Oleh :
Lusy Octavia Saputri
130121160502
Pembimbing:
Gezy Weita Giwangkencana, dr, Sp. An-KIC
POSTER
Abstrak
Abstrack
Osteonecrosis adalah suatu tanda klinis yang ditandai oleh kematian sumsum
tulang dan tulang trabekuler yang diakibatkan gangguan suplai darah ke dalam tulang.
Aspek lainnya pada kondisi ini antara lain avaskuler nekrosis, aseptic nekrosis, dan
osseus ischemic necrosis of bone. Osteonecrosis dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu post
bagian distal dari os tibia, dan caput humeri. Tetapi juga dapat menyerang tulang pipih,
seperti sternum, talus dan tulang belakang. Osteonekrosis sering melibatkan lebih dari
satu bagian tulang. Pernah dilaporkan bahwa osteonekrosis menyeranng hingga 12 tulang.
Sitemil Lupus Eritematosus (SLE). Osteonecrosis sendiri telah didiagnosis pada pasien
sistemik.
SLE adalah penyakit autoimun yang menyerang setiap organ dan jaringan
sekitarnya. SLE ditandai dengan gambaran klinis yang sangat bervariasi satusama
Prevalensi Systemic Lupus Erythematosus (SLE) berkisar antara 7,4 – 159,4 per
100.000 penduduk. Dilaporkan ratio antara wanita: pria 9:1, dengan angka
kejadian tertinggi terdapat pada usia antara 15-40 tahun, walaupun mungkin
ditemukan kasus yang muncul pada usia anak-anak, dimana pada keadaan tersebut
ratio antara perempuan dan laki-laki mendekati 2:1. Laki- laki atau pasien dengan
onset usia yang lebih tua cenderung untuk mengalami penyakit yang lebih hebat
dan prognosis yang lebih buruk.2 Prevalensi SLE dijelaskan memiliki komponen
etnis tertentu, dimana wanita kulit hitam dapat mengidap SLE tiga kali lebih
banyak dari kulit putih. Sebagai tambahan wanita kulit hitam dan hispanik
dilaporkan memiliki angka morbiditas yang lebih tinggi.1 Pasien dengan SLE
sebagian besar diderita oleh wanita usia produktif yang berasal dari ethnik Afrika
dan Asia.3
itu disebut lupus (srigala dalam bahasa latin) untuk menggambarkan ruam klasik
rambut pada dahi dan moncong dari srigala. Sampai pada tahun 1872 seorang
kelangsungan hidup pada pasien usia tua. Faktor etiologi yang meningkatkan
mortalitas diantaranya usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin laki- laki dan
dari gambaran akut seperti malar klasik, suatu “ruam kupu-kupu (butterfly rash)”
eritematus, sampai pada penyakit- penyakit progresif yang fatal yang umumnya
disebabkan oleh komplikasi patologis dari ginjal, kardiovaskuler, sistem
perioperatif.3
ini menjadi sulit. Ahli anestesi perlu memahami manifestasi potensial dari SLE
dan apakah manifestasi tersebut jelas terlihat atau suatu tanda subklinis. 2 Laporan
kasus ini akan membahas penatalaksanaan anestesi pada pasien dengan Systemic
Lupus Erythematosus.
LAPORAN KASUS
Identifikasi
Nama : Ny. E
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
MedRec : 158xxx
Alasan masuk rumah sakit : Nyeri lutut bila digunakan berdiri dan berjalan
Anamnesis :
Pasien mengeluh adanya nyeri di lutut sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri terutama bila
digunakan saat berdiri dan berjalan. Nyeri bertambah berat dalam 2 bulan terakhir
Sejak 2 tahun yang lalu pasien di diagnosa dengan SLE, dengan keluhan awal
sebelum terdiagnosa demam disertai nyeri sendi hilang timbul selama sebulan,
disertai munculnya ruam2 di wajah, dada dan ekstremitas. Pasien juga sempat
mengeluhkan sariawan yang timbul di mulut yang tidak kunjung sembuh dan silau
Setahun sebelumnya pasien pernah dioperasi karena keluhan nyeri pinggang dan
dilakukan hip arthoplasty dalam anestesi umum dan tidak ada masalah.
OBJEKTIF
Pemeriksaan fisik :
KU : Sakit sedang
RR : 18 x/m S : 36,2
SPO2 : 97 % udara bebas
Ekstremitas : capillary refill < 2’’, Akral hangat, Oedem (-), Sianosis (-)
Laboratorium
Diagnosis kerja :
Planning :
PENATALAKSANAAN ANESTESI
Pre operatif
Pasien dengan status fisik ASA II, rencana dikerjakan dengan anestesi
operasi.
pengganti streoid. Kesadaran compos mentis, tanda vital: TD 115/78 mmHg, nadi
Durante operasi
Induksi dilakukan dengan Fentanyl 100 mcg, kemudian Propofol 100 mg perlahan
hingga pasien tertidur. Setelah pasien tertidur, gas anestesi dan N2O dinyalakan.
Setelah dipastikan jalan nafas terjaga dan dapat dilakukan ventilasi, diberikan
pelumpuh otot Atracurium 25 mg. Kemudian setelah efek obat tercapai, dilakukan
intubasi dengan direk laringoskopi, lalu dimasukkan ETT nomor 7,0 dengan
balon. Selama durante operasi keadaan umum pasien dalam keadaan stabil.
Pemberian cairan 500 cc kristaloid, perdarahan 150 cc, diuresis 100 cc. Obat yang
operasi selesai, dilakukan ekstubasi setelah pasien sadar penuh, kemudian pasien
Pasca operasi:
Tirah baring, observasi kesadaran, tanda vital, pernafasan, dan diuresis,
diberikan O2 3 l/menit via binasal kanul, Pada knee arthoplasty VAS skor 7, maka
PEMBAHASAN
Systemik lupus erythematosus (SLE) adalah suatu kelainan dari regulasi
imun. Produksi molekul perusak diri sendiri yang tidak terkendali menyebabkan
terhadap suatu sistem organ. Aktivasi proses peradangan yang tidak terkendali dan
Manifestasi Klinis
dari gambaran akut seperti malar klasik, suatu “ruam kupu-kupu (butterfly rash)”
eritematus, sampai pada penyakit- penyakit progresif yang fatal yang umumnya
muncul sebagai suatu ruam (akut sampai kronis), alopecia, photosensitivitas, dan
patogenesis SLE, didapatkan pada 53- 95 % dari keseluruhan kasus. Antara lain,
Gejala pada ginjal terdapat pada 40% sampai 70% pasien. Kelainan yang
ringan atau asimtomatis pada sistem urinarius ditemukan pada banyak pasien.
kejang, psikosis, dan meningitis aseptik. Sindrom sistem saraf perifer diantaranya
kranial.
dan merubah lipoprotein. Korelasi antara fase awal SLE dan atherosklerosis berat,
dan otot. Gangguan yang palng seing ditemui adalah nyeri pleuritis. Dilaporkan
Resiko beberapa tipe kanker akan meningkat pada pasien- pasien SLE.
serviks.1,2
Komplikasi pada larynx telah dikenal lebih dari 50 tahun, denagn angka
insidensi dapat terjadi pada 0,3% sampai 30% penderita. Dapat ditemukan
inflamasi ringan, paralisis pita suara, stenosis subglotis dan edema larynx dengan
obstuksi akut.2
Diagnosis
Nilai ANA (Anti Nuclear Antibodi) positif merupakan tes yang paling sensitif
dan optimal untuk pemeriksaan SLE. Akan tetapi ANA sering juga ditemui
Pilihan terapi untuk SLE saat ini diarahkan untuk inflamasi sistemik, sel imun
sebagai respon terhadap operasi mayor dan 50 mg per hari untuk operasi
Pasien yang menerima dosis harian reguler lebih dari 10 mg prednisolone atau
ekuivalennya dalam tiga bulan terakhir
Operasi minor 25 mg Hydrocortisone saat induksi
(hernia,tangan)
Operasi moderat steroid pre-op harian + 25 mg
(histerektomi) Hydrocortisone saat induksi+ 100 mg
hidrocortisone per hari
Operasi mayor (trauma mayor, operasi steroid pre-op harian + 25 mg
memanjang, atau operasi dimana terdapat Hydrocortisone saat induksi+ 100 mg
penundaan intake oral) hidrocortisone per hari selama 2-3 hari.
Lanjutkan terapi oral normal apabila
fungsi gastrointestinal telah kembali
Pasien lainnya tidak memerlukan steroid tambahan
Preoperatif
a-a, alveolar-arterial; ABG, arterial blood gas; A/G, albumin/globulin; Bun, blood urea nitrogen; cBc, complete blood count; chf,
congestive heart failure; cns, central nervous system; cr, creatinine; ct, computed tomography; cXr, chest x-ray; ecG,
electrocardiography; eeG, electroencephalography; Lft, liver function test; Pft, pulmonary function test; Pt, prothrombin time; Ptt,
partial thromboplastin time; sLe, systemic lupus erythematosus; tP, total protein; us, ultrasound Adapted from robinson dm.
systemic lupus erythematosus. in: roizen mf, fleisher LA, eds. essence of Anesthesia Practice. 2nd ed. Philadelphia, PA: wB
saunders; 2002.
jalan nafas dapat menjadi sulit pada pasien tertentu karena SLE menyebabkan
obstruksi jalan nafas atas dan keterlibatan larynx. Proteksi jalan nafas menjadi
perhatian utama pada pasien yang menjalani anestesi. Pasien dengan SLE
akut, infiltrat alveoli kronis dan infeksi pneumonia berulang. Fungsi paru dan
signifikan pada pasien SLE dan dapat merubah penatalaksanaaan anestesi. Obat-
PEMBAHASAN KASUS
Pre operatif
Anamnesis
Pada pasien ini sudah tidak ditemukan lagi presentasi klinis SLE dengan
daerah rahang atas, ruam kulit yang muncul bila terkena cahaya matahari,
sariawan yang berulang dan tidak terasa nyeri di rongga mulut. Ruam kulit
ditemukan pada awal pasien terdiagnosis SLE, sebelumnya pasien juga
mengeluhkan adanya sariawan berulang dan rasa silau bila terkena cahaya. Tetapi
pada sendi panggul, lutut dan pergelangan tangan. Tanda- tersebut telah
Pemeriksaan Penunjang
rujukan 15- 50) dan nilai kreatinin 1,88 (nilai rujukan 0,7-1,2). Dari hasil tersebut
dapat disimpulkan telah adanya manifestasi klinis SLE ke ginjal. Lupus nefritis
merupakan tanda yang umum dan menjadi penanda morbiditas pada pasien SLE.
Secara klinis ditemukan pada 60% pasien, seringkali ditemukan pada 3 tahun
pertama setelah terdiagnosis SLE. Biopsi ginjal menjadi “standar emas” untuk
hematuria dan sedimen- sedimen urine yang abnormal.1 Pada pasien ini tidak
Pada pasien SLE manajemen pre operatif secara khusus menekankan pada
pedoman pemberian steriod preoperatif pada pasien ini tergolong pada jenis
operasi moderat dengan diberikan 1 x 16 mg methylprednisolon intravena pada
Durante operasi
dose selama perioperatif.3 Hal ini juga sesuai dengan pedoman pemberian steroid
preoperatif.
hipoperfusi,dan hipotensi dan juga penggunaan secara hati- hati dari obat- obatan
subklinis.3 Pada pasien ini didapatkan diuresis 250 cc dalam 2 jam operasi
menandakan status urine yang cukup. Selama operasi tekanan darah pasien terjaga
Pasca operasi
Mengacu pada pedoman pemberian steriod preoperatif pada pasien ini tergolong
pada jenis operasi moderat dan regimen ini diperlukan sebagai terapi pengganti
SLE adalah penyakit autoimun yang rumit dengan manifestasi sistemik yang
dan presentasi klinis yang sangat luas. Perencanaan dan monitoring dilakukan
hati-hati selama intraoperatif pada semua organ yang terlibat terutama ginjal,
paru-paru dan kardiovaskuler. Dari kasus ini dapat diambil kesimpulan untuk
dapat terjadi pada satu individu secara personal sesuai dengan manifestasi klinis