Anda di halaman 1dari 4

Perjalanan Menghapus Jejaknya

Bagaimana kaau seseorang yang kamu cintai, kekasih yang sealu kamu jaga, memilih orang
lain untuk dia cintai dengan diam?
Kepedihan teah membawa jari-jariku untuk mengepa dinding berbatu terjal, aku
menggantungkan rasa perih itu pada tali penyangga, tidak ada lagi yang aku takutkan.
Bahkan rasa takut kehilangan kini menjelma menjadi keberanian untuk menghadapi segala
hal. Bagiku, cinta telah datang kemudian menusuk mati segala saraf yang ada. Cinta
membawa luka yang tidak pernah aku bayangkan. Terlalu daam dan kejam, teralu pedih
dan sakit. Mungkin dengan berlari yang jauh, aku berharap bias membawa rasa sakit
dihatiku sejauh mungkin. Meski aku tahu sebenarnya lari dari kenyataan bukanlah hal yang
dapat mengobati rasa itu. Namun, bertahan dengan rasa sakit ditempat yang sama, melihat
orang yang sama, seseorang yang tidak lagi memiliki perasaan yang sama kepadaku, hanya
menimbulkan rasa sesak dan pilu di dada.
Aku pernah begitu dalam mencintainya, menyerahkan seluruh perasaanku,
menanam sebutir harapan setinggi mungkin, menciptakan rencana dan khayalan untuk
masa depan. Namun, dihancurkan begitu saja oleh perempuan itu. Dia mengatur rencana
sedemikian rupa tanpa aku sadari, tertusuklah dadaku. Tak berdarah, tapi hampir
menghilangkan seluruh rasaku, tak berbekas namun terasa sesak didada.
Maureen, begitu aku memanggilnya, gadis 17 tahun berambut panjang kulitnya
bersih, memiliki tinggi 165 cm, dengan senyuman yang tak akan mengisyaratkan kalau dia
mampu mematahkan hatiku, tapi kenyataannya tidak seperti itu. Tidak semua bunga yang
indah menawarkan madu, ada juga yang menyimpan racun. Membunuh perlahan,
menikam dengan perlahan. Akupun terluka terlalu dalam, luka itu mengantarkanku untuk
menaklukkan sebuah puncak gunung di Jawa.
Hamper satu minggu kumeninggalkan kotaku, untuk menaklukkan sebuah puncak
gunung. Gunung merapi adalah puncak yang akan aku taklukkan. Mendaki gunung adalah
caraku untuk menghilangkan rasa sakit itu. Di desa Suroteleng, Selo, Kabupaten Boyolali
Jawa Tengah. Di pagi yang memukau, embun menguap dengan perlahan, udara masih
terlalu dingin, pagi datang dengan malas. Nugraha, lelaki bernama lengkap Maulana
Nugraha itu aku. Aku mencoba membuka mata berusaha bangkit dari tidur, tubuhku terasa
lelah. Namun, hatiku menolak rasa itu, aku tahu mengapa diriku sampai disini, aku hanya
ingin memulihkan luka hatiku yang tergores.
Jika aku tergelincir dan jatuh ke jurang, mungkin aku akan mati atau patah tulang dan cacat
seumur hidup, “dan itu tidak sesakit yang kamu lakukan kepadaku”. Aku mengingat
perempuan itu, mataku menatap keindahan alam yang ada disekelilingku.
Beberapa meter dihadapanku terlihat puncak merapi yang sangat indah dan siap untuk
didaki.
“Evan”, Dani menepuk bahunya.
“kamu siapa?”, Tanya Evan
“Aku temannya Nugraha, mau menemani kalian mendaki”, Jawab Dani.
“Siap!”, jawab Evan dengan semangat.
Evan dan Dani membantuku membawa peralatan mendakiku. Kami berjalan menuju pos
pertama. Gunung Merapi memiliki tinggi kurang lebih 2930 Mdpl, memiliki jalur yang cukup
terjal dan lumayan ekstrim. Kami bertanya kepada penjaga pos pertama apa saja yang tidak
boleh dilakukan ketika mendaki. Setelah bertanya kita melanjutkan perjalanan menuju pos
kedua.
Jam menunjukkan pukul lima sore, setengah jam perjalanan sampailah kita di pos
kedua. Disana kita melepas penat sebentar, setelah itu melanjutkan perjalanan menuju pos
selanjutnya. Hari mulai petang, senja tenggelam, langitpun menjadi gelap. Masing-masing
dari kita menyalakan lampu yang kita bawa, supaya dapat melanjutkan perjalanan.
Setelah menempuh kurang lebih dua jam perjalanan aku melihat di depan ada pos
selanjutnya. Kita pun bergegas menuju kesana, disana kita bertemu dengan pendaki yang
lain. Tidak terasa kita sudah mendaki kurang lebih 1000 Mdpl, “ternyata capek juga ya”,
kata Dani dengan nafas terengah-engah. Setelah menikmati sebagian bekal kitapun
melanjutkan perjalanan menuju pos selanjutnya.
Di perjalan kita melintasi medan yang terjal dan menanjak, membutuhkan tenaga
ekstra untuk melewatinya. Beribu-ribu langkah kita pijakkan di gunung Merapi, tetapi kita
tetap melanjutkan perjalanan walaupun banyak rintangan yang menghadang. Sampailah di
pos selanjutnya. Aku melihat jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam. “Ayo sebentar
lagi kita sampai pos terakhir”, kataku pada merekan dengan penuh semangat.
Sampailah kita di pos terakhir, kita pun mendirikan tenda untuk beristirahat dan
menunggu matahari terbit esok hari. Aku dan mereka berdua beristirahat di dalam tenda
untuk memulihkan tenaga setelah melewati perjalanan kurang lebih 2900 Mdpl.
Matahari mulai menampakkan sinarnya, begitu indah ciptaan Tuhan. Kita pun bangun
kemudian memberesi seluruh peralatan dan bergegas menuju puncak untuk menikmati
indahnya pemandangan gunung Merapi yang diciptakan oleh Tuhan. Hari mulai siang, kita
bergegas turun dari gunung.
Setelah dua hari aku mendaki gunung dan akhirnya sampailah aku di rumah. Aku
sudah lupa apa yang dilakukan perempuan itu padaku dan aku sudah bahagia dengan
caraku sendiri.
Setelah beberapa hari aku mendaki gunung, dan sudah aku lewati semua rintangan
itu, persaan hatiku kembali seperti semula. Sudah tidak ada beban dan bekas luka di dalam
hatiku. Aku sadar bahwa apa yang aku lewati kemarin bersamanya, sepahit apapun itu
adalah bagian dari cara Tuhan mendewasakanku.
Terimakasih Merapi, kau menjadi jalan untukku menghapus jejaknya, hingga kini
aku dapat menjalani hari-hari dengan lebih baik.
Identitas Penulis

Nama : Maulana Zayani Ahsan


ID Instagram : @_zyn.ahsan_
No. Whatsapp : 082267713227
Alamat email : mazz.yayan02@gmail.com
Alamat penulis : Dsn. Gunting 01/02, Desa Suren, Kec. Mlarak, Kab.
Ponorogo, Jawa Timur

Anda mungkin juga menyukai