TINJAUAN PUSTAKA
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang ada di permukaan tanah di bawah permukaan tanah dan atau air, serta di
atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan kabel (UU No. 38 Tahun
2004).
12
2.2.2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) adalah lapisan perkerasan yang
menggunakan semen sebagai bahan ikat antar materialnya. Plat beton dengan
atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis
pondasi bawah. Beban lalu lintas dilimpahkan ke plat beton. Bagian yang ada
pada perkerasan Kaku, terdiri dari :
a. Jalan Arteri yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
efisien (Undang – undang RI No. 13 Tahun 1980).
b. Jalan Kolektor yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpul / pembagi dengan
ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata – rata sedang dan jumlah jarak
masuk dibatasi (Undang – undang RI No. 13 Tahun 1980).
c. Jalan Lokal yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi (Undang – undang RI No. 13 Tahun 1980).
a. Lintasan kendaraan yang satu tidak mungkin dapat diikuti oleh lintasan
kendaraan lain dengan tepat.
b. Lajur lalu lintas tak mungkin tepat sama dengan lebar kendaraan maksimum.
Untuk keamanaan dan kenyamanan setiap pengemudi membutuhkan ruang
gerak antara kendaraan.
c. Lintasan kendaraan tidak mungkin dibuat tetap sejajar sumbu lajur lalu lintas,
karena selama bergerak kendaraan akan mengalami gaya – gaya samping
seperti tidak ratanya permukaan, gaya sentrifugal ditikungan, dan gaya angin
akibat kendaraan lain yang menyiap.
3. Bahu Jalan
Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang
berfungsi sebagai berikut :
a. Ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok atau sekedar
berhenti untuk beristirahat.
b. Ruangan untuk menghindarkan diri dari saat – saat darurat, sehingga dapat
mencegah terjadinya kecelakaan.
c. Memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan demikian dapat meningkatkan
kapasitas jalan yang bersangkutan.
f. Ruang untuk lalu lintas kendaraan – kendaraan patroli, yang sangat dibutuhkan
pada keadaan darurat seperti terjadinya kecelakaan.
a. Mengalirkan air dari permukaan perkerasan jalan atau pun dari bagian luar
jalan.
b. Menjaga supaya konstruksi jalan selalu berada dalam keadaan kering tidak
terendam air.
2. Kemiringan Melintang jalur lalu lintas
Talud jalan umumnya dibuat 2 H : 1 V, tetapi untuk tanah – tanah yang mudah
longsor talud jalan harus dibuat sesuai dengan besarnya landai yang aman.
Berdasarkan keadaan tanah lokasi tersebut, mungkin saja dibuat beronjong,
tembok penahan tanah, bertingkat (brem) atau pun hanya ditutupi rumput saja.
Keterangan :
H = Tinggi Talud
V = Kemiringan Talud
3. Kemiringan melintang bahu.
4. Kemiringan tegak.
c. Bagian pelengkap jalan
1. Kereb
Kereb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan, yang
terutama dimaksudkan untuk keperluan – keperluan dranenase, mencegah
keluarnya kendaraan dari tepi perkerasan, dan memberikan ketegasan tepi
perkerasan.
2. Pengaman tepi
Pengaman tepi bertujuan untuk memberikan ketegasan tepi badan jalan. Jika
terjadi kecelakaan, dapat mencegah kendaraan keluar dari badan jalan.
Umumnya dipergunakan di sepanjang jalan yang menyusur jurang, pada tanah
timbunan dengan tikungan yang tajam, pada tepi – tepi jalan dengan tinggi
timbunan lebih besar dari 2,5 meter, dan pada jalan – jalan dengan kecepatan
tinggi (Silvia, 1999).
-3% -3%
Gambar 2.1
. DAMAJA, DAMIJA, DAWASJA, di lingkungan jalan antar kota
( TPGJAK )
2.5. Kapasitas Jalan
Dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997), Kapasitas
Jalan adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada suatu bagian
jalan pada kondisi tertentu dinyatakan dalam satuan mobil penumpang per jam.
1. Jalan Perkotaan
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs
2. Jalan Luar Kota
C = Co x FCw x FCsp x FCsf
3. Jalan Bebas Hambatan C
= Co x FCw x FCsp
Adapun fungsi kontrol geometrik jalan adalah untuk penentuan kapasitas dasar
pada jalan tersebut.Tujuan secara umum yaitu tercapainya syarat-syarat yang ada pada
konstruksi jalan tersebut seperti keamanan dan kenyamanan.
2.6.1. Kendaraan Rencana
Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya
dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Untuk perencanaan
geometrik jalan, ukuran kendaraan rencana akan mempengaruhi lebar lajur
yang dibutuhkan. Kendaraan rencana dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu:
Catatan : Kendaran tak bermotor tidak dianggap sebagai bagian dari arus lalu
lintas tetapi unsur hambatan samping.
RENCANA
Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Minimum Maksimum
( cm )
Kecil 130 210 580 90 150 420 730 780
di mana K (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk, dan
F(disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempat jam
dalam satu jam.VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan
fasilitas lalu lintas lainnya yang diperlukan.
Tabel 2.5.
Penentuan VLHR FAKTOR-K FAKTOR-F
faktor – K (%) (%)
dan faktor-
F > 50.000 4-6 0,9 - 1
berdasarkan
Volume 30.000- 50.000 6-8 0,8 - 1
Lalu Lintas 10.000 - 30.000 6-8 0,8 - 1
Harian
Rata-rata. 5.000 - 10.000 8-10 01,6-0,8
Jalur 1alu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu
lintas kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan. Jalur lalu lintas
dapat terdiri atas beberapa lajur. Lebar jalur sangat ditetukan oleh jumlah
dan lebar lajur peruntukannya. Lebar jalur minimum adalah 4,5 meter,
memungkinkan 2 kendaraan kecil saling berpapasan. Papasan dua
kendaraan besar yang terjadi sewaktu – waktu dapat menggunakan bahu
jalan.
a. Median;
b. Bahu;
c. Trotoar;
d. Pulau jalan; dan
e. Separator.
Jalur lalu lintas dapat terdiri atas beberapa tipe, yaitu :
Tabel 2.8. Penentuan lebar jalur dan bahu pada kelas jalan
Sumber: TPGJAK no.038/T/BM/1997
Keterangan: ** ) = Mengacu pada persyaratan ideal
*) = 2 jalur terbagi, masing – masing n × 3, 5m, di mana
- = Tidak ditentukan
:
a. 2-3% untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton;
b. 4-5% untuk perkerasan kerikil
IDEAL (m)
Arteri I 3,75
II, III A
3,50
2. Asumsi Tinggi
Jarak Pandang Henti diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata
pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari
permukaan jalan.
3. Elemen Jarak Pandang Henti
Jarak Pandangan Henti terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu:
1. Jarak Tangkap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak
pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus
berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem.
Dimana :
VR = Kecepatan rencana (km/jam) T = Waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = Percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det 2 f = Koefisien gesek
memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-0,55.
2. Jarak pandangan lebih besar dari panjang tikungan (Jh > Lt)
Gambar 2.4
. Jarak pandangan pada lengkung horizontal
m = R’( )+( in )
Keterangan:
Jh = Jarak pandang henti
Lt = Panjang lengkung total
R = Jari-jari tikungan
R’ = Jari-jari sumbu lajur
2.6.9.2. Tikungan
a. Jari – Jari Tikungan Minimum
Agar kendaraan stabil saat melalui tikungan, perlu dibuat suatu
kemiringan melintang jalan pada tikungan yang disebut
superelevasi (e). Pada saat kendaraan melalui daerah superelevasi,
akan terjadi gesekan a rah melintang jalan antara ban dan kendaraan
dengan permukaan aspal yang menimbulkan gaya gesekan
melintang. Perbandingan gaya gesekan dengan gaya normal disebut
koefisien gesekan melintang.
Dd =
Keterangan : Rd : Jari-jari lengkung (m)
Dd : Derajat lengkung (o)
Untuk menghindari terjadinya kecelakaan, maka untuk kecepatan
tertentu dapat dihitung jari-jari minimum untuk superelevasi
maksimum dan koefisien gesekan maksimum.
Rmin =
Dmaks =
Keterangan : Rmin : Jari-jari tikungan minimum, (m)
Vr : Kecepatan kendaraan rencana, (km/jam)
038/T/BM/1997
Untuk kecepatan rencana < 80 km/jam berlaku fmaks = - 0,00065
V + 0,192
80 – 112 km/jam berlaku fmaks = - 0,00125 V + 0,24
b. Lengkung Peralihan (Ls)
Lengkung peralihan adalah lengkung yang berfungsi untuk
menstabilkan kendaraan ketika melewati suatu tikungan simpangan
yang tajam, sehingga kendaraan masih dapat tetap berada pada lajur
jalannya ketika melalui tikungan yang tajam. Bentuk lengkung
peralihan dapat berupa parabola atau spiral. Panjang lengkung
peralihan (Ls) ditetapkan atas pertimbangan sebagai berikut :
Ls = ×T
2) Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal, digunakan rumus
Modifikasi Shortt:
Ls = 0,022 × 2,727 ×
3) Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian
Ls = × Vr
4) Sedangkan Rumus Bina Marga
Ls = × (en + e tjd) × m
Keterangan :T = Waktu tempuh = 3 detik
Rd= Jari-jari busur lingkaran (m)
C = Perubahan percepatan 0,3-1,0 disarankan 0,4 m/det2
Tc = Rc tan ½ ∆
Ec = Tc tan ¼ ∆
Lc =
besar.
Gambar 2. 5. LengkungFull Circle
2. TikunganSpiral-Circle-Spiral(S-C-S)
Keterangan :
∆ = Sudut Tikungan
O = Titik Pusat Tikungan
TC = Tangento Circle
CT = Circle toTangen
Rd = Jari-jari busur lingkaran
Tt = Panjang tangen (jarak dari TC ke PI atau PI ke TC)
Lc = Panjang Busur
Lingkaran
Ec = Jarak Luar dari PI ke busur lingkaran
-
- Δc = ΔPI – (2 × θs)
- Xs = Ls ×
- Ys =
- P = Ys – Rd x ( 1 – cos θs )
- K = Xs – Rd × sin θs
- Et = – Rr
- Tt = ( Rd + p ) × tan ( ½ ΔPI ) + K
- Lc =
- Ltot = Lc + (2 × Ls)
Jika P yang dihitung dengan rumus di bawah, maka ketentuan
tikungan yang digunakan bentuk -C
S -S.
P= < 0,25 m
Gambar 9.
2.Diagram Superelevasi
Full Circle
Ls pada tikungan Full-Cirle ini sebagai Ls bayangan yaitu untuk
perubahan kemiringan secara berangsur-angsur dari kemiringan
normal ke maksimum atau minimum.
Ls =
Keterangan :
Ls = Lengkung peralihan.
W = Lebar perkerasan.
m = Jarak pandang.
en = Kemiringan normal.
ed = Kemiringan maksimum.
Kemiringan lengkung di role, pada daerah tangen tidak
mengalami kemiringan
- Jarak kemiringan = 2/3 Ls
Gambar11.
2. Diagram Superelevasi
Spiral-Spiral
2.6.10.Alinyemen Vertikal
Alinemen
Vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada
setiap titik yang ditinjau, berupa profil memanjang. Pada peencanaan
alinemenvertikal terdapatkelandaianpositif (Tanjakan)dan
kelandaiannegatif (Turunan),sehinggakombinasinyaberupa
lengkung cembu
ng dan lengkung cekung. Disamping kedua lengkung
tersebut terdapat pula kelandaian = 0
(Datar).
Rumus-rumus yang digunakan untuk alinemen vertikal :
g=
A = g2 – g1
Ev =
y=
Panjang Lengkung Vertikal (PLV)
1. Berdasarkan syarat keluwesan
Lv =0,6 ×Vr
2. Berdasarkan syarat drainase
Lv =40 ×A
3. Berdasarkan syarat kenyamanan
Lv =Vr ×t
4. Berdasarkan syarat goncangan
Lv=
Gambar. 2.12
. Lengkung Vertikal Cembung
Keterangan :
PLV = Titik awal lengkung parabola
PV1 = Titik perpotongan kelandaian
g dan
1 2g
g = Kemiringan tangen : (+) naik,
(-) turun
A = Perbedaan aljabar landai g( -12 g ) %
EV = Pergeseran vertikal titik tengah besar lingkaran–(PV1
m)
meter
Jh = Jarak pandang
Keterangan :
PLV = Titik awal lengkung parabola
PV1 = Titik perpotongan kelandaian 1 g dan 2 g
a. Kelandaian maksimum.
Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang
bermuatan penuh mampu bergerak dengan kecepatan tidak kurang
dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi
rendah.
Tabel 2.15. Kelandaian Maksimum yang diijinkan
Landai maksimum % 3 3 4 5 8 9 10 10
Vr (km/jam) 120 110 100 80 60 50 40 <40
Sumber : TPGJAK No 038/T/BM/1997
b. Kelandaian Minimum
Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasannya, perlu
dibuat kelandaian minimum 0,5 % untuk keperluan kemiringan
saluran samping, karena kemiringan jalan dengan kerb hanya cukup
untuk mengalirkan air kesamping.
b’ = b + b”
b” = Rd2 –
Td = – Rd
ε=B-W
Keterangan:
ε = Pelebaran perkerasan
Rd = Jari-jari rencana
: λn > 3d etik × Vr
Dimana : λn = Daerah tangen (meter)
Vr = Kecepatan rencana
Contoh :
Gambar 2.16
. Stasioning
Contoh perhitungan stationing :
Gambar17
2.. Susunan Lapis
Konstruksi Perkerasan Lentur
Dimana:
i1 = Pertumbuhan lalu lintas masa konstruksi
i2 = Pertumbuhan lulu lintas masa layanan
J = jenis kendaraan
n1 = masa konstruksi
n2 = umur rencana
Ket:
*) Berat total < 5 ton, misalnya : Mobil Penumpang, Pick Up, Mobil Hantaran.
**) Berat total ≥ 5 ton, misalnya : Bus, Truk, Traktor, Semi Trailer, Trailer.
Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan
Metode Analisa
Komponen SKBI 2.3.26.1987, Halaman 9
2.10.3. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban umum (Setiap
kendaraan) ditentukan menurut rumus daftar sebagai berikut:
E Sumbu Tunggal =
E Sumbu Ganda =
Tabel 2.19. Angka Ekivalen (E) Sumbu Kendaraan
Beban sumbu Angka ekivalen
2.2555
Gambar 2.1
8. Korelasi DDT dan CBR
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya
Dengan Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26.1987, Halaman 13
IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan rendah yang masih mungkin (jalan tidak
terputus ).
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo)
perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan ( kerataan / kehalusan serta
kekokohan) pada awal umur rencana menurut daftar di bawah ini:
2,9 – 2,5
- 0,2 - 59 - - LASTON
8 0 ATAS
- 0,2 - 45 - -
6 4
- 0,2 - 34 - -
4 0
- 0,2 - - - - LAPEN
3 (mekanis)
- 0,1 - - - - LAPEN
9 (manual)
- 0,1 - - 22 - Stab.
5 Tanah
- 0,1 - - 18 - dengan
3 semen
- 0,1 - - 22 - Stab.
5 Tanah
- 0,1 - - 18 - dengan
3 kapur
- 0,1 - - - 100 Pondasi
4 Macadam
(basah)
- 0,1 - - - 60 Pondasi
2 Macadam
- 0,1 - - - 100 Batu pecah
4 (A)
- 0,1- - - 80 Batu pecah
3 (B)
- 0,1- - - 60 Batu pecah
2 (C)
- - 0,1 - - 70 Sirtu/pitrun
3 (A)
- - 0,1 - - 50 Sirtu/pitrun
2 (B)
- - 0,1 - - 30 Sirtu/pitrun
1 (C)
- - 0,1 - - 20 Tanah /
0 lempung
kepasiran
Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode
Analisa Komponen SKBI 2.3.26.1987
1. Lapis permukaan
10 Laston
≥ 10,00
10 Laston atas
7,50 – 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
9,99 stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi
macadam.
15 Laston atas
Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode
10 – 12,14 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
Analisa Komponen SKBI 2.3.26.1987
stabilisasi
Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode
Analisa Komponen SKBI 2.3.26.1987
*) batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah
digunakan material berbutir kasar.
Rumus:
ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3
Keterangan : D1,D2,D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm) Angka
1,2,3 masing-masing lapis permukaan, lapis pondasi atas dan pondasi bawah.