Daftar isi
1Latar Belakang
2Konstituante
3Kabinet-kabinet di Indonesia Pada Masa Demokrasi Liberal
o 3.1Kabinet Natsir (Masyumi) (6 September 1950 - 21 Maret 1951)
o 3.2Kabinet Sukiman-Suwirjo (Masyumi) (26 April 1951 - 3 April 1952)
o 3.3Kabinet Wilopo (PNI) (3 April 1952 - 3 Juni 1953)
o 3.4Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Koalisi PNI dan NU) (31 Juli 1953 - 12 Agustus 1955)
o 3.5Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi) (12 Agustus 1955 - 3 Maret 1956)
o 3.6Kabinet Ali Sastroamidjojo II (Koalisi PNI, Masyumi, dan NU) (20 Maret 1956 - 4
Maret 1957)
o 3.7Kabinet Djuanda (9 April 1957 - 5 Juli 1959)
4Kebijakan Ekonomi
5Dekret Presiden 5 Juli 1959
6Referensi
Latar Belakang
Pada masa orde lama, sistem pemerintahan di Indonesia mengalami beberapa
peralihan. Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan presidensial,
parlementer, demokrasi liberal, dan sistem pemerintahan demokrasi terpimpin. Berikut
penjelasan sistem pemerintahan masa Ir. Soekarno:
Masa Pemerintahan Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Pada tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidensial
menjadi parlementer. Dimana dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden
memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai badan eksekutif dan merangkap sekaligus sebagai
badan legislatif.
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno ini juga terjadi penyimpangan UUD 1945.
Berikut Penyimpangan UUD 1945 yang terjadi pada masa orde lama:
Fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) berubah, dari pembantu presiden
menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang
merupakan wewenang MPR.
Salah satu hasil dari KMB adalah terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat.
Pembentukan negara federal yang diprakasai oleh Belanda untuk melemahkan
integrasi Indonesia sebagai negara kesatuan ternyata tidak mendapat tempat di hati
masyarakat Indonesia. Banyak negara bagian yang menyatakan ingin kembali ke
negara kesatuan.
Pada 15 Agustus 1950, Perdana Menteri Kabinet RIS Mohammad Hatta, kemudia
menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno. Selanjutnya, pada 17 Agustus
1950, Indonesia kembali menjadi negara kesatuan.
Maka, dimulailah usaha-usaha untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan yang
telah susah payah diperjuangkan. Masa revolusi fisik atau masa perjuangan harus
segera ditinggalkan. Gangguan keamanan yang selama ini banyak menyita perhatian,
waktu, dan dana negara harus segera digantikan dengan langkah-langkah konkret. Hal
ini agar perbaikan berbagai bidang, seperti sistem poltik dan pemerintahan,
perekonomian, pertahanan, dan keamanan negara.
Setelah berakhirnya pemerintahan RIS pada 1950, pemerintahan Republik Indonesia
masih melanjutkan model demokrasi parlementer yang liberal. Kabinet dipimpin oleh
seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen. Presiden hanya
berkedudukan sebagai kepala negara.
Pada kurun waktu 1950 sampai 1959, kembali terjadi silih berganti kabinet. Kabinet
jatuh bangun karena munculnya mosi tidak percaya dari partai relawan. DIsamping itu,
terjadi perdebatan dalam konstituante yang sering menimbulkan konflik
berkepanjangan.
Pada tahun 1950, Perdana Menteri Kabinet RIS, Mohammad Hatta, kemudian
menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno. Selanjutnya, pada 17 Agustus
1950, Indonesia kembali menjadi negara kesatuan.
Salah satunya adalah Presiden Soekarno membubarkan parlemen sekaligus
menyatakan kembali UUD 1945. Pemerintah kemudian membentuk lembaga-lembaga
MPRS dalam demokrasi terpimpin yang menerapkan sistem politik keseimbangan.
Pada masa ini Soekarno merencanakan konsep pentingnya persatuan antara kaum
nasionalis, agama dan komunis.
Konstituante
Pada tahun 1955, Indonesia baru melaksanakan pemilihan umum nasional yang
pertama. Pada bulan September, rakyat memilih wakil untuk DPR, dan pada bulan
Desember pemilih kembali memilih wakil-wakil yang lebih banyak lagi yang akan
bekerja di sebuah institusi yang dikenal dengan Konstituante.
Konstituante, setelah dipilih pada tahun 1955, mulai bersidang pada bulan November
1956 di Bandung, ibukota Jawa Barat. Perdebatan, permusyawaratan, dan penulisan
draf-draf undang-undang dasar berlangsung selama dua setengah tahun. Perdebatan
isu dasar negara (terutama antara golongan yang mendukung Islam sebagai dasar
negara dan golongan yang mendukung Pancasila) terjadi sangat sengit. Walaupun para
pimpinan Konstituante merasa sudah lebih dari 90% materi undang-undang dasar telah
disepakati, dan walaupun ada beberapa tokoh partai politik Islam yang merasa siap
berkompromi, Konstituante tidak sempat menyelesaikan tugasnya.
Konstituante diberikan tugas untuk membuat undang-undang dasar yang baru sesuai
amanat UUDS 1950. Pada 1950, UUDS (Undang-Undang Sementara) diberlakukan di
bawah pemerintahan Soekarno. ini berdampak pada penerapan model demokrasi
parlementer murni (Demokrasi Liberal). Tetapi, Demokrasi Liberal yang didukung oleh
banyak partai seperti, MASYUMI dan PNI) justru mengarah kepada munculnya
ketidakstabilan politik. Pada 1959, munculnya Demokrasi Terpimpin dengan kabinet
yang semuanya dipimpin oleh Ir. Soekarno.
sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden
Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil
pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945. UUDS 1950 ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi
Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara
Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal
14 Agustus 1950 di Jakarta. Konstitusi ini dinamakan “sementara”, karena hanya
bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang
akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante
secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru sampai
berlarut-larut. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret
Presiden 5 Juli 1959, yang antara lain berisi kembali berlakunya UUD 1945.
Kabinet-kabinet di Indonesia Pada Masa Demokrasi
Liberal
Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak
stabil. Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini. Kabinet jatuh bangun karena munculnya
mosi tidak percaya dari partai lawan. Di samping itu, terjadi perdebatan dalam
Konstituante yang sering menimbulkan konflik berkepanjangan.
Kabinet Natsir (Masyumi) (6 September 1950 - 21 Maret 1951)
Program kerja kabinet Natsir:
Kabinet ini merupakan kabinet kedua setelah penghapusan RIS (Republik Indonesia
Serikat). Kabinet ini bertugas pada masa bakti 27 April 1951 hingga 3
April 1952 Kabinet ini telah didemosioner sejak 23 Februari 1952.
Kabinet ini merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
Masyumi adalah organisasi yang dibentuk Jepang dalam upaya mereka untuk
mengendalikan umat islam di Indonesia. Tujuan partai ini adalah untuk menegakkan
kedaulatan negara dan agama islam.
Properti kabinet:
N
Jabatan Nama Menteri Partai Politik
o
1. Pembatalan KMB
2. Pemulihan keamanan dan ketertiban
3. Melaksanakan keputusan KAA
Hasil Kerja Kabinet Ali Sastroamidjojo II :
1. Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap
sebagai titik tolak dari periode planning and investment,
hasilnya adalah pembatalan seluruh perjanjian KMB.
Kabinet Ali Sastroamidjojo II ini pun tidak berumur lebih dari satu tahun dan akhirnya
digantikan oleh Kabinet Juanda karena mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi
membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada Presiden.
Kabinet ini jatuh karena Badan Konstituante tidak bisa membuat UUD yang baru
pengganti UUDS sehingga presiden mengeluarkan dekritnya tanggal 5 Juli 1959 dan
mengumumkan berlakunya Demokrasi Terpimpin.
Kabinet Djuanda (9 April 1957 - 5 Juli 1959)
Susunan Kabinet
N
Jabatan Nama Menteri
o
Hardi
1
Idham Chalid
Wakil Perdana Menteri
J. Leimena
(sejak 29 April 1957)
Suprajogi
(Urusan Stabilitasi Ekonomi)
(sejak 25 Juni 1958)
A.M. Hanafi
(sejak 25 Juni 1958)
Program kerja Kabinet Djuanda atau juga disebut Kabinet Karya memiliki 5 program
yang disebut Pancakarya yaitu:
Kebijakan Ekonomi
Pemerintah Indonesia harus menghadapi banyak masalah terkait dengan masalah
keamanan dan pertahanan negara. Masalah tersebut di antaranya adalah kemelut yang
terjadi di tubuh Angkatan Darat seperti upaya-upaya memecah integrasi bangsa dan
sejumlah permasalahan ekonomi negara. Permasalahan yang muncul ini tidak lepas
dari beberapa hal berikut.