Anda di halaman 1dari 22

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Penelitian


Tahapan dalam penelitian ini dimulai dari studi literatur hingga penyusunan
Laporan Tugas Akhir, dapat dilihat pada gambar 3.1. Diagram Alir Perencanaan
dibawah ini:

Studi Literatur

Survey Lokasi

Pengumpulan Data

Data Primer : Data Sekunder :


Curah Hujan di sekitaran kampus UII melalui data BMKG Masterplan
kabupaen Kawasan
Sleman. Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
Penentuan jalur pelayanan Peta Kontur Kawasan Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
Kondisi existing saluran Penentuan dimensi saluran dan unit
Studidrainase
audit sistem
berkelanjutan
drainase kampus terpadu UII
Juknis Perencanaan Drainase yang sesuai dengan Peraturan Pekerjaan Umum.

Menghitung debit rata-rata dan debit puncak dari Air Hujan

MengusulkanAlternatif Perencanaan Draniase Berkelanjutan

Kesimpulandan Saran

Selesai

Gambar 3.1. Diagram Alir Perencanaan

10
11

3.2 Ide Penelitian


Untuk merencanakan Drainase Berkelanjutan di Kampus Terpadu
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta sehingga dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam alternatif pengelolaan drainase dengan lebih efisien dan
bermanfaat.

3.3 Kriteria Perencanaan Drainase


3.3.1. Kriteria Perencanaan Hidrologi
Perencanaan hidrologi dilakukan untuk mengetahui karakteristik hujan,
menganalisis hujan rancangan dan analisis debit rancangan. Untuk memenuhi
langkah tersebut di atas diperlukan data curah hujan, kondisi tata guna lahan, dan
kemiringan lahan.
Kriteria perencanaan hidrologi terdiri dari:
1. Hujan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Perkiraan hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi terhadap data
curah hujan harian maksimum tahunan, dengan lama pengamatan sekurang-
kurangnya 2 tahun.
b. Analisis frekuensi terhadap curah hujan. menggunakan metode Gumbel.
c. Perhitungan intensitas hujan ditinjau dengan menggunakan metode Hasper
Weduwen
2. Debit banjir dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Debit rencana dihitung dengan metode rasional yang telah dimodifikasi.
b. Koefisien limpasan (runoff) ditentukan berdasarkan tata guna lahan daerah
tangkapan.
c. Waktu konsentrasi adalah jumlah dari waktu pengaliran di permukaan dan
waktu drainase.
d. Koefisien penyimpangan dihitung dari rumus waktu konsentrasi dan waktu
drainase.
12

3.3.2. Data Curah Hujan


Data curah hujan yang digunakan adalah curah hujan jangka pendek misal
5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman, jika tidak ada data curah
hujan jangka pendek maka digunakan data curah hujan harian, yang diperoleh dari
data sekunder. Pada studi ini data curah hujan yang digunakan adalah data curah
hujan harian. Selanjutnya dianalisis curah hujan harian maksimum rata-rata
dengan metode Gumbel, dimana metode ini mempertimbangkan daerah pengaruh
tiap titik pengamatan stasiun hujan. Data yang menunjukkan angka 0 pada tabel
tersebut adalah data yang tidak mengalami hujan sehingga tidak terbaca oleh alat
pada stasiun hujan Pakem di Desa Pakem Binangun.

Tabel 3.1. Data Curah Hujan BMKG

Sumber:Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), 2015

3.3.3. Metode Gumbel


Pengolahan data curah hujan dimaksudkan untuk mendapatkan data curah
hujan yang siap pakai untuk suatu perencanaan sistem pengaliran. Pengolahan
data ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya adalah metode
Gumbel, yaitu suatu metode yang didasarkan atas distribusi normal (distribusi
harga ekstrim). Gumbel beranggapan bahwa distribusi variabel-variabel hidrologis
tidak terbatas, sehingga harus digunakan distribusi dari harga-harga yang terbesar
(harga maksimal).
13

Persamaan Gumbel:

S
X T =X + Y −Yn )
Sn ( T Persamaan (3.1)

Keterangan :
Xr = hujan harian maksimum dengan periode ulang tertentu (mm)

 = curah hujan rata-rata (mm)


x = standar deviasi nilai curah hujan dari data
δn = standar deviasi dari reduksi variat, tergantung dari jumlah data (n)
Yr = nilai reduksi variat dari variabel yang diharapkan terjadi pada PUH
Yn = nilai rata-rata dari reduksi variat, tergantung dari jumlah data

3.3.4. Periode Ulang Hujan


Periode ulang hujan adalah periode (tahun) dimana suatu hujan dengan
tinggi intensitas yang sama kemungkinan bisa terjadi lagi. Kemungkinan
terjadinya adalah satu kali dalam batas periode (tahun) ulang yang ditetapkan.
Penetapan periode ulang hujan sebenarnya lebih ditekankan pada masalah
kebijakan dan resiko yang perlu diambil sesuai dengan perencanaan. Menurut Kite
, G.W. ( 1977 ), acuan untuk menentukan PUH dapat dilihat pada tabel 3.2.

Keterangan Periode Ulang Hujan


14

Daerah Terbuka 0,5


Sarana Tambang 2-5
Lereng – lereng Tambang dan Penimbunan 5 – 10
Sumuran Utama 10 – 25
Penyaliran Keliling Tambang 25
Pemindahan Aliran Sungai 100
Tabel 3.2. Periode Ulang Hujan Rencana
Sumber : Kite G.W (1997)

3.3.5. Intensitas Hujan


Intensitas Curah Hujan adalah curah hujan jangka pendek yang dinyatakan
dalam intensitas per jam. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda yg disebabkan
oleh lamanya curah hujan atau frekuensi kejadiannya.Untuk mendapatkan
intensitas hujan pada durasi tertentu dapat digunakan beberapa cara antara lain:
Metode Bell, Hasper Weduwen, dan van Breen. Pada kasus ini digunakan contoh
perhitungan memakai rumus Hasper Weduwen.
Persamaan Intensitas Hujan menurut Hasper Weduwen:

t
R
I= mm/ jam
t Persamaan (3.2)

Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = Lama waktu hujan atau waktu konstan (jam)
Rt = Curah hujan maksimum (mm)

1. Perhitungan Distribusi Hujan Menggunakan Metode Hasper


Weduwen
Metode ini merupakan hasil penyelidikan di Indonesia yang dilakukan
oleh Hasper Weduwen. Penurunan rumus diperoleh berdasarkan kecenderungan
curah hujan harian yang dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa hujan
15

mempunyai distribusi yang simetris dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari 1 jam
dan durasi hujan dari 1 jam sampai 24 jam. (Susilowati, 2010)

 Untuk 1 jam < t < 24 jam

11300t X T
R=
√ .
t+3,12 100 Persamaan (3.3)

 Untuk 0 < t < 1 jam

11300t R1
R=
√ .
t+3,12 100
1218 . t+59
R1 =X T
( X T (1−t )+1272t )
Persamaan (3.4)

Keterangan:
T = Durasi Hujan (menit)
R, Rt = Curah Hujan Menurut Hasper Weduwen
Xt = Curah Hujan Harian Maksimum yang Terpilih, (mm/24 jam)
16

Gambar 3.2. Grafik Intensitas Hujan Menurut Hasper Weduwen


Sumber : Bambang Triatmodjo, 2009

2. Perhitungan Distribusi Hujan Menggunakan Metode Hasper


Weduwen

Setelah mengetahui nilai intensitas hujan dari metode Hasper Weduwen,


selanjutnya untuk mencari lengkung intensitas hujan digunakan Metode Talbot.
Persamaan intensitas hujan dengan metode Talbot dapat dinyatakan dengan :

a
I=
t+b
Persamaan (3.5)
keterangan:
I = intensitas hujan (mm/jam),
t = lamanya hujan (jam),
a dan b = konstanta.

Dimana t adalah waktu sedangkan a dan b ditentukan dengan rumus sebagai


berikut:
17

a=¿ ¿
b=¿ ¿ Persamaan (3.6)

3.3.6. Daerah Tangkapan Hujan


Daerah tangkapan hujan merupakan suatu daerah yang dapat
mengakibatkan air limpasan permukaan mengalir ke suatu tempat yang lebih
rendah. Penentuan luas daerah tangkapan hujan berdasarkan peta topografi daerah
yang akan diteliti . Daerah tangkapan hujan ini dibatasi oleh pegunungan dan
bukit-bukit yang diperkirakan akan mengumpulkan air hujan sementara.
(Bappenas,2012)

Gambar 3.3. Skema Aliran Daerah Tangkapan Air

Air hujan yang jatuh didaerah catchment area pasti nantinya akan masuk
kedalam saluran primer, sekunder atau tersier.

 Saluran Primer
Saluran yang menerima masukan aliran air dari saluran – saluran
sekunder. Saluran primer biasanya berukuran besar karena letaknya paling
hilir atau paling akhir. Selain itu saluran primer langsung menuju ke badan
air. (Ir. Suripin, 2004)
18

Gambar 3.4. Saluran Primer

 Saluran Sekunder
Saluran yang biasanya menerima air masukan dari saluran-saluran tersier,
dan meneruskan air tersebut ke saluran primer. (Ir. Suripin, 2004)

Gambar 3.5. Saluran Sekunder

 Saluran Tersier
Saluran drainase yang langsung menerima air buangan dari rumah-rumah,
umumnya saluran tersier ini terletak di kiri-kanan jalan perumahan. (Ir.
Suripin, 2004)
19

Gambar 3.6. Saluran Tersier

3.3.7. Koefisien Alir Permukaan untuk Masterplan

Koefisien C didefinisikan sebagai perbandingan antara laju puncak aliran


permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi nilai C
adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan. Laju
infiltrasi turun apabila terjadi hujan yang terus-menerus dan juga dipengaruhi oleh
kondisi kejenuhan air sebelumnya. Faktor lain yang juga  mempengaruhi nilai C
adalah air tanah, derajat kepadatan tanah, porositas tanah dan simpanan depresi.
(Arsyad, 2006).

Tabel 3.3. Koefisien Aliran Permukaan untuk Daerah Urban


20

Sumber: Arsyad, 2006

3.3.8. Slope Saluran untuk Masterplan

Slope atau yang biasa disebut elevasi adalah kemiringan dalam muka tanah
yang mana berfungsi untuk membantu pengaliran dari titik tertinggi ke titik
terendah pada suatu daerah. Biasanya elevasi ini digunakan dalam merencanakan
pembuatan saluran drainase atau saluran air limbah. Dengan adanya slope atau
kemiringan ini maka pembuatan drainase dapat menjadi mudah karena metode
yang digunakan biasanya menggunakan metode gravitasi.

3.3.9. Debit Saluran untuk Masterplan

Debit air sungai adalah tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat
ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau dengan
pengertian yang lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk
volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu.
Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per
detik (m3/dt). (Acep, 2011)
Faktor Penentu Debit Air :
• Intensitas hujan
• Penggundulan Hutan
21

• Pengalihan hutan menjadi lahan pertanian


• Evaporasi dan Transpirasi

V=QxT
Persamaan (3.7)
Keterangan:
V = Volume (m3)
Q = Debit (m3/s)
T = Waktu (s)

3.3.10. Volume Saluran untuk Masterplan

Volume artinya isi atau besarnya atau banyaknya benda di ruang.Secara


teori pengertian volume adalah banyaknya satuan volume yang mengisi ruang
bangun. Kalau satuan volume yang digunakan cm2, maka menghitung volume
artinya menghitung berapa banyak kubus berukuran 1 cm2 dapat masuk.

3.3.11. Sumur Resapan untuk Masterplan

Sumur Resapan merupakan bangunan yang dibuat menyerupai sumur


dengan memiliki diameter dan kedalaman tertentu yang mana berfungsi untuk
menampung air hujan sementara agar air hujan tidak run off , selain itu dengan
adanya sumur resapan ini mampu membantu air menyerap ke dalam tanah dalam
jumlah banyak. Perhitungan yang diapakai untuk menghitung sumur resapan
untuk wilayah kampus Universitas Islam Indonesia ini menggunakan Rumus
Sunjoto, dikarenakan rumus tersebut memiliki perhitungan yang menggunakan
debit reduksi. Rumus Sunjoto yang digunakan sebagai berikut:

Q − Fx K x T
H= (1 - e π x R )
2
Persamaan (3.8)
F xk
22

Keterangan:

H = Tinggi Muka Air Dalam Sumur (m)

F =Faktor Geometrik (m)

Q = Debit Air Masuk (m3/detik)

T = Waktu Pengaliran (detik)

K = Koefisien Permeabilitas Tanah (m/detik)

R = Jari-jari Sumur (m)

untuk mencari Faktor Geometrik menggunakan Persamaan Sunjoto:

2
2 π x (L+ R)
F= 3 Persamaan (3.9)
ln¿ ¿ ¿

3.4 Pengumpulan Data


Pada penelitian ini akan direncankan daerah pelayanan saluran drainase
yang dimulai dari GOR (Gedung Olah Raga) UII, Gedung Fakultas Teknik
Industri, Bengkel Reparasi Alat dan Furnitur, Lembaga dan Unit
Kemahasiswaan, Desa di Perbatasan Kampus UII, Asrama Mahasiswa Putra dan
Daerah Pengembangan pada Masterplan 2023 yaitu Lapangan Futsal, Lapangan
Sepak bola, Menza Barat (Kantin dan Ruang Informasi Terpadu), Inkubasi Bisnis
Timur, Laboratorium Terpadu untuk Ilmu Kesehatan dan Alam, Panggung
Terbuka, Takmir Putri, Pondok Pesantren Putri. Apabila mengacu pada
Masterplan UII tahun 2023, maka pengolahan drainase berkelanjutan akan
dilakukan sistem gravitasi dengan tujuan untuk mempermudah aliran air yang
ditangkap oleh saluran dan dapat dimanfaatkan.
Jika ditinjau dengan kondisi eksisting, maka lokasi ini merupakan saluran
irigasi yang merupakan daerah pengaliran air hujan. Dengan dasar itu,
direncanakan lokasi pengelolaan berada di beberapa titik yang dapat dilihat pada
gambar. Dipilihnya lokasi pengelolaan drainase tersebut dikarenakan memenuhi
23

untuk sistem pengaliran air secara gravitasi. Digunakannya sistem gravitasi untuk
penghematan biaya operasi dan penggunaan pompa.
Pada perencanaan pengelolaan drainase diperlukan Petunjuk Teknis dan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum untuk acuan pengolahan. Dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum nomor 12 Tahun 2014 bahwasanya disebutkan dalam
pasal 1 ayat 2 “Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan adalah upaya
merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengoperasikan, memelihara,
memantau, dan mengevaluasi sistem fisik dan non fisik drainase perkotaan”.
Pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan dua cara, yaitu Data
Primer dan Data Sekunder.

3.4.1. Data Primer


 Observasi
Pengumpulan data melalui observasi ini adalah dengan langsung melihat
kondisi saluran eksisting yang ada di Kampus Terpadu UII
 Data Curah Hujan BMKG
Pengambilan data curah hujan oleh BMKG di stasiun Pakembinangun.
 Mengukur Saluran Eksisting
Data yang didapatkan adalah dengan langsung mengukur sendiri saluran
eksisting yang ada di Kampus Terpadu UII

3.4.2. Data Sekunder


 Google Earth
Dengan adanya Google Earth dapat mampu untuk membantu mendesain
saluran serta dapat menentukan arah aliran saluran.
 Masteplan Kampus Terpadu UII
Masterplan Kamus Terpadu UII dapat membantu menentukan tata letak
saluran baru ataupun treatment yang akan dibuat.
 Peta Kontur Kampus Terpadu UII
Peta Kontur Kampus Terpadu UII dapat membantu untuk melihat kontur tanah
yang ada di Kampus Terpadu UII sendiri, sehingga mampu menentukan
kemanakah arah aliran air hujan.
24

3.5. Karakteristik Tanah Dalam Penyerapan Air


Karakteristik tanah dalam penyerapan air dipengaruhi oleh adanya
perbedaan sifat fisik tanah pada berbagai penggunaan lahan akan menentukan
kemampuan tanah meresapkan air. Kondisi penggunaan lahan yang
mempengaruhi peresapan air terutama berkaitan dengan faktor dan jenis vegetasi
(Winanti, 1996, Volk, et, al, 2003). Kemampuan tanah meresapkan air dikenal
dengan istilah kapasitas infiltrasi. Kapasitas infiltrasi merupakan laju maksimum
tanah menyerap air, dinyatakan dalam cm/jam. Faktor-faktor yang mempengaruhi
infiltrasi secara umum yaitu tekstur tanah, jenis vegetasi, aktivitas biologi,
kedalaman air tanah, kelembaban tanah, dan permeabilitas tanah.

Tabel 3.4 Jenis/Klasifikasi Tanah Berdasarkan Ukuran Butiran Tanah


Jenis Tanah Ukuran
Kerikil (Gravel) Diameter butiran > 4,5 mm
Pasir (Sand) Diameter butiran 0,075 mm s/d 4,5 mm
Lanau (Silt) Diameter butiran 0,0075 mm s/d 0,075 mm
Lempung (Clay) Diameter butiran < 0,0075 mm
Tanah Gambut -
Sumber: Braja M. Das, 1990

3.6. Model Pengelolaan Drainase Berkelanjutan


Terdapat dua alternatif sistem pengelolaan drainase yaitu dengan Sistem
Kolam (Pond). Kedua alternatif ini akan dijelaskan masing-masing kelebihan dan
kekurangannya sebagai acuan kebijakan untuk pengelolaan drainase di Kampus
Terpadu UII untuk perencanaan ditahun 2023. Pemilahan alternatif pengolahan
drainase mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12 Tahun
2014 tentang "Petunjuk Teknis Perencanaan Sistem Drainase".

3.7. Analisis Data


Data yang telah diperolah akan dianalisis untuk mendapatkan hasil data
yang akurat untuk perencanaan drainase yang berkelanjutan kawasan perencanaan
di Kampus Terpadu UII.
25

3.8. Kriteria Desain


3.8.1.   Saluran Drainase
Saluran Drainase merupakan hal yang penting yang harus dibuat di
perkotaan saat ini, dikarenakan dengan adanya drainase ini dapat mengalirkan air
permukaan ke badan air. Drainase ini juga mampu membuat kehidupan
masyarakat di kota menjadi bersih, aman, dan sehat.
Bentuk dan Jenis Saluran:
Saluran Terbuka : Saluran yang mengalirkan air dengan permukaan bebas.
Klasifikasi saluran terbuka berdasarkan asal-usul:
 Saluran alam (natural channel)contoh : sungai-sungai kecil di daerah hulu
(pegunungan) hingga sungai besar di muara.
 Saluran buatan (artificial channel)contoh : saluran drainase tepi jalan, saluan
irigasi untuk mengairi persawahan,saluran pembuangan, saluran untuk
membawa air ke pembangkit listrik tenaga air, saluran untuk supply air
minum, saluran banjir.
Klasifikasi Saluran Terbuka Berdasarkan Konsistensi Bentuk Penampang
dan Kemiringan Dasar :
 Saluran prismatik (prismatic channel) yaitu saluran yang bentuk penampang
melintang dan kemiringan dasarnya tetap. Contoh : saluran drainase, saluran
irigasi.

 Saluran non prismatik (non prismatic channel) yaitu saluran yang bentuk


penampang melintang dan kemiringan dasarnya berubah-ubah.Contoh :
sungai.
Klasifikasi Saluran Terbuka Berdasarkan Geometri Penampang Melintang :
 Saluran berpenampang segi empat.

 Saluran berpenampang trapesium.

 Saluran berpenampang segi tiga.

 Saluran berpenampang lingkaran.

 Saluran berpenampang parabola.


Di Lapangan, Saluran Buatan (Artificial Channel) Bisa Berupa:
26

 Kanal (canal) : semacam parit dengan kemiringan dasar yang landai,


berpenampang segi empat, segi tiga, trapesium maupun lingkaran. Terbuat
dari galian tanah, pasangan batu, beton atau kayu maupun logam.
 Talang (flume) : semacam selokan kecil terbuat dari logam, beton atau kayu
yang melintas di atas permukaan tanah dengan suatu penyangga.
 Got Miring (chute) : semacam selokan dengan kemiringan dasar yang relatif
curam.
 Bangunan Terjunan (drop structure) : semacam selokan dengan kemiringan
yang tajam. Perubahan muka air terjadi pada jarak yang sangat dekat.
 Gorong-gorong (culvert) : saluran tertutup yang melintasi jalan atau
menerobos gundukan tanah dengan jarak yang relatif pendek.
 Terowongan ( tunnel) : saluran tertutup yang melintasi gundukan tanah atau
bukit dengan jarak yang relatif panjang.
yang dipilih disesuaikan dengan keadaan lingkungan setempat, untuk itu
digunakan tipe saluran air hujan pada perencanaan sistem drainase ini. Perencana
akan menggunakan sistem saluran terbuka. (Agus Suroso.Ir ,2015)

3.8.2.   Sumur Resapan


Sumur resapan berfungsi memberikan masukan air secara buatan dengan
cara menginjeksikan air hujan ke dalam tanah. Sasaran lokasinya adalah daerah
peresapan air hujan di kawasan budidaya, permukiman, perkantoran, pertokoan,
industri, sarana dan prasarana olah raga, serta fasilitas umum lainnya.

Manfaat Sumur Resapan adalah:


 Mengurangi aliran permukaan sehingga dapat mencegah atau mengurangi
terjadinya banjir dan genangan air.
 Mempertahankan dan meningkatkan tinggi permukaan air tanah.
 Mengurangi erosi dan sedimentasi.
 Mengurangi / menahan intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan dengan
kawasan pantai.
27

 Mencegah penurunan tanah ( land subsidance).


 Mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah.
Berbagai Jenis Konstruksi Sumur Resapan adalah:
 Sumur tanpa pasangan di dinding sumur, dasar sumur tanpa diisi batu belah
maupun ijuk (kosong).
 Sumur tanpa pasangan di dinding sumur, dasar sumur diisi dengan batu belah
dan ijuk.
 Sumur dengan susunan batu bata, batu kali atau bataki di dinding sumur,dasar
sumur diisi dengan batu belah dan ijuk atau kosong.
 Sumur menggunakan buis beton di dinding sumur.
Bentuk dan Ukuran Konstruksi Sumur Resapan Air (SRA):
Bentuk dan ukuran konstruksi SRA sesuai dengan SNI No. 03-2459-1991
adalah berbentuk segi empat atau silinder dengan ukuran minimal diameter 0,8
meter dan maksimum 1,4 meter dengan kedalaman disesuaikan dengan tipe
konstruksi SRA.
Pemilihan bahan bangunan yang dipakai tergantung dari fungsinya, seperti plat
beton bertulang tebal 10 cm dengan campuran 1 Pc : 2 Psr : 3 Krl untuk penutup
sumur dan dinding bata merah dengan campuran spesi 1 Pc : 5 Psr tidak diplester,
tebal ½ bata.
Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaaan Umum Menetapkan Spesifikasi
Teknis Sumur Resapan Air Hujan:
 Ukuran maksimum diameter 1,4 meter,
 Ukuran pipa masuk diameter 110 mm, 
 Ukuran pipa pelimpah diameter 110 mm,
 Ukuran kedalaman 1,5 sampai dengan 3 meter,
 Dinding dibuat dari pasangan bata atau batako dari campuran 1 semen : 4
pasir tanpa plester,
 Rongga sumur resapan diisi dengan batu kosong setebal 40 cm,
 Penutup sumur resapan dari plat beton tebal 10 cm dengan campuran 1
semen : 2 pasir : 3 kerikil.
28

Berkaitan dengan sumur resapan ini juga terdapat SNI No: 03- 2453-2002
tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan
Pekarangan. Standar ini menetapkan cara perencanaan sumur resapan air hujan
untuk lahan pekarangan termasuk persyaratan umum dan teknis mengenai batas
muka air tanah, nilai permeabilitas tanah, jarak terhadap bangunan, perhitungan
dan penentuan sumur resapan air hujan. Air hujan ditampung dan diresapkan pada
sumur resapan dari bidang tadah (zona tangkapan air hujan).Persyaratan umum
yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut:
 Sumur resapan air hujan ditempatkan pada lahan yang relatif datar,

 Air yang masuk ke dalam sumur resapan adalah air hujan tidak tercemar,

 Penetapan sumur resapan air hujan harus mempertimbangkan


keamanan bangunan sekitarnya,
 Harus memperhatikan peraturan daerah setempat,

 Hal-hal yang tidak memenuhi ketentuan ini harus disetujui Instansi


yang berwenang.
Persyaratan Teknis yang Harus Dipenuhi Antara Lain:
 Kedalaman air tanah minimum 1,50 m pada musim hujan.
 Struktur tanah yang dapat digunakan harus mempunyai nilai permebilitas
tanah ≥ 2,0 cm/jam.
 Jarak penempatan sumur resapan air hujan terhadap bangunan adalah:
terhadap sumur air bersih 3 meter, sumur resapan tangki septik 5 meter dan
terhadap pondasi bangunan 1 meter.

3.8.3.   Kolam Retensi


Fungsi dari kolam retensi adalah untuk menggantikan peran lahan resapan
yang dijadikan lahan tertutup/perumahan/perkantoran maka fungsi resapan dapat
digantikan dengan kolam retensi. Fungsi kolam ini adalah menampung air hujan
langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan ke dalam tanah. Sehingga kolam
retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terendah dari lahan. Jumlah,
volume, luas dan kedalaman kolam ini sangat tergantung dari berapa lahan yang
dialih fungsikan menjadi kawasan permukiman.
29

Fungsi lain dari kolam retensi adalah sebagai pengendali banjir dan
penyalur air pengolahan limbah, kolam retensi dibangun untuk menampung dan
mengolah air limbah sebelum dibuang dan pendukung waduk/bendungan, kolam
retensi dibangun untuk mempermudah pemeliharaan dan penjernihan air waduk
karena jauh lebih mudah dan murah menjernihkan air di kolam retensi yang kecil
sebelum dialirkan ke waduk dibanding dengan menguras/menjernihkan air waduk
itu sendiri.
Kolam retensi memiliki berbagai tipe, seperti:

Gambar 3.7. Kolam Retensi Tipe di Samping Badan Sungai

Tipe ini memiliki bagian-bagian berupa kolam retensi, pintu inlet,


bangunan pelimpah samping, pintu outlet, jalan akses menuju kolam retensi,
ambang rendah di depan pintu outlet, saringan sampah dan kolam penangkap
sedimen. Kolam retensi jenis ini cocok diterapkan apabila tersedia lahan yang luas
untuk kolam retensi sehingga kapasitasnya bisa optimal. Keunggulan dari tipe ini
adalah tidak mengganggu sistem aliran yang ada, mudah dalam pelaksanaan dan
pemeliharaan. (Gilang, 2012)
30

Gambar 3.8. Kolam Retensi di Dalam Badan Sungai

Kolam retensi jenis ini memiliki bagian-bagian berupa tanggul keliling,


pintu outlet, bendung, saringan sampah dan kolam sedimen. Tipe ini diterapkan
bila lahan untuk kolam retensi sulit didapat. Kelemahan dari tipe ini adalah
kapasitas kolam yang terbatas, harus menunggu aliran air dari hulu, pelaksanaan
sulit dan pemeliharaan yang mahal. (Gilang, 2012)

Gambar 3.9. Kolam Retensi Tipe Storage Memanjang

Kelengkapan sistem dari kolam retensi tipe ini adalah saluran yang lebar
dan dalam serta cek dam atau bendung setempat. Tipe ini digunakan apabila lahan
tidak tersedia sehingga harus mengoptimalkan saluran drainase yang ada.
Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitasnya terbatas, menunggu aliran air yang
ada dan pelaksanaannya lebih sulit.Ukuran ideal suatu kolam retensi adalah
dengan perbandingan panjang/lebar lebih besar dari 2:1. Sedang dua kutub aliran
masuk (inlet) dan keluar (outlet) terletak kira-kira di ujung kolam berbentuk bulat
telor itulah terdapat kedua ”mulut” masuk dan keluarnya (aliran) air. Keuntungan
yang diperoleh adalah bahwa dengan bentuk kolam yang memanjang semacam
31

itu, ternyata sedimen relatif lebih cepat mengendap dan interaksi antar kehidupan
(proses aktivitas biologis) di dalamnya juga menjadi lebih aktif karena
terbentuknya air yang ’terus bergerak, namun tetap dalam kondisi tenang, pada
saatnya tanaman dapat pula menstabilkan dinding kolam dan mendapat makanan
(nutrient) yang larut dalam air. (Gilang, 2012)

Anda mungkin juga menyukai