosa
dimana perawat bersama pasien memvalidasi diagnosa sehingga diketahui
bahwa pasien setuju dengan masalah yang sudah dibuat dan faktor-faktor yang
mendukungnya. Contoh: Perawat mengukur BB pasien akibat tumor yang
dideritanya.
4. Penyusunan Diagnosa Keperawatan (dengan rumusan P+E+S)
P = Problem
E = Etiolog
S = Symptom.
Contoh: Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ditandai dengan klien
mengatakan BB turun lebih dari 10 kg dalam 12 bulan terakhir, TB = 165 cm,
BB = 45 kg.
Dari contoh diagnosa di atas, dapat diketahui:
o Problemnya adalah: gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh.
o Etiologinya adalah: intake yang tidak adekuat.
o Symptomnya adalah: klien mengatakan BB turun lebih dari 10 kg dalam 12
bulan terakhir, klien mengeluh nyeri saat menelan, sehinggan menghindari
untuk tidak makan, TB = 170 cm, BB = 50 kg.
Tanngal Symptom (S) Etilogi (E) Problem (P)
ditemukan
c. Perencanaan Keperawatan
1) Intervensi Keperawatan dan Rasional
Menurut Nursing Interventions Classification (NIC) (2013), intervensi
keperawatan merupakan suatu perawatan yang dilakukan perawat berdasarkan
penilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk meningkatkan outcoem
pasien/klien. Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik
yang diharapkan dari klien, dan atau/atau tindakan yang harus dilakukan oleh
perawat. Intervensi dilakukan untuk membantuk klien mencapai hasil yang
diharapkan (Deswani, 2009). Menurut kozier, et al (2010), intervensi
keperawatan harus spesifik dan dinyatakan dengan jelas. Pengelompokkan
seperti bagaimana, kapan, di mana, frekuensi, dan besarnya, menunjukkan isi
dari aktivitas yang direncanakan. Intervensi keperawatan dapat dibagi menjadi
dua, yaitu: mandiri (dilakukan oleh perawat) dan kolaboratif (yang dilakukan
bersama dengan pemberi perawatan lainnya). Perencanaan adalah suatu kategori
dari perilaku keperawatan dimana tujuan berpusat pada klien dan hasil yang di
perkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan
tersebut (Potter & Perry, 2005). Tahap perencanaan berfokus pada
memprioritaskan masalah, merumuskan tujuan dan kriteria hasil, membuat
instruksi keperawatan, dan mendokumentasikan rencana asuhan keperawatan.
2) Kolaborasi dan Rasional
Dalam menjalankan tugasnya perawat tidak dapat melakukannya seorang diri,
perawat akan berkolaborasi dengan tim medis lain seperti dokter, analis
kesehatan, ahli gizi, apoteker, farmasi dan lainnya. Kolaborasi perawat dengan
tim medis lainnya sangat bermanfaat dalam menjalankan tugasnya untuk
memberikan asuhan keperawatan yang baik dan benar, manfaat yang didapat
dari kolaborasi antara perawat dan tim medis lainnya adalah sebagai berikut:
 Kemampuan dari pelayanan kesehatan yang berbeda dapat terintegrasikan
sehingga terbentuk tim yang fungsional.
 Kualitas pelayanan kesehatan dan jumlah penawaran pelayanan meningkat
sehingga masyarakat mudah menjangkau pelayanan kesehatan.
 Bagi tim medis dapat saling berbagi pengetahuan dari profesi kesehatan
lainnya dan menciptakan kerjasama tim yang kompak.
 Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan manggabungkan
keahlian unik professional.
 Memaksimalkan produktivitas serta efektivitas dan efisiensi sumberdaya.
 Meningkatkan kepuasan profesionalisme, loyalitas, dan kepuasan kerja.
 Peningkatan akses ke berbagai pelayanan kesehatan.
 Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan kesehatan.
 Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan
profesional sehingga dapat saling menghormati dan bekerjasama.
 Agar tim kesehatan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman.
3) Edukasi dan Rasional
Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang
melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat
fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan
diri (self direction), aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru (Craven
dan Hirnle, 1996 dalam Suliha, 2002). Edukasi merupakan serangkaian upaya
yang ditujukan untuk mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok,
keluarga dan masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat (Setiawati,
2008).
Definisi di atas menunjukkan bahwa edukasi adalah suatu proses
perubahan perilaku secara terencana pada diri individu, kelompok, atau
masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat.
Edukasi merupakan proses belajar dari tidak tahu tentang nilai kesehatan
menjadi tahu dan dari tidak mampu mengatasi kesehatan sendiri menjadi
mandiri (Suliha, 2002). Dalam keperawatan, edukasi merupakan satu bentuk
intervensi keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik individu,
kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui
kegiatan pembelajaran, yang didalamnya perawat berperan sebagai perawat
pendidik.Pelaksanaan edukasi dalam keperawatan merupakan kegiatan
pembelajaran dengan langkah-langkah sebagai berikut: pengkajian kebutuhan
belajar klien, penegakan diagnosa keperawatan, perencanaan edukasi,
implementasi edukasi, evaluasi edukasi, dan dokumentasi edukasi (Suliha,
2002).
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
a. IDENTITAS PASIEN :
Nama Pasien : Ny. M
Umur : 48 Tahun
No.Rekam Medis : -
Diagnosa Medis : Covid 19
b. KELUHAN UTAMA : demam dan hilang indra penciuman, batuk sesekali
c. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG : Covid 19
d. RIWAYAT PENYAKIT MASA LALU : DM (Diabetes Melitus)
e. RIWAYAT PSIKOSOSIAL :
 Ibu rumah tangga
 Tinggal dirumah bersama suami
 Berada dilingkungan kompleks
f. POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI :
a) Makan : Frekuensi (-) /hari. Dengan porsi (-)
b) Minum : Frekuensi (-)/hari porsi (-) sehari
c) Istirahat : Lamanya (-) jam tidur siang/hari, Malam ± 8
jam
d) Eliminasi : Frekuensi : BAK (-)/hari, BAB (-)/hari
e) Aktivitas : Merokok sejak SMP s.d sekarang
f) Kebersihan : Frekuensi Mandi (-)/hari, Sikat Gigi (-)/hari
g. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA : Tidak ada riwayat
penyakit keluarga seperti penderita
h. PEMERIKSAAN FISIK :
a) Tanda-tanda vital :
N : 100x/m
RR : 26x/m
S : 38⁰ C
TD : 130/80 mmHg
b) Tinggi badan :-
c) Berat badan :-
d) Kepala :-
e) Mata :-
f) Hidung : dihidung indra penciuman menghilang
g) Mulut :-
h) Telinga :-
i) Dada :
j) Jantung :-
k) Abdomen :-
l) Ekstremitas : -
i. PENGKAJIAN DATA FOKUS SISTEM RESPIRASI :
Inspeksi :-
Auskultasi :-
Palpasi :-
Perkusi. :-
j. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Hari/Tgl/Ja Jam Hasil Interpretasi Nilai Normal
m Pemeriksaan

- SaO2 88% Kadar Kadar oksigen tinggi


oksigen Tekanan parsial oksigen
rendah, (PaO2): di atas 120 mmHg
Menunjukan
keadaan Kadar oksigen normal
hipoksemia Saturasi oksigen (SaO2): 95–
100%
Tekanan parsial oksigen
(PaO2): 80–100 mmHg

Kadar oksigen rendah


Saturasi oksigen (SaO2): di
bawah 95%
Tekanan parsial oksigen
(PaO2): di bawah 80 mmHg

HB 13 Hemoglobin Pria : 13-18 g/dL


gr/dl normal
SI unit : 8,1- 11,2 mmol/L
Wanita : 12-16 g/dL

SI unit : 7,4-9,9 mmol/L

WBC 15.103 WBC tinggi 3200-10.000/ mm3 S1 : 3,2


menandakan -10,0 x
adanya 109/L
infeksi
pada tubuh
pasien

PLT 155.10 Normal 150-450.10³


³ S1 : 150-450.10⁹/L
GDS 280 Gula darah
mg/dl 1. Tes Gula Darah Sewaktu
sewaktu
menunjukka Tujuan tes ini dilakukan
adalah untuk mengukur kadar
n kadar gula glukosa darah pada jam
200 mg/dL tertentu secara acak. Untuk
menjalani tes ini, pengidap
atau lebih, tidak perlu berpuasa terlebih
maka dahulu. Bila hasil tes gula
darah sewaktu menunjukkan
pengidap kadar gula 200 mg/dL atau
bisa lebih, maka pengidap bisa
dikatakan positif mengidap
dikatakan diabetes.
positif
2. Tes Gula Darah Puasa
mengidap
Sedangkan tes gula darah
diabetes. puasa, bertujuan untuk
mengukur kadar glukosa darah
pengidap dalam kondisi puasa.
Untuk menjalani tes ini,
pengidap akan diminta untuk
berpuasa terlebih dahulu
selama 8 jam. Setelah itu, baru
akan diambil sampel darahnya
untuk mengetahui kadar gula
darahnya. 

Bila hasil tes gula darah puasa


menunjukkan kadar gula darah
kurang dari 100 mg/dL, maka
kadar gula darah masih
normal. Namun, bila hasil tes
gula darah berada di antara
100–125 mg/dL, maka
pengidap mengalami kondisi
yang dinamakan prediabetes.
Sedangkan hasil tes gula darah
puasa yang berada di angka
126 mg/dL atau lebih,
menunjukkan bahwa pengidap
positif mengidap diabetes.

3. Tes Toleransi Glukosa

Pengidap juga perlu berpuasa


terlebih dahulu selama
semalam untuk menjalani tes
ini. Kemudian, pengidap akan
menjalani pengukuran tes gula
darah puasa. Setelah tes
tersebut selesai dilakukan,
pengidap akan diminta
meminum larutan gula khusus.
Kemudian, sampel gula darah
akan kembali diambil setelah 2
jam minum larutan gula. 

Bila hasil tes toleransi glukosa


di bawah 140 mg/dL, berarti
kadar gula darah masih
normal. Sedangkan hasil tes
toleransi glukosa yang berada
di antara 140–199 mg/dL
menunjukkan kondisi
prediabetes. Hasil tes toleransi
glukosa dengan kadar gula 200
mg/dL atau lebih berarti
pengidap positif mengidap
diabetes.

4. Tes HbA1C
(glycatedhaemoglobintest)

Tes ini bertujuan untuk


mengukur kadar glukosa rata-
rata pengidap selama 2–3
bulan ke belakang. Tes ini
akan mengukur kadar gula
darah yang terikat pada
hemoglobin, yaitu protein
dalam sel darah merah yang
berfungsi membawa oksigen
ke seluruh tubuh. Untuk
menjalani tes HbA1C,
pengidap tidak perlu berpuasa
terlebih dahulu. Hasil tes
HbA1C di bawah 5,7 persen
menunjukkan kondisi normal.
Sedangkan hasil tes HbA1C
yang berada di antara 5,7–6,4
persen, menunjukkan kondisi
prediabetes. Hasil tes HbA1C
di atas 6,5 persen berarti
pengidap mengalami diabetes.

k. PENGOBATAN :

Hari/tgl/jam Jenis terapi Dosis


 Menjalani perawatan dan
karantina dirumah sakit
rujukan
 Memberikan obat pereda
demam dan nyeri yang
aman dan sesuai kondisi
penderita
 Mengajarkan penderita
covid 19 untuk
melakukan isolasi
mandiri dan istirahat
yang cukup
 Mengajukan penderita
covid 19 untuk banyak
minum air putih untuk
menjaga kadar cairan
tubuh
 Remdisivir
 Dektametason
(kortikosteroid)
 Terapi plasma
konvalesen
 Anti bodi monokional

B. DATA FOKUS
 Data Subyektif (DS) :
a. Pasien mengeluhkan demam
b. Pasien mengeluh hilangnya Indra penciuman
c. Batuk sesekali

 Data Obyektif (DO) :


DO Primer :

a. Tanda-tanda vital :
a) N : 100x/m
b) RR : 26x/m
c) S : 38⁰ C
d) TD : 130/80 mmHg
b. Riwayat kontak dengan pasien Covid(+)
 DO Sekunder :
a. Pemeriksaan Laboratorium:
a. Hb 13 gr/dL
b. WBC 15.103
c. PLT 155.103
d. SaO2 88%
e. GDS 280 mg/dL
b. Setelah dilakukan Rotampak paru-paru mutih diarea badak.
c. Dan hasil CT scant tampak 660
C. ANALISA DATA :
Batasan Karakteristik Data (DO & DS) Diagnosis Keperawatan
 DS : Hipertermia
Pasien mengeluhkan demam
 DO :
- N : 100x/menit
- RR : 26x/menit
- S : 380C
- GDS : 280 mg/Dl
- WBC : 15.103
 DS : Gangguan persepsi sensori
Pasien mengeluh hilangnya indra penciuman
 DO :
- Memilik riwayat DM
 DS : Hambatan pertukaran gas
Batuk sesekali
 DO :
- SaO2 : 88%
- RO : paru-paru memutih didaerah basal

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN (NANDA/SDKI)


Rumusan Diagnosi Keperawatan (NANDA/SDKI)
Domain 11: Keamanan/perlindungan
Kelas 6 : Termoregulasi
Kode Dx: 00007
Dx 1: Hipertermia
Kategori : psikologis
Subkategori : integritas ego
Kode Dx: 0085
Dx 2: Gangguan persepsi sensori
Domain 3: eliminasi dan pertukaran
Kelas 4 : Fungsi integumen
Kode Dx: 00030
Dx 3: hambatan pertukaran gas
E. TUJUAN TINDAKAN (NOC/SIKI)
Diagnosa keperawatan Tujuan tindakan (NOC/SLKI)
Hipertermia NOC :
Thermoregulasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan


Selama: melakukan tindakan pasien
menunjukkan:
- Suhu 38oC
- Nadi dan RR dalam rentang normal
- Tidak ada perubahan warna kulit dan
tidak ada pusing,merasa nyaman.
Gangguan persepsi sensori NOC:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
diharapkan gangguan persepsi sensori
membaik dengan kriteria hasil :
Fungsi sensori :
- Ketajaman pendengaran sedang
- Ketajaman penglihatan sedang
- Persepsi stimulasi kulit sedang
- Persepsi posisi tubuh sedang
- Perbedaan bau sedang
- Perbedaan rasa sedang
Hambatan pertukaran gas NOC:
 Respiratory Status : Gas exchange
 Keseimbangan asam Basa, Elektrolit
 Respiratorystatus ventilation
 Vital Sign Status Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama
Gangguanpertukaran pasien teratasi
dengan kriteria hasil:
 Mendemonstrasikan peningkatan
ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
 Memelihara kebersihan paru paru
dan bebas dari tanda tandadistress
pernafasan
 Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosi dan
dyspneu( mamapumengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursedlips)
 Tanda tandavital dalam rentang
normal
 AGD dalam batas normal
 Status neurologis dalam batas
normal

F. RENCANA TINDAKAN DAN RASIONAL (NIC/SIKI)


Rencana keperawatan
Diagnosa keperawatan Rasional
(INTERVENSI)
Hipertermia NIC : Fever trethment
Fever trethment Observasi:
Observasi: 1. Suhu 38.9-41,1
1. Monitor suhu sesering menunjukkan adanya
mungkin proses infeksius akut.
Pola demam dapat
membantu dalam
diagnosis mengetahui
penyakit dengan nilai
suhu dan membantu
dalam menetapkan
intervensi tindakan.
2. Perubahan pada warna
dan suhu kulit
merupakan indikasi
2. Monitor warna dan suhu kulit demam
3. Dengan adanya panas
berlebihan
mengakibatkan
3. Monitor tekanan darah, nadi hemodinamika di
dan RR dalam tubuh terganggu
4. Demam atau panas
tinggi dapat
mengakibatkan
penurunan kesadaran
4. Monitor penurunan tingkat karena pusat
kesadaran pengaturan suhu berada
di otak tepatnya di
hipotalamus
5. Mengetahui penyebab
demam
6. Mengetahui secara
pasti makanan yang
masuk dan keluar
5. Monitor WBC, Hb, dan Hct Mandiri:
1. Untuk mencegah
hilangnya kehangatan
6. Monitor intake dan output 2. Dapat menurunkan
kehangatan dan
penurunan suhu tubuh
Mandiri: 3. Membantu
1. Selimuti pasien menurunkan demam
dengan efek
vasodilator air hangat
2. Berikan cairan intravena melalui proses
evaporase
Health education:
3. Berikan kompres hangat  Untuk merangsang
penurunan panas
melalui efek kerja
konduksi
 Penyediaan udara
bersih
1.
Health education:
 Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
Gangguan persepsi sensori SIKI: - Kaji perbedaan bau
Observasi : sedang : untuk
- Identifikasi adanya nyeri atau mengindentifikasi
keluhan fisik lainnya kemampuan pasien
- Identifikasi toleransi fisik dalam menganalisa
melakukan pergerakan bau yang berbeda.
- Monitor frekuensi jantung dan - Orientasikan pasien
tekanan darah sebelum untuk mencium bau
memulai mobilisasi bauan seperti bunga,
- Monitor kondisi umum selama permen, bau yang
melakukan mobilisasi ringan maupun
Terapeutik : tajam.
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi - Menganjurkan
dengan alat bantu (mis, pagar penggunaan
tempat tidur) alternative rangsang
- Fasilitasi melakukan lingkungan : untuk
pergerakan jika perlu mengidentifikasi
- Libatkan keluarga untuk kemampuan respons
membantu pasien dalam stimulus lingkungan
meningkatkan pergerakan - Optimalisasi
Dukungan Perawatan diri lingkungan untuk
Observasi : menurunkan risiko
- Identifikasi adanya keyakinan cedera pada pasien
tidak rasional
Terapeutik :
- Fasilitiasi mengindektifikasi
situasi perasaan muncul dan
respons trehadap situasi
- Fasilitasi mengindentifikasi
refleksi perasaan yang
destruktif
- Fasilitasi mengidentifikasi
dampak situasi pada hubungan
keluarga
- Fasilitasi memahami perasaan
bersalah adalah reaksi umum
terhadap trauma , pengaiayaan,
berduka, bencana, atau
kecelakaan
- Fasilitasi dukungan spiritual
jika perlu
Hambatan pertukaran gas NIC :
1. Kaji pola pernapasan pasien 1. Mengetahui
monitir TTV. tindakan yang akan
2. Posisikan pasien untuk dilakukan selanjutnya
memaksimalkan ventilasi 2. Memkasimalkan
3. Keluarkan sekret dengan batuk ventilasi
atau suction 3. Melakukan tindakan
4. Auskultasi suara nafas, suara selanjutnya
tambahan catat adanya suara 4. Mengoptimalkan
tambahan pernapasan
5. Monitor respirasi dan status 02 5. Mengoptimalkan
6. Catat pergerakan jalan napas
dada,amatikesimetrisan, 6. Mengetahui
penggunaan otot tambahan, adanyan keabnromalan
retraksiotot supraclavicular pada pernapasan untuk
danintercostal mengoptimalkan
7. Monitor suara nafas, seperti tindakan
dengkur, Monitor pola nafas : 7. Melakukan tindakan
bradipena, takipenia, selanjutnya
kussmaul, hiperventilasi, 8. Mendengarkan
cheynestokes, biot bunyi pernapasan
8. Auskulta suara napas catat 9. Mengoptimalkan
area penurunan / tidak adanya pengobatan yang
ventilasi dan suara tambahan diberikan
9. Kolaborasi pemberian obat
BAB IV
PEMBAHASAN
A. DISCHARGE PLANNING
Perencanaan pulang (Discharge Planning) adalah suatu proses dimana mulainya pasien
mendapatkan pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan baik dalam
proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien
merasa siap untuk kembali ke lingkungannya (Kozier, 2004). Discharge Planning dilakukan
sejak pasien diterima disuatu layanan kesehatan di rumah sakit dimana rentang waktu pasien
untuk menginap semakin diperpendek (Sommerfeld, 2001).
Tujuan Discharge planning adalah meningkatkan kontinuitas perawatan, meningkatkan
kualitas perawatan dan memaksimalkan manfaat sumber pelayanan kesehatan. Discharge
Planning dapat mengurangi hari rawatan pasien, mencegah kekambuhan, meningkatkan
perkembangan kondisi kesehatan pasien dan menurunkan beban perawatan pada keluarga dapat
dilakukan melalui discharge planning (Naylor, 1990), dan menurut Mamon et al (1992),
pemberian discharge planning dapat meningkatkan kemajuan pasien, membantu pasien untuk
mencapai kualitas hidup optimum sebelum dipulangkan, beberapa penelitian bahkan
menyatakan bahwa discharge planning memberikan efek penting dalam menurunkan
komplikasi penyakit, pencegahan kekambuhan dan menurunkan angka mortalitas dan
morbiditas (Limnetzer et al, 1993: Hester, 1996).
Berikut adalah Discharge Planning pada pasien terkait dengan kasus:
 Petunjuk Pelepasan Coronavirus (COVID-19)

Anda didiagnosis dengan virus Corona baru, yang dikenal sebagai COVID-19. Ini adalah penyakit
virus yang dapat menyebabkan demam, batuk, dan kesulitan bernapas. Beberapa orang mungkin
mengalami kedinginan, nyeri otot, pilek, bersin, sakit tenggorokan, sakit perut, atau buang air besar.

Saat meninggalkan UVA, Anda akan diminta untuk memakai masker. Anda harus memakainya
sampai Anda pulang

 Kapan saya perlu menghubungi dokter?


 Hubungi dokter Anda jika pernapasan Anda semakin buruk (lebih keras atau lebih cepat dari
sebelumnya atau Anda merasa udara Anda semakin berkurang).
 Beberapa orang mulai merasa lebih buruk pada minggu kedua penyakit mereka, jika Anda
mulai merasa lebih buruk sewaktu-waktu dalam penyakit Anda, hubungi dokter Anda, yang
akan memberi tahu Anda ke mana harus pergi berobat.
 Jika bisa, kenakan masker sebelum meninggalkan rumah atau sebelum Anda masuk ke klinik
atau rumah sakit.

Segera dapatkan pertolongan medis jika Anda mengembangkan tanda-tanda peringatan darurat
COVID-19 seperti : kesulitan bernapas, nyeri dada atau tekanan yang tidak kunjung hilang,
kebingungan baru atau tidak bisa bangun, bibir atau wajah kebiruan.

 Tindakan pencegahan di rumah

Virus ini menyebar dengan mudah melalui tetesan kecil saat Anda batuk atau bersin. Anda harus
mengambil langkah-langkah ini untuk membantu mencegah penyakit menyebar ke orang-orang di
rumah dan komunitas Anda

1. Isolasi diri di rumah

Seperti yang disarankan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), kami meminta
Anda untuk tinggal di rumah dan membatasi kontak dengan orang lain untuk menghindari penyebaran
virus ini.

 Tetap di rumah kecuali pergi ke dokter


 Jangan pergi bekerja, sekolah, atau tempat umum, kecuali untuk mendapatkan perawatan
medis.
 Hindari menggunakan transportasi umum (seperti bus), ride-sharing, atau taksi.
 Jika Anda memiliki janji dengan dokter yang akan datang, hubungi kantor dan beri tahu mereka
bahwa Anda menderita COVID-19.
 Se parate diri dari orang lain dan hewan di rumah Anda.
 Hindari menyentuh orang lain, termasuk berjabat tangan.
 Sebisa mungkin, tinggallah di kamar tertentu dan jauh dari orang lain di rumah Anda.
 Anda juga sebaiknya menggunakan kamar mandi terpisah, jika tersedia.
 Hindari berbagi barang-barang rumah tangga pribadi.
 Anda tidak boleh berbagi piring, gelas minum, cangkir, peralatan makan, handuk, pasta
gigi, atau tempat tidur dengan orang lain atau hewan peliharaan di rumah Anda.
 Setelah menggunakan barang-barang ini, mereka harus dicuci bersih dengan sabun dan air.
 Jangan memegang hewan peliharaan atau hewan lain saat sakit.
2. Bersihkan dan disinfeksi
 Bersihkan semua permukaan "high-touch" setiap hari.

 Permukaan dengan sentuhan tinggi termasuk counter, meja, gagang pintu, perlengkapan
kamar mandi, toilet, telepon, keyboard, tablet, dan meja samping tempat tidur.
 Bersihkan semua permukaan yang mungkin terdapat darah, tinja, atau cairan tubuh.
Gunakan semprotan atau lap pembersih rumah tangga, sesuai dengan petunjuk label.
 Label berisi petunjuk penggunaan produk pembersih yang aman dan efektif termasuk
tindakan pencegahan yang harus Anda lakukan saat mengaplikasikan produk, seperti
mengenakan sarung tangan dan memastikan Anda memiliki aliran udara yang baik di dalam
ruangan selama penggunaan produk.
 Cuci cucian.
 Lepas dan cuci pakaian atau seprai yang terkena darah, tinja, atau cairan tubuh, lalu segera
cuci tangan Anda
3. Hentikan penyebaran.
 Bersihkan tangan Anda sesering mungkin.
 Cuci tangan Anda dengan sabun dan air setidaknya selama 20 detik atau,
 Gunakan hand sanitizer berbahan dasar alkohol yang mengandung setidaknya 60% alkohol,
menutupi semua permukaan tangan Anda dan menggosoknya hingga terasa kering.
 Cuci tangan Anda setelah membuang ingus, batuk, atau bersin; pergi ke kamar mandi, dan
sebelum makan atau menyiapkan makanan.
 Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut Anda dengan tangan yang belum dicuci.
 Tutupi batuk dan bersin Anda.
 Tutupi mulut dan hidung Anda dengan tisu saat Anda batuk atau bersin.
 Buang tisu bekas ke tempat sampah berlapis; segera bersihkan tanganmu.
 Kenakan masker wajah
 Anda harus mengenakan masker saat berada di sekitar orang lain (misalnya, berbagi kamar
atau kendaraan) atau hewan peliharaan dan sebelum Anda memasuki kantor penyedia
layanan kesehatan.
4. Beri tahu kontak dekat Anda
 Orang yang tinggal dengan Anda harus mengisolasi diri selama 14 hari SETELAH periode
isolasi diri Anda berakhir.
 Kontak dekat lainnya seperti pengasuh dan pasangan intim harus mengisolasi diri selama 14
hari SETELAH kontak terakhir Anda dengan mereka.
 Kontak dekat Anda harus memantau sendiri gejala dengan memeriksa suhu dua kali sehari
dan mengamati demam, batuk, atau sesak napas. Mereka harus menghubungi dokter jika
mengalami gejala COVID-19.
 Mereka juga harus sering membersihkan tangan dan menghindari menyentuh mata, hidung,
dan mulut dengan tangan yang tidak dicuci.
 Mereka harus memakai masker jika harus berada di ruangan yang sama dengan Anda jika
Anda tidak bisa memakainya.
 Kapan saya bisa menghentikan tindakan pencegahan di rumah?

Dokter Anda akan memberi tahu Anda kriteria mana yang harus diikuti di bawah ini

(Kriteria berbasis gejala) Anda dapat berhenti mengisolasi diri Anda sendiri jika kedua hal
berikut terjadi:
 Anda tidak demam setidaknya selama 24 jam (yaitu satu hari penuh tanpa demam tanpa
menggunakan obat yang mengurangi demam.
 Gejala lain telah membaik (misalnya, saat batuk atau sesak napas sudah membaik)
 Setidaknya 10 hari telah berlalu sejak gejala Anda pertama kali dimulai atau ,
 (Kriteria berbasis waktu) Anda dapat berhenti mengisolasi diri sendiri saat kedua hal
berikut terjadi:
 Anda tidak pernah mengalami gejala COVID19
 Setidaknya 10 hari telah berlalu sejak tes positif pertama Anda dimulai
 (Kriteria berdasarkan gejala yang diperluas untuk penyakit parah) Anda dapat
berhenti mengisolasi diri Anda sendiri ketika kedua hal ini terjadi:
 Anda tidak demam setidaknya selama 24 jam (yaitu satu hari penuh tanpa demam tanpa
menggunakan obat yang mengurangi demam)
 Gejala lain telah membaik (misalnya, saat batuk atau sesak napas sudah membaik.
 Setidaknya 20 hari telah berlalu sejak gejala Anda pertama kali dimulai.
 (Kriteria berbasis waktu yang diperpanjang untuk gangguan sistem kekebalan yang
parah) Anda dapat berhenti mengisolasi diri Anda sendiri jika kedua hal ini telah
terjadi:
 Anda tidak pernah mengalami gejala COVID19
 Setidaknya 20 hari telah berlalu sejak tes positif pertama Anda
 (Kriteria berbasis pengujian) Anda dapat berhenti mengisolasi diri Anda sendiri
ketika kedua hal berikut terjadi:
 Anda tidak demam setidaknya selama 24 jam (yaitu satu hari penuh tanpa demam tanpa
menggunakan obat yang mengurangi demam)
 Gejala lain telah membaik (misalnya, saat batuk atau sesak napas sudah membaik dan
 Anda memiliki dua tes berulang negatif untuk COVID19
 Kelola stres dan kecemasan Anda
 Sakit bisa membuat stres atau menyebabkan kecemasan. Ingatlah bahwa setiap orang
bereaksi berbeda terhadap situasi stres.
 Sakit dengan COVID-19 mungkin sangat membuat stres karena ini adalah penyakit baru
dan ada banyak liputan berita. Beristirahatlah dari menonton, membaca, atau mendengarkan
berita, termasuk media sosial.
 Orang dengan kondisi mental yang sudah ada sebelumnya harus melanjutkan perawatan
mereka dan waspada terhadap gejala baru atau yang memburuk.
 Jika Anda, atau seseorang yang Anda sayangi, merasa kewalahan dengan emosi seperti
kesedihan, depresi, atau kecemasan, hubungi Saluran Bantuan Bencana Disaster Distress
dari Substance Abuse and Mental Health Services Administration (SAMHSA).
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
COVID-19 (coronavirus disease 2019) adalah penyakit yang disebabkan oleh jenis
coronavirus baru yaitu Sars-CoV-2, yang dilaporkan pertama kali di Wuhan Tongkok pada
tanggal 31 Desember 2019.23 Apr 2020.
 Coronavirus berasal dari banyak spesies hewan liar paling banyak pada spesies
kelelawar, sama dengan MERS dan SARS
 Penyebaran COVID-19 terjadi dari orang ke orang (person-to-person). Paling banyak
ditularkan saat orang yang terinfeksi COVID-19 batuk, bersin, yang menginfeksi orang
sehat.
 Kasus Coronavirus jenis baru ini berawal dari Provinsi Wuhan, Cina. Dimana warga
Wuhan sering mengonsumsi hewan liar yang tersedia bebas di pasar-pasar di Wuhan.

B. SARAN
Mahasiswa dan Mahasiswi diharapkan lebih menambah pengetahuan tentang Covid-19
sehingga dapat mambantu dalam proses pembelajaran dan tindakan-tindakan yang akan
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5216476/struktur-virus-corona-cara-hidup-gejala-
terinfeksi-klasifikasi

https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/coronavirus-disease-2019-covid-19/diagnosis

https://www.alomedika.com/coronavirus-disease-2019-covid-19/etiologi

https://www.sehatq.com/artikel/komplikasi-corona-ini-bisa-muncul-pada-pasien-positif-covid-19

https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/coronavirus-disease-2019-covid-
19/penatalaksanaan

https://www.alodokter.com/covid-19

McCloskey, Joanne C., Bullechek, Gloria M. (1996). Nursing Interventions Classification (NIC). St.
Loui: Mosby.

Budiono. 2016. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan Badan Pengembangan
dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan

Butcher, H.K., Bulechek G.M., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. 2018. Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi Ketujuh. Philadelphia: Elsevier

http://www.healthsystem.virginia.edu/docs/per/coronavirus-covid-19-discharge-
instructions/handout_view_patient/@@getDocument

Anda mungkin juga menyukai