Anda di halaman 1dari 2

Ekonomi Islam Dalam Tatanan Budaya Kejawen

Azizur Rohman

Orang Jawa memiliki sebuah kosmologi yang disebut dengan kepercayaan


kejawen. Secara balaghah kata "kejawen" berasal dari kata "Jawa", sehingga
dapat diartikan segala sesuatu yang berkenaan dengan Jawa, seperti adat dan
kepercayaan. Lalu ketika Islam masuk, membawa banyak perubahan, termasuk
sistem perekonomian. Budaya yang ada tidak lantas dibuang, namun sedikit demi
sedikit diakulturasikan dengan ajaran Islam. Olehnya dalam teori ekonomi, hal ini
sangat efektif untuk memperbaiki suatu tatanan. Lalu bagaimana sistem ekonomi
Islam mampu masuk dan terrserap ke dalam tatanan budaya Jawa yang sudah
mengakar pada sosiologi ekonominya?
Dalam budaya Jawa terdapat pitutur luhur yang sangat sinkron dengan
maqashid asy syari’ah (Abu Ishaq Asy Syathibi: W 790 H/1388 M) dalam
mekanisme ekonomi berbasis Islam. Di antaranya mengenai tindakan atau motif
ekonomi, adalah untuk untuk memenuhi kebutuhan individu. Apabila kebutuhan
individu sudah terpenuhi, maka kita bisa lolos dari tahap awal fragmen ekonomi.
Individu, mencukupi dirinya dengan berbagai cara yang bisa ia tempuh seperti
bercocok tanam, berburu, maupun berdagang. Dalam pemenuhan kebutuhannya,
kita tidak boleh menjadi dzolimun linafsih atau merugikan diri sendiri,
sepantasnya sebagai insan beragama untuk menjauhi tabiat-tabiat haram dalam
mencukupi keperluan diri, atau dalam istilah Jawa prinsip-prinsip tersebut dikenal
dengan istilah Memayu Hayuning Pribadhi atau rahmat bagi diri sendiri.
Sementara itu, bagi individu yang telah mapan dan berkecukupan, dituntut
berusaha untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Bisa melalui bisnis
kekeluargaan, seperti koperasi maupun home industry lainnya. Hal ini tentu
sepadan dengan istilah Memayu Hayuning Kaluwarga atau rahmat bagi keluarga.
Islam, selalu mengajarkan prinsip tolong menolong. Fakta ini dikuatkan
dengan adanya hadits yang menyatakan tangan di atas lebih baik daripada tangan
di bawah. Bahwa berbagi lebih baik daripada menerima. Konsep ini kemudian
dirangkum menjadi sebuah tujuan dari adanya sistem ekonomi Islam yakni profit
and non profit oriented. Dalam falsafah Jawa, mind set demikian selaras dengan
Memayu Hayuning Sasama atau rahmat bagi sesama manusia.
Setelah manusia melakukan segala tindak upaya untuk memenuhi
kebutuhannya, pasti berpengaruh terhadap keberlangsungan kehidupan alam
semesta; tanaman akan jarang, mata air berkurang, bahan pangan mengalami
kelangkaan. Maka diperlukan treatment secara continue agar keseimbangan alam
tetap ada. Agar nantinya alam mampu menjamin kehidupan, baik hari ini, esok,
maupun yang akan datang bagi anak cucu kita. Perilaku hidup bersih seperti
membuang sampah pada tempatnya, penanaman pohon, merawat hutan, dan
segala upaya pemeliharaan lingkungan sangat amat diperlukan untuk menjada
balancing antara tindakan ekonomi dan ketersediaan bahan penunjangnya, hal ini
kemudian sejalan dengan prinsip Memayu Hayuning Bhuwana atau rahmat bagi
alam semesta, tidak lain tidak bukan, agar segala tindak tanduk ekonomi Islam
dapat menjamin kasih sayang terhadap alam semesta dan seisinya.

Anda mungkin juga menyukai