BAB I
PENDAHULUAN
Penanganan gizi sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa dalam menciptakan SDM yang
sehat, cerdas dan produktif. Upaya kita dalam peningkatan SDM yang berkualitas dimulai
dengan cara penanganan pertumbuhan anak – anak kita atau adik-adik kita sebagai bagian
dari keluarga kita dengan asupan gizi dan perawatan yang baik. Dengan lingkungan yang
sehat, maka hadirnya infeksi menular ataupun penyakit masyarakat lain nya dapat dihindari.
Ditingkatkan masyarakat factor-faktor seperti lingkungan yang higienis, kesehatan keluarga,
pola asuh terhadap anak dan pelayanan kesehatan primer sangat menentukan dalam
membentuk anak yang tahan gizi buruk.
Secara makro, dibutuhkan ketegasan kebijakan, strategi, regulasi, dan koordinasi lintas sector
dari pemerintahan dan semua stekholder untuk menjamin terlaksana poin-poin penting seperti
pemberdayaan masyarakat, pemberantasan kemiskinan., ketahann pangan, dan pendidikan
yang secara tidak langsung akan mengubah budaya buruk dan paradigma di dataran bawah
dalam hal perawatan gizi terhadap keluarga.
Keberhasilan pembangunan nasional yang di upayakan oleh pemerintah dan masyarakat
sangatditentukan oleh sumber daya manusia. (SDM). SDM yang berkualitas diisikan dengan
fisik yang tangguh, kesehatan yang prima, dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi.
Indicator yang antara lain indeks kualitas hidup atau yang lebih rendahnya kualitas SDM
antara lain indeks kualitas hidup atau yang lebih dikenal dengan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM).
Pada dasarnya (IPM) dan (IKM) mempunyai komponen yang sama, yaitu angka harapan
hidup (Tingkat Kesehatan), penguasaan ilmu pengetahuan (Tingkat Pendidikan) dan standar
kehidupan yang layak (Tingkat Ekonomi). Pada IPM, standar hidup layak dihitung dari
pendapatan perkapita, sementara IKM diukur dengan persentase penduduk tanpa akses
terhadap air bersih, fasilitas kesehatan, dan balita kurang mampu.
Tiga factor utama penentuan IPM yang dikembangkan UNDP adalah tingkat pendidikan,
kesehatan dan ekonomi. Ketiga factor tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat.
Salah satu prioritas pembangunan nasional dibidang kesehatan adalah upaya perbaikan gizi
yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya local. Kurang gizi akan
berdampak pada penurunan kuwalitas SDM yang lebih lanjut dapat berakibat pada kegagalan
pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan produktivitas,
meningkatnyankesakitan serta kematian. Visi pembangunan gizi adalah “mewujudkan
keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi masyarakat atau keluarga yang
optimal”
Undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa pemerintah
wajib memenuhi hak-hak anak,
B. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Angka kecukupan gizi yang dianjurkan digunakan untuk maksud-maksud sebagai berikut :
1. Merencanakan dan menyediakan suplai pangan untuk penduduk atau kelompok penduduk.
Karena AKG yang dianjurkan adalah angka kecukupan pada tingkat faali, maka dalam
merancang produksi pangan perlu diperhitungan kehilangan pangan yang terjadi pada tiap
tahap perlakuan pasca panen.
2. Meninterpretasikan data konsumsi makanan perorangan ataupun kelompok. Dalam hal ini
perlu diperhatikan bahwa dalam penepatan AKG digunakan patokan berat badan tertentu,
misalnya pria dewasa 62 kg dan perempuan dewasa 54 kg. bila hasil survei menunjukkan
bahwa rata-rata berat badan menyimpang dari patokan berat badan yang digunakan
perluadilakukan penyesuaian angka kecukupan.
3. Perencanaan pemberian makanan di institusi seperti RS, sekolah, industri/ perkantoran,
asrama, panti asuhan, panti jompo dan lembaga pemasyarakatan.
Penetapan angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG)
AKG adalah jumlah zat-zat gizi yang hendaknya dikonsumsi tiap hari untuk jangka waktu
tertentu sebagai bagian diet normal rata-rata orang sehat. Oleh sebab itu, perlu
dipertimbangkan setiap factor yang mempengaruh terhadap absorpsi zat-zat gizi atau efisiensi
penggunanya didalam tubuh. Untuk sebagian zat gizi, sebagai dari kebutuhan mungkin dapat
dipenuhi dengan mengkomsumsi suatu zat yang didalam tubuh kemudian dapat dipenuhi
dengan mengkomsumsi suatu zat yang didalam tubuh kemudian dapat diubah menjadi zat
gizi esensial. Misalnya, kaotenoid tertentu merupakan precursor vitamin A, karena sebagian
atau seluruh kecukupan akan vitamin A dapat dipenuhi oleh karotenoid yang berasal dari
makanan, maka efisiensi perubahan precursor ini menjadi vitamin A perlu dipertimbangkan.
Sekitar 37,3 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, setengah dari total rumah
tangga mengonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari, lima juta balita berstatus
gizi kurang, dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko terhadap berbagai masalah kurang
gizi.
Itulah sebagian gambaran tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang perlu mendapat
perhatian sungguh-sungguh untuk diatasi. Apalagi Indonesia sudah terikat dengan
kesepakatan global untuk mencapai Millennium Development Goals (MDG's) dengan
mengurangi jumlah penduduk yang miskin dan kelaparan serta menurunkan angka kematian
balita menjadi tinggal separo dari keadaan pada tahun 2000.
Perjalanan sejarah bangsa-bangsa di dunia menunjukkan bahwa kualitas sumber daya
manusia terbukti sangat menentukan kemajuan dan keberhasilan pembangunan suatu negara-
bangsa. Terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia
yang sehat, cerdas, dan produktif ditentukan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang
sangat esensial adalah terpenuhinya kebutuhan pangan yang bergizi.
Permintaan pangan yang tumbuh lebih cepat dari produksinya akan terus berlanjut.
Akibatnya, akan terjadi kesenjangan antara kebutuhan dan produksi pangan domestik yang
makin lebar. Penyebab utama kesenjangan itu adalah adanya pertumbuhan penduduk yang
masih relatif tinggi, yaitu 1,49 persen per tahun, dengan jumlah besar dan penyebaran yang
tidak merata.
Dampak lain dari masalah kependudukan ini adalah meningkatnya kompetisi pemanfaatan
sumber daya lahan dan air disertai dengan penurunan kualitas sumber daya tersebut. Hal ini
dapat menyebabkan kapasitas produksi pangan nasional dapat terhambat pertumbuhannya.
Rendahnya konsumsi pangan atau tidak seimbangnya gizi makanan yang dikonsumsi
mengakibatkan terganggunya pertumbuhan organ dan jaringan tubuh, lemahnya daya tahan
tubuh terhadap serangan penyakit, serta menurunnya aktivitas dan produktivitas kerja.
KEP berat pada orang dewasa yang disebabkan oleh kelaparan, pada saat ini sudah tidak
terdapat lagi. KEP berat pada orang dewasa dikenal sebagai honger oedeem. KEP pada saat
ini terutama terdapat ada anak balita. Hasil analisis data atropometri di 27 propinsi yang
dikumpulkan melalui susenans pada tahun 1989,1992,1998 dan 1999 dapat dilihat pada table
dibawah ini :
2
Gizi kurang (-3,00 sb 31,17 28,34 20,02 19,00 18,25
hingga – 2,00 SB)
3.
Gizi baik(-2,00 SB 61,67 63,17 65,21 67,33 69,06
hingga +2,00 SB)
Pravelensi gizi buruk (<-3,00 SB) cenderung meningkat dari tahun 1989 hingga tahun 1995,
yaitu 6,30 % (1989) menjadi 7,23 % (1999) dan 11,56 % (1995), akan tetapi menurun pada
tahun 1998 dan 1999, yaitu 10,51 % (1998) dan 8,11 % (1999).
c. Anemia gizi besi (AGB)
Masalah anemia gizi di Indonesia terutama yang berkaitan dengan kekurangan zat besi
(AGB). Angka nasional prevalensi anemia gizi besi baru dikumpulkan pada tahun 1989
melalui survey kesehatan rumah tangga (SKRT) untuk ibu hamil, yaitu sebesar 70%. SKRT
tahun 1992 mencatat prevalensi AGB untuk ibu hamil sebesar 63,5% dan balita 55,5%.
Penanggulangan masalah GAKI secara khusus dilakukan melalui pemberian kapsul minyak
beriodium kepada semua wanita usia subur dan anak usia sekolah dasar didaerah endemic.
Secara umum pencegahan GAKI dilakukan melalui iodisasi garam dapur.
E. Penyebab Utama Masalah Gizi
Terdapat dua faktor yang terkait langsung dengan masalah gizi khususnya gizi buruk
atau kurang, yaitu intake zat gizi yang bersumber dari makanan dan infeksi penyakit (lihat
Gambar 3). Kedua faktor yang saling mempengaruhi tersebut terkait dengan berbagai fakto
penyebab tidak langsung yaitu ketahanan dan keamanan pangan, perilaku gizi, kesehatan
badan dan sanitasi lingkungan.
Ketahanan pangan merupakan salah satu isu utama upaya peningkatan status gizi masyarakat
yang paling erat kaitannya dengan pembangunan pertanian. Situasi produksi pangan dalam
negeri serta ekspor dan impor pangan akan menentukan ketersediaan pangan yang
selanjutnya akan mempengaruhi kondisi ketahanan pangan di tingkat wilayah. Sementara
ketahanan pangan pada tingkat rumahtangga, akan ditentukan pula oleh daya daya beli
masyarakat terhadap pangan
ketahanan pangan sebagai isu penting dalam pembangunan pertanian menuntut kemampuan
masyarakat dalam menyediakan kebutuhan pangan yang diperlukan secara sustainable
(ketersediaan pangan) dan juga menuntut kondisi yang memudahkan masyarakat
memperolehnya dengan harga yang terjangkau khususnya bagi masyarakat lapisan bawah (se
suai daya beli masyarakat).
Menyeimbangkan antara ketersediaan pangan dan sesuai dengan daya beli masyarakat
dengan meminimalkan ketergantungan akan impor menjadi hal yang cukup sulit dilaksanakan
saat ini. Pada kenyataannya, beberapa produk pangan penting seperti beras dan gula, produksi
dalam negeri dirasa masih kalah dengan produk impor karena tidak terjangkau oleh daya beli
masyarakat kita.
Kebijakan yang ada pun tidak memberi kondisi yang kondusif bagi petani sebagai produsen,
untuk dapat meningkatkan produktivitasnya maupun mengembangkan diversifikasi pertanian
guna mengembangkan keragaman pangan.
F. Perkembangan Konsumsi Pangan
Intake zat gizi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi seseorang merupakan
salah satu penyebab langsung dari timbulnya masalah gizi. Rata-rata konsumsi energi
penduduk Indonesia tahun 2002 adalah sekitar 202 kkal/kap/hari yang berarti sekitar 90.4
persen dari kecukupan yang dianjurkan. Sementara rata-rata konsumsi protein sekitar 54,4
telah melebih kecukupan protein yang dianjurkan baru mencapai 90,4 persendari kecukupan
gizi yang dianjurkan sebesar 2200 kkal/hari.
Selain masih rendahnya tingkat konsumsi energi, data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pola
konsumsi pangan penduduk belum memenuhi kaidah gizi baik dari segi kualitas maupun
keragamannnya, dimana masih terjadi: (1) kelebihan padi-padian; (2) sangat kekurangan
pangan hewani; dan (3) kurang umbi-umbian, sayur dan buah, kacang-kacangan, minyak dan
lemak, buah/biji berminyak serta gula. Kondisi tersebut mencerminkan tingginya
ketergantungan konsumsi pangan penduduk pada padi-padian terutama beras.
G. Pemberdayaan Masyarakat dan Kurang Gizi
Konteks Pemberdayaan Masyarakat lebih banyak diarahkan ke masyarakat yang
tinggal di pedesaan. Karena sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di pedesaan, begitu
pula dengan Propinsi Nusa Tenggara Timur. Menurut BPS Propinsi NTT pada Oktober 2008
Jumlah Penduduk NTT: 4,53 juta jiwa sedangkan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007
sebanyak 1,16 juta jiwa (27,51 %) dimana 89,27 % berada di pedesaan. Umumnya penduduk
di pedesaan bermata pencaharian di sektor pertanian. Tingginya penduduk miskin yang
berada di pedesaan menunjukkan indikitator ketidak-mampuan masyarakat pedesaan untuk
memenuhi kebutuhan mereka yang disebabkan oleh rendahnya pendidikan, keterampilan,
juga ditunjang oleh faktor alam tentunya, serta faktor-faktor lainnya.
Sudah banyak kegiatan yang mengatas-namakan “Pemberdayaan Masyarakat” untuk
mengentaskan kemiskinan ini mulai dari: BUTSI, SP3 (Depdikbud), SP2W (Bappenas),
TKPMP (Depnaker), FK (Depdagri). PPK dan P2KP yang sekarang menjelma menjadi
PNPM MP, dirana pertanian sekarang sedang di implementasikan program “Desa Mandiri
Pangan”. Sementara itu juga ada banyak program-program lain yang dimplementasikan oleh
Lembaga-lembaga non pemerintah (NGO) baik lokal, nasional maupun international
(Marjono). Pemberdayaan Masyarakat sangat sering diucapkan setiap kali ada kegiatan yang
berkaitan dengan masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga
non pemerintah tadi.
Pemberdayaan berarti memampukan dan memandirikan masyarakat dan desa. Upaya
pemberdayaan masyarakat harusnya dipahami sebagai transformasi dari ketergantungan
menuju kemandirian.
Menurutt Tjakrawardaya (2009), Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk
individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sedang sebagai tujuan,
pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan
sosial. Yaitu menjadi masyarakat atau kelompok miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan
atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik
yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial. termasuk memiliki kepercayaan diri, mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial,
dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Beberapa upaya untuk memberdayakan masyarakat pedesaan umumnya sebagai upaya
membebaskan masyarakat dari kemiskinan, utamanya pada aras usaha mikro di pedesaan,
diharapkan dapat memberikan 4 (empat) akses minimal, yaitu, akses pada sumberdaya,
teknologi, informasi dan sumber pembiayaan (Marjono, 2009). Tak pelak lagi untuk
memberdayakan masyarakat hal yang mutlak harus Kita lakukan adalah meningkatkan
kapasitas masyarakat melalui berbagai pelatihan dan kegiatan lainnya agar mereka mampu
mempunyai akses terhadap sumberdaya, teknologi, informasi dan sumber pembiayaan. Efek
lanjutannya melalui “pemberdayaan” agar masyarakat mampu mendefinisikan dan memenuhi
kebutuhan mereka sendiri. Tak kalah penting juga, masyarakat diberikan kesempatan
menentukan pilihan terhadap program pembangunan untuk mereka, mulai dari proses
perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasinya. Sehingga
program pembangunan tersebut tidak akan menciptakan ketergantungan.
H. Perubahan Perilaku Masyarakat
Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang
seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan
penahan (restrining forces). Perilaku ini dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan
antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang. Bila Kekuatan-kekuatan pendorong
meningkat dan kekuakatn penahan menurun akan terjadi perubahan perilaku. Hal ini terjadi
karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan
perilaku. Stimulus tersebut dapat berupa pelatihan-pelatihan, penyuluhan-penyuluhan atau
informasi-informasi, ataupun regulasi sehubungan dengan perubahan perilaku yang
dikehendaki. Kegiatan stimulus ini umumnya sudah dilakukan oleh Lembaga-lembaga
Pemerintah dan Non Pemerintah, namun apakah itu sudah efektif apa belum? Itu yang jadi
bahan pemikiran Kita bersama-sama.
Sedangkan faktor-faktor penahan yang ada dimasyarakat sendiri dapat berasal dari adat
istiadat, tabu dan norma-norma warisan nenek moyang, dan juga kepentingan individu yang
akan menghalangi adanya perubahan perilaku. Kesemua faktor tersebut akan sangat susah
dikurangi bila tidak dengan upaya yang terus menerus dan adanya dukungan dari semua
pihak, baik pemerintah setempat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat itu sendiri
sebagai suatu sistem.
Kurang Gizi merupakan suatu kondisi dimana terjadinya ketidak keseimbangan antara
gizi yang dibutuhkan dengan asupan makanan ke dalam tubuh manusia. Artinya yang masuk
lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Menurut data dinas kesehatan NTT, sejak awal Januari sampai 13 Juni 2008 tercatat 23 anak
balita di Nusa Tenggara Timur meninggal dunia karena gizi buruk. Secara keseluruhan,
sejumlah 12.818 anak balita di NTT mengalami gizi buruk dan 72.067 balita menderita gizi
kurang.
Bila mengacu kepada konsep pemberdayaan masyarakat, maka mengatasi masalah kurang
gizi harusnya menitikberatkan pada “menghapuskan penyebab Kurang Gizi ” bukan pada
“penghapusan Kurang Gizi itu sendiri”semata seperti halnya dengan memberikan bantuan-
bantuan yang sifatnya kuratif atau sementara. Memang tidak salah dengan yang berisifat
kuratif tapi harus bersifat emergency dan dalam waktu singkat saja. Sudah banyak institusi
yang melakukan riset terutama di Nusa Tenggara Timur umumnya hasil riset menjelaskan
bahwa penyebab permasalahan Kurang Gizi adalah antara lain: praktek pengasuhan yang
buruk dalam keluarga, sangat terbatasnya keragaman pada makanan khususnya untuk Balita,
adanya tabu, kualitas pangan yang buruk, frekuensi penyakit pada anak yang tinggi dengan
khususnya diare dan malaria yang mempengaruhi asupan zat gizi, terbatasnya kapasitas
produksi pangan yang dipengaruhi oleh hujan yang tidak menentu dan musim kering yang
panjang, dan terbatasnya peluang mata pencaharian di luar bertani. Kurangnya kesadaran dan
pengetahuan tentang gizi yang baik adalah faktor yang ikut memberi kontribusi terhadap
sejumlah penyebab ini.
Penyebab masalah itulah yang harus diatasi. Dengan diberdayakan, Masyarakat akan
diharapkan mampu mengatasi permasalahannya sendiri dengan sumberdaya yang
dimilikinya, serta sesuai dengan keahliannya. Selain itu juga melibatkan dukungan dan
kepedulian pemerintah serta seluruh komponen masyarakat lainnya agar terjadinya perubahan
perilaku masyarakat. Yang
tujuan akhirnya untuk menghindari ketergantungan masyarakat dengan pihak luar.
A. Kategori Status gizi
Untuk mengetahui status gizi anak, diperlukan terlabih dahulu pengetahuan
mengatagorikan pada keadaan mana anak tersebut berada pada dasarnya perhitungan berat
badan menurut umur, tinggi badan menurut umur, dan berat badan menurut tinggi badan
seorang anak pada nilai Z-nya (relatif deviasi terhadap nilai rata-ratanya), dari nilai Z ini
dapat ditentukan standar deviasinya (SD). Cut off point untuk tiap indikator status gizi adalah
kurang lebih 2 SD dan status gizi <- 3SD dikatagorikan sebagai kurng gizi berat.
A. Kebijakan dan Strategi
Berbagai upaya untk mengatasi maslah yang berkaitan dengan gizi buruk maka tidak
lepas dari kebijakan dan strategi dari pihak terkait terutama pemerintah sebagai pemenang
wewenang untuk menungkat kesejahteraan masyarakat.
1. Kebijakan
a. mengingat besarnya dan sebaran gizi buruk yang ada di semua wilayah indonesia dan
dampaknya terhadap kualitas sumber daya manusia, pencegahan dan penganggulangan gizi
buruk merupakan program nasional sehingga perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
dilaksanakan secara berkesinambungan antara pusat daerah.
b. Penanggulangan masalah gizi buruk dilaksanakan pendekatan komperatif dengan
mengutamakan upaya pencegahan dan upaya peningkatan yang di dukung upaya pengobatan
dan upaya pemulihan.
c. Penanggulan masalah gizi buruk dilaksanakan oleh semua kabupaten atau kota secara terus
menerus dengan koordinasi lintas instansi / sektor atau dinas organisasi masyarakat.
d. Penangulangan masalah gizi buruk diselenggarakan secara demoatis transparan melalui
kemitraan di tingkat kabupaten atau kota anatara pemerintah daerah, dunia usaha dan
masyarakat.
e. Penanggulangan masalah gizi buruk dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan
masyarakat yaitu dengan meningkatkan akses untuk memperoleh informasi dan kesempatan
untuk mengemukakan pendapatan, serta keterlibatan dalam proses pengembalian keputusan.
Masyarakat yang telah berdaya diharapkan berperan sebagai pelaku / pelaksanaan,
melakukan advokasi, dan melakukan pemantauan untuk peningatan pelayanan publik.
2. Strategi
a. Pencegahan dan penanggulangan gizi buruk dilaksanakan di seluruh kabupaten / kota di
indonesia sesuai dengan kewenangan wajib dan standar pelayanan minimal (SPM) dengan
memperhatikan besaran dan luasnya masalah.
b. Mengambilkan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat dan
keluarga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan menanggulangi secara dini
balita yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui revitalitas posyandu.
c. Meningkatkan kemampuan petugas dalam manajemen dan melakukan tata laksana gizi buruk
untuk mendukung fungsi melakukan tata laksana gizi burk untuk mendukung fungsi
posyandu yang di kelola oleh masyarakat melalui revitalisasi Puskesmas.
d. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan melalui
pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul Vitamin A, MP ASI, dan makanan
tambahan.
e. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi dan sosialisasi tentang
makanan sehat dan bergizi seimbang serta pola hidup bersih dan sehat.
f. Mengalang kerjasama lintas sektor dan kemiraan dengan swasta ataun dunia usaha dan
masyarakat untuk mobilisasi sumber daya dalam angka meningkatkan daya beli keluarga
untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang.
g. Mengaktifkan kembali Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) melalui revit alisasi
SKPG dan Sistem Kewaspadaan Dini Gizi Buruk, yang dievaluasi dengan kajian data SKDN
< yaitu semua balita mendapat kartu menuju sehat ditimbang setiap bulan, dan berat badan
naik dan penyakit dan dat pendukung lainnya.s
1. Revitalisasi posyandu
Pokok kegiatan revintalisasi posyandu meliputi :
a. pelatihan atau orientasi petugas puskesmas, petugas sektor dan kader yang berasal
dari masyarakat
b. pelatihan ulang petugas dan kader
c. pembinaan dan pendamping kader
d. penyediaan sarana terutama decin, KMS atau buku KIA, panduan posyandu, media
KIA, sarana pencatatan
e. penyediaan biaya oprasional
f. penyedian modal usaha kader melalui Usaha Kecil Menengah (UKM) dan mendorong
partisipasi swata.
2. revitalisasi puskesmas
pokok kegiatan revintalisasi puskesmas meliputi :
a. pekatihan manajemen program gizi di puskesmas bagi pimpinan dan petugas
puskesmas dan jaringan.
b. Penyediaan biaya operational puskesmas untuk pembinaan posyandu,pelacakan kasus
kerja sama lintas sektor tingkat kecamatan,dll.
c. Pemenuhan saran atau pometri KIE bagi puskesmas dan jaringan.
d. Pelatihan tatalaksana gizi buruk bagi petugas rumah sakit,puskesmas dan perawat.
3. masalah gizi dapat disebabkan oleh kesadaran gizi masyarakat belum memadai. Jika
hal ii disertai dengankeadan hygiene perorangan maupun sanitasi lingkungan yang
kurang mendukung, akan menyebabkan timbulnya berbagai penyakit infeksi yang
akhirnya akan menurunkan keadaan kesehatan dan gizi.
4. meskipun masalah gizi merupakan sindroma kemiskinan, tetapi dalam kasus-kasus
tertentu pemecahan kemungkinan tanpa hrus menungu sampai dicapai tingkat
pertumbuhan ekonomi memadai, misalnya penanggulangan masalah kurang Vitamin
A, penanganan anemia dan lain-lain.
5. dengan demikian Direktorat Gizi Masyarakat menyusun rencana program yang
berlandaskan kebijaksanaan dan perencanaan holistik atau menyeluruh dengan
memperhatikan the Strengh, the weakness, the Theat (analisa SWOT).
Program-program yang mendukung aksi pangan dan gizi disusun dengan mengacu pada
progrm pembangunan nasinal (Propenas 2010-2005) bidang pertanian, kesehatan dan
industri. Program-program dalam aksi pangan dan gizi ini dirancang sedemikian rupa
sehingga merupakan ramuan yang sinergis antara ketiga bidang tersebut di atas, dengan tetap
memberikan ruang gerak yang luas dalam implementasinya.
C. Intervensi Gizi dan Kesehatan
Intervensi gizi dan kesehatan bertujuan memberikan pelayanan langsung kepada
balita. Ada dua bentuk pelayanan langsung kepada balita. Ada dua bentuk pelayanan gizi dan
kesehatan yaitu pelayanan perorangan dalam merangka menyembuhkan dan memulihkan
anak dari kondisi gizi buruk dan pelayanan masyarakat, yaitu dalam rangka mencegah
timbulnya gizi buruk di masyarakat.
Pokok kegiatan intervensi gizi dan kesehatan adalah sebagai berikut :
1. perawatan atau pengobatan gratis dirumah sakit dan puskesmas balita gizi buruk dari
keluarga miskin.
2. pemberian makanan tambahan (PMT) berupa MP ASI bagi anak 6-23 bulan dan PMT
pemulihan pada 24-59 bulan kepada balita gizi kurang dari keluarga miskin
3. pemberian suplementasi gizi (kapsul Vitamin A, tablet atau sirup Fe).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Krisis ekonomi yang terjadi sejak 1997 semakin memperburuk keadaan gizi
masyarakat. Selama krisis, ada kecenderungan meningkatnya prevalensi gizi kurang dan gizi
buruk terutama pada kelompok umur 6-23 bulan.
Paradigma baru menekan pentingnya outcome dari pada input. Persediaan pangan
yang cukup (input) dimasayarakat tidak menjamin setiap rumah tangga dan anggota
memperoleh makanan yang cukup dan status gizinya baik. Banyak faktor lain yang dapat
mengganggu proses terwujudnya outcome sesuai dengan yang diharapkan. Paradigma input
sering melupakan faktor lain tersebut, diantaranya air bersih, kebersihan lingkungan dan
pelayanan kesehatan dasar.
Penyebab langsung kurang gizi adalah makanan anak dan penyakit infeksi yang
mungkin diderita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang kurang
tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapatkan makanan yang cukup baik, tetapi sering
diserang diare atau demam akhirnya dapat menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak
yang makan dengan tingkat yang tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya (imunitas)
dapat melemah. Dalam keadaan demikian, mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi
nafsu makan dan akhirnya dapat menderita kurang gizi. Dalam kenyataan keduanya
(makanan dan penyakit)secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.
B. Saran