Anda di halaman 1dari 5

KASUS 1

Seorang wanita berusia 59 tahun dirawat di ICU dengan diagnosis nyeri dada. Tengah
malam dia mengeluh rasa nyeri di dada seperti tertahan benda berat di dadanya dan menjalar
ke daerah rahang kirinya.
Tanda-tanda vital adalah: Tekanan Darah-200/110; Denyut-128 denyut per menit;
Respirasi - 26 per menit; Temperatur-99,8; Saturasi Oxygen-86% di udara kamar; tingkat
nyeri 9/10. Selama pengkajian awal dia menggosok-gosok pertengahan dadanya, meringis
dan bersifat diaforis. Rasa sakit telah terjadi sebentar-sebentar sepanjang sore dan malam
hari. Warnanya pucat kecuali di sekitar bibirnya yang kebiru-biruan. Auskultasi jantung
menunjukkan irama teratur yang cepat dan murmur, tanpa defisit nadi. Dia belum pernah
merasakan sakit ini sebelumnya. Bunyi paru-paru adalah crakels di kedua basal dengan lobus
atas terdengar clear. Dia takut dia akan mati.
Perawat memberikan Nitrogliserin 0,4 mg secara sublingual; memasang elektroda jantung
untuk pemantauan jantung berkelanjutan; memperoleh elektrokardiogram; menempatkan
kateter intravena perifer dengan kunci saline; posisi pasien adalah Fowlers rendah. Pada
penilaian tanda-tanda vital adalah Tekanan Darah-180/95; Denyut-108 denyut per menit;
Respirasi - 22 per menit; Temperatur-99.0; Saturasi Oxygen-90% pada 2 liter per menit;
Tingkat nyeri 8/10. Dia mengatakan sakit dadanya belum berubah. Suara jantung dan paru
paru tidak berubah. Warna pucat tanpa perubahan biru sebelumnya.

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1. Nyeri akut (Nurrachmah, 2009):


a. Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lamanya, dan penyebaran: variasi
penampilan dan perilaku klien karena nyeri yang terjadi dianggap sebagai temuan
pengkajian
b. Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan segera: nyeri berat dapat
menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada kematian mendadak
c. Lakukan manajemen nyeri keperawatan
1) Atur posisi fisiologis: posisi fisiologis akan meningkatkan asupan oksigen ke
jaringan yang mengalami iskemia
2) Istirahatkan pasien: istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan
perifer sehingga akan menurunkan kebutuhan mioardium dan akan
meningkatkan suplai darah dan oksigen ke mioardium yang membutuhkan
oksigen untuk menurunkan iskemia
3) Berikan oksigen tambahan dengan kanul nasa atau masker sesuai dengan
indikasi: meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian
miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan sekunder terhadap
iskemia
4) Manajemen lingkungan; lingkungan tenang dan batasi pengunjung:
lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan
pengunjungan akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan.
Oksigen ruangan akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di
ruangan
5) Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri: meningkatkan
asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri akibat sekunder dari iskemia
jaringan
6) Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri: distraksi dapat menurunkan simulus
internal melalui mekanisme peningkatan produksi endorlin dan enkefalin yang
dapat memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidak dikirimkan ke korteks
serebri dan selanjutnya akan menurunkan persepsi nyeri.
7) Lakukan manajemen sentuhan: manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa
sntuhan, dukungan psikologis dapat membantu mneurunkan nyeri. Massase
ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan otomtis membantu suplai
darah dan oksigen ke area nyeri dan emnurunkan sensasi nyeri.
d. Kolaborasi pemberian terapi farmakologis antiangina: obat-obatan antiangina
bertujuan untuk meningkatkan alirah darah baik dnegan menambah suplai oksigen
atau dnegan mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen
1) Antiangina (nitrogliserin): nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek
vasodilatasi koroner
2) Analgesik (morphin 2-5mg IV): menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi
dan mengurangi kerja miokardium
3) Penghambay beta seperti atenolol, tonormin, pindolol, propanolol: mengambat
(adrenergik) beta menghambat reseptor beta untuk pengontrol nyeri melalui
efek hambatan rangsang simpatis, dengan demikian mengurangi denyut jatung
4) Penghambat kalsium seperti verapamil, diltiazem: kalisum mengaktivasi
kontraksi miokardium, menambah beban kerja jantung dan keperluan jantung
akan oksigen. Penghambat kalsium menurunkan kontraktilitas jantuug dan
beban kerja jantung sehingga dengan demikian mengurangi keperluan jantung
akan oksigen
e. Kolaborasi pemberan terapi antikagulan seperti heparin: menghambat
pembentukan bekuan darah
2. Penurunan curah jantung (Nurrachmah, 2009):
a. Ukur tekanan darah, bandingkan tekanan darah pada kedua lengan, ukur dalam
keadaan berbaring, duduk atau berdiri bila memungkinkan: hipertensi dapat
terjajdi akibat disfungsi ventrikel, hipotensi juga fenomaena umum berhubungan
dengan nyeri cemas yang menyebabkan pengeluaran katekolamin
b. Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi: penurunan curah jantung mengakibatkan
menurunya kekuatan nadi
c. Auskultasi dan catat terjadinya bunyi jantung S3/ S4: S3 berhubungan dengan
gagal jantung kronis atau gagal mitral yang disertai infark berat. S4 berhubungan
dengan iskemia, kekuatan vemtrikel atau hipertensi pulmonal.
d. Auskutasi dan catat murmur: menunjukkan gangguan aliran darah dalm jantung
akibat kelainan katup, kerusakan septum atau vibrasi otot papilaris
e. Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering dan mudah dikunyah, batasi
asupan kafein: makanan dengan porsi besar dapat meningkatkan miokardiun.
Kafein dapat merangsang langsung ke jantung sehingga meningkatkan frekuensi
jantung
f. Kolaborasi
1) Pertahankan jalur IV pemerian heparin sesuai indikasi: jalur yang paten
penting untuk pemberian obat darurat
2) Perlu data laboratorium enzim jantung, GDA dan eletrolit: enzim dapat
digunakan untuk memantau perluasan infark, perubahan eletrolit berpengaruh
terhadap irama jantung
3. Ganguan pola nafas (Nurrachmah, 2009):
a. Auskultasi bunyi jantung nafas (krekles): indikasi edema paru, sekunder akibat
dekompensasi jantung
b. Kaji adanya edema: waspadai adanya gagal ginjal kongestif dan kelebihan volume
cairan
c. Ukur intake dan output cairan: penurunan curah jantung mengakibatkan tidak
efektifnya perfusi ginjal, retensi natrium/ cairan, dan penurunan output urine
d. Pertahankan pemasukan total cairan 2000/24 ja dalam toleransi kardiovaskular:
memenuhi kebutuhan tubuh orang dewasa, tetapi memerlukan pembatasan dengan
adanya dekompensasi jantung
e. Kolaborasi:
1) Berikan diet tanpa garam: ntrium meningkatkan retensi cairan dan
meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban
kinerja jantung dan akna meningkatkan kebutuhan miokardium
2) Berika diuretik, contoh furosemide: diuretik bertujuan untuk menurunkan
volume plasma dan menurnkan retensi cairan di jaringan sehingga
menurunkan risiko terjadinya edema paru
3) Pantau data laboratorium elektrolit kalium: hipokalemia dapat membatasi
keefektifan terapi
KASUS 2

Seorang pria 77 tahun dirawat di unit perawatan intensif (ICU) dari ruang operasi.
Sebelumnya pada hari yang sama, ia datang ke unit gawat darurat dengan sakit perut.
Riwayat medisnya termasuk hipertensi dan hiperkolesterolemia yang diobati, asupan alkohol
sebelumnya yang berat, dan gangguan kognitif ringan. Di unit gawat darurat, dia mengantuk
dan bingung ketika bangun dan perifer dingin dengan sianosis. Tekanan darah arteri sistemik
adalah 75/50 mm Hg, dan denyut jantung 125 detak per menit. Perutnya tegang dan buncit.
Setelah pemberian 1 liter kristaloid intravena untuk mengembalikan tekanan darah,
pemindaian tomografi pada perut menunjukkan gas ekstraluminal dan dugaan tinja
ekstraluminal konsisten dengan kolon sigmoid berlubang. Dia dirawat dengan antibiotik
intravena dan dibawa ke ruang operasi untuk laparotomi. Selama prosedur ini, peritonitis
fekal kotor dari kolon sigmoid berlubang dikonfirmasi; reseksi kolon sigmoid dengan
penutupan tungkai rektum dan pembentukan kolostomi ujung (prosedur Hartmann) dilakukan
dengan pembersihan peritoneum yang luas.
Setibanya di ICU, ia masih dianestesi, trakea diintubasi, dan paru-paru diventilasi
secara mekanis dengan fraksi oksigen inspirasi 0,4; tekanan darah arteri didukung dengan
infus norepinefrin. Ketika pasien berada di ruang operasi, ia menerima total 4 liter kristaloid.
Pada kedatangannya di ICU, tanda-tanda vital adalah tekanan darah 88/52 mm Hg, denyut
jantung 120 detak per menit dalam irama sinus, tekanan vena sentral 6 mm Hg, dan suhu 35,6
° C. Analisis darah arteri menunjukkan pH 7,32, tekanan parsial karbon dioksida 28 mm Hg,
tekanan parsial oksigen 85 mm Hg, dan tingkat laktat 3,0 mmol per liter.

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1. Ketidakefektifan pertukaran gas (Gulanick & Myers 2017):


a. nilai laju pernapasan, ritme, dan kedalaman: laju pernapasan dan perubahan irama
adalah tanda-tanda peringatan dini akan kesulitan pernapasan yang akan datang
b. monitor untuk perubahan tingkat kesadaran: kegelisahan, kebingungan, dan / atau
lekas marah dapat menjadi indikator awal kekurangan oksigen ke otak. lesu dan
mengantuk adalah tanda-tanda hipoksia yang terlambat
c. pantau pulsa oksimetri dan analisa gas darah jika perlu, catat perubahan: pulse
oximetry adalah alat yang berguna memantau saturasi oksigen dan cacat
perubahan awal dalam oksigenasi. peningkatan PCO2 dan penurunan PaO2
adalah tanda-tanda kegagalan pernapasan. saat kondisi pasien mulai gagal, laju
pernapasan menurun dan PaO2 mulai meningkat
d. posisisi pasien untuk pola pernapasan optimal, dengan posisi semi fowler atau
high fowler, kecuali dikontraindikasikan: posisi duduk memungkinkan perjalanan
diafragma dan paru-paru yang memadai serta ekspansi dada
e. nilai warna dan suhu kulit: warna pucat atau sianotik menunjukkan peningkatan
konsentrasi darah terdeoksigenasi dan menunjukkan bahwa pola pernapasan tidak
efektif untuk mempertahankan oksigenasi jaringan yang memadai. kulit yang
dingin dan pucat mungkin sekunder akibat respons kompensasi terhadap
hipoksemia.
2. Kerusakan integritas jaringan (Debora, 2011)
a. Kaji kulit dan keadaan luka (lokasi, ukuran, warna, bau, jumlah dan tipe cairan
luka): mengetahui sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan alat,
pemasangan, balutan
b. Berikan perawatan luka dengan teknik aseptik, balut luka dengan kasa kering dan
steril: untuk mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi
c. Anjurkan klien untuk memenuhi diit TKTPT(tinggi kalori tinggi protein): nutrisi
yang adekuat dapat mempercepat proses pemulihan(penumbuhan) jaringan.
d. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka: meminimalkan kerusaakan
jaringan kulit.
3. Resiko infeksi
a. menggunakan kebersihan tangan yang sesuai (mencuci tangan atau menggunakan
antiseptik berbasis alkohol). tindakan pencegahan pencegahan infeksi yang teliti
diperlukan untuk mencegah infeksi terkait perawatan kesehatan, dengan perhatian
khusus pada kebersihan tangan dan tindakan pencegahan standar (CDC, 2011).
mencuci tangan saat ini merupakan strategi yang direkomendasikan untuk
mengurangi penularan clostridium difficile. gel alkohol tidak aktif spora C
difficile (edmonds, dkk, 2014).
b. ikuti tindakan pencegahan standar dan kenakan sarung tangan selama kontak
dengan darah, selaput lendir, kulit tidak utuh, atau zat tubuh apa pun kecuali
keringat. gunakan googles dan gaun saat approriate. tindakan pencegahan standar
berlaku untuk semua klien. Anda harus mengasumsikan semua klien membawa
patogen yang ditularkan melalui darah (CDC, 2007). tangan petugas layanan
kesehatan adalah penyebab paling umum dari infeksi terkait perawatan kesehatan
(hass, 2014).
c. menerapkan kebersihan pernapasan / etiqutte batuk. menyediakan tindakan
kontrol (jaringan, masker) dan aksesibilitas ke bahan kebersihan tangan
mengurangi risiko o penularan penyakit pernapasan (CDC, 2007)
d. merekomendasikan penggunaan antibiotik yang bertanggung jawab, gunakan
antibiotik secara sprangly. penggunaan dan penyalahgunaan antibodi mengurangi
manfaat terapeutik mereka dan memfasilitasi pengembangan organisme yang
resisten berbagai obat dan meningkatkan biaya perawatan kesehatan.
penatalayanan antibiotik sangat penting dalam memulihkan resistensi bakteri saat
ini dan masa depan (Moody, dkk, 2012)
e. memastikan perawatan kebersihan yang sesuai dengan klien dengan mencuci
tangan, mandi, perawatan mulut dan rambut, kuku, dan perawatan perineum yang
dilakukan oleh perawat atau klien. mandi harian atau mandi dapat membantu
mengurangi jumlah bakteri pada kulit klien. rongga mulut adalah situs umum
untuk infeksi (coughlan & healy, 2008).

Anda mungkin juga menyukai