Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan abad 21 menekankan pada kemampuan critical thinking,

problem solving, creativity, innovation, communication, collaboration, dan

global awarness (Marjohan, 2013:77). Pada proses pembelajaran siswa

dituntut menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk menyusun,

mengungkapkan, dan menganalisa dalam penyelesaian masalah. Namun

lingkungan pendidikan tidak mendukung untuk mengajarkan kemampuan

tersebut kepada siswa, sehingga siswa mampu memecahkan masalah

tertentu, tetapi gagal jika konteks masalah tersebut sedikit diubah (Sudiarta,

2015 dalam Asri Widowati 2015: 3).

Salah satu upaya untuk mengatasi kurang mampunya siswa dalam

mengatasi masalah yaitu dengan meningkatkan kompetensi siswa untuk

dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai situasi berbeda yang

dinamakan dengan literasi sains (Rustaman, 2011: 1). Melalui kemampuan

literasi sains siswa diharapkan mampu mengembangkan beberapa

kemampuan diri, salah satunya adalah mampu memberikan penjelasan

mengenai fenomena yang terjadi berdasarkan konsep yang telah dipahami

dan dapat menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah dalam

kehidupan sehari-hari (Rahayu, 2014). Kenyataannya, kemampuan literasi

sains siswa di Indonesia saat ini masih sangat rendah. Menurut Program for

International Student Assesment (PISA) pada tahun 2015 menunjukkan

bahwa kemampuan literasi sains Indonesia menduduki peringkat ke-62 dari

70 negara dengan skor 403 (OECD, 2016). Skor yang didapatkan Indonesia

1
2

ini jauh dari skor rata-rata Internasional yang ditetapkan PISA yaitu 500

(PISA, 2012: 5).

Rendahnya kemampuan literasi sains siswa di Indonesia disebabkan

oleh banyak hal, salah satunya adalah keberadaan sumber belajar

(Ekohariadi, 2009). Di Indonesia buku teks pelajaran merupakan sumber

belajar wajib untuk digunakan di satuan pendidikan dasar dan menengah

atau perguruan tinggi yang memuat materi pelajaran (Permendiknas, No. 2

Tahun 2008). Buku teks pelajaran yang digunakan di sekolah-sekolah harus

memiliki kebenaran isi, penyajian yang sistematis, penggunaan bahasa dan

keterbacaan yang baik, dan grafika yang fungsional. Akan tetapi buku teks

yang ada belum dapat meningkatkan kemampuan literasi sains siswa karena

materi yang ada pada buku teks tersebut belum sesuai dengan empat

kategori literasi sains yang ditetapkan oleh PISA (Hazen & Trefil, 2009).

Adapun empat kategori tersebut yaitu sains sebagai batang tubuh

pengetahuan (a body of knowledge), sains sebagai cara untuk menyelidiki

(way of investigating), sains sebagai cara berpikir (way of thinking) dan

interaksi antara sains, teknologi dan masyarakat (interaction between

science, technology and society) (Wilkinson dalam Nurjannati, 2017)

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi ketidaksesuaian buku teks

yang ada dengan kategori yang ditetapkan oleh PISA salah satunya adalah

dengan menyediakan bahan ajar bertema literasi sains. Bahan ajar yang baik

adalah bahan ajar yang di dalamya memuat aspek literasi sains secara

seimbang (Chiappeta dalam Paramita, Rusilowati dan Sugianto, 2016).

Penelitian terhadap analisis bahan ajar sains yang digunakan di sekolah


3

telah banyak dilakukan, namun dari penelitian tersebut menyatakan bahwa

muatan aspek literasi sains pada bahan ajar sains yang digunakan belum

memiliki proporsi yang seimbang (Ariningrum, 2013; Kurdiantoro, 2014;

Wahyu, 2016). Keterbatasan bahan ajar yang beredar, dan belum

mendukung secara proporsional semua aspek literasi sains, membuat setiap

siswa sulit untuk memahami pelajaran sains secara individu (Diana,

Rachmatulloh & Rahmawati, 2015).

Mata pelajaran yang menurut siswa sulit dipahami secara individu

salah satunya adalah kimia (Kasmadi & Indraspuri, 2010). Ilmu kimia

merupakan ilmu yang mempelajari tentang sifat, struktur materi, komposisi

materi, perubahan, dan energi yang menyertai perubahan (Sari, S. &

Wijayanti, A., 2017). Wiseman dalam Rumansyah & Irhasyuarna (2002)

menyatakan bahwa kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam

mempelajari konsep kimia dari pada konsep pelajaran yang lain, hal ini

dikarenakan karakteristik ilmu kimia yang sifatnya abstrak. Salah satu

materi kimia yang dianggap sulit dan bersifat abstrk adalah asam basa,

dimana materi asam basa adalah materi kimia yang erat kaitannya dengan

kehidupan sehari-hari, namun masih banyak yang belum mengerti dan

memahami akan hal tersebut sehingga masih banyak siswa yang mendapat

hasil belajar rendah pada materi ini1 serta banyak penelitian yang

mengungkapkan kesulitan siswa pada materi asam basa (Muchtar, Z. &

Harizal, 2012; Septiyani, 2017). Kesulitan terdapat pada materi konsep teori

asam basa, indikator asam basa, tetapan ionisasi asam basa, kekuatan asam

1
Wawancara dengan Bu Masyati, S. Pd, guru kimia SMA N 2 Banguntapan Bantul
4

basa (pH), perhitungan pH dan konsep pH dalam lingkungan (Amelia,

2017). Kesulitan siswa dalam mempelajari kimia dapat diatasi salah satunya

dengan menyediakan bahan ajar yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan

dan kemampuan siswa (Prastowo, 2011).

Bahan ajar yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan

kemampuan siswa dapat berupa modul. Modul memiliki karakteristik self

instructional, yaitu dapat membantu siswa untuk belajar mandiri (Hatta &

Lasmiyati, 2014). Menurut Nurdin (2016) pembelajaran dengan modul

memungkinkan siswa dapat lebih cepat menyelesaikan satu atau lebih

kompetensi dasar dibandingkan bahan ajar lain. Oleh karena itu

pengembangan modul literasi sains larutan asam basa ini sebagai bentuk

solusi yang ditawarkan untuk dapat menyelesaikan persoalan dalam

kegiatan belajar mengajar. Modul literasi sains larutan asam basa ini

diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan ajar siswa dalam materi asam

basa serta dapat menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan literasi sains

siswa dalam menyelesaikan sebuah persoalan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan beberapa

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana mengembangkan modul literasi sains larutan asam basa

untuk siswa SMA/MA kelas XI?


5

2. Bagaimana kualitas modul literasi sains larutan asam basa untuk siswa

SMA/MA kelas XI berdasarkan penilaian ahli materi, ahli media, dan

reviewer (guru kimia SMA/MA)?

3. Bagaimana respon siswa terhadap modul literasi sains larutan asam

basa untuk siswa SMA/MA kelas XI?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

1. Mengembangkan modul literasi sains larutan asam basa untuk siswa

SMA/MA kelas XI

2. Mengetahui kualitas modul literasi sains larutan asam basa untuk siswa

SMA/MA kelas XI berdasarkan penilaian ahli materi, ahli media, dan

reviewer (guru kimia SMA/MA).

3. Mengetahui respon siswa terhadap modul literasi sains larutan asam

basa untuk siswa SMA/MA kelas XI

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitiannya antara lain adalah :

1. Bagi peneliti

Memberikan pengetahuan dan pengalaman nyata tentang

mengembangkan modul literasi sains larutan asam basa untuk siswa

SMA/MA kelas XI.


6

2. Bagi siswa

Memberikan sumber belajar alternatif untuk membantu siswa dalam

keterbatasan memahami konsep kimia pada materi asam basa.

3. Bagi guru

Meningkatkan variasi Sumber Belajar, menjadi bahan pertimbangan

untuk menggunakan modul literasi sains larutan asam basa sebagai

pendukung pembelajaran dalam meningkatkan ketertarikan peserta didik

mengikuti pembelajaran.

4. Spesifikasi Produk

Produk penelitian ini berupa modul berorientasi literasi sains dengan

spesifikasi sebagai berikut:

1. Modul yang dikembangkan merupakan modul literasi sains larutan asam

basa yang dapat digunakan oleh siswa SMA/MA kelas XI.

2. Modul kimia berorientasi literasi sains yang dimaksud adalah modul

kimia yang didalamnya memuat empat domain literasi sains yang

bertujuan untuk meningkatkan kemampuan literasi sains peserta didik

sehingga peserta didik mampu menjelaskan fenomena yang terjadi

berdasarkan konsep materi yang telah dipelajari.

3. Modul berupa media cetak dengan ukuran kertas B5 dan berwarna serta

di desain dengan menggunakan MS. Word 2013 dan Corel Draw.

4. Modul pembelajaran terdiri atas:

a. Cover modul dan halaman sampul

b. Kata pengantar
7

c. Bagian pendahuluan

d. Materi

e. LKPD

f. Soal evaluasi

g. Rangkuman

h. Glosarium

5. Asumsi dan Batasan Pengembangan

1. Asumsi Pengembangan

Asumsi dalam penelitian pengembangan ini meliputi :

a. Dosen pembimbing memahami standar mutu modul yang baik

b. Modul yang dikembangkan dapat menjadi salah satu sumber belajar

yang digunakan oleh peserta didik SMA/MA

c. Modul literasi sains larutan asam basa ini belum banyak

dikembangakan.

d. Reviewer adalah guru kimia SMA/MA yang mempunyai

pemahaman yang sama tentang kualitas modul literasi sains

2. Batasan Pengembangan

Agar pembahasan tidak meluas dan tidak menyimpang dari

rumusan maslah, maka batasan masalah dijabarkan sebagai berikut :

a. Media yang dikembangkan pada penelitian ini adalah modul literasi

sains larutan asam basa.

b. Materi yang dimuat pada modul adalah adalah asam basa kelas XI

SMA
8

c. Implementasi produk dibatasi pada uji kelayakan serta penilaian

guru dan respon siswa.

d. Modul kimia berorientasi literasi sains ini direspon oleh 10 siswa

kelas XI SMA/MA.

6. Definisi Istilah

Istilah istilah yang digunakan dalam penelitian pengembangan bahan ajar

ini sebagai berikut:

1. Penelitian dan pengembangan atau research and development menurut

Borg & Gall adalah suatu proses untuk mengembangkan suatu produk

baru atau menyempurnakan produk yang telah ada yang dapat

dipertanggungjawabkan (Sutama, 2010: 32)

2. Sumber belajar adalah berbagai atau semua sumber baik yang berupa

data, orang dan wujud tertentu yang digunakan oleh siswa dalam belajar

baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah

siswa dalam mencapai tujuan belajar (Rohani dalam Musfiqon, 2012:

129).

3. Modul adalah salah satu bahan ajar yang dikeamas secara utuh dan

sistematis, didalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang

terencana dan di desain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan

pembelajaran yang spesifik (Daryanto, 2013).

4. Literasi sains adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan

ilmiah, untuk mengidentifikasi pertanyaan, dan menggambar

kesimpulan berbasis bukti untuk memahami dan membantu membuat


9

keputusan tentang alam dunia dan perubahan yang dibuat untuk itu

melalui aktivitas manusia (OECD, 2015).


10

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Penelitian dan Pengembangan

Penelitian dan pengembangan atau research and development

menurut Borg & Gall adalah suatu proses untuk mengembangkan suatu

produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada yang dapat

dipertanggungjawabkan (Sutama, 2010: 32). Penelitian dan

pengembangan (R&D) adalah sebuah strategi penelitian yang cukup

ampuh untuk memperbaiki praktik. Metode penelitian dan

pengembangan juga didefinisikan sebagai suatu metode penelitian yang

digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan

produk tersebut (Sugiyono,2011: 407).

2. Sumber belajar

Pengertian sumber belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Edisi III yaitu orang yang dapat dijadikan tempat bertanya tentang

berbagai pengetahuan (Pusat Bahasa DEPDIKNAS, 2005). Menurut

Rohani dalam (Musfiqon, 2012: 129) sumber belajar adalah berbagai

atau semua sumber baik yang berupa data, orang dan wujud tertentu yang

digunakan oleh siswa dalam belajar baik secara terpisah maupun

terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan

belajar.

Menurut Mulyasa (2002: 48), sumber belajar dirumuskan sebagai

segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan-kemudahan kepada


11

peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan,

pengalaman, dan keterampilan dalam proses belajar-mengajar. Sehingga,

sumber belajar dapat berupa segala sesuatu yang ada baik manusia,

bahan, alat, pesan, teknik, maupun lingkungan yang dapat dijadikan

tempat untuk mengungkap suatu pengalaman belajar dan memberikan

kemudahan-kemudahan dalam memperoleh informasi, pengetahuan,

pengalaman, dan keterampilan dengan tujuan untuk meningkatkan

pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap yang lebih baik.

3. Modul

Modul dapat dideskripsikan sebagai suatu unit yang lengkap yang

berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian belajar yang disusun untuk

membantu peserta didik mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan

secara khusus dan jelas (Nasution, 2006: 205). Modul minimal memuat

tujuan pembelajaran, materi/subtansi belajar, dan evaluasi. Modul

berfungsi sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri, sehingga peserta

didik dapat belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing (Depdiknas,

2008)

Untuk mengembangkan modul yang dapat digunakan sebagai

sumber belajar mandiri yang efektif, terdapat beberapa karakteristik dari

modul yang harus menkadi perhatian. Karakteristik tersebut antara lain

(Depdiknas, 2008):
12

a. Self Instruction (Intruksi sendiri)

Self Instruction; yaitu melalui modul tersebut seseorang atau

peserta belajar mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung

pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka

dalam modul harus;

1) Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas.

2) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit kecil/

spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas.

3) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan

pemaparan materi pembelajaran.

4) Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang

memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur

tingkat penguasaannya.

5) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan

suasana atau konteks tugas dan lingkungan penggunanya.

6) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif.

7) Terdapat rangkuman materi pembelajaran

8) Terdapat instrumen penilaian/assessment, yang memungkinkan

penggunanya mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan

materi.

9) Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya

mengetahui tingkat penguasaan materi.

10) Tersedia informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang

mendukung materi pembelajaran.


13

b. Self Contained (materi yang utuh)

Self Contained, yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit

kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu

modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan

kesempatan pembelajar mempelajari materi pembelajaran yang tuntas,

karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus

dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi

harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan

kompetensi yang harus dikuasai.

c. Stand Alone (berdiri sendiri)

Stand Alone (berdiri sendiri); yaitu modul yang dikembangkan

tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-

sama dengan media pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul,

pebelajar tidak tergantung dan harus menggunakan media yang lain

untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut.

Jika masih menggunakan dan bergantung pada media lain selain modul

yang digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai

media yang berdiri sendiri.

d. Adaptive (daya adaptif)

Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap

perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat

menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta

fleksibel digunakan. Dengan memperhatikan percepatan perkembangan

ilmu dan teknologi pengembangan modul multimedia hendaknya


14

tetap“up to date”. Modul yang adaptif adalah jika isi materi

pembelajaran dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.

e. User Friendly (mudah digunakan)

Modul hendaknya mudah untuk digunakan. Setiap instruksi dan

paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat

dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon,

mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang

sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum

digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.

Kelayakan modul diuji dengan menggunakan standar dari Badan

Standar Nasional Pendidikan (BSNP). BSNP adalah badan mandiri dan

independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan

mengevaluasi standar nasional pendidikan (PP No. 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan). Adapun kelayakan modul

menurut BSNP (2008) terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut:

a. Kelayakan isi

Komponen kelayakan isi ini diuraikan menjadi beberapa

subkomponen atau indikator berikut:

1) Kesesuaian dengan Kompetensi Inti(KI) dan Kompetensi Dasar

(KD).

2) Kesesuaian dengan kebutuhan peserta didik.

3) Keakuratan materi.

4) Kemutakhiran materi.

5) Manfaat untuk penambahan wawasan pengetahuan


15

b. Kelayakan kebahasan

Komponen kebahasan ini diuraikan menjadi beberapa

subkomponen atau indikator berikut:

1) Kejelasan materi

2) Aspek kelayakan penyajian

c. Kelayakan penyajian

Komponen penyajian ini diuraikan menjadi beberapa

subkomponen atau indikator berikut:

1) Pendukung penyajian

2) Penyajian pembelajaran

Suatu produk pengembangan akan membutuhkan sebuah

penelitian yang bersifat menganalisis kebutuhan. Dalam penelitian

ini, produk yang dikembangkan adalah modul. Modul

dikembangkan dari topik-topik yang memiliki tujuan-tujuan yang

bersesuaian, tujuan ini dimaksudkan agar penelitian berjalan dengan

baik. Dalam mengembangkan modul dibutuhkan suatu metode

penelitian. Metode yang digunakan disebut research and

development. Research and development adalah metode yang

digunakan untuk menghasilkan produk tertentu untuk kemudian

diujikan keefektifannya (Sugiyono, 2013).

4. Literasi Sains

Literasi sains (science literacy) berasal dari gabungan dua kata Latin

yaitu literatus yang artinya ditandai dengan huruf, melek huruf, atau

berpendidikan, dan scientia yang artinya memiliki pengetahuan


16

(Toharudin, 2011: 1). Literasi sains dalam PISA 2015, terdiri dari empat

domain yang saling terkait yaitu domain konteks, domain pengetahuan,

domain kompetensi dan domain sikap yang digambarkan dalam Tabel

2.1.

Tabel. 2.1 domain litersasi sains menurut PISA 2015


Domain Keterangan
Konteks Masalah pribadi, lokal, nasional dan global, baik saat ini dan
sejarah, yang menuntut beberapa pemahaman ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Pengetahuan Pemahaman tentang fakta-fakta utama, penjelasan
konsep dan teori yang membentuk dasar pengetahuan
ilmiah. Pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan
tentang alam dan artefak teknologi (pengetahuan
konten), pengetahuan tentang bagaiman ide-ide tersebut
diproduksi (pengetahuan prosedural) dan pemahaman
tentang alasan yang mendasari untuk prosedur ini dan
pembenaran untuk mereka gunakan (pengetahuan
epistemik).
Kompetensi Kemampuan untuk menjelaskan fenomena ilmiah,
mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah, dan
menafsirkan data dan bukti ilmiah.
Sikap Serangkaian sikap terhadap ilmu pengetahuan ditandai
dengan minat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi,
menghargai pendekatan ilmiah untuk penyelidikan
yang sesuai, dan kesadaran akan masalah lingkungan.

Tingkat literasi ini berkaitan dengan tigkat kesulitan dan

kompleksitas konsep yang diujikan, jumlah data yang diberikan, uraian dan

alasan yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan, serta ketepatan dalam

mengkomunikasikannya. Dalam PISA 2015, skala tingkat literasi sains

terdiri dari tujuh level yang digambarkan dalam Tabel 2.2.


17

Tabel 2.2 skala tingkat literasi sains menurut PISA 2015


Level Deskripsi Skor
6 Peserta didik mampu menggunakan pengetahuan procedural, 707
konten dan epistemik untuk secara konsisten memberikan
penjelasan, mengevaluaasi dan merancang pertanyaan ilmiah
dan menafsirkan data dalam berbagai situasi kehidupan yang
kompleks yang memerlukan permintaan tingkat kognitif tinggi

5 Peserta didik mampu menggunakan pengetahuan procedural, 663


konten dan epistemic untuk memberikan penjelasan,
mengevaluaasi dan merancang pertanyaan ilmiah dan
menginterpretasikan data dalam berbagai situasi kehidupan tapi
tidak semua kasus permintaan tingkat kognitif tinggi

4 Peserta didik mampu menggunakan pengetahuan procedural, 559


konten dan epistemik untuk secara konsisten memberikan
penjelasan, mengevaluaasi dan merancang pertanyaan ilmiah
dan menafsirkan data dalam berbagai situasi kehidupan tertentu
yang membutuhkan sebagian besar tingkat permintaan kognitif
menengah.

3 Peserta didik mampu menggunakan pengetahuan procedural, 484


konten dan epistemik untuk secara konsisten memberikan
penjelasan, mengevaluaasi dan merancang pertanyaan ilmiah
dan menafsirkan data dalam berberapa situasi kehidupan
tertentu yang membutuhkan paling banyak tingkat permintaan
kognitif menengah.

2 Peserta didik mampu menggunakan pengetahuan procedural, 409


konten dan epistemik untuk secara konsisten memberikan
penjelasan, mengevaluaasi dan merancang pertanyaan ilmiah
dan menafsirkan data dalam berberapa situasi kehidupan yang
akrab yang sebagian besar membutuhkan tingkat permintaan
kognitif rendah.

1a Peserta didik mampu menggunakan pengetahuan procedural, 335


konten dan epistemik untuk secara konsisten memberikan
penjelasan, mengevaluaasi dan merancang pertanyaan ilmiah
dan menafsirkan data dalam berberapa situasi kehidupan yang
akrab yang memerlukan tingkat permintaan kognitif rendah.

1b Peserta didik mampu menggunakan pengetahuan procedural,


konten dan epistemik untuk secara konsisten memberikan
penjelasan, mengevaluaasi dan merancang pertanyaan ilmiah
dan menafsirkan data dalam berberapa situasi kehidupan yang
akrab yang membutuhkan tingkat permintaan kognitif rendah.
18

5. Materi Asam-Basa

a. Sifat Larutan Asam-Basa

Asam secara umum merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan

dalam air akan menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Suatu

asam bereaksi dengan suatu basa dalam reaksi penetralan membentuk

garam. Secara umum, asam memiliki sifat sebagai berikut:

1) Masam ketika dilarutkan dalam air.

2) Asam terasa menyengat bila disentuh, dan dapat merusak kulit,

terutama asam pekat.

3) Asam bereaksi hebat dengan kebanyakan logam, yaitu korosif

terhadap logam.

4) Asam, walaupun tidak selalu ionik, merupakan cairan elektrolit.

Basa adalah zat-zat yang dapat menetralkan asam.

Basa bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan dengan

pH lebih besar dari 7. Basa memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1) Basa memiliki rasa pahit.

2) Basa terasa licin.

3) Basa menyebabkan perubahan warna pada zat warna tumbuhan,

misalnya mengubah warna lakmus dari merah menjadi biru.

4) Larutan basa dalam air menghantarkan listrik.

Senyawa asam dan basa dapat diidentifikasi secara aman dengan

menggunakan indikator. Indikator merupakan zat warna yang warnanya

berbeda jika berada dalam kondisi asam dan basa. Indikator yang biasa
19

digunakan adalah kertas lakmus, larutan indikator asambasa, indikator

universal, dan indikator alami (Chang, 2005).

b. Derajat Keasaman (pH)

Menurut Sorensen, pH merupakan fungsi logaritma negatif dari

konsentrasi ion H+ dalam suatu larutan:

𝑝𝐻 = −log [𝐻+]

Dengan menggunakan analogi yang sama, maka kita dapat menentukan

harga konsentrasi ion OH- dalam larutan:

𝑝𝑂𝐻 = −log [𝑂𝐻−]

Lambang pH diambil dari bahasa Perancis “pouvoir hydrogene”, artinya

tenaga hidrogen menuju eksponensial. Misalnya air murni pada 25◦C

memiliki konsentrasi [𝐻+] = 1,0 × 10−7, maka pH air pada suhu itu

adalah 7,0. Dalam kesetimbangan air juga terdapat tetapan

kesetimbangan:

𝐾𝑊 = [𝐻+][𝑂𝐻−]

Dengan menggunakan konsep –log = p, maka:

−log𝐾𝑊 = −log ([𝐻+][𝑂𝐻−])

−log𝐾𝑊 = (−log [𝐻+]) + −log([𝑂𝐻−])

𝑝𝐾𝑊 = 𝑝𝐻 + 𝑝𝑂𝐻

Oleh karena itu pada suhu 25◦C harga 𝐾𝑊 = 10−14, secara numerik

= −log (1,0 × 10−14), maka dapat disimpulkan pula bahwa

𝑝𝐻 + 𝑝𝑂𝐻 = 14

Harga 𝑝𝐻 dapat memberikan informasi tentang kekuatan suatu asam

atau basa. Pada konsentrasi yang sama, semakin kuat suatu asam semakin
20

besar konsentrasi ion 𝐻+ dalam larutan, dan itu berarti semakin kecil

𝑝𝐻nya. Jadi semakin kuat suatu asam semakin kecil harga 𝑝𝐻nya.

Sebaliknya, semakin kuat suatu basa semakin besar konsentrasi ion 𝑂𝐻−

dalam larutan. Semakin besar ion 𝑂𝐻− berarti semakin kecil konsentrasi

ion 𝐻+ dalam larutan. Jadi semakin kuat suatu basa semakin besar harga

𝑝𝐻nya

Pada senyawa asam kuat atau basa kuat, perhitungan [𝐻+] dan [𝑂𝐻−]

bergantung pada valensi dan konsentrasi larutan asam kuat dan basa kuat.

Berdasarkan hal tersebut, [𝐻+] dan [𝑂𝐻−] dari asam kuat dan basa kuat

dapat dihitung dengan rumus berikut:

[𝐻+] = 𝑎 × 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑚 [𝑂𝐻−] = 𝑏 × 𝑀𝑏𝑎𝑠𝑎

Keterangan:

a = valensi asam (jumlah 𝐻+ yang dihasilkan)

𝑀𝑎𝑠𝑎𝑚 = konsentrasi larutan asam kuat

b = valensi basa (jumlah 𝑂𝐻− yang dihasilkan)

𝑀𝑏𝑎𝑠𝑎 = konsentrasi larutan basa kuat

Untuk asam lemah atau basa lemah, rumus untuk menghitung [𝐻+]

dan [𝑂𝐻−] suatu asam lemah dan basa lemah diperoleh dari persamaan

tetapan ionisasi asam (𝐾𝑎) dan tetapan ionisasi basa (𝐾𝑏).

[𝐻+] = √𝐾𝑎 × 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑚

[𝑂𝐻−] = √𝐾𝑏 × 𝑀𝑏𝑎𝑠a

Keterangan :

𝐾a = tetapan ionisasi asam lemah

𝑀𝑎𝑠𝑎𝑚 = konsentrasi larutan asam lemah


21

𝐾b = tetapan ionisasi basa lemah

𝑀𝑏𝑎𝑠a = konsentrasi larutan basa lemah

(Chang, 2005).

c. Indikator Asam-Basa

Suatu zat dapat diketahui sifat asam atau basa yaitu dengan

mengidentifikasi larutan menggunakan indikator asam-basa. Indikator

merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur

suatu karakteristik, sifat, ciri yang dapat menunjukkan suatu perubahan

yang terjadi. Cara menghitung pH yang pertama yakni menggunakan

beberapa indikator. Indikator yang dimaksud adalah asam organik lemah

atau basa organik lemah yang dapat berubah warna pada rentang harga

pH tertentu (Brady, 1990).

Indikator yang dapat digunakan dalam menentukan sifat asam-basa

yaitu indikator universal dan indikator buatan, serta indikator alami.

Indikator universal yaitu campuran berbagai indikator yang dapat

menunjukkan pH suatu larutan dari perubahan warnanya. Indikator

buatan adalah indikator yang siap digunakan yang sudah dibuat di

Laboratorium atau pabrik industri kimia. Perubahan warna suatu

indikator melibatkan kesetimbangan antara bentuk asam dan bentuk basa

dengan warna yang berbeda. Indikator alami merupakan bahan-bahan

alam yang dapat memberikan warna pada larutan asam, basa, dan netral.

Indikator alam yang dapat digunakan sebagai indikator asam-basa dapat

berasal dari tumbuhan, misalnya kulit buah naga memberikan warna


22

merah muda pada larutan asam dan warna ungu pada larutan basa. Warna

indikator universal larutan dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 warna indikator universal larutan


pH Warna indikator pH Warna indikator
universal universal
1 Merah 8 Biru
2 Merah lebih muda 9 Biru muda
3 Merah muda 10 Ungu sangat muda
4 Merah Jingga 11 Ungu muda
5 Jingga 12 Ungu tua
6 Kuning 13 Ungu tua
7 Hijau 14 Ungu tua

Sedangkan trayek perubahan warna indikator dapat dilihat pada

Tabel 2.4.

Tabel 2.4 trayek perubahan warna indikator


Indicator Perubahan warna Trayek pH

Metil jingga Merah ke kuning 3,1 – 4,4


Metil merah Merah ke kuning 4,2 – 6,2
Lakmus Merah ke biru 4,5 – 8,3
Bromtimol biru Merah ke biru 6,0 – 7,6
Fenolftalein Tak berwarna ke ungu 8,0 – 9,6

d. Titrasi Asam-Basa

Titrasi adalah suatu prosedur analisis asam-basa suatu larutan yang

belum diketahui konsentrasinya. Dalam titrasi suatu larutan asam yang

belum diketahui konsentrasinya, sejumlah volume tertentu asam

dimasukkan ke dalam suatu labu erlenmeyer. Kemudian, suatu titran,

berupa basa, yang telahdiketahui konsentrasinya ditambahkan hingga

dicapai titik ekuivalen. Pencapaian titik ekuivalen (saat mol ion 𝐻+ = mol
23

ion 𝑂𝐻−) pada saat reaksi berlangsung dapat diketahui dengan indikator.

pH larutan pada saat titik ekuivalen dicapai biasanya berubah dengan

cepat oleh adanya sedikit kelebihan titran yang ditambahkan. 𝑝𝐻 pada

saat titik ekuivalen bervariasi bergantung pada jenis asam dan basanya.

Oleh karena itu, indikator yang digunakan juga disesuaikan dengan

daerah 𝑝𝐻 perubahan warnanya.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan pengembangan yang dilakukan adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Dyah Lukito Sari tahun 2015 yang

berjudul “Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Berbasis Literasi

Sains Bertema Perpindahan Kalor dalam Kehidupan”. Penelitian ini

menghasilkan produk akhir bahan ajar berupa hand out yang mana

dengan bahan ajar berbasis literasi sains ini dapat meningkatkan

kemampuan literasi sains siwa. Hal yang serupa dilakukan dalam

penelitian ini adalah peneliti mengembangkan produk dengan

pendekatan yang sama yaitu literasi sains.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Shofwunnada tahun 2017 yang berjudul

“Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity of Sciences

pada Materi Asam dan Basa kelas XI”. Penelitian ini menghasilkan

produk berupa modul kimia materi asam basa yang berbasis unity of

science dengan kualitas baik. Penelitian ini relevan karena dalam ini

peneliti mengembangkan sebuah modul kimia pada materi asam basa.


24

3. Penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati Dwiningsih 2017 yang

berjudul “Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Berorientasi

Literasi Sains Pada Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit”.

Produk yang dikembangakn berupa lembar kerja siswa (LKS) dengan

hasil layak digunakan baik secara teoritis maupun empiris dengan

presentase >70% untuk kriteria setiap kelayakan. Penelitian ini

dikatakan relevan karena dalam hal ini peneliti mengembangakan

produk dengan pendekatan yang sama yaitu literasi sains.

Adapun mengenai persamaan dan perbedaan penelitian

pengembangan peneliti dengan penelitian yang relevan dapat dilihat

pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Relevan


Peneliti Persamaan Perbedaan
Dyah Lukito a) Penelitian berupa bahan a) Jenis produk berupa hand
Sari ajar out
b) Pendekatan yang b) Bahan ajar IPA terpadu
digunakan literasi sains c) Materi pokok kalor
Shofwunnada a) Penelitian berupa modul a) Pendekatan yang
kimia difunakan berupa Unity of
b) Materi yang digunakan Science
asam basa
Kusumawati a) Pendekatan yang a) Produk berupa LKS
Dwiningsih digunakan literasi sains b) Materi pokok larutan
elektrolit non elektrolit

C. Kerangka Berfikir

Perhatian utama pendidikan abad 21 adalah menekankan pada

kemampuan critical thinking, problem solving, creativity, innovation,

communication, collaboration dan global awareness. Pendidikan sains

memiliki peran yang penting dalam menyiapkan siswa menghadapi

pendidikan abad 21. Tujuan pendidikan sains adalah meningkatkan


25

kompetensi siswa untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam

berbagai situasi. Dengan kompetensi tersebut, siswa akan mampu belajar

lebih lanjut dan hidup di masyarakat yang saat ini banyak dipengaruhi oleh

perkembangan sains dan teknologi. Kompetensi itulah yang dimaksud

sebagai literasi sains.

Literasi sains dirasa penting karena dapat mengembangkan beberapa

kemampuan diri, salah satunya adalah mampu memberikan penjelasan

mengenai fenomena yang terjadi berdasarkan konsep yang telah dipahami,

serta dapat menggunakan metode ilmiah dalam memecahkan masalah

dalam kehidupan sehari-hari. Namun faktanya kemampuan literasi sains

siswa di Indonesia masih sangat rendah. Hal tersebut dinyatakan oleh hasil

penelitian PISA, yang mana kemampuan literasis sains siswa di Indonesia

masih dibawah rata-rata dengan skor 403. Beberapa penelitian

mengungkapkan bahwa rendahnya literasi sains siswa Indonesia

dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah belum tersedianya

sumber belajar siswa yang berorientasi pada literasi sains.

Ilmu kimia adalah salah satu cabang ilmu sains, yang mana ilmu

tersebut sangat dekat aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi,

kenyataanya masih banyak siswa yang belum mengetahui pengaplikasian

ilmu kimia dalam kehidupan. Hal tersebut disebabkan karena buku teks

yang menjadi sumber belajar di sekolah masih belum memuat komponen

literasi sains, sehingga siswa masih minim pengetahuan mengenai kimia

dalam kehidupan serta masih banyak yang menganggap kimia adalah mata

pelajaran yang sulit. Berdasarkan pentingnya meningkatkan literasi sains


26

siswa dan kurangnya sumber belajar berbasis literasi sains di sekolah SMA,

maka peneliti tertarik dalam penelitian pengembangan modul literasi sains

untuk meningkatkan literas sains siswa dan dapat digunakan sebagai sumber

belajar mandiri serta sumber belajar pendukung diluar buku teks bagi siswa

SMA/MA.
27

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Model Pengembangan

Model pengembangan yang digunakan pada penelitian ini adalah 4-D.

4-D merupakan model pengembangan yang dikembangkan oleh

Thiagarajan, Semmel, dan Semmel (Trianto, 2010: 189). Model

pengembangan 4-D ini digunakan dalam penelitian dan pengembangan

bahan ajar, seperti modul, LKS dan buku ajar. Media yang dikembangkan

pada penelitian ini yaitu modul literasi sains larutan asam basa untuk siswa

SMA/MA kelas XI.

B. Prosedur Pengembangan

Prosedur pengembangan pada penelitian ini mengadaptasi model 4-D.

Menurut Tiagarajan (1974: 5), model pengembangan ini menggunakan

empat tahapan pengembangan meliputi define (pendefinisian), tahap design

(perancangan), tahap develop (pengembangan), dan tahap disseminate

(penyebaran). Namun pada penelitian ini dibatasi hanya sampai tahap

develop (pengembangan).

1. Tahap Define (Pendefinisian)

Tahap define merupakan tahap yang diterapkan untuk menetapkan dan

mendefinisikan kebutuhan-kebutuhan dalam proses pembelajaran.

Termasuk pengumpulan informasi untuk produk yang dikembangkan.

Tahap ini terdiri dari 5 tahapan yaitu :


28

a. Analisis Awal

Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah dengan cara studi

literatur mengenai kebutuhan pembelajaran abad ke-21 serta

dilakukan wawancara terhadap guru kimia. Melalui analisis tersebut

akan diperoleh data awal mengenai pemecahan masalah yang dapat

digunakan sebagai sumber belajar sehingga mempermudah memilih

materi pelajaran yang akan dikembangkan.

b. Analisis Siswa

Analisis siswa penting dilakukan pada awal perencanaan. Analisis

siswa dilakukan dengan mengamati karakteristik siswa. Analisis ini

dilakukan dengan mempertimbangkan ciri, kemampuan dan

pengalaman siswa, baik sebagai kelompok maupun individu.

c. Analisis Tugas

Analisis pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui tugas-tugas

yang harus dikuasai siswa. Analisis ini terdiri dari analisis terhadap

Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) terkait dengan

materi yang akan dikembangkan.

d. Analisis Konsep

Analisis konsep dilakukan untuk menentukan isi materi dalam

modul kimia yang dikembangkan. Analisis konsep dibuat dalam

peta konsep pembelajaran yang nantinya digunakan sebagai sarana

pencapaian kompetensi tertentu, dengan cara mengidentifikasi dan

menyusun secara sistematis bagian-bagian utama materi

pembelajaran.
29

e. Analisis Tujuan Pembelajaran

Analisis tujuan pembelajaran dilakukan untuk menentukan indicator

pencapaian pembelajaran yang didasarkan atas analisis kurikulum.

Dengan menuliskan tujuan pembelajaran, peneliti dapat mengetahui

kajian apa saja yang akan ditampilkan dalam modul kimia

berorientasi literasi sains pada materi asam basa.

2. Tahap Design (Perancangan)

Tahap design (perancangan) bertujuan untuk merancang modul kimia

yang akan dikembangkan. Tahap ini meliputi:

a. Pemilihan Produk

Pada tahap ini dilakukan pemilihan produk yang sesuai dengan

pembelajaran yang dilakukan. Hal ini berguna untuk membantu

siswa mencapai kompetensi yang sudah dirumuskan.

b. Pemilihan format

Pemilihan format ini disesuaikan dengan produk yang digunakan.

c. Pengumpulan referensi

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan referensi dari berbagai

sumber yang valid.

d. Pembuatan Instrumen

Pada tahap ini, pengumpulan referensi dapat dijadikan sebagai

rujukan pembuatan isntrumen. Setelah dihasilkan beberapa aspek

yang dimiliki oleh produk yang dikembangkan. Aspek yang telah

ditemukan kemudian dikembangkan menjadi indikator-indikator

untuk menilai produk yang dikembangkan.


30

e. Membuat Rancangan Awal

Rancangan awal yang dimaksud adalah rancangan modul kimia

yang telah dibuat (draf I) kemudian dikonsultasikan kepada dosen

pembimbing. Hasil masukan atau saran dari dosen pembimbing

disebut draf II (revisi I)

3. Tahap Develop (Pengembangan)

Tahap develop (pengembangan) bertujuan untuk menghasilkan bahan

ajar berupa modul yang telah ditelaah dan direvisi berdasarkan

komentar serta saran dari para ahli. Tahap develop (pengembangan),

meliputi:

a. Melakukan revisi I (draf II)

b. Memvalidasi dan menilaikan modul revisi I (draf II) kepada dosen

ahli materi, ahli media, dan peer reviewer (tiga orang mahasiswa

pendidikan kimia). Hasilnya berupa saran dan masukan yang

dijadikan sebagai dasar untuk melakukan revisi terhadap produk

yang dikembangkan.

c. Melakukan revisi II (draf III)

d. Menilaikan hasil revisi II (draf III) kepada reviewer (guru kimia

SMA/MA) dan respon siswa kelas XI SMA/MA.

e. Mengolah data hasil penilaian kualitas produk dari reviewer (guru

kimia SMA/MA) dan respon siswa kelas XI SMA/MA.

f. Melakukan revisi tahap III dan penyempurnaan produk berdasarkan

masukan dan saran reviewer (guru kimia SMA/MA) dan respon

siswa kelas XI SMA/MA.


31

g. Memperoleh produk akhir berupa modul literasi sains larutan asam

basa untuk siswa SMA/MA kelas XI.

Proseur pengembangan yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 3.1.

Analisis Analisis Analisis


Analisis Konsep
Awal Siswa Tugas

Define
Analisis Tujuan Pembelajaran

Pembuatan Pengumpulan
Pemilihan
Referensi Pemilihan Format
Instrumen Bahan Ajar

Design
Pembuatan Dosen Pembimbing
Draf I
rancangan awal
produk
Revisi I

Draf II

Ahli Materi Ahli Media Peer Reviewer

Revisi II
Develop

Draf III

Penilaian guru kimia Respon Siswa

Revisi III

Produk Akhir Modul Kimia Berorientasi


Literasi Saibs

Gambar 3.1 Bagan Prosedur Penelitian


32

C. Uji Coba Produk

1. Penilaian Produk

Penilaian produk dilakukan untuk mengetahui kualitas produk yang

akan dikembangkan dari respon pengguna. Penilaian dilihat dari

keidealan setiap aspek dalam produk dan keidealan produk secara

keseluruhan.

2. Subjek penilai produk

Subjek penilai dalam penelitian pengembangan ini adalah satu dosen

ahli materi, satu dosen ahli media, lima orang reviewer (guru kimia

SMA/MA), dan direspon oleh 10 siswa kelas XI SMA/MA

3. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah

sebagai berikut :

a. Data Validasi Produk

Data validasi produk berupa saran dan masukan dari dosen ahli

materi, dosen ahli media, peer review dan reviewer (guru kimia

SMA/MA).

b. Data untuk penilaian oleh guru

1) Data Kualitatif

Data kualitatif berupa nilai kategori, yaitu : SK (Sangat Kurang),

K (Kurang), C (Cukup), B (Baik) dan SB (Sangat Baik).

2) Data Kuantitatif

Data kuantitatif berupa skor penilaian, yaitu : SK = 1, K = 2, C

= 3, B = 4 dan SB = 5.
33

c. Data untuk respon dari siswa

1) Data Kualitatif

Data kualitatif berupa nilai kategori, yaitu : Ya (Sangat Baik)

dan Tidak (Tidak Baik).

2) Data Kuantitatif

Data kuantitatif berupa skor penilaian, yaitu : Ya = 1 dan Tidak

= 0.

4. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian

pengembangan ini adalah:

a. Lembar validasi produk sebagai bahan pedoman dalam melakukan

perbaikan modul kimia. Lembar ini berisi saran dari dosen ahli

materi, ahli media, peer reviewer, reviewer (guru kimia SMA/MA),

dan siswa SMA/MA

b. Lembar penilaian kualitas untuk ahli materi, ahli media, reviewer

(guru kimia SMA/MA). Lembar penilaian dosen ahli materi, ahli

media, dan reviewer bertujuan untuk mengetahui kualitas produk.

Adapun aspek penilaian untuk penilaian dosen ahli materi terdiri

dari empat aspek yaitu aspek kelayakan isi atau materi, aspek

kelayakan bahasa, aspek literasi sains dan aspek karakteristik modul.

Kisi-kisi penilaian modul kimia utuk ahli materi adalah.


34

Tabel 3.1 Kisi-kisi Penilaian Produk untuk Ahli Materi


No Aspek Indikator Nomor
Indikator
1 Kelayakan Kedalaman materi 1
Isi/Materi Kebenaran konsep kimia 2
Kejelasan soal yang disajikan 3
Kelayakan Komunikatif 4
2 bahasa Tidak bermakna ganda 5
Ketepatan struktur kalimat 6
Penggunaan notasi/symbol 7
3 Literasi sains Kesesuaian materi yang diangkat untuk 8
melatihkan literasi sains
Materi yang digunakan sesuai dengan 9
domain literasi sains
Memuat semua domain literasi sains 10
4 Karakteristik Self instructional 11
Modul Self contained 12
Stand alone 13
Adaptive 14
User friendly 15

Adapun penilaian untuk dosen ahli media terdiri atas dua aspek yaitu aspek

penyajian dan aspek kegrafikan. Kisi-kisi intrumen modul kimia untuk ahli

media adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Kisi-kisi Penilaian Produk untuk Ahli Media


No Aspek Indikator Nomor
Indikator
1 Penyajian Teknik penyajian 1
Pendukung penyajian 2
Penyajian pembelajaran 3
2 Kegrafikan Desain sampul modul 4
Desain isi modul 5
35

Adapun aspek penilaian untuk reviewer (guru kimia SMA/MA) terdiri dari

enam aspek, yaitu aspek kelayakan isi materi, aspek kelayakan bahasa,

aspek penyajian, aspek kegrafikan, aspek karakteristik modul, dan aspek

literasi sains. Kisi-kisi instrumen penilaian modul kimia untuk reviewer

(guru kimia SMA/MA) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Kisi-kisi Penilaian Produk untuk Reviewer (Guru Kimia


SMA/MA)
No Aspek Indikator Nomor
Indikator
1 Kelayakan Kedalaman materi 1
Isi/Materi Kebenaran konsep kimia 2
Kejelasan soal yang disajikan 3
2 Kelayakan Komunikatif 4
bahasa Tidak bermakna ganda 5
Ketepatan struktur kalimat 6
Penggunaan notasi/symbol 7
3 Penyajian Teknik penyajian 8
Pendukung penyajian 9
Penyajian pembelajaran 10
4 Kegrafikan Desain sampul modul 11
Desain isi modul 12
5 Karakteristik Self instructional 13
Modul Self contained 14
Stand alone 15
Adaptive 16
User friendly 17
6 Literasi Materi mencakup domain literasi 18
sains sains
Materi yang digunakan sesuai 19
dengan domain literasi sains
Memuat semua domain literasi sains 20

c. Lembar angket respon siswa bertujuan untuk mengetahui respon

siswa terhadap produk modul kimia berorientasi literasi sains. Kisi-

kisi instrumen penilaian respon siswa adalah sebagai berikut:


36

Tabel 3.4 Kisi-kisi instrument Respon Siswa


No Aspek Indikator Nomor
Indikator
1 Materi Kejelasan materi 1
Kejelasan soal yang 2
disajikan
2 Bahasa Komunikatif 3
Penggunaan 4
notasi/symbol
3 Penyajian Teknik penyajian 5
Pendukung penyajian 6
4 Literasi sains Memuat semua domain 7
literasi sains
5 Desain Desain modul 8
keseluruhan

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis penilaian data modul pembelajaran dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

a. Data Validasi

Data validasi diperoleh dari hasil validasi produk. Data validasi berupa

data kualitatif yang berisi saran dan masukan terhadap modul yang

dikembangkan. Hasil dari saran dan masukan tersebut digunakan

sebagai perbaikan modul yang dikembangkan.

b. Data Penilaian Ahli Materi, Ahli Media dan Reviewer (Guru Kimia

SMA/MA)

Data yang diperoleh dari dosen ahli materi, ahli media dan reviewer

(guru kimia SMA/MA) tentang kualitas modul diolah dengan tahapan

sebagai berikut:

1) Mengubah penilaian kualitatif menjadi kuantitatif dengan ketentuan

(Sugiyono, 2011: 135):


37

Tabel 3.5 Kriteria Penskoran Modul


Penilaian Keterangan Skor
SK Sangat Kurang 1
K Kurang 2
C Cukup 3
B Baik 4
SB Sangat Baik 5

2) Mengubah nilai rata-rata skor setiap indicator dengan rumus

(Widoyoko, 2014: 237):

∑𝑋
X=
𝑛

Keterangan:

X = Rata-rata skor

∑X = Jumlah total skor

n = Jumlah penilai

3) Menginterpretasikan secara kualitatif jumlah rata-rata skor tiap

aspek dengan menggunakan rumus konversi skor skala 5 berikut

(Sukardjo & Sari, 2009: 83):

Tabel 3.6 Kriteria Pengubahan Penilaian Ideal Menjadi Nilai


Kualitatif
No Skor Keterangan
1 X >1,80 SBi + Xi Sangat Baik
2 Xi + 0,60 SBi < X ≤ Xi +1,80 SBi Baik
3 Xi - 0,60 SBi < X ≤ Xi + 0,60 SBi Cukup
4 Xi - 1,80 SBi < X ≤ Xi - 0,60 SBi Kurang
5 X ≤ Xi - 1,80 SBi Sangat Kurang

Keterangan:

X = Skor aktual

Sbi = Simpangan baku skor ideal


38

Xi = Rata-rata jumlah skor ideal (skor maks ideal + skor min ideal)

Skor maks ideal = ∑ butir kriteria x skor tertinggi

Skor minimal ideal = ∑ butir kriteria x skor terendah

4) Menghitung persentase keidealan kualitas modul secara

keseluruahan oleh dosen ahli materi, dosen ahli media dan reviewer

(guru kimia SMA/MA) dengan rumus (Widoyoko, 2014: 110):


𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘
%Keidealan seluruh aspek = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘 𝑥 100%

5) Menghitung persentase keidealan kualitas modul pada setiap aspek

yang dinilai oleh dosen ahli materi, dosen ahli media dan reviewer

(guru kimia SMA/MA) dengan rumus:

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘


%Keidealan tiap aspek = 𝑥 100%
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘

c. Data Hasil Respon Siswa SMA/MA

Teknik analisis data dari hasil buku siswa dilakukan dengan tahapan

sebagai berikut:

1) Mengubah data dari respon siswa dalam bentuk huruf menjadi skor

menggunakan skala Guttman dengan ketentuan seperti pada tabel

berikut:

Tabel 3.7 Aturan Pemberian Skor Respon Siswa Pernyataan Positif


Keterangan Skor
Ya 1
Tidak 0

Tabel 3.8 Aturan Pemberian Skor Respon Siswa Pernyataan


Negatif
Keterangan Skor

Ya 1
Tidak 0
39

2) Menghitung persentase skor rata-rata dari hasil penilaian dengan

rumus berikut (Subana, 2000: 63):

∑𝑋
X= 𝑛

Keterangan:

X = Skor rata-rata

∑X = Jumlah skor

n = jumlah penilai

3) Menhitung persentase keidealan respon siswa terhadap modul

secara keseluruhan menggunakan rumus:


𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘
%Keidealan seluruh aspek = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘 𝑥 100%

4) Menghitung persentase keidealan kualitas modul pada setiap aspek

yang dinilai oleh dosen ahli materi, dosen ahli media dan reviewer

(guru kimia SMA/MA) dengan rumus:

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘


%Keidealan tiap aspek = 𝑥 100%
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘

Anda mungkin juga menyukai