Anda di halaman 1dari 2

Dakwah Virtual dan Peran Milenial dalam Masa New Normal By Muhammad Basitul Yadain

16/07/2020 4 Mins read 1173 0 Pandemi COVID-19 membawa dampak yang besar bagi
masyarakat di Indonesia. Wacana New Normal yang telah diberlakukan, secara garis besar tetap
membatasi interaksi antar individu. Pelayanan publik yang selama ini dilakukan dengan
beinteraksi secara langsung harus dibatasi bahkan harus beralih kepada pelayanan secara daring.
Wacana Dakwah Virtual Dampak ini juga dirasakan oleh para aktivis dakwah. Jika sebelum
pandemi COVID-19 aktivitas dakwah masih bebas dan “frontal” dilakukan secara tatap muka,
sekarang mulai diganti secara virtual. Sebelumnya mimbar dan forum kajian, disuksi, serta
silaturahmi masih dapat dilakukan. Namun sekarang, itu semua telah dibatasi sejak pandemi
COVID-19 datang. Ditambah dengan pemberlakuan New Normal. Sehingga muncullah wacana
dakwah virtual untuk tetap menjaga ruh dan semangat dakwah di era New Normal ini. Sebab
ummat semakin “dahaga” terhadap pencerahan keagamaan. Konten-konten dakwah mulai dibuat
dan disebarkan secara daring. Kreatifitas-Kreatifitas baru dimuculkan untuk tetap menjaga
semangat dakwah. Tak hanya berbentuk teks, namun audio visual pun ramai dimunculkan. Mulai
dari situs web, Instagram, Facebook, hingga YouTube. Urgensi Dakwah Dakwah sebagai tugas
suci yang diperintahkan Allah kepada umat-Nya dilakukan melalui media yang beragam.
Aktivitas dakwah merupakan upaya transformatif dalam menyebarkan risalah Islam. Secara
fundamental, dakwah Islam diorientasikan kepada upaya-upaya perwujudan umat Islam
(manusia) yang lebih baik. Setiap muslim dengan kapasitas dan latar belakang profesinya
diharuskan untuk melaksanakan dakwah. Dakwah diwajibkan kepada seluruh umat Islam sesuai
dengan fungsinya. Seorang ulama berdakwah melalui jalan perjuangannya, seorang penguasa
berdakwah dengan kekuasaanya, seorang dokter, dosen, dan guru berdakwah dengan ilmunya,
seorang pedagang, petani dan nelayan berdakwah dengan profesinya. Dakwah adalah kewajiban
sepanjang hayat seorang muslim yang harus dilaksanakan dalam kerangka membangun
peradaban manusia didasarkan nilai-nilai keislaman. Kewajiban tersebut sebagaimana yang
dijelaskan dalam surah Ali-Imran ayat 104. Baca Juga  Apakah "New Normal" Benar-benar
ٓ
َ ‫ُون ِب ْٱل َمعْ رُوفِ َو َي ْن َه ْو َن َع ِن ْٱلمُن َك ِر ۚ َوأ ُ ۟و ٰلَئ‬
Baru? ‫ِك ُه ُم ْٱل ُم ْفلِحُون‬ َ ‫ُون إِلَى ْٱل َخي ِْر َو َيأْ ُمر‬
َ ‫“ َو ْل َت ُكن مِّن ُك ْم أُم ٌَّة َي ْدع‬Dan hendaklah
ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali-
Imran:104).         Ayat tersebut menjadi dasar bagi setiap muslim untuk menjalankan fungsinya
sebagai da’i. Amar ma’ruf nahi munkar menjadi orientasi yang harus dijunjung tinggi oleh setiap
muslim dalam menegakkan kalimat tauhid. Metode dan Pola Dakwah Metode dan media dakwah
sama sekali tidak dibatasi, setiap muslim berhak berdakwah menggunakan media dan dengan cara
yang beragam. Baik melalui media lisan (semacam mimbar), street dakwah yakni mendatangi
tempat nongkrong anak muda dan memasukkan nilai Islam di dalamnya dengan bahasa mereka.
Ataupun melalui media tulis (koran, buletin, buku) dan melalui media massa lainnya baik TV,
Radio, maupun medsos (Facebook, Twitter, Instagram). Namun, pola berdakwah melalui media
sebagai wujud kemajuan teknologi menjadi tantangan tersendiri bagi seseorang da’i. Pengaruh
media, memungkinkan seorang da’i memperoleh popularitas dimata pemirsanya layaknya
seorang artis. Tidak menutup kemungkinan pula setiap kegiatan dakwahnya, sering dinilai dengan
materi. Ditambah susahnya “istiqomah” dalam membuat konten dakwah yang pure di tengah
godaan popularitas dan gaya hidup dunia maya. Jadi dakwah virtual di satu sisi adalah tantangan
dan satu sisi lain adalah peluang, tinggal bagaimana kita mampu memanfaatkan tantangan dan
peluang itu. Sehingga dakwah tidak terhenti. Dakwah Virtual Kemunculan teknologi informasi
dan komunikasi seperti internet membuka peluang baru untuk pengembangan dan proses
penyebaran pesan-pesan dakwah. Media sosial dipandang sebagai ruang virtual yang mampu
menyebarkan pesan dakwah secara efektif, mudah diakses, cakupan wilayah yang luas dan waktu
tidak terbatas. Baca Juga  Bekal 'New Normal' : Imun, Iman, dan Ilmu Hal ini memunculkan
wacana dakwah virtual, yakni sebuah aktifitas amar ma’ruf nahi munkar dengan menggunakan
media internet. Penggunaan media internet sebagai media baru dalam dakwah Islam membuka
peluang untuk menyebarluaskan pesan-pesan dakwah secara masif dan signifikan. Nah, di sinilah
panggung dakwah para milenial untuk menunjukkan perannya dan tetap eksis berdakwah tanpa
takut ketinggalan zaman. Menurut penulis dunia maya adalah panggung yang cocok untuk para
dai-dai muda. Sebab dalam dunia maya tidak mengenal keseragaman dan batasan kreatifitas,
istilah millenialsnya “explore beyond limits” atau jelajahi (baca:bergerak) tanpa batas. Dilihat
dari modelnya, generasi milenial cenderung dinamis, optimis dan proaktif, serta akal dan
semangat yang masih segar dan membara. Sehingga melekat pada diri milenial sebuah kreatifitas
yang penuh edukasi, solutif dan inovatif. Ditambah generasi milenial terkenal dengan generasi
yang melek akan teknologi. Disinilah kita dapat melihat peluang dari berbagai tantangan di era
new normal ini. Peran para milenial sangat dibutuhkan untuk tetap mengeksiskan dakwah di
media. Menggunakan kreatifitas milenial dalam membuat berbagai konten dakwah dan
membantu memfasilitasi para da’i senior dalam menyampaikan risalah islam ini. Milenial adalah
manuver hebat yang akan mengawali transformasi dakwah menuju dakwah 4.0 di zaman modern
ini. Millenials Futurolog Ada narasi dari salah satu dosen penulis di kampus bernama Ustadz
Syahri Sauma atau yang dikenal dengan panggilan “Cak Sauma”. Beliau merupakan ketua selah
satu pergerakan pemuda islam “Pemuda Hidayatullah” regional Jawa Timur. Kurang lebih 
narasinya seperti ini “Pemuda islam itu futurolog, pemuda islam tidak boleh insecure, apalagi
futur. Pemuda islam harus mampu membaca future, jadilah pemuda islam futurolog”. Baca Juga 
Muhammadiyah “Universitas-Oriented”, Masjid Terabaikan? Dari narasi itu kita dapat
mengambil spirit tentang bagaimana para milenial atau pemuda islam dalam mengahadapi setiap
tantangan yang ada. Milenial tidak boleh insecure atau merasa nggak nyaman, nggak PD dan
takut dengan apa yang mereka kerjakan. Tidak boleh ada kata futur atau males-malesan. Sebab
ditangan para pemudalah tonggak-tonggak peradaban dapat ditancapkan untuk kebaikan ummat
manusia. Menjadi pemuda harus mampu membaca future atau masa depan. Mampu membaca
keadaan dan pandai melihat peluang, terutama di era new normal. Melenial muslim harus mampu
melihat peluang dakwah dengan segala kelebihannya. Wacana dakwah virtual merupakan salah
satu peluang untuk tetap memasifkan estafet perjalanan dakwah. Di mana aktivis dakwah milenial
harus sadar bahwa dunia nyata mulai perlahan-lahan ditinggalkan dalam hal memaknai
“kehidupan”. Kemudian mulai beralih ke dunia maya, dunia baru yang tercipta oleh akibat
perkembangan zaman. So, jadilah pemuda atau millenials muslim yang futurolog. Mampu
membaca keadaan dan jeli melihat peluang, menganalisis tantangan dan menghasilkan
kesimpulan. Hingga  dari kesimpulan itulah menjadi landasan pergerakan yang Insyaallah mampu
membawa perubahan dan melahirkan peradaban. Editor: Sri/Nabhan. See
- https://ibtimes.id/dakwah-virtual-dan-peran-milenial-di-masa-new-normal/

Anda mungkin juga menyukai