Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah-masalah yang terjadi pada bayi baru lahir yang diakibatkan oleh
tindakan-tindakan yang dilakukan pada saat persalinan sangatlah beragam.
Trauma akibat tindakan, cara persalinan atau gangguan kelainan fisiologik
persalinan yang sering kita sebut sebagai cedera atau trauma lahir. Partus
yang lama akan menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis. Kebanyakan
cedera lahir ini akan menghilang sendiri dengan perawatan yang baik dan
adekuat.

Keberhasilan penatalaksanaan kasus kelainan bayi dan anak tergantung dari


pengetahuan dasar dan penentuan diagnosis dini, persiapan praoperasi,
tindakan anestesi dan pembedahan serta perawatan pasca operasi.
Penatalaksanaan perioperatif yang baik akan meningkatkan keberhasilan
penanganan kelainan bayi dan anak.

B. Ruang Lingkup Masalah


Ruang lingkup pembahasan yang akan dibahas yaitu mengenai hirschprung,
obstruksi billiaris, omfalokel dan hernia diafragmatika.

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui penyakit pada neonatus dan bayi khususnya Obstruksi
Biliaris, Omfalokel,
2. Untuk mengetahui penyebab Obstruksi Biliaris, Omfalokel.
3. Untuk mengetahui diagnosisnya Obstruksi Biliaris, Omfalokel.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan Obstruksi Biliaris, Omfalokel.

1
5. Mahasiswa mampu mempelajari dan melaksanakan asuhan kebidanan
pada bayi baru lahir dengan trauma lahir.
6. Untuk mengingatkan kita kembali, untuk semaksimal mungkin
melakukan penatalaksanaan perioperatif pada obstuksi usus untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. BAYI BARU LAHIR


Pengertian
1. Menurut Saifuddin, (2002) Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir
selama satu jam pertama kelahiran.
2. Menurut Donna L. Wong, (2003) Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir
sampai usia 4 minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38 – 42
minggu.
3. Menurut Dep. Kes. RI, (2005) Bayi baru lahir normal adalah bayi yang
lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat
lahir 2500 gram sampai 4000 gram.
4. Menurut M. Sholeh Kosim, (2007) Bayi baru lahir normal adalah berat
lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis,
dan tidak ada kelainan congenital (cacat bawaan) yang berat.

Kelainan Kongenital Pada Neonatus, Bayi, dan Balita


Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan
dapat dikenali sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun
kemudian setelah kelahiran. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab
penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir.
Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering
diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-
akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi
yang dilahirkan.

Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan


dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi
kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan
kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama

3
kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologi dan laboratorium
untuk menegakkan diagnosa kelainan kongenital setelah  bayi lahir dikenal
pula adanya diagnosis pre/- ante natal kelainan kongenital dengan
beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi,
pemeriksaan air ketuban dan darah janin.

B. HIRSCHPRUNG
Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu kelainan
kongenital yang ditandai dengan penyumbatan pada usus besar yang
terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena sebagian dari
usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya.
Sehingga menyebabkan terakumulasinya feses dan dilatasi kolon yang
masif.
1. Penyebab
Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di
sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang
melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltik).
Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang
disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit
Hirschsprung, ganglion ini tidak ada, biasanya hanya sepanjang
beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan
peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna dan
terjadi penyumbatan. Penyakit Hirschsprung 5 kali lebih sering
ditemukan pada bayi laki-laki. Penyakit ini kadang disertai dengan
kelainan bawaan lainnya, misalnya sindroma Down.
2. Tanda dan gejala
a. segera setelah lahir, bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium
(tinja pertama pada bayi baru lahir)
b. tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
c. perut menggembung
d. muntah
e. diare encer (pada bayi baru lahir)

4
f. berat badan tidak bertambah, mungkin terjadi retardasi
pertumbuhan
g. malabsorbsi.
3. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan colok dubur (memasukkan jari tangan ke dalam anus)
menunjukkan adanya pengenduran pada otot rektum.
4. Pengobatan
Pengobatan dengan diberikan obat-obat yang bersifat simptomatis atau
definitif. Pada keadaan gawat darurat, mungkin juga diperlukan
koreksi cairan dan keseimbangan elektrolit.Untuk mencegah terjadinya
komplikasi akibat penyumbatan usus, segera dilakukan kolostomi
sementara. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada dinding perut
yang disambungkan dengan ujung usus besar. Pengangkatan bagian
usus yang terkena dan penyambungan kembali usus besar biasanya
dilakukan pada saat anak berusia 6 bulan atau lebih. Jika terjadi
perforasi (perlubangan usus) atau enterokolitis, diberikan antibiotik.

C. OBSTRUKSI BILIARIS
1. Pengertian
Obstruksi biliaris, yaitu timbunan kristal di dalam kandung empedu
atau di dalam saluran empedu. kelainan bawaan ini dimana terjadi
penyumbatan pada saluran empedu sehingga cairan empedu tidak
dapat mengalir ke dalam usus untuk dikeluarkan dalam feses (sebagai
sterkobilin )Pada bayi lahir tidak terjadi obstruksi biliaris, melainkan
ikterus, karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah.
Ikterus adalah keadaan teknis dimana ditemukannya warna kuning
pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh pigmen empedu.
Pada bayi baru lahir sering disebabkan inkompabilitas faktor Rh atau
golongan darah ABO antara ibu dan bayi atau karena defisiensi GGPO
pada bayi.

5
2. Etiologi
Obstruksi biliaris ini disebabkan oleh :
a. Batu empedu
b. Karsinoma duktus biliaris
c. Karsinoma kaput pankreas
d. Radang duktus biliaris komunis
e. Ligasi yang tidak disengaja pada duktus komunis (Sarjadi,2005)
f. Kista dari saluran empedu
g. Limfe node diperbesar dalam porta hepatis
h. Tumor yang menyebar ke sistem empedu (Zieve David,2009)

3. PATOFISIOLOGI
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding
empedu misalnya ada tomor atau penyempitan karena trauma. Batu
empedu dan cacing askariasis sering dijumpai sebagai penyebab
sumbatan didalam lumen saluran. Pankreasitis, tumor caput pankreas,
tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah
ligamentum hepato duodenale dapat menekan saluran empedu dari luar
menimbulkan gangguan aliran empedu. (Reskoprojo,1995)
Kurangnya bilirubin dalam saluran usus bertanggung jawab atas tinja
pucat biasanya dikaitkan dengan obstruksi empedu. Penyebab gatal
(pruritus) yang berhubungan dengan obtruksi empedu yang tidak jelas.
Sebagian percaya mungkin berhubungan dengan akumulasi asam
empedu di kulit. Selain itu, mungkin berkaitan dengan pelepasan
opioid endogen. (Judarwanto,2009)
Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu
sehingga empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk
dikeluarkan (sebagai strekobilin) di dalam feses. (Ngastiyah,2005).

6
4. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyakit yang ditimbulkan, meliputi :
a. Penyakit duktus biliaris intrahepatik :
Atresia biliaris
b. Merupakan suatu kondisi kelainan dimana saluran empedu tidak
terbentuk atau tidak berkembang secara normal.
Sirosis biliaris primer
c. Secara histologis kerusakan duktus tampak dikelilingi infiltrasi
limfosit yang padat dan sering timbul granuloma.
Kolangitis sklerosing
d. Obat-obatan long-acting lebih menyebabkan kerusakan hepar
dibandingkan dengan obat-obatan short-acting. (Sarjadi,2000)
Obstruksi biliaris akut
e. Obtruksi biliaris akut duktus biliaris umumnya disebabkan oleh
batu empedu. Secara klinis akan menimbulkan nyeri kolik dan
ikterus. Apabila kemudian sering terjadi infeksi pada traktus
biliaris, duktus akan meradang (kolangitis) dan timbul demam.
Kolangitis dapat berlanjut menjadi abses hepar.
f. Obstruksi biliaris yang berulang akan menimbulkan fibrosis traktus
portal dan regenerasi noduler sel hepar. Keadaan ini disebut sirosis
biliaris sekunder. (Sarjadi,2000)

5. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan bilirubin)
Pemeriksaan darah dilakukan dengan pemeriksaan fungsi hati
khususnya terdapat peningkatan kadar bilirubin direk. Disamping
itu dilakukan pemeriksaan albumin, SGOT,SGPT, alkali fosfatase,
GGT dan faktor pembekuan darah.
b. Rontgen perut (tampak hati membesar)
c. Kolangiogram atau kolangiografi intraoperatif
Yaitu dengan memasukkan cairan tertentu ke jaringan empedu
untuk mengetahui kondisi saluran empedu.

7
d. Breath Test
Dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam memetabolisir
sejumlah obat.
e. USG
Menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan hati,
kandung empedu dan saluran empedu.
f. Imaging Radionuklida (radioisotop)
g. Skrening hati
Penggambaran radionuklida yang menggunakan subtansi radioaktif
yang diikat oleh sel-sel hati.
h. Koleskintigrafi
Mengetahui peradangan akut dari kandung kemih
i. CT Scan
Pemeriksaan ini bisa menemukan kelainan yang difus (tersebar)
seperti kelemahan hati dan jaringan hati yang menebal secara
abnormal.
j. Kolangiopankreatografi Endoskopik Retrograd
k. Foto rontgen sederhana
Menunjukkan batu empedu yang berkapur
l. Pemeriksaan biopsi hati
m. Laparotomi
n. Kolangiografi operatif
o. Kolangiografi Transhepatik Perkutaneus
p. MRI

6. PENCEGAHAN
Mengetahui faktor resiko yang dimiliki, sehingga mendapatkan prompt
diagnosis dan pengobatan jika saluran empedu tersumbat.
Penyumbatan itu sendiri tidak dapat dicegah. (Attasaranya S, Fogel
EL, 2008)
Dalam hal ini bidan dapat memberikan pendidikan kesehatan pada
orang tua untuk mengantisipasi setiap faktor resiko terjadinya

8
obstruksi biliaris (penyumbatan saluran empedu) dengan keadaan fisik
yang memnunjukkan anak tampak ikterik, feses pucat dan urine
berwarna gelap (pekat). (Sarjadi.2000)

7. KOMPLIKASI
a. Demam
b. Nafsu makan berkurang
c. Sulit buang air besar
8. PENATALAKSANAAN
a. Medis
Penatalaksanaan medisnya dengan tindakan operasi.
(Ngastiyah,2005)
b. Asuhan kebidanan
1) Mempertahankan kesehatan bayi (pemberian makan yang
cukup gizi sesuai dengan kebutuhan, serta menghindarkan
kontak infeksi).
2) Memberikan penjelasan kepada orang tua bahwa keadaan
kuning pada bayi berbeda dengan bayi lain yang kuning akibat
hiperbilirubin biasa yang hanya dapat dengan terapi sinar atau
terapi lain. (Ngastiyah,2005)

D. OMFALOKEL
1. Pengertian
Omphalokel pada dasarnya sama dengan gastroschisis. Omphalocele
adalah defek (kecacatan) pada dinding anterior abdomen pada dasar
dari umbilical cord dengan herniasi dari isi abdomen. Organ-organ
yang berherniasi dibungkus oleh peritoneum parietal. Setelah 10
minggu gestasi, amnion dan Wharton Jelly juga membungkus massa
hernia (Lelin-Okezone, 2007).  Omphalocele adalah suatu keadaan
dimana dinding perut mengandung struktur muskulo aponeuresis yang
kompleks. Aponeuresis adalah lembaran jaringan mirip tendon yang
lebar serta mengkilap untuk membungkus dan melekatkan otot yang

9
satu dengan yang lainnya dan juga dengan bagian yang digerakkan
oleh otot tersebut.
a. Dibagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang.
b. Disebelah atas, melekat pada iga.
c. Di bagian bawah melekat pada tulang panggul.
Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam
lapisan kulit yang terdiri dari kutis dan sub cutis, lemak sub cutan dan
fasia superfisialis (Fasia scarpa). Kemudian ketiga otot dinding perut,
m. oblikus abdominis externus, m. oblikus abdominis internus, m.
tranfersus abdominis dan akhirnya lapis preperitoneum. Peritoneum,
yaitu fasia tranversalis, lemak peritoneal dan peritoneum. Otot di
bagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rectus abdominis
dengan fasianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba
(Harnawatiaj, 2008).

Omphalocele adalah kondisi bayi waktu dilahirkan perut bagian


depannya berlubang dan usus hanya dilapisi selaput yang sangat tipis
(dr. Irawan Eko, Spesialis Bedah RSU Kardinah, 2008). Omphalocele
berarti muara tali pusat dan dinding perut tidak menyatu sehingga usus
keluar (dr. Christoffel SpOG (K) RSUPM, 2008). Omphalocele terjadi
saat bayi masih dalam kandungan. Karena gangguan fisiologis pada
sang ibu, dinding dan otot-otot perut janin tak terbentuk dengan
sempurna. Akibatnya, organ pencernaan seperti usus, hati, tali pusar,
serta lainnya tumbuh di luar tubuh. Jenis gastroschisis terjadi seperti
omphalocele. Bedanya, posisi tali pusar tetap pada tempatnya.(,2008
,dr Redmal Sitorus).
2. Epidemiologi / Insidens
Di Amerika Serikat, omphalokel yang kecil terjadi dengan rasio 1
kasus dalam 5.000 kelahiran. Omphalokel yang besar terjadi dengan
rasio 1 kasus dalam 10.000 kelahiran. Perbandingan laki-laki dengan
perempuan adalah 1:1. Menurut catatan Dinas Kesehatan Bangka
Belitung, dalam kurun waktu tiga bulan belakangan ini, setidaknya ada

10
enam kasus kelahiran dengan usus terburai. Padahal, selama ini catatan
medis memperlihatkan, angka kejadian kelainan dinding perut adalah
sekali dalam tiap 200.000 kelahiran. Perempuan umur 40 tahun atau
lebih cenderung melahirkan bayi dengan omphalokel. Angka kematian
kelainan ini tinggi bila omfalokel besar karena kantong dapat pecah
dan terjadi infeksi.

3. Etiologi
Menurut Rosa M. Scharin (2004), etiologi pasti dari omphalocele
belum diketahui. Beberapa teori telah dipostulatkan, seperti :
a. Kegagalan kembalinya usus ke dalam abdomen dalam 10-12
minggu yaitu kegagalan lipatan mesodermal bagian lateral untuk
berpindah ke bagian tengah dan menetapnya the body stalk selama
gestasi 12 minggu.
b. Faktor resiko tinggi yang berhubungan dengan omphalokel adalah
resiko tinggi kehamilan seperti :
1) Infeksi dan penyakit pada ibu
2) Penggunaan obat-obatan berbahaya, merokok,
3) Kelainan genetic
4) Defesiensi asam folat
5) Hipoksia
6) Salisil dapat menyebabkan defek pada dinding abdomen.
7) Asupan gizi yang tak seimbang
8) Unsur polutan logam berat dan radioaktif yang masuk ke dalam
tubuh ibu hamil.
4. Tanda dan Gejala
Terdapatnya usus dan organ perut lainnya yang menonjol keluar
dinding perut di sekitar umbilicus. Lubang yang terbentuk bervariasi,
tergantung kepada besarnya lubang di pusar. Jika lubangnya kecil,
mungkin hanya usus yang menonjol tetapi jika lubangnya besar, hati
juga bisa menonjol melalui lubang tersebut.

11
5. Patofisiologi
Menurut Suriadi & Yuliani R, 2001, patofisiologi dari omphalokel
adalah:
a. Selama perkembangan embrio, ada suatu kelemahan yang terjadi
dalam dinding abdomen semasa embrio yang mana menyebabkan
herniasi pada isi usus pada salah satu samping umbilicus (yang
biasanya pada samping kanan). Ini menyebabkan organ visera
abdomen keluar dari kapasitas abdomen dan tidak tertutup oleh
kantong.
b. Terjadi malrotasi dan menurunnya kapasitas abdomen yang
dianggap sebagai anomaly.
c. Gastroskisis terbentuk akibat kegagalan fusi somite dalam
pembentukan dinding abdomen sehingga dinding abdomen
sebagian tetap terbuka.
d. Letak defek umumnya disebelah kanan umbilicus yang terbentuk
normal.
e. Usus sebagian besar berkembang di luar rongga abdomen janin.
Akibatnya, usus menjadi tebal dan kaku karena pengendapan dan
iritasi cairan amnion dalam kehidupan intrauterine. Usus juga
tampak pendek. Rongga abdomen janin sempit.
f. Usus-usus, visera dan seluruh permukaan rongga abdomen
berhubungan dengan dunia luar menyebabkan penguapan dan
pancaran panas dari tubuh cepat berlangsung, sehingga terjadi
dehidrasi dan hipotermi, kontaminasi usus dengan kuman juga
dapat terjadi dan menyebabkan sepsis, aerologi menyebabkan usus-
usus distensi sehingga mempersulit koreksi pemasukan ke rongga
abdomen pada waktu pembedahan.
g. EmbriogenesisPada janin usia 5 – 6 minggu isi abdomen terletak di
luar embrio di rongga selom. Pada usia 10 minggu terjadi
pengembangan lumen abdomen sehingga usus dari extra
peritoneum akan masuk ke rongga perut. Bila proses ini terhambat
maka akan terjadi kantong di pangkal umbilikus yang berisi usus,

12
lambung kadang hati. Dindingnya tipis terdiri dari lapisan
peritoneum dan lapisan amnion yang keduanya bening sehingga isi
kantong tengah tampak dari luar, keadaan ini disebut omfalokel.
Bila usus keluar dari titik terlemah di kanan umbilikus, usus akan
berada di luar rongga perut tanpa dibungkus peritoneum dan
amnion, keadaan ini disebut gastroschisis.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Fisik
Pada omfalokel tampak kantong yang berisi usus dengan atau
tanpa hati di garis tengah pada bayi yang baru lahir.Pada gastro
schisis usus berada di luar rongga perut tanpa adanya kantong.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Maternal Serum Alfa Fetoprotein (MSAFP).
Diagnosis prenatal defek pada dinding abdomen dapat dideteksi
dengan peningkatan MSAFP. MSAFP dapat juga meninggi pada
spinabifida yang disertai dengan peningkatan asetilkolinesterase
dan pseudokolinesterase.
c. Pemeriksaan radiology
Fetal sonography dapat menggambarkan kelainan genetik dengan
memperlihatkan marker structural dari kelainan kariotipik.
Echocardiography fetus membantu mengidentifikasi kelainan
jantung. Untuk mendukung diagnosis kelainan genetik diperjelas
dengan amniosentesis. Pada omphalocele tampak kantong yang
terisi usus dengan atau tanpa hepar di garis tengah pada bayi yang
baru lahir.
7. Pencegahan
Terpenuhinya nutrisi selama kehamilan seperti asam folat, vitamin B
komplek dan protein.
8. Komplikasi
Komplikasi dini merupakan infeksi pada kantong yang mudah terjadi
pada permukaan yang telanjang. Kelainan kongenital dinding perut ini
mungkin disertai kelainan bawaan lain yang memperburuk prognosis

13
9. Penatalaksanaan
a. Medis
Tindakan yang dapat dilakukan ialah dengan melindungi kantong
omfalokel dengan cairan anti septik misalnya betadin dan
menutupnya dengan kain dakron agar tidak tercemar. Setelah itu
segera melaksanakan persiapan untuk merujuk ke Rumah Sakit
untuk segera dilakukan pembedahan menutup omfalokel agar tidak
terjadi cedera pada usus dan infeksi perut.
b.Asuhan Kebidanan Asuhan kebidanan yang dapat dilakukan jika
menjumpai pasien anak/ bayi yang mengalami omfalokel, adalah
merujuk. Kerena jika mengalami keterlambatan dalam merujuk
maka akan mengalami cedera pada usus dan infeksi perut.

E. LABIOSKIZIS/LABIOPALATOSKIZIS
PENGERTIAN  :
1. Kelainan kotak palatine (bagian depan serta samping muka serta langit
– langit mulut) tidak menutup dengan sempurna
2. Merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau
pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional berkembang,
bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu.
Belahnya belahan dapat sangat berpariasi, mengenai salah satu bagian
atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan
palatum durum serta molle. Suatu klasifikasi berguna membagi
struktur – struktur yang terkena menjadi :
a. Palatum primer : meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan
palatum durum dibelahan foramen incivisium.
b. Palatum sekunder : meliputi palatum durum dan molle posterior
terhadap foramen.
Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum
primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.

14
Kadang – kadang terlihat suatu  belahan submukosa, dalam kasus
ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan
otot palatum.
ETIOLOGI
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing
antara lain :
a. Faktor genetik atau keturunan : dimana material genetik dalam
khromosom yang mempengaruhi. Dapat terjadi karena adanya
mutasi gen ataupun kelainan khromosom. Pada setiap sel yang
normal mempunyai 46 khromosom yang terdiri dari 22 pasang
khromosom non sex(kkhromosom 1 – 22) dan 1 pasang
khromosom sex (khromosom X dan Y) yang menentukan jenis
kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau
sindroma patau dimana ada 3 untai khromosom 13 pada setiap sel
penderita, sehingga jumlah total khromosom pada setiap selnya
adalah 47. jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir
sumbing akan menyebabkan ganggguan berat pada perkembangan
otak, jantung dan giinjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi
dengan frekueunsi 1 dari 8000 – 10000 bayi yang lahir.
b. Kurang nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C dan
asam folat.
c. Radiasi
d. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama
e. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti
infelsi rubella dan sifillis, toksoplasmosis dan klamidia
f. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi
hormonal, akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan
alkohol.
g. Multifaktorial dan mutasi genetic
h. Displasia ektodrmal.

15
PATOFISIOLOGI
Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena
tidak terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian
yang telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali.
Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris
dengan prominem nasalis medial yang diikuti difusi kedua bibir,
rahang dan palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi septum nasi.
Gangguan fusi palatum durum serta palatum mole terjadi sekitar
kehamilan ke 7 sampai 12 minggu.
KLASIFIKASI
a. Berdasarkan organ yang terlibat :
1) Celah bibir (labioskizis)
2) Celah di gusi (gnatoskizis)
3) Celah dilangit (Palatoskizis)
4) Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di
bibir dan langit – langit (labiopalatoskizis).
b. Berdasarkan lengkap/ tidaknya celah terbentuk :
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan
hingga yang berat, beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui
adalah :
1) Unilateral iincomplete à Jika celah sumbing terjadi hanya di
salah satu bibir dan tidak memanjang ke hidung
2) Unilateral complete à Jika celah sumbing yang terjadi hanya
disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung
3) Bilateral complete à Jika celah sumbing terjadi dikedua sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung.
DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir
mudah karena pada celah sumbing mempunyai ciri fisik yang
specifik.Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat digunakan uuntuk
mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau tidak.

16
Walaupun pemeriksaan ini tidak sepenuhnya specifik. Ibu hamil
dapat memeriksakan kandungannya dengan menggunakan USG.
GEJALA DAN TANDA
Ada beberapa gejala dari bibir sumbing, yaitu :
1) Terjadi pemisahan langit – langit
2) Terjadi pemisahan bibir
3) Terjadi pemisahan bibir dan langit – langit
4) Infeksi telinga berulang
5) Berat badan tidak bertambah
6) Pada bayi terjadi regurgitasi nasal sehingga ketika menyusui
yaitu keluarnya air susu dari hidung.
KOMPLIKASI
Keadaan kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa
komplikasi karenanya, yaitu :
1) Kesulitan makan (kurang gizi) ; dialami pada penderita bibir
sumbing dan jika diikuti dengan celah palatum memerlukan
penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang
benar dan juga kesabaran memberi makan pada bayi dengan
bibir sumbing.
2) Infeksi telinga ; dikarenakan tidak berfungsi dengan bai saluran
yang menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan
jika tidak segera diatasi maka akan kehilangan pendengaran
3) kesulitan berbicara ; Otot – otot untuk berbicara mengalami
penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat
mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya.
4) masalah gigi ; pada celah bibir, gigi tumbuh tidak normal atau
bahkan tidak tumbuh sehingga perlu perawatan dan penanganan
khusus.
PENATALAKSANAAN
Penanganan uuntuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi.
Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat
badan yang menigkat dan bebas dari iinfeksi oral pada saluran

17
nafas dan sistemik.dalam bebarapa buku dikatakakkn juga untuk
melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum sepuluh (rules
of ten) yaitu Berat badan bayi min 10 pon kadar Hb 10 gr% dan
usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10000/ui.
Perawatan :
1) Menyusui
2) Menggunakan alat khusus
3) posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju
bagian sisi atau belakang lidah bayi
4) tepuk – tepuk punggung bayi berkali – kali karena cenderung
uuntuk menelan banyak udara
5) periksa bagia bawah hidung dengan teratur, kadang – kadang
luka terbentuk pada bagian bawah pemisah lobang hidung
6) Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak
menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut
uuntuk memberikan kesempatan pada kulit yang elmbut
tersebut untuk sembuh
7) Setelah siap menyusu, perlahan – lahan bersihkan daerah
sumbing dengan alat berujung kapas yang dicelupkan dalam
hydrogen peroksida setengah kuat atau air.
Pengobatan :
1) Dilakukan bedah elektif yang melibatkakn bebrapa disiplin
ilmu untuk penanganan selanjutnya. Bayi akan  memperoleh
operasi untuk memperbaiki kalainan tetapi waktunya yang tepat
untuk operasi tersebut bervariasi.
2) Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir
berdasarkan kriteria rule of ten yaitu umur >10 mg, BB > 10
kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.00 ui
3) Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan /
palatoplasti dikerjakan sediini mungkin (15 – 24 bln) sebelum
anak mampu bicara lengkap sehiongga pusat bicara otak belum
membentuk cara bicara. Pada umur 8 – 9 thn dilaksanakan

18
tindakan operasi penambahan tulang pada celah
alveolus/maksila uuntuk memungkinkan ahli ortodensi
mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya
normal.
4) Operasi terakhir pada i\usia 15 – 17 tahu n dikerjakan setelah
pertumbuhan tulang – tulang muka mendeteksi selesai.
5) Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak
memiliki  kerusakan yang lebar. Dalam hal ini suatu kontur
seperti balon bicara ditempel pada bagian belakang gigi geligi
menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih
baik.
6) Anak tersebut juga membutuhkan teraphi bicara karena langit –
langit sangat penting untuk pembentukan bicara dan perubahan
struktur.
Prinsip perawatan secara umum :
1) Lahir; bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (naso Gastric
Tube) bila perlu untuk membantu masuknya makanan kedalam
lambung.
2) Umur 1 minggu ; pembuatan feeding plate untuk mambantu
menutup langit – langit dan mengarahkan pertumbuhan,
pemberian dot khusus.
3) Umur 3 bulan ; labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir,
alanasi (untuk hidung) dan evaluasi telinga.
4) Umur 18 bulan – 2 thn ; palatoplasty à tindakan operasi langit –
langit bila terdapat sumbing pada langit – langit.
5) Umur 4 tahun ; dipertimbangkan repalatory atau pharingoplasty
6) Umur 6 tahun ; evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.
7) Umur 11 tahun ; alveolar bone graft augmentation (cangkok
tulang pada pinggir alveolar untuk memberikan jalan bagi gigi
caninus). Perawatan ortodontis
8) Umur 12 – 13 tahun ; final touch,perbaikan – perbaikan bila
diperlukan

19
F. ATRESIA OESOPHAGUS
PENGERTIAN  :
Atresia oesophagus adalah gangguan pembentukan dan pergerakan lipatan
pasangan kranial dan satu lipatan kaudal pada usus depan primitif.
Atresia oesophagus sering disertai dengan kelainan jantung,
gastrointestinal (atresia duodeni, atresia ani), kelainan tulang. Akibat
atresia saliva akan terkumpul diujung bagian yang buntu, yang akan
mengalir keluar atau masuk kedalam trakhea (bila terdapat fistula). Lebih
berbahaya bila melalui fistula trakheo-oesophagus, cairan lambung
mengalir kedalam paru – paru.
ETIOLOGI :
Kegagalan pada fase embrio terutama pada bayi yang lahir prematur
MANIFESTASI KLINIK :
1. Hipersekresi cairan dari mulut
2. Gangguan menelan makanan (tersedak, batuk)
DIAGNOSIS :
1. Biasanya disertai hydramnion (60%) dan hal ini pula yang
menyebabkan kenaikan frekuensi bayi yang lahir prematur. Sebaiknya
bila dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu
disertai hydramnion, hendaknya dilakukan kateterisasi oesophagus
dengan kateter no 6 – 10 F. Bila kateter terhenti pada jarak kurang dari
10cm, maka harus diduga terdapat atresia oesophagus.
2. Bila pada bayi baru lahir timbul sesak nafas yang disertai dengan air
liur yang meleleh keluar, harus disertai terdapat atresia oesophagus.
3. Segera setelah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan cyanosis
karena aspirasi cairan kedalam jalan nafas.
4. Diagnosis pasti dapat dibuat dengan photo thoraks yang akan
menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat atresia. Pemberian
kontras kedalam oesophagus dapat memberi gambaran yang lebih pasti,
tetapi cara ini tidak dianjurkan.

20
5. Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisik apakah lambung terisi udara
atau kosong untuk menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula
trakheo oesophagus. Hal ini dapat dilihat pada photo abdomen.
PENATALAKSANAAN :
1. Pertahankan posisi bayi dalam posisi tengkurap, bertujuan untuk
meminimalkan terjadinya aspirasi
2. Pada anak segera dipasang kateter kedalam oesophagus dan bila
mungkin dilakukan penghisapan terus menerus.
3. Pertahankan keaktifan fungsi respirasi
4. Dilakukan tindakan pembedahan.

G. ATRESIA REKTI DAN ATRESIA ANUS


PENGERTIA
Atresia rekti adalah  obstruksi pada rektum.
Atresia anus adalah obstruksi pada anus.
Atresia anus adalah salah satu bentuk kelainan bawaan yang menunjukan
keadaan tidak adanya anus, atau tidak sempurnanya anus.
ETIOLOGI :
1. Belum diketahui secara pasti
2. Merupakan (kegagalan perkembangan) anomaly gastrointestinal
(sistem pencernaan) dan genitourinary (sistem perkemihan)
3. Gangguan pertumbuhan fusi dan pembentukan anus dari tonjolan
embrionik
4. Pada atresia anus, diduga ada keterlibatan kelainan genetik pada
khromosom 21
BENTUK - BENTUK KELAINAN ATRESIA ANUS :
1. Lubang anus sempit atau salah letak di depan tempat semestinya
2. Terdapat selaput pada saat pembukaan anus sehingga mengganggu
proses pengeluaran feces
3. Rektum (saluran akhir usus besar) tidak terhubung dengan anus
4. Rektum terhubung degan saluran kemih atau sistem reproduksi melalui
fistula (lubang), dan tidak terdapat pembukaan anus.

21
MANIFESTASI KLINIK
1. Tidak bisa b a b melalui anus
2. Distensi abdomen
3. Perut kembung
4. Muntah muntah pada umur 24 – 48 jam
PEMERIKSAAN FISIK :
1. Anus tampak merah
2. Usus melebar kadang – kadang tampak illieus obstruksi
3. Pada auskultasi terdengar hyperperistaltik.

H. HERNIA DIAFRAGMATIKA
Definisi
Hernia adalah penonjolan gelung atau ruas organ atau jaringan melalui
lubang abnormal. Diafragmatika adalah sekat yang membatasi rongga
dada dan rongga perut.
Diafragma adalah otot inspirasi utama. Sewaktu diafragma berkontraksi, ia
bergerak ke kaudal. Dengan menurunnya diafragma, vicera abdomen
terdorong ke kaudal pula. Akibatnya ialah bahwa volume cavitas
thoracalis dan terjadi penurunan tekanan intra thoracal, sehingga udara
tersedot ke dalam paru. Selain itu, volume cavitas abdominalis sedikit
berkurang dan tekanan intraabdominal agak meningkat.
Diafragma dibentuk dari 3 unsur yaitu membran pleuroperitonei, septum
transversum dan pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-otot dinding
dada. Gangguan pembentukan itu dapat berupa kegagalan pembentukan
sebagian diafragma, gangguan fusi ketiga unsur dan gangguan
pembentukan otot. Pada gangguan pembentukan dan fusi akan terjadi
lubang hernia, sedangkan pada gangguan pembentukan otot akan
menyebabkan diafragma tipis dan menimbulkan eventerasi.
Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga
dada melalui suatu lubang pada diafragma. Akibat penonjolan viscera
abdomen ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu pada diafragma.
Terjadi bersamaan dengan pembentukan sistem organ dalam rahim.

22
Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga
dada melalui suatu lubang pada diafragma. Diafragma adalah sekat yang
membatasi rongga dada dan rongga perut.
Hernia diafragmatika adalah masuknya bagian atas lambung ke dalam
lubang diafragma. Diafragma  adalah sekat yang membatasi rongga dada
dan rongga perut. Pada neonatus ini disebabkan oleh gangguan
pembentukan diafragma.
Foramen bochdalek merupakan celah sepanjang 2-3 cm di posterior
diafragma setinggi costa 10 dan 11, tepat di atas glandula adrenal. Kadang-
kadang defek ini meluas dari lateral dinding dada sampai ke hiatus
esophagus. Kanalis pleuroparietalis ini secara normal tertutup oleh
membran pleuroparietal pada kehamilan minggu ke-8 sampai ke-10.
Kegagalan penutupan kanalis ini dapat menimbulkan terjadinya hernia
Bochdalek. Hernia ini merupakan kelainan yang jarang terjadi. Mc Culley
adalah orang pertama yang mendeskripsikan kelainan ini pada tahun 1754.
Bochdalek pada 1848 menggambarkan secara detil aspek embriologi pada
hernia ini yang merupakan defek tersering (80%).
Etiologi
Penyabab pasiti hernia masih belum diketahui. Hal ini sering dihubungkan
dengan penggunaan thalidomide, quinine, nitrofenide, antiepileptik, atau
defisiensi vitamin A selama kehamilan.
Janin tumbuh di uterus ibu sebelum lahir, berbagai sistem organ
berkembang dan matur. Diafragma berkembang antara minggu ke-7
sampai 10 minggu kehamilan. Esofagus (saluran yang menghubungkan
tenggorokan ke abdomen), abdomen, dan usus juga berkembang pada
minggu itu.

Pada neonatus hernia ini disebabkan oleh gangguan pembentukan


diafragma. Seperti diketahui diafragma dibentuk dari 3 unsur yaitu
membran pleuroperitonei, septum transversum dan pertumbuhan dari tepi
yang berasal dari otot-otot dinding dada. Gangguan pembentukan itu dapat
berupa kegagalan pembentukan sebagian diafragma, gangguan fusi ketiga

23
unsur dan gangguan pembentukan otot. Pada gangguan pembentukan dan
fusi akan terjadi lubang hernia, sedangkan pada gangguan pembentukan
otot akan menyebabkan diafragma tipis dan menimbulkan eventerasi.
Pada hernia tipe Bockdalek, diafragma berkembang secara tidak wajar
atau usus mungkin terperangkap di rongga dada pada saat diafragma
berkembang. Pada hernia tipe Morgagni, otot yang seharusnya
berkembang di tengah diafragma tidak berkembang secara wajar.
Pada kedua kasus di atas perkembangan diafragma dan saluran pencernaan
tidak terjadi secara normal. Hernia difragmatika terjadi karena berbagai
faktor, yang berarti “banyak faktor” baik faktor genetik maupun
lingkungan.

Manifestasi klinik
Walaupun hernia morgagni merupakan kelainan kongenital, hernia ini
jarang bergejala sebelum usia dewasa. Sebaliknya hernia Bockdalek
menyebabkan gangguan nafas segera setelah lahir sehingga memerlukan
pembedahan darurat. Anak sesak terutama kalau tidur datar, dada tampak
menonjol, tetapi gerakan nafas tidak nyata. Perut kempis dan
menunjukkkan gambaran scapoid. Pulsasi apek jantung bergeser sehingga
kadang-kadang terletak d hemithoraks kanan. Bila anak didudukan dan
diberi oksigen, maka sianosis akan berkurang.

Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia. Jika
hernianya besar, biasanya paru-paru pada sisi hernia tidak berkembang
secara sempurna.Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehingga
usus segera terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong jantung
sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan.
Gejalanya berupa:
1. Gangguan pernafasan yang berat.
2. Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen).
3. Takipneu (laju pernafasan yang cepat).
4. Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris).

24
5. Takikardia (denyut jantung yang cepat).
Secara klinis hernia diafragmatika akan menyebabkan gangguan
kardiopulmoner karena terjadi penekanan paru dan terdorongnya
mediastinum ke arah kontralateral. Pemeriksaan fisik didapatikan
gerakan pernafasan yang tertinggal, perkusi pekak, fremitus
menghilang, suara pernafasan menghilang dan mungkin terdengar
bising usus pada hemitoraks yang mengalami gangguan. Kesulitan
untuk menegakkan diagnosis hernia diafragma preoperative
menyebabkan sering terjadinya kesalahan diagnosis dan untuk itu
diperlukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis hernia
diafragmatika.

Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik
2. Pada hernia diafragmatika dada tampak menonjol, tetapi gerakan
nafas tidak nyata
3. Perut kempis dan menunjukkan gambaran scafoid
4. Pada hernia diafragmatika pulsasi apeks jantung bergeser sehingga
kadang-kadang terletak di hemitoraks kanan
5. Bila anak didudukkan dan diberi oksigen, maka sianosis akan
berkurang
6. Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris
7. Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia
8. Bising usus terdengar di dada
9. Perut terasa kosong
Pemeriksaan penunjang
Rontgen dada menunjukkan adanya organ perut di rongga dada. Hernia
diafragmatika diatasi dengan pembedahan darurat. Organ perut harus
dikembalikan ke rongga perut dan lubang pada diafragma diperbaiki.
1. Foto thoraks akan memperlihatkan adanya bayangan usus di daerah
toraks

25
2. Kadang-kadang diperlukan fluoroskopi untuk membedakan antara
paralisis diafragmatika dengan eventerasi (usus menonjol ke depan
dari dalam abdomen)

Penatalaksanaan
Apabila pada anak dijumpai adanya kelainan-kelainan yang bias
mengarah pada hernia difragmatika, maka anak perlu segera dibawa ke
dokter atau rumah sakit agar segera bias ditangani dan mendapatkan
diagnosis yang tepat.
Tindakan yang bisa dilakukan sesuai dengan masalah dan keluhan-
keluhan yang dirasakan adalah :
1. Anak ditidurkan dalam posisi duduk dan dipasang pipa nasogastrik
yang dengan teratur dihisap
2. Makanan diberikan pada porsi kecil-kecil.
3. Diberikan antibiotika profilaksis dan selanjutnya anak dipersiapkan
untuk operasi. Organ perut harus dikembalikan ke rongga perut dan
lubang pada difragma diperbaiki.
Indikasi Operasi
1. Esophagitis – refluks gastroesofageal
2. Abnormal PH monitoring pada periksaan monometrik
3. Kelainan pada foto upper GI
4. Adanya hernia paraesofageal dengan gejala mekanis
5. Esophageal stricture
6. Tindakan operatif pada Barrett’s esophagus
7. Kegagalan terapi medikal yang adekuat
8. Ruptur diafragma pada hernia traumatika
9. Insuffisiensi kardiorespirator progress
10. Kontra indikasi operasi (tidak ada)

26
I. ATRESIA DUODENI, OESOPHAGUS
Atresia Duodenum
Definisi
Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari
usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran
terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari
lambung ke usus.
Etiologi
Meskipun penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih
belum diketahui, patofisologinya telah dapat diterangkan dengan baik.
Seringnya ditemukan keterkaitan atresia atau stenosis duodenum dengan
malformasi neonatal lainnya menunjukkan bahwa anomali ini disebabkan
oleh gangguan perkembangan pada masa awal kehamilan. Atresia
duodenum berbeda dari atresia usus lainnya, yang merupakan anomali
terisolasi disebabkan oleh gangguan pembuluh darah mesenterik pada
perkembangan selanjutnya. Tidak ada faktor resiko maternal sebagai
predisposisi yang ditemukan hingga saat ini. Meskipun hingga sepertiga
pasien dengan atresia duodenum menderita pula trisomi 21 (sindrom
Down), namun hal ini bukanlah faktor resiko independen dalam
perkembangan atresia duodenum.
Patofisiologi
Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi endodermal
yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau
kegagalan rekanalisasi pita padat epithelial (kegagalan proses vakuolisasi).
Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa epitel duodenum berproliferasi
dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan terhubung ke lumen duodenal
secara sempurna. Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi
saat duodenum padat mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya
terjadi melalui proses apoptosis, atau kematian sel terprogram, yang
timbul selama perkembangan normal di antara lumen duodenum. Kadang-
kadang, atresia duodenum berkaitan dengan pankreas anular (jaringan
pankreatik yang mengelilingi sekeliling duodenum).

27
Hal ini sepertinya lebih akibat gangguan perkembangan duodenal daripada
suatu perkembangan dan/atau berlebihan dari pancreatic buds.
Pada tingkat seluler, traktus digestivus berkembang dari embryonic gut,
yang tersusun atas epitel yang merupakan perkembangan dari endoderm,
dikelilingi sel yang berasal dari mesoderm. Pensinyalan sel antara kedua
lapisan embrionik ini tampaknya memainkan peranan sangat penting
dalam mengkoordinasikan pembentukan pola dan organogenesis dari
duodenum.

Epidemiologi
Insiden atresia duodenum di Amerika Serikat adalah 1 per 6000 kelahiran.
Obstruksi duodenum kongenital intrinsik merupakan dua pertiga dari
keseluruhan obstruksi duodenal kongenital (atresia duodenal 40-60%,
duodenal web 35-45%, pankreas anular 10-30%, stenosis duodenum 7-
20%). Insiden obstruksi kongenital di Finlandia (intrinsik, ekstrinsik, dan
campuran) adalah 1 per 3400 kelahiran hidup. Tidak terdapat predileksi
rasial dan gender pada penyakit ini.

Mortalitas dan Morbiditas


Jika atresia duodenum atau stenosis duodenum signifikan tidak ditangani,
kondisinya akan segera menjadi fatal sebagai akibat gangguan cairan dan
elektrolit.Sekitar setengah dari neonatus yang menderita atresia atau
stenosis duodenum lahir prematur. Hidramnion terjadi pada sekitar 40%
kasus obstruksi duodenum. Atresia atau stenosis duodenum paling sering
dikaitkan dengan trisomi 21. Sekitar 22-30% pasien obstruksi duodenum
menderita trisomi 21.

Manifestasi Penyakit
Atresia duodenum adalah penyakit bayi baru lahir. Kasus stenosis
duodenal atau duodenal web dengan perforasi jarang tidak terdiagnosis
hingga masa kanak-kanak atau remaja.

28
Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi dengan obstruksi
duodenum teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada penelitian cohort besar
untuk 18 macam malformasi kongenital di 11 negara Eropa, 52% bayi
dengan obstruksi duodenum diidentifikasi sejak in utero. Obstruksi
duodenum ditandai khas oleh gambaran double-bubble (gelembung ganda)
pada USG prenatal. Gelembung pertama mengacu pada lambung, dan
gelembung kedua mengacu pada loop duodenal postpilorik dan prestenotik
yang terdilatasi. Diagnosis prenatal memungkinkan ibu mendapat
konseling prenatal dan mempertimbangkan untuk melahirkan di sarana
kesehaan yang memiliki fasilitas yang mampu merawat bayi dengan
anomali saluran cerna.

Gejala atresia duodenum:


1. Bisa ditemukan pembengkakan abdomen bagian atas
2. Muntah banyak segera setelah lahir, berwarna kehijauan akibat adanya
empedu (biliosa)
3. Muntah terus-menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam
4. Tidak memproduksi urin setelah beberapa kali buang air kecil
5. Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar mekonium.
Tanda dan gejala yang ada adalah akibat dari obstruksi intestinal tinggi.
Atresia duodenum ditandai dengan onset muntah dalam beberapa jam
pertama setelah lahir. Seringkali muntahan tampak biliosa, namun dapat
pula non-biliosa karena 15% kelainan ini terjadi proksimal dari ampula
Vaterii. Jarang sekali, bayi dengan stenosis duodenum melewati deteksi
abnormalitas saluran cerna dan bertumbuh hingga anak-anak, atau lebih
jarang lagi hingga dewasa tanpa diketahui mengalami obstruksi parsial.

Sebaiknya pada anak yang muntah dengan tampilan biliosa harus


dianggap mengalami obstruksi saluran cerna proksimal hingga terbukti
sebaliknya, dan harus segera dilakukan pemeriksaan menyeluruh.
Setelah dilahirkan, bayi dengan atresia duodenal khas memiliki
abdomen skafoid. Kadang dapat dijumpai epigastrik yang penuh akibat

29
dari dilatasi lambung dan duodenum proksimal. Pengeluaran mekonium
dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya tidak terganggu. Dehidrasi,
penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit segera terjadi
kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera diganti. Jika
hidrasi intravena belum dimulai, maka timbullah alkalosis metabolik
hipokalemi/hipokloremi dengan asiduria paradoksikal, sama seperti
pada obstruksi gastrointestinal tinggi lainnya.

Tuba orogastrik pada bayi dengan suspek obstruksi duodenal khas


mengalirkan cairan berwarna empedu (biliosa) dalam jumlah bermakna.
Radiografi polos yang menunjukkan gambaran double-bubble tanpa gas
pada distalnya adalah gambaran khas atresia duodenal. Adanya gas
pada usus distal mengindikasikan stenosis duodenum, web duodenum,
atau anomali duktus hepatopankreas. Kadang kala perlu dilakukan
pengambilan radiograf dengan posisi pasien tegak atau posisi dekubitus.
Jika dijumpai kombinasi atresia esofageal dan atresia duodenum,
disarankan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk atresia dan stenosis duodenum pada neonatus
mencakup:
1. Atresia esophagus
2. Malrotasi dengan volvulus midgut
3. Stenosis pyloru
4. Pankreas anular
5. Vena portal preduodenal
6. Atresia usus
7. Duplikasi duodenal
8. Obstruksi benda asing
9. Penyakit Hirschsprung
10. Refluks gastroesofageal

30
Penanganan
Tuba orogastrik dipasang untuk mendekompresi lambung. Dehidrasi
dan ketidakseimbangan elektrolit dikoreksi dengan memberikan cairan
dan elektrolit melalui infus intravena. Lakukan juga evaluasi anomali
kongenital lainnya. Masalah terkait (misalnya sindrom Down) juga
harus ditangani.

Pembedahan untuk mengoreksi kebuntuan duodenum perlu dilakukan


namun tidak darurat. Pendekatan bedah tergantung pada sifat
abnormalitas. Prosedur operatif standar saat ini berupa
duodenoduodenostomi melalui insisi pada kuadran kanan atas,
meskipun dengan perkembangan yang ada telah dimungkinkan untuk
melakukan koreksi atresia duodenum dengan cara yang minimal
invasif.
Atresia Esofagus
Definisi
Atresia esofagus adalah sekelompok kelainan kongenital yang
mencakup gangguan kontinuitas esofagus disertai atau tanpa adanya
hubungan dengan trakea.
Etiologi
Etiologi atresia esofagus merupakan multifaktorial dan masih belum
diketahui dengan jelas.
Embriologi
Mekanisme yang mendasari malformasi trakeoesofageal masih belum
jelas. Secara umum diketahui bahwa primordium saluran pernapasan
merupakan evaginasi ventral dari foregut post faringeal pada awal
minggu ke-4 dari kehamilan dan bakal tumbuh dari paru-paru terdapat
kaudal dari evaginasi ini. Selama periode pertumbuhan yang cepat,
trakea di ventral akan terpisah dengan esofagus di dorsal. Satu teori
mengatakan bahwa trakea terpisah akibat pertumbuhan longitudinal
yang cepat dari primordium menjauh dari foregut. Teori lain
mengatakan trakea sejak awal memang tumbuh terpisah dari foregut

31
dan kemudian menjadi struktur yang terpisah sebagai hasil dari suatu
proses pemisahan. Proses ini dikaitkan dengan suatu gen kunci yang
disebut gen Sonic Hedgehog (Shh), dimana ekspresi dari sinyal
pertumbuhan dari gen ini penting dalam perkembangan foregut dan
pemisahan dari trakeoesofageal. Epitel foregut yang berpisah ditandai
dengan meningkatnya jumlah sel yang mengalami proses kematian sel.
Kebanyakan studi menunjukkan bahwa defek primer yang terjadi ialah
tidak terpisahnya foregut sebagai akibat dari kegagalan pertumbuhan
trakea ataupun kegagalan dari trakea itu sendiri untuk  memisahkan diri
dari esofagus. Terdapat sekumpulan defek kongenital yang didapati
pada lebih dari 50% kasus atresia esofagus, antara lain:
1. Sindroma VACTERL (Vertebral defect, Anorectal Malformation,
Cardiovascular defect, Tracheoesophageal defect, Renal anomalies and
Limb deformity):
2. Vertebral defects – Hemivertebra, skoliosis, deformitas iga.
3. Anorectal malformations – Imperforasi anus.
4. Cardiovascular defects – Ventricular septal defect, tetralogy of Fallot,
5. Patent ductus arteriosus, atrial septal defects, atrioventricular canal
6. Defects, aortic coarctation, right-sided aortic arch, single umbilical
7. artery.
8. Tracheoesophageal defects – Esophageal atresia
9. Renal anomalies – Renal agenesis including Potter syndrome, bilateral
10. Renal agenesis or dysplasia, horseshoe kidney, polycystic kidneys,
11. Urethral atresia, ureteral malformations.
12. Limb deformities – Radial dysplasia, absent radius, radial-ray
13. deformities, syndactyly, polydactyly, lower-limb tibial deformities.
14. CHARGE, mencakup:
a. Coloboma
b. Heart defects
c. Atresia Choanae
d. Developmental retardation
e. Genital hypoplasia

32
f. Ear deformities
15. Kromosom abnormal
Trisomy 13, 18 dan 21
16. Kelainan lainnya
a. Digeorge syndrome
b.   Neurologic defects – Neural tube defects, hydrocephalus, tethered
cord, holoprosencephaly
c. GI defects – Duodenal atresia, ileal atresia, hypertrophic pyloric
stenosis, omphalocele, malrotation, Meckel diverticulum
d. Pulmonary defects – Unilateral pulmonary agenesis, diaphragmatic
hernia
e. Genitalia defects – Undescended testicles, ambiguous genitalia,
hypospadias
Secara keseluruhan kelainan-kelainan ini terdapat pada lebih dari 50%
kasus. Kelainan kardiovaskular mencakup 35% kasus, kelainan
genitourinaria mencakup 20% kasus dan kelainan gastrointestinal
mencakup 20% kasus.
Klasifikasi
Atresia esofagus disertai dengan fistula trakeoesofageal distal adalah
tipe yang paling sering terjadi. Variasi anatomi dari atresia esofagus
menggunakan sistem klasifikasi Gross of Boston yang sudah populer
digunakan. Sistem ini berisi antara lain:
1. Tipe A – Atresia esofagus tanpa fistula; Atresia esofagus murni
(10%)
2. Tipe B – Atresia esofagus dengan TEF proximal (<1%)
3. Tipe C – Atresia esofagus dengan TEF distal (85%)
4. Tipe D – Atresia esofagus dengan TEF proximal dan distal (<1%)
5. Tipe E – TEF tanpa atresia esofagus; Fistula tipe H (4%)
6. Tipe F – Stenosis esofagus kongenital tanpa atresia (<1%) – Tidak
dibicarakan.
Tipe C (85%) merupakan tipe yang paling umum dan sering
ditemukan, dimana proximal dari esofagus berdilatasi dan dinding

33
muskularnya menebal, ujungnya   terletak di superior mediastinum
kira-kira setinggi vertebra thorakal 3 atau 4.
Esofagus bagian distal yang lebih tipis dan sempit masuk ke dinding
posterior dari trakea pada carina atau lebih sering 1 cm atau 2 cm lebih
proximal.
Tipe A (10%) didapati proximal dan distal esofagus berakhir tanpa
adanya hubungan dengan trakea. Segmen proximal esofagus dilatasi
dan dindingnya menebal, biasanya ujungnya terletak di posterior
mediastinum setinggi vertebra thorakal 2.
Esofagus distal pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda-beda
diatas diafragma.
Tipe E disebut juga fistel H atau N sesuai dengan gambarannya,
didapati adanya fistula antara esofagus dengan trakea. Fistula biasanya
sangat sempit sekitar 3-5 mm lebarnya dan biasanya terletak setinggi
daerah servikal bawah. Biasanya hanya  ada satu fistula, tetapi dua atau
lebih fistula bisa dijumpai.
Tipe B (<1%) didapati adanya fistel trakeoesofagus, bukan pada ujung
kantong esofagus yang dilatasi, tetapi kira-kira 1-2 cm diatas dinding
anterior esofagus.
Tipe D (<1%) didapati adanya fistel pada kedua ujung proximal dan
distal esofagus.
Diagnosis
Antenatal
Atresia esofagus dapat dicurigai pada USG bila didapati
polihidramnion pada ibu, abdomen yang kecil pada janin, dan
pembesaran ujung esofagus bagian atas.
Dugaan juga semakin jelas bila didapati kelainan-kelainan lain yang
berkaitan dengan atresia esofagus.
Diagnosis Klinis
Bayi dengan sekresi air liur dan ingus yang sering dan banyak harus
diasumsikan menderita atresia esofagus sampai terbukti tidak ada.

34
Diagnosis dibuat dengan memasukkan kateter/NGT ke dalam mulut,
berakhir pada sekitar 10 cm dari pangkal gusi. Kegagalan untuk
memasukkan kateter ke lambung menandakan adanya atresia esofagus.
Ukuran kateter yang lebih kecil bisa melilit di kantong proximal
sehingga bisa membuat kesalahan diagnosis adanya kontinuitas
esofagus. Radiografi dapat membuktikan kepastian bahwa selang tidak
mencapai lambung.
Selang tidak boleh dimasukkan dari hidung karena dapat merusak
saluran napas atas. Dalam kedokteran modern, diagnosis dengan
menunggu bayi tersedak atau batuk pada pemberian makan pertama
sekali, tidak disetujui lagi.

Diagnosis Anatomis
Tindakan penanganan tergantung dari variasi anatomi. Penting untuk
mengetahui apakah ada fistula pada satu atau kedua segmen esofagus.
Juga penting untuk mengetahui jarak antara kedua ujung esofagus.
Bila tidak ada fistula distal, pada foto thorax dengan selang yang
dimasukkan melalui mulut akan menunjukkan segmen atas esofagus
berakhir diatas mediastinum. Dari posisi lateral dapat dilihat adanya
fistula dan udara di esofagus distal. Dari percabangan trakea bisa
dilihat letak dari fistula.
Tidak adanya udara atau gas pada abdomen menunjukkan adanya suatu
atresia tanpa disertai fistula atau atresia dengan fistula trakeoesofageal
proximal saja. Jika didapati ujung kantong esofagus proximal, bisa
diasumsikan bahwa ini adalah atresia esofagus tanpa fistula. Adanya
udara atau gas pada lambung dan usus menunjukkan adanya fistula
trakeoesofageal distal.
Pada bayi dengan H-Fistula (Gross tipe E) agak berbeda karena
esofagus utuh. Anak dapat menelan, tetapi dapat tersedak dan batuk
saat makan. Bila udara keluar dari fistula dan masuk ke saluran
pencernaan akan menimbulkan distensi abdomen.

35
Selain itu, aspirasi makanan yang berulang akan menyebabkan infeksi
saluran pernapasan. Diagnosis dapat diketahui dengan endoskopi atau
penggunaaan kontras.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah Rutin
Terutama untuk mengetahui apabila terjadi suatu infeksi pada
saluran pernapasan akibat aspirasi makanan ataupun cairan.
2. Elektrolit
Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai.
3. Analisa Gas Darah Arteri
Untuk mengetahui apabila ada gangguan respiratorik terutama
pada bayi.
4. BUM dan Serum Creatinin
Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai.
5. Kadar Gula Darah
Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai.

Pemeriksaan lainnya
1. USG : Prenatal, ginjal
2. X-Ray : Thorax, extremitas
3. Echocardiography

Penatalaksanaan
Tindakan sebelum operasi
Atresia esofagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi
untuk bayi baru lahir mulai umur satu hari antara lain:
1. Cairan intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan nutrisi
bayi.
2. Pemberian antibiotik broad-spectrum secara intravena.
3. Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan
inkubator, supine dengan posisi fowler, kepala diangkat sekitar
45°.

36
4. NGT dimasukkan secara oral dan dilakukan suction rutin.
5. Monitor vital signs.
Pada bayi prematur dengan kesulitan bernapas, diperlukan
perhatian khusus. Jelas diperlukan pemasangan endotracheal tube
dan ventilator mekanik. Sebagai tambahan, ada resiko terjadinya
distensi berlebihan ataupun ruptur lambung apabila udara respirasi
masuk ke dalam lambung melalui fistula karena adanya resistensi
pulmonar. Keadaan ini dapat diminimalisasi dengan memasukkan
ujung endotracheal tube sampai ke pintu masuk fistula dan dengan
memberikan ventilasi dengan tekanan rendah.
Echocardiography atau pemeriksaan EKG pada bayi dengan atresia
esofagus  penting untuk dilakukan agar segera dapat mengetahui
apabila terdapat adanya  kelainan kardiovaskular yang memerlukan
penanganan segera.

Tindakan selama operasi


Pada umumnya, operasi perbaikan atresia esofagus tidak dianggap
sebagai hal yang darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi
prematur dengan gangguan respiratorik yang memerlukan dukungan
ventilatorik. Udara pernapasan yang keluar  melalui distal fistula akan
menimbulkan distensi lambung yang akan mengganggu  fungsi
pernapasan. Distensi lambung yang terus menerus kemudian bisa
menyebabkan ruptur dari lambung sehingga mengakibatkan tension
pneumoperitoneum yang akan lebih lagi memperberat fungsi
pernapasan.

Pada keadaaan diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah


dengan melakukan ligasi terhadap fistula trakeoesofageal dan
menunda tindakan thoracotomy sampai masalah gangguan respiratorik
pada bayi benar-benar teratasi.
Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10 hari kemudian untuk
memisahkan fistula dan memperbaiki esofagus. Pada prinsipnya

37
tindakan operasi dilakukan untuk memperbaiki abnormalitas anatomi.
Tindakan operasi dari atresia esofagus mencakup:
1. Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal anesthesia
dengan akses vaskular yang baik dan menggunakan ventilator
dengan tekanan yang cukup sehingga tidak menyebabkan distensi
lambung.
2. Bronkoskopi pre-operatif berguna untuk mengidentifikasi dan
mengetahui lokasi fistula.
3. Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat
di depan dada untuk dilaksanakan right posterolateral
thoracotomy. Pada  H-Fistula, operasi dilakukan melalui leher
karena hanya memisahkan fistula tanpa memperbaiki esofagus.
4. Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan
cara diikat dan dijahit kemudian dibuat anastomosis esofageal
antara kedua ujung proximal dan distal dari esofagus.
5. Pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal, hampir
selalu  jarak antara esofagus proximal dan distal dapat disambung
langsung.
Ini disebut dengan primary repair, yaitu apabila jarak kedua ujung
esofagus dibawah 2 ruas vertebra. Bila jaraknya 3-6 ruas vertebra,
dilakukan delayed primary repair. Operasi ditunda selama paling
lama 12 minggu, sambil dilakukan suction rutin dan pemberian
makanan melalui gastrostomy, maka jarak kedua ujung esofagus
akan menyempit kemudian dilakukan primary repair. Apabila
jarak kedua  ujung esofagus lebih dari 6 ruas vertebra, maka
dicoba dilakukan tindakan diatas, apabila tidak bisa juga maka
esofagus disambung  dengan menggunakan sebagian kolon.

Tindakan setelah operasi


Pasca operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus
dilakukan secara rutin.  Selang kateter untuk suction harus ditandai
agar tidak masuk terlalu dalam dan mengenai bekas operasi tempat

38
anastomosis agar tidak menimbulkan kerusakan.  Setelah hari ke-3
bisa dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.

39
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu kelainan
kongenital yang ditandai dengan penyumbatan pada usus besar yang terjadi
akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena sebagian dari usus besar
tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya. Sehingga
menyebabkan terakumulasinya feses dan dilatasi kolon yang masif.

Obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu


tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk dikeluarkan. Omphalocele adalah
kondisi bayi waktu dilahirkan perut bagian depannya berlubang dan usus
hanya dilapisi selaput yang sangat tipis.

Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui akar
pusar yang hanya dilapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak dilapisi
oleh kulit. Omfalokel terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran. Usus terlihat dari
luar melalui selaput peritoneum yang tipis dan transparan (tembus pandang).

Hernia Diafragmatika merupakan penonjolan organ perut ke dalam rongga


dada melalui suatu lubang pada diafragma.

B. Saran
Pemeriksaan pada masa kehamilan itu sangat penting untuk mengetahui apa
yang terjadi pada  janin yang masih dalam rahim dan juga ketika saat lahir
nanti,teutama penyakit yang mungkin di derita bayi pada saat lahir.
1. OBSTRUKSI BILIARIS
a. Bidan dapat memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua untuk
mengantisipasi setiap faktor resiko terjadinya obstruksi biliaris
(penyumbatan saluran empedu) dengan keadaan fisik yang

40
memnunjukkan anak tampak ikterik, feses pucat dan urine berwarna
gelap (pekat).
b. Bidan segera melakukan rujukan cepat untuk menghindari komplikasi.
2. OMFALOKEL
a. Bidan mengarahkan pada orang tua untuk memenuhi  nutrisi selama
kehamilan seperti asam folat, vitamin B komplek dan protein.
b. Untuk pertolongan pertama melindungi kantong omfalokel dengan
cairan anti septik misalnya betadin dan menutupnya dengan kain
dakron agar tidak tercemar, lalu rujuk.

41
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah 1997. Perawatan Anak Sakit.Jakarta:EGC.


Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak 1. Jakarta:
Infomedika.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak 3. Jakarta:
Infomedika.
Suriadi & Yuliani R.2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1. Jakarta : CV.
Sagung Seto.

42

Anda mungkin juga menyukai