Anda di halaman 1dari 23

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sampah
Menurut Basriyanta (2011) merupakan barang yang dianggap sudah tidak
terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai
kalau dikelola dengan prosedur yang benar, sehingga sampah adalah sesuatu yang
bernilai bila kita tahu dan mau memanfaatkannya kembali (Sejati, 2009). Sampah
merupakan sisa kegiatan sehari-hari manusia berbentuk padat yang karena
konsentrasi dan volumenya sehingga membutuhkan pengelolaaan yang khusus.
(UU No. 18 Tahun 2008). Permasalahan sampah merupakan hal yang krusial
karena dampaknya terkena pada berbagai sisi kehidupan. Bila tidak cepat
ditangani secara benar maka kota kota akan tenggelam dalam timbunan sampah
bersamaan dengan segala dampak negatif yang ditimbulkannya (Sudradjat, 2006).

2.1.1 Sumber Sampah


Suryati (2009) sampah bisa berasal dari berbagai sumber, seperti industri,
rumah tangga, sekolah, rumah sakit, perkantoran, atau fasilitas umum, seperti
stasiun kereta api, atau terminal bus. Sumber datangnya sampah dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Rumah tangga, umumnya terdiri dari sampah basah dan kering yang
dihasilkan dari aktivitas rumah tangga, misalnya buangan dari dapur,
taman, debu, dan alat-alat rumah tangga.
b. Daerah komersil, yaitu sampah yang dihasilkan dari pertokoan, restoran,
pasar, perkantoran, hotel, dan lain-lain. Biasanya terdiri dari bahan
pembungkus sisa-sisa makanan, kertas dari perkantoran, dan sebagainya.
c. Sampah institusi, berasal dari sekolah, rumah sakit, dan pusat
pemerintahan.
d. Sampah industri, berasal dari proses produksi industri, dari pengolahan
bahan baku hingga hasil produksi.
e. Sampah dari fasilitas umum, berasal dari taman umum, pantai atau tempat
rekreasi.

4
f. Sampah dari sisa-sisa konstruksi bangunan, yaitu sampah yang berasal dari
sisa-sisa pembuatan gedung, perbaikan dan pembongkaran jalan atau
jembatan dan lain-lain.
g. Sampah dari hasil pengelolaan air buangan dan sisa-sisa pembakaran dari
insinerator.
h. Sampah pertanian, berasal dari sisa-sisa pertanian yang tidak dapat
dimanfaatkan lagi.
Sebagian besar sampah terdiri atas bahan organik, kertas, logam, kaca, dan
plastik. Sampah yang berasal dari industri, berbeda komposisinya dengan
sampah yang berasal dari perumahan (rumah tangga). Sampah rumah tangga
mempunyai jumlah zat organik yang jauh lebih banyak. Sampah organik
umumnya terdiri atas sisa-sisa sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian. Sampah
kaleng dan plastik tidak dapat terurai secara biologis (Suryati, 2009).

2.1.2 Jenis Sampah


Jenis sampah dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Sampah Kering (Rubbish)
Sampah kering merupakan jenis sampah yang komposisinya terdiri dari
bahan anorganik yang dimana pada bagian-bagiannya sulit untuk
membusuk. Sampah kering ini terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :
- Sampah kering logam, contohnya paku, palu, kaleng, seng, besi tua,
dan segala jenis logam lainnya.
- Sampah kering non logam, dibedakan menjadi 2:
 Sampah kering mudah terbakar (combustible), contohnya tisu,
kertas, kayu, kain, dan lainnya.
 Sampah kering tidak mudah terbakar (noncombustible), contohnya
botol, kaca, dan pecahan gelas lainnya.
- Sampah lembut, yaitu sampah yang terdiri atas pertikel-partikel kecil
dan memiliki sifat mudah beterbangan serta membahayakan atau
mengganggu pernapasan dan mata. Sampah tersebut terdiri atas:
 Debu, contohnya serbuk dari penggergajian kayu, debu asap dari
pabrik pipa, debu dari pabrik tenun, dan debu dari pabrik semen.

5
 Abu, contohnya abu kayu atau abu sekam dan abu dari hasil
pembakaran sampah (insinerator).
- Sampah juga dapat digolongkan kedalam jenis sampah B3 (bahan
beracun dan berbahaya). Jenis sampah B3 di anataranya sampah rumah
sakit dan poliklinik, kemasan peptisida, insektisida, racun, mesiu,
bekas pembalut, popok bayi, wadah styrofoam, kaleng bekas
penyemprot nyamuk dan parfum, batu baterai dan sampah nuklir
(Suryati, 2009).
b. Sampah Basah (Garbage)
Sampah basah adalah sampah yang terdiri atas bahan organik, sifatnya
mudah membusuk jika dibiarkan dalam keadaan basah. Contohnya sisa
makanan, sayuran, buah-buahan, dan dedaunan.

2.1.3 Timbulan Sampah


Timbulan sampah adalah produk dari penduduk itu sendiri, maka dari itu
dalam menghitunga besarnya timbulan sampah tentu dipengaruhi oleh jumlah atau
banyaknya penduduk dalam suatu wilayah (Putu Jati Arsana dkk, 2018). Dalam
memprediksi timbulan sampah dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai
berikut (Damanhuri, 2010) :
Qn = Qt (1+Cs)n
dengan Cs = ................................................................... (2.1)
dimana :
- Qn : Timbulan sampah pada n tahun mendatang
- Qt : Timbulan sampah pada tahun awal perhitungan
- Cs : Peningkatan/pertumbuhan kota
- Ci : Laju pertumbuhan sektor industri
- Cp : Laju pertumbuhan sektor pertanian
- Cqn : Laju peningkatan pendapatan per kapita
- P : Laju pertumbuhan penduduk
Timbulan sampah yang dihasilkan dari sebuah kota dapat diperoleh
dengan survei pengukuran atau analisis langsung di lapangan, yaitu (Damanhuri
dkk, 2016):

6
 Mengukur langsung satuan timbulan sampah dari sejumlah sampel (rumah
tangga dan non rumah tangga) yang ditentukan secara random-
proporsional di sumber selama 8 hari berturut-turut (SNI 19-3964-1994)
 Load-count analysis: Mengukur jumlah (berat dan/atau volume) sampah
yang masuk ke TPS, misalnya diangkut dengan gerobak, yang dilakukan
selama 8 hari berturut-turut. Dengan melacak jumlah dan jenis penghasil
sampah yang dilayani oleh gerobak yang mengumpulkan sampah tersebut,
akan diperoleh satuan timbulan sampah per-ekivalensi penduduk
 Weigh-volume analysis: bila tersedia jembatan timbang, maka jumlah
sampah yang masuk ke fasilitas penerima sampah, misalnya di TPA, akan
dapat diketahui dengan mudah dari waktu ke waktu. Jumlah sampah harian
kemudian digabung dengan perkiraan area yang dilayani, dimana data
penduduk dan sarana umum terlayani dapat dicari, maka akan diperoleh
satuan timbulan sampah per ekuivalensi penduduk. Bila jembatan timbang
tidak tersedia, maka pengukuran pendekatan dapat dilakukan dengan
mendata volume truk yang masuk. Dengan menggunakan informasi
densitas sampah di truk, akan diperoleh berat sampah harian yang masuk
ke TPA.
 Material balance analysis: merupakan analisis yang lebih mendasar,
dengan menganalisis secara cermat aliran bahan masuk, aliran bahan yang
hilang dalam sistem, dan aliran bahan yang menjadi sampah dari sebuah
sistem yang ditentukan batas-batasnya (system boundary).

Berdasarkan Petunjuk Teknis TPS 3R (2017), disebutkan bahwa terdapat


beberapa faktor yang mempengaruhi timbulan dan komposisi sampah, yaitu :
1. Kategori kota
2. Sumber sampah
3. Jumlah penduduk, yakni apabila jumlah penduduk mengalami peningkatan,
maka timbulan sampah juga akanmeningkat
4. Keadaan sosial ekonomi, semakin tinggi keadaan sosial maupun ekonomi
seseorang, maka akan semakin tinggi pula timbulan sampah perkapita yang
dihasilkan

7
5. Kemajuan teknologi, dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat juga
akan menambah jumlah dan kualitas sampah. Besarnya timbulan sampah
dipengaruhi oleh kategori kota. Pada kota besar timbulan sampah yang
dihasilkan akan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Berikut adalah
klasifikasi timbulan kota dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Timbulan Sampah Kota
No Klasifikasi Jumlah Penduduk Timbulan Timbulan
Kota (jiwa) Sampah Sampah
(l/o/h) (kg/o/h)
1 Metropolitan 1.000.000 -
2.500.000
2 Besar 500.000 - 1.000.000
3 Sedang 100.000 – 500.000 2,75 – 3,25 0,70 – 0,80
4 Kecil <100.000 2,5 – 2,75 0,625 – 0,70
Sumber : Dirjen Cipta Karya, 2017

2.1.4 Komposisi Sampah


Komposisi sampah merupakan data yang paling mudah diperoleh, yang
digunakan untuk memilih dan menentukan cara pengoperasian setiap peralatan
dan fasilitas-fasilitas lainnya, dan untuk memperkirakan kelayakan pemanfaatan
fasilitas penanganan sampah. Komposisi dan sifat-sifat sampah menggambarkan
keanekaragaman aktivitas manusia (Damanhuri, 2016)

Berdasarkan SNI 19-3964-1995 bahwa sampah dikelompokkan


komposisinya menjadi 9 jenis yaitu:
1. Sampah makanan;
2. Kayu dan sampah taman;
3. Kertas dan karton;
4. Tekstil dan produk testil;
5. Karet dan kulit;
6. Plastik;
7. Logam;

8
8. Gelas, dan
9. Lain-lain : bahan inert, abu, dan lain-lain.
Dalam pelaksanaannya saat ini dimasukkan komponen ke 10, yaitu
sampah berbahaya.
Seperti halnya timbulan, maka komposisi sampah juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor:
 Cuaca: di daerah yang kandungan airnya tinggi, kelembaban sampah juga
akan cukup tinggi.
 Frekuensi pengumpulan: semakin sering sampah dikumpulkan maka
semakin tinggi tumpukan sampah. Tetapi bila sampah tersebut tidak
diangkut dan dibiarkan di TPS, sampah organik akan berkurang karena
membusuk, dan yang akan terus bertambah adalah kertas dan sampah
kering lainnya yang sulit terdegradasi.
 Musim: jenis sampah yang akan ditentukan oleh musim buah buahan yang
sedang berlangsung.
 Tingkat sosial ekonomi: masyarakat atau daerah dengan ekonomi lebih
tinggi menghasilkan sampah dengan komponen kertas dan plastik yang
lebih tinggi, dan sampah organik yang lebih rendah dibandingkan dengan
daerah dengan ekonomi yang lebih rendah.
 Kemasan produk: kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan
mempengaruhi (Damanhuri, 2016).

2.1.5 Karakteristik Sampah


Karakteristik sampah sangat bervariasi, tergantung pada komponen-
komponen sampah. Sampah kota di negara berkembang akan berbeda susunannya
dengan sampah kota di negara maju. Karakteristik sampah dibutuhkan untuk
memperkirakan penanganannya, pemanfaatan bahan dan energi yang dikandung,
jenis pengolahan yang cocok, dan dampak yang mungkin ditimbulkan.

9
Karakteristik sampah biasanya dibedakan atas 3 (tiga) kategori:
 Karakteristik fisika: yang paling penting adalah densitas, kadar air, kadar
volatile, karbon tetap (fixed karbon), kadar abu, nilai kalor, kadang analisis
ukuran partikel dibutuhkan.
 Karakteristik kimia: yang paling sering dilakukan adalah C-organik, N-
organik. Kadang total fosfor dibutuhkan.
 Karakteristik kimia unsur penyusun: menggambarkan susunan kimia
sampah yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. Bila diperlukan,
ditambahkan komponen halogen seperti Cl. Kandungan logam berat
kadang diperlukan bila ingin mengetahui potensi pencemarannya.

2.2 Pengelolaan Sampah


Pengelolaan persampahan didefinisikan sebagai kontrol terhadap timbulan
sampah, pewadahan, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, proses dan
pembuangan akhir sampah dimana semua hal tersebut dikaitkan dengan prinsip-
prinsip terbaik untuk kesehatan, ekonomi, keteknikan/engineering, konservasi,
estetika, lingkungan dan juga terhadap sikap masyarakat (Ellina, 2005).
Pengelolaan sampah menurut Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 ini
dilakukan melalui penanganan dan pengurangan sampah. Sedangkan dalam
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun 2006 bahwa pengurangan
sampah dilakukan semaksimal mungkin dari sumbernya yang dikenal dengan
sistem Reduce, Reuse dan Recycle (3R). Konsep pengelolaan sampah 3R (Buku
Pedoman 3R dalam Purnaini, 2011) adalah:
a. Reduce (Pengurangan Volume)
Reduce merupakan upaya pengurangan timbulan sampah yang dihasilkan
di sumber (penghasil sampah). Upaya pengurangan sampah di sumber
dapat dilakukan dengan cara merubah pola konsumsi, yaitu merubah
kebiasaan menghasilkan banyak sampah menjadi lebih sedikit sampah.
b. Reuse (Penggunaan Kembali)
Reuse merupakan kegiatan penggunaan kembali bahan maupun barang
agar tidak menjadi sampah, seperti menggunakan kertas bolak balik,
menggunakan kembali botol bekas minuman untuk tempat air, dan lain-

10
lain. Contoh bahan bahan yang dapat digunakan lagi adalah kertas, plastik,
gelas, logam, dan lain-lain.
c. Recycle (Daur Ulang)
Recycle merupakan kegiatan daur ulang sampah agar menjadi sesuatu yang
bermafaat. Seperti mengolah plastik bekas menjadi bijih plastik untuk
dicetak menjadi ember, pot bunga, dan lain- lain. Mengolah kertas bekas
menjadi bubur kertas untuk kembali dicetak menjadi kertas yang
berkualitas rendah.
Pengelolaan sampah bertujuan untuk mengurangi dan memanfaatkan
sampah mulai dari sumber penghasil sampah, sehingga nantinya dapat
mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA.

2.3 Tempat Pengolahan Sampah 3R


Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 81 Tahun 2012 bahwa tempat
pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) yang selanjutnya
disebut TPS 3R adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan,
pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang skala kawasan.
Dalam TPS 3R, dilakukan kegiatan pengolahan sampah basah maupun
kering yang bertujuan untuk mengurangi jumlah timbulan sampah. Berikut adalah
jenis- jenis pengolahan di TPS 3R secara umum:

2.3.1 Pengolahan Sampah Basah


Sampah basah domestik adalah sampah yang berasal dari aktivitas
permukiman antara lain sisa makanan, daun, buah- buahan, sisa sayuran. Salah
satu teknologi pengolahan sampah organik adalah diolah menjadi pupuk organic
(pupuk kompos). Kompos adalah bahan organik mentah yang telah mengalami
proses dekomposisi secara alami. Kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah
pertanian. Kompos sangat membantu dalam penyelesaian masalah lingkungan,
terutama sampah. Bahan baku pembuatan kompos adalah sampah maka
permasalahan sampah rumah tangga dan sampah kota dapat diatasi. Bagi tanah,
kompos memberi atau menambah unsur hara, memperbaiki struktur dan tekstur
tanah, dan menyimpan air (HS, 1982).

11
Pengomposan adalah dekomposisi bahan organik dengan memanfaatkan
aktivitas mikroorganisme sebagai decomposer. Melalui proses pengomposan,
bahan-bahan organik akan diubah menjadi pupuk kompos dengan unsur hara yang
tinggi dan menghasilkan mikroorganisme yang dibutuhkan tanah dalam
pertumbuhan tanaman (Utomo, 2018).

2.3.2 Pengolahan Sampah Kering


Sampah anorganik merupakan sampah yang dihasilkan dari bahan- bahan
non hayati baik berupa produk sintesis maupun hasil proses teknologi pengelolaan
bahan tambang atau sumber daya alam dan tidak diuraikan oleh alam, contohnya
plastik, kertas, kain, dan logam (Marliani, 2014). TPS 3R sebagai wadah untuk
pengumpulan dan pengolahan sampah diharapkan untuk juga dapat menjalankan
pengolahan terhadap jenis sampah kering. Diharapkan jenis sampah kering ini
dapat dipilah lebih spesifik lagi menjadi jenis sampah kering yang dapat didaur
ulang, jenis sampah kering yang tidak dapat didaur ulang (residu), dan sampah
jenis B3.
Berikut adalah jenis–jenis sampah kering yang di olah di TPS 3R:
a. Plastik
Plastik adalah salah satu jenis makro molekul yang dibentuk dengan proses
polimerisasi. Polimerisasi adalah proses penggabungan beberapa molekul
sederhana (monomer) melalui proses kimia menjadi molekul besar (makro
molekul atau polimer). Plastik merupakan senyawa polimer yang unsur
penyusun utamanya adalah Karbon dan Hidrogen. Untuk membuat plastik,
salah satu bahan baku yang sering digunakan adalah Naphta, yaitu bahan
yang dihasilkan dari penyulingan minyak bumi atau gas alam (Surono,
2013).
b. Kertas/kardus
Kertas adalah salah satu limbah yang paling banyak dihasilkan oleh
manusia, baik yang dihasilkan oleh rumah tangga maupun sekolah dan
perkantoran. Limbah kertas menjadi salah satu masalah yang serius bagi
bumi ini. Umumnya kertas berbahan dasar dari alam dan biasanya dari
pepohonan. Semakin kita banyak mempergunakan kertas maka semakin

12
cepat pula bumi ini penuh dengan rusak karena keseimbangan alamnya
terganggu. Mendaur ulang limbah kertas maka kita membantu menjaga
keseimbangan alam dan mencegah pemanasan global (Arfah, 2017).

Tabel 2.2 Jenis, sumber dan produk daur ulang sampah kertas
Jenis Sampah Kertas Sumber Produk Daur Ulang
Kertas komputer dan Perkantoran, percetakan Kertas komputer, kertas
kertas tulis sekolah tulis, dan Art paper
Kantong kraft Pabrik, pasar, dan Karton, dan Art paper
pertokoan
Karton dan box Pabrik, pasar, dan Karton, dan Art paper
pertokoan
Koran, majalah, dan Perkantoran, pasar Kertas koran dan Art paper
buku rumah tangga
Kertas pembungkus Rumah tangga, Kertas tissue, kertas tulis
makanan perkantoran, TPA/TPS, kualitas rendah, dan Art
dan pertokoan paper
Kertas tissue Rumah tangga, Kertas tissue (tetapi sangat
perkantoran, rumah jarang yang didaur ulang
makan, pertokoan kembali)
Sumber : Dirjen Cipta Karya, 1999

2.4 Proyeksi Penduduk


Pertambahan penduduk merupakan salah satu faktor penting dalam
perencanaan teknis TPS 3R. Hal ini disebabkan karena pertambahan penduduk
dapat mempengaruhi peningkatan jumlah sampah pada suatu wilayah. Oleh
karena itu perlu adanya proyeksi penduduk dalam suatu perencanaan. Proyeksi
penduduk merupakan suatu perhitungan ilmiah yang didasarkan pada asumsi dari
komponen-komponen laju pertumbuhan penduduk, yaitu kelahiram, kemtian, dan
perpindahan. Ketiga komponen inilah yang menentukan besarnya jumlah
penduduk di masa yang akan datang (Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035,
2013).

13
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18 Tahun 2007,
metode pendekatan yang digunakan untuk proyeksi penduduk terdiri dari metode
aritmatik, geometrik, dan last square.

2.4.1 Metode Aritmatik


Metode ini digunakan apabila pertambahan penduduk relatif konstan tiap
tahunnya.
Pn = Po + rn........................................................................................... (2.2)
Dimana : Pn = jumlah penduduk pada tahun ke- n
Po = jumlah penduduk awal
n = periode waktu proyeksi
r = angka pertambahan penduduk/ tahun
Rumus diatas pindah dalam bentuk regresi menjadi :
Pn = Po + r n
y = a x bx
Dimana : Pn = y = jumlah penduduk pada tahun n
Po = b = koefisien
n = x = tahun penduduk yang akan dihitung
r = a = koefisien x

2.4.2 Metode Geometrik


Metode ini digunakan apabila tingkat pertambahan penduduk naik secara
berganda atau berubah secara ekuivalen dari tahun sebelumnya.
Pn = Po (1 + r)..................................................................................... (2.3)
Dimana : Pn = jumlah penduduk pada tahun ke- n
Po = jumlah penduduk awal
n = periode perhitungan
r = angka pertambahan penduduk/ tahun

14
2.4.3 Metode Least Square
Metode ini digunakan untuk garis regresi linier yaitu pertambahan
penduduk masa lalu menggambarkan kecenderungan garis linier, meskipun
pertambahan penduduk tidak selalu bertambah. Perhitungan proyeksi penduduk
dengan metode last square dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Y = a + (b.t) ............................................................................................ (2.4)
Dimana :
p = nilai variabel berdasarkan garis regresi
t = variabel independen
a = konstanta
b = koefisien arah regresi linier
dengan rumus:
(𝛴𝑦 𝑥 𝛴𝑥 2 )−(𝛴x x 𝛴xy)
a = (𝑛 𝑥 𝛴𝑥 2 )−(𝛴𝑥)2
(𝑛 𝑥 𝛴𝑥𝑦)−(𝛴x x 𝛴y)
b = (𝑛 𝑥 𝛴𝑥 2 )−(𝛴𝑥)2
Untuk menentukan metode proyeksi penduduk yang akan digunakan,
diperlukan perhitungan harga koefisien korelasi tiap metode proyeksi. Harga
koefisien korelasi yang mendekati satu adalah yang paling tepat. Persamaan
koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
r = Nilai variabel berdasarkan garis regresi

Dimana :
n = jumlah data

2.5 Kriteria Teknis Perencanaan Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R


Berdasarkan Petunjuk Teknis TPS 3R dijelaskan bahwa kriteria tempat
pengolahan sampah TPS 3R yaitu dengan luas minimal 200 m2. Terdiri dari
gapura yang memuat logo Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, bangunan (hanggar) beratap, kantor,
unit pencurahan sampah tercampur, unit pemilahan sampah tercampur, unit
pengolahan sampah organik (termasuk mesin pencacah sampah organik), unit
pengolahan/penampungan sampah anorganik/daur ulang, unit
pengolahan/penampungan sampah residu, gudang/kontainer penyimpanan kompos
padat/cair/gas bio/sampah daur ulang/sampah residu, gerobak/motor pengumpul

15
sampah, gudang kompos padat/kompos cair/gas bio/sampah anorganik daur
ulang/residu, kantor, serta utilitas pendukung.

2.6 Desain Bangunan TPS 3R


Berdasarkan Petunjuk Teknis TPS 3R Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya Tahun 2017 tentang Desain
bangunan TPS 3R minimal memuat beberapa hal sebagai berikut:
1. Area Penerimaan/Dropping Area
Sampah hasil dari pengangkutan yang dibawa menuju ke TPS mulanya di
letakkan pada suatu lokasi yang disebut dropping area. Area tersebut
hanya untuk menaruh sampah sementara saja, sebelum dilakukan
pengelolaan. Untuk memperhitungan luas area ini yaitu dengan
memperkirakan rata-rata timbulan sampah yang akan masuk dibagi
perkiraan tinggi sampah. Perkiraan luas area dihitung berdasarkan dari
rata-rata volume yang dihasilkan.
2. Area Pemilahan/Separasi
Sampah yang ditampung di area penerimaan/dropping area selanjutnya di
bawa ke area pemilahan yaitu sampah di area ini dipiilah dengan cara
mengklasifikasikan sampah menurut jenisnya, seperti sampah organik,
sampah anorganik, dan sampah B3.
3. Area Pencacahan Dengan Mesin Pencacah
Area pencacahan ini dilengkapi dengan mesin pencacah, sehingga sampah
sampah terutama sampah plastik yang dihasilkan dari masyarakat
kecamatan Tajinan. Sehingga dimensi mesin pencacah menyesuaikan
dengan produk yang ada di pasaran dengan dimensi panjang 1,1 m lebar
0,5 m dan tinggi 1,2 m, dengan kapasitas untuk mencacah sebesar 75 kg
sampai 100 kg.
4. Area Komposting Dengan Metode Yang Dipilih
Area pengomposan terdiri dari total volume sampah yang akan dikompos
kan. Pengomposan ini dilakukan menggunakan Teknik Open Bin, yaitu
metode yang dilakukan dengan menggunakan bak berbentuk persegi

16
panjang dengan menggunakan bioaktifator berupa EM4 sebagai pengurai
kemudian sampah organik ditutup menggunakan plastik.
5. Area Penyaringan dan Pengeringan Kompos
Area ini adalah area pada proses penyaringan kompos dengan kapasitas
200-300 kg/jam yang berdimensi 2 m x 0,8 m x 1 m, dan dilengkapi
dengan area pengeringan kompos.
6. Mempunyai Gudang Kompos
Sampah yang sudah dipilah dan diproses siap jual. Area ini dibagi menjadi
3 area yang terdiri dari layak kompos, layak jual dari botol plastik, keresek
plastik, botol warna, kardus, kertas warna, kertas putihan. Masa
penyimpanan sampah layak jual selama 7 hari.
7. Area Kantor
Area kantor berfungsi untuk para pekerja dan pengarsipan kegiatan di unit
pengolahan sampah. Diasumsikan 3 m2 /pekerja dengan jumlah pekerja 6
orang. Maka luas kantor adalah 18 m2, untuk mempermudah desain
perencanaan, luas area perencanaan ditambahkan 1 m2. Sehingga luas
kantor sebesar 19 m2.
8. Ruang Sanitasi
Ruangan untuk sanitasi pekerja seperti kamar mandi, dan tempat cuci.
Luas area ini adalah 3 m2. Untuk tempat cuci tangan, cuci kaki dan cuci
alat. Luas yang dibutuhkan adalah 2 m2..
9. Gudang
Ruang penyimpanan untuk peralatan kebersihan, seperti sapu, pel,
serokan, karung goni, tali dan lain-lain. Luas area ini 8 m2.
10. Area Parkir
Area untuk memarkirkan alat angkut maupun pengunjung TPS 3R dengan
lahan 45 m2, sehingga dapat memarkirkan masuk-keluarnya kendaraan.
-
Mobil biasa : 6 m x 3 m = 18 m2
-
Motor : 4 m x 3 m = 12 m2
-
Motor roda tiga : 5 x 3 m = 15 m2. Total Luas area parkir = 45 m2
(Petunjuk Teknis Tempat Pengolahan Sampah 3R. 2017).

17
2.7 Uji Validitas dan Realibilitas Kuesioner
Pada penyusunan kuesioner, salah satu kriteria kuesioner yang baik
adalah validitas dan realibilitas kuesioner dinyatakan valid. tujuan pengujian
validitas dan realibilitas kuesioner adalah untuk meyakinkan bahwa kuesioner
yang disusun akan benar-benar baik dalam mengukur gejala dan menghasilkan
data yang valid.

2.7.1 Uji Validitas


Validitas adalah suatu alat ukur yang menunjukkan tingkat ketepatan dan
kesahihan suatu instrumen penelitian. Instrumen harus dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur, jadi validitas menekankan pada alat pengukuran atau
pengamatan. Kegunaan validitas adalah untuk mengetahui sejauh mana ketepatan
dan kecermatan suatu instrumen pengukuran dalam melakukan fungsi ukurnya,
bahwa ketepatan pada validitas suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat
ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat
(Marengke, 2016). Uji validitas digunakan untuk mengukur sah, atau valid
tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada
kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuesioner.
Suatu tes dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi jika tes tersebut
menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat
sesuai dengan maksud dikenakannya tes tersebut. Suatu tes menghasilkan data
yang tidak relevan dengan tujuan diadakannya pengukuran dikatakan sebagai tes
yang memiliki validitas rendah.
Dalam pengujian validitas terhadap kuesioner, dibedakan menjadi 2, yaitu
validitas faktor dan validitas item. Validitas faktor diukur bila item yang disusun
menggunakan lebih dari satu faktor (antara faktor satu dengan yang lain ada
kesamaan). Pengukuran validitas faktor ini dengan cara mengkorelasikan antara
skor faktor (penjumlahan item dalam satu faktor) dengan skor total faktor (total
keseluruhan faktor).
Validitas item ditunjukkan dengan adanya korelasi atau dukungan terhadap
item total (skor total), perhitungan dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara

18
skor item dengan skor total item. Bila kita menggunakan lebih dari satu faktor
berarti pengujian validitas item dengan cara mengkorelasikan antara skor item
dengan skor faktor, kemudian dilanjutkan mengkorelasikan antara skor item
dengan skor total faktor (penjumlahan dari beberapa faktor).
Hasil perhitungan korelasi akan didapat suatu koefisien korelasi yang
digunakan untuk mengukur tingkat validitas suatu item dan untuk menentukan
apakah suatu item layak digunakan atau tidak. Penentuan layak atau tidaknya
suatu item yang akan digunakan, biasanya dilakukan uji signifikansi koefisien
korelasi pada taraf signifikansi 0,05, artinya suatu item dianggap valid jika
berkorelasi signifikan terhadap skor total.
Untuk melakukan uji validitas ini menggunakan program SPSS. Teknik
pengujian yang sering digunakan para peneliti untuk uji validitas adalah
menggunakan korelasi Bivariate Pearson (Produk Momen Pearson). Analisis ini
dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor item dengan skor total. Skor
total adalah penjumlahan dari keseluruhan item. Item-item pertanyaan yang
berkorelasi signifikan dengan skor total menunjukkan item-item tersebut mampu
memberikan dukungan dalam mengungkap apa yang ingin diungkap à Valid. Jika
r hitung ≥ r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen atau item-item
pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid). Langkah-
langkah dalam pengujian validitas ini yaitu:
1. Buat Skor Total Masing-Masing Variabel
Tabel 2.3 Perhitungan Skor

19
2. Klik Analyze -> Correlate -> Bivariate

Gambar 2.1 Output SPSS

3. Masukan seluruh item variabel x ke Variabels

Gambar 2.2 SPSS


4. Cek list Pearson ; Two Tailed ; Flag
5. Klik Ok

Tabel rangkuman hasil uji validitas dari variabel tersebut dapat dilihat
sebagai berikut :

20
Tabel 2.4 Rangkuman Hasil Uji Validitas

Dari tabel 2.4 dapat dijelaskan bahwa nilai r hitung > r tabel berdasarkan
uji signifikan 0.05, artinya bahwa item-item tersebut diatas valid

Rumus Korelasi Product Moment :

Keterangan :

2.7.2 Uji Reliabilitas


Reliabilitas berasal dari kata “reliable” yang artinya dapat dipercaya atau
diandalkan, yaitu sebuah alat ukur penelitian dapat diyakini mampu mengukur
dan mengungkap secara konsisten. Reabilitas merupakan koefisien yang
menunjukkan tingkat konsisten hasil pengukuran. Konsisten hasil pengukuran
dengan menggunakan alat ukur (instrumen) yang sama untuk orang yang berbeda
atau pada waktu yang berbeda tetapi kondisi yang sama. Konsistensi berkaitan

21
dengan tingkat kesalahan hasil pengukuran penelitian yang berupa skor.
Realibilitas konsistensi adalah penilaian realibilitas dengan menggunakan
respons-respons atas satu hal sekaligus, maka seluruh item mengukur variabel
yang sama dapat memunculkan hasil-hasil yang serupa atau konsisten (Marengke,
2016).
Reliabilitas, atau keandalan, adalah konsistensi dari serangkaian
pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari
alat ukur yang sama (tes dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama,
atau untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai
memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai). Reliabilitas tidak sama
dengan validitas. Artinya pengukuran yang dapat diandalkan akan mengukur
secara konsisten, tapi belum tentu mengukur apa yang seharusnya diukur. Dalam
penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu tes tetap
konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek dan dalam kondisi
yang sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan hasil yang
konsisten untuk pengukuran yang sama. Tidak bisa diandalkan bila pengukuran
yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda-beda.
Tinggi rendahnya reliabilitas, secara empirik ditunjukan oleh suatu angka
yang disebut nilai koefisien reliabilitas. Reliabilitas yang tinggi ditunjukan dengan
nilai rxx mendekati angka 1. Kesepakatan secara umum reliabilitas yang dianggap
sudah cukup memuaskan jika ≥ 0.700.
Pengujian reliabilitas instrumen dengan menggunakan rumus Alpha
Cronbach karena instrumen penelitian ini berbentuk angket dan skala bertingkat.
Rumus Alpha Cronbach sevagai berikut :

Keterangan :

22
Jika nilai alpha > 0.7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient reliability)
sementara jika alpha > 0.80 ini mensugestikan seluruh item reliabel dan seluruh
tes secara konsisten memiliki reliabilitas yang kuat. Atau, ada pula yang
memaknakannya sebagai berikut:
Jika alpha > 0.90 maka reliabilitas sempurna. Jika alpha antara 0.70 – 0.90
maka reliabilitas tinggi. Jika alpha 0.50 – 0.70 maka reliabilitas moderat. Jika
alpha < 0.50 maka reliabilitas rendah. Jika alpha rendah, kemungkinan satu atau
beberapa item tidak reliabel.

Langkah pengujian reliabilitas dengan SPSS :


1. Klik Analyze -> Scale -> Reliability Analysis.

Gambar 2.3 Reability Analysis

23
2. Masukan seluruh item variabel X ke Items

Gambar 2.4 Item Variabel X ke Items


3. Pastikan pada model terpilih Alpha
4. Klik Ok

Nilai Cronbach Alpha sebesar 0.981 yang menunjukan bahwa ke-11


pernyataan cukup reliabel.

24
2.8 Ulasan Penelitian
Berikut adalah beberapa ulasan penelitian yang dipakai sebagai acuan dalam penulsan skripsi yang dilakukan
Tabel 2.3 Ulasan Penelitian
No Peneliti Judul Metode Kesimpulan
1 Nur Lailis Perencanaan Teknis Pengumpulan - Sistem pengelolaan sampah yang diaplikasikan di TPS
Aprilia, 2018 Tempat Pengolahan Data, 3R adalah pengelolaan sampah anorganik, sampah
Sampah (TPS) 3R Pengolahan , organik, dan sampah plastik
Kecamatan Jekan dan Analisis - Rancangan bangunan TPS 3R di Kecamatan Jekan
Raya, Kota Data Raya terdiri dari dari pengelolaan sampah organik,
Palangkaraya sampah plastik, sampah anorganik, dan sarana
penunjang
2 Muh. Masykur Desain Tempat Observasi - Volume rata-rata timbulan sampah Kelurahan Kassi-
Ansar dkk, Pengelolaan Sampah (Teknik Kassi sebesar 65,628 m3/hari dengan berat 6927,4
2017 Reduce, Reuse, Pengambilan kg/hari
Recycle (TPS3R) Sampel), dan Komposisi sampah terdiri dari 75,26% organik, 9,66%
Terintegrasi Bank Analisis plastik, 7,62% kertas, 1,48% tekstil, 1,02% adsorbent,
Sampah Pada 0,09% logam, 0,34% kaca, 0,81% kayu, 0,29% limbah
Kelurahan Kassi- B3, 0,38% karet, 0,03% limbah elektronik, 0,46%
Kassi, Kecamatan styrofoam, dan 2,56% lainnya
Rappoicini, Kota - Pengolahan yang dilakukan di TPS 3R ini adalah
Makassar pengolahan sampah organik menjadi kompos,
pengolahan sampah anorganik dengan dijual/didaur
ulang melalui bank sampah.

25
3 Dhona Perencanaan Sistem Teknik - Timbulan sampah eksisting per kapita Kelurahan
Widleana dkk, Pengelolaan Sampah Probably Banyumanik adalah 0,171 liter/orang/hari yang
2017 Terpadu (Studi Sampling, dan didominasi sampah sisa makanan, dan diikuti oleh
Kasus Kelurahan Metode sampah kertas kemudian sampah plastik di urutan
Banyumanik Pengambilan kedua dan ketiga
Kecamatan dan Pengukuran - Pengelolaan sampah di Kelurahan Banyumanik
Banyumanik Kota Contoh dikelola oleh RT/RW dan belum ada kelompok
Semarang Timbulan dan Swadaya Masyarakat.
Komposisi
Sampah

26

Anda mungkin juga menyukai