Anda di halaman 1dari 4

POTRET POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI HALAL DI INDONESIA

Mahardhika Cipta Raharja


Dosen Fakultas Ekonomi & Bisnis Islam IAIN Purwokerto

Memaknai ‘Halal’

Istilah halal menjadi sesuatu yang penting dibahas, terutama ketika dikaitkan dengan kelompok
masyarakat muslim, yaitu mereka yang menganut ajaran Islam sebagai agamanya. Konsep halal jika
merujuk pada Wikipedia diartikan dengan istilah ‘diperbolehkan’, atau secara naratif didefinsikan
sebagai segala objek dan kegiatan yang diizinkan untuk digunakan atau dilaksanakan, dalam konteks
agama Islam. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga yang memiliki otoritas terkait sertifikasi
halal di Indonesia, memaknai konsep halal secara lebih detil. Kata halal yang artinya ‘dibenarkan’,
selanjutnya memaknai konsep tersebut berdasarkan pada beberapa aspek, yaitu dari sisi kandungan
zat, proses, dan cara memperolehnya.

Pada umumnya konsep halal dikaitkan dengan perilaku mengkonsumsi makanan dan
minuman. Namun seiring berkembangnya aktivitas manusia, terutama dari sisi ekonomi, makna halal
juga dikaitkan dengan aspek lain dalam aktivitas manusia di bidang ekonomi seperti transaksi
keuangan, penggunaan kosmetik, obat/farmasi, memilih hiburan/media, fashion, hotel, jasa perjalanan,
hingga destinasi wisata. Beberapa perkembangan tersebut terjadi terutama pada wilayah/kawasan
dengan dominasi masyarakat beragama Islam di dalamnya. Fokus kajian dan pembahasan terkait
konsep halal makin berkembang, tidak hanya dibatasi pada level produk saja namun sudah
berkembang hingga level industri, yaitu dengan berkembangnya istilah industri halal.

Tren Industri Halal di Dunia

Berkembangnya industri halal tidak lepas dari adanya peningkatan kesadaran akan gaya hidup
halal di kalangan umat muslim. Terlebih melihat pertumbuhan populasi umat muslim yang diprediksi
akan mengalami peningkatan pertumbuhan ke depannya. Merujuk pada publikasi The Future of World
Religions & PEW Research Center, pada tahun 2010 jumlah penganut agama Islam di dunia telah
mencapai prosentase sebesar 23,2% dari populasi dunia. Angka tersebut diprediksi akan mengalami
peningkatan menjadi 29,7% pada tahun 2050. Kondisi tersebut menjadi peluang menarik bagi para
pelaku bisnis untuk menggarap segmen pasar industri halal di tingkat global.

Perkembangan industri halal di dunia saat ini didominasi oleh negara-negara dengan mayoritas
penduduk muslim. Menurut Global Islamic Economic Report, nilai ekonomi industri halal dunia pada
tahun 2015 mencapai 1,8 triliun dolar AS, dan diprediksi akan mencapai angka 2,6 triliun dolar AS pada

1
2020. Dominasi terbesar saat ini dipegang oleh negara Malaysia. Disusul kemudian oleh negara Emirat
Arab, Bahrain, Saudi Arabia, Pakistan, Oman, Kuwait, Qatar, dan Jordan. Selain di negara-negara
mayoritas Islam, negara-negara minoritas Islam seperti Thailand, Korea Selatan, Rusia, Meksiko,
Jepang, dan Spanyol telah memiliki kegiatan industri halal di negaranya. Hal ini disebabkan karena
banyaknya konferensi dan seminar tentang industri berbasis halal yang ada di negara-negara tersebut.

Industri Halal di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, dengan
jumlah penduduk 85,2% atau sebanyak 200 juta jiwa dari total penduduk Indonesia yang mencapai 235
juta jiwa. Menurut IBEC-FEBUI, angka tersebut setara dengan jumlah muslim di enam negara Islam
lain, yaitu Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Malaysia, dan Turki. Namun, jika dilihat secara
nilai ekonominya, industri halal Indonesia masih menempati posisi ke-10 dunia. Padahal, jika
digerakkan dengan baik Indonesia sangat berpotensi sebagai peringkat pertama dalam pasar industri
halal dunia.

Dilihat pada tataran empiris, geliat industri halal di Indonesia masih sangat terbuka lebar
potensinya. Jika menelusur sejarah perkembangannya, pionir industri halal di Indonesia dimotori dari
perkembangan yang terjadi di sektor keuangan, yaitu dengan berkembangnya industri keuangan
syariah khususnya perbankan. Pada tahun 1992 berdiri bank umum syariah pertama di Indonesia yang
dimotori oleh pemerintah melalui MUI. Hal tersebut menjadi tonggak perkembangan penerapan sistem
ekonomi dan keuangan syariah secara luas, khususnya dalam sistem keuangan nasional. Tidak hanya
pada sektor perbankan, perkembangan yang ada terjadi pada sistem keuangan halal nasional secara
umum yang meliputi pasar modal, reksadana, asuransi, koperasi, BMT, dan lembaga keuangan mikro
lainnya termasuk bidang keuangan sosial seperti zakat, infaq, shodaqoh, dan wakaf (ZISWAF).

Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, sampai dengan April 2018, total aset
perbankan syariah mencapai angka Rp.435 triliun atau 5,79% dari total aset industri perbankan
nasional. Sementara itu, aset industri asuransi syariah mencapai angka Rp.42 triliun atau 5,89% dari
total aset asuransi nasional. Pada periode yang sama, nilai kapitalisasi saham yang tergolong efek
syariah tercatat sebesar Rp.3.428 triliun atau 52,5% dari total kapitalisasi saham yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia (BEI). Sementara itu, nilai outstanding Sukuk Negara mencapai Rp600 trilliun atau 17%
dibandingkan total outstanding Surat Berharga Negara (SBN). Di lain sisi, untuk bidang ZISWAF,
menurut data dari Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menunjukkan potensi
zakat di Indonesia mencapai nilai Rp.217 triliun per tahun. Namun, saat ini yang terkumpul baru sekitar
0,2% atau Rp.6 triliun per tahun. Begitu pula halnya dengan wakaf, di mana berdasarkan data Badan

2
Wakaf Indonesia (BWI), hingga Maret 2016 luas tanah wakaf mencapai 4,36 miliar meter persegi yang
tersebar di 435.768 lokasi. Tanah tersebut dapat dikembangkan secara lebih produktif khususnya
untuk kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong pada peningkatan kualitas ekonomi masyarakat.
Selain itu, terdapat potensi wakaf dalam bentuk tunai (uang) berkisar pada angka Rp.2-3 triliun per
tahun.

Beralih dari perkembangan di sektor keuangan, selanjutnya dapat dipotret bagaimana


perkembangan sektor industri halal lainnya yang ada di Indonesia, seperti industri fashion, makanan &
minuman, jasa perjalanan, media & hiburan, kosmetik, obat/farmasi, hotel, hingga destinasi wisata.
Namun perkembangan yang terjadi hingga saat ini pada industri halal tersebut belum memperlihatkan
hasil yang maksimal. Masih terdapat potensi yang sangat besar untuk digarap oleh para pengusaha di
bidang industri halal. Hal yang mungkin membuat miris, yaitu ketika melihat realita bahwa ternyata
Indonesia masih hanya menjadi tujuan pasar produk-produk halal dari luar negeri dan belum mampu
menjadi pemain penting dalam industri halal ini secara keseluruhan.

Melihat potensi utama yang sebenarnya dimiliki Indonesia, merujuk pada data dari Halal
Lifestyle Center, sektor wisata halal merupakan sektor yang akan memberikan kontribusi cukup besar
dalam pertumbuhan industri halal di Indoensia. Hal ini karena keberadaan wisata halal dapat
mencakup sektor halal lainnya seperti lokasi wisata, makanan, jasa perjalanan, hotel, dan sektor riil
lainnya. Berdasarkan data laporan Global Islamic Economy Summit , belanja wisata halal tercatat
mencapai turn over 184 miliar dolar AS pada tahun 2017. Nilai tersebut terutama bersumber dari
negara-negara Gulf Cooperation Council (GCC) yang jumlahnya relatif sedikit tetapi mempunyai rata-
rata spending sampai dengan 5.000 dolar AS per kunjungan. Selanjutnya, dilihat secara prediksi, pada
tahun 2023 diperkirakan market share dari sektor wisata halal akan mencapai angka 177 triliun dolar
AS.

Di lain sisi, pada sektor makanan dan minuman merupakan sektor industri halal dengan
potensi terbesar yang saat ini ada di Indonesia. Menurut data, tercatat pada tahun 2017 nilai belanja
dari sektor makanan & minuman halal Indonesia mencapai nominal 170,2 miliar dolar AS. Potensi
besar di sektor makanan & minuman halal akan terus berkembang ke depannya mengingat kebutuhan
makanan & minuman merupakan kebutuhan primer yang selalu dicari masyarakat setiap harinya.
Terlebih dengan adanya isu kesehatan yang terus berkambang, hal tersebut akan menciptakan
perubahan menuju gaya hidup sehat bagi masyarakat dan secara tidak langsung akan ikut
meningkatkan pula minat masyarakat pada konsumsi produk makanan & minuman halal.

3
Sektor lain yang juga sangat potensial di Indonesia terkait industri halal adalah bidang fashion.
Munculnya banyak desainer fashion hijab tidak hanya mengembangkan pasar fashion halal di
Indonesia, namun juga mampu memberikan perhatian pada pasar global. Berdasarkan data dari
Kementerian Perindustrian, sekitar 30% dari pelaku industri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) adalah bergerak di bidang fashion muslim. Di sisi lain, dari sekitar 120 juta penduduk
perempuan Indonesia, sekitar 30% atau 40 juta penduduk perempuan menggunakan pakaian
muslimah. Angka yang masuk dalam kategori besar itu akan sangat potensial jika dapat dikelola
dengan baik oleh para pelaku bisnis di bidang fashion halal.

Sektor lain yang juga sudah mulai digarap potensinya adalah di bidang kosmetik, layanan
kesehatan, layanan pendidikan, jasa perjalanan, hiburan, dan farmasi/obat-obatan, meskipun secara
nominal besarannya masih belum dapat dikatakan besar. Dari sisi kosmetik, sudah mulai banyak
bermunculan produk yang mengikuti jejak merek Wardah dengan halal branding-nya. Pada layanan
kesehatan sudah ada rumah sakit Islam berstandar syariah, meskipun baru satu yaitu RS Islam Sultan
Agung di Semarang yang dijadikan sebaga pilot porject rumah sakit Islam bertandar syariah di
Indonesia. Pada bidang layanan pendidikan juga sudah mulai berkembangn sekolah-sekolah atau
lembaga pendidikan swasta yang menawarkan model pendidikan halal berkonsep sekolah modern
Islam. Pada sektor jasa perjalanan halal, potensi yang sudah berkembang cukup masif baru berada
pada tataran layanan perjalanan ibadah umroh dan haji. Pada layanan perjalanan halal domestik belum
terlihat fokus perkembangan yang berarti. Pada bidang hiburan cukup banyak label halal yang
ditawarkan oleh produsen, baik dalam kategori film atau pun musik religi. Adanya media sosial berbasis
internet makin memudahkan dalam penyebaran konten-konten film ataun pun musik religi tersebut.
Terakhir pada bidang farmasi/obat-obatan, juga mulai berkembang produk halal dengan label produk
herbal, baik produksi dalam negeri maupun impor dari negara lain seperti Malaysia, sebagai alternatif
yang dapat dipilih konsumen ketika membutuhkan solusi kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai