Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Pengetahuan Kesehatan Reproduksi

1. Batasan tentang pengetahuan Kesehatan reproduksi

Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental,

sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistim, fungsi-fungsi

dan proses reproduksi (cholil,1996)

Kesehatan reproduksi menurut Depkes RI adalah suatu keadaan

sehat, secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kedudukan sosial yang

berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi, dan pemikiran

Kesehatan reproduksi bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit,

melainkan juga bagaimana seseorang dapat memiliki seksual yang aman dan

memuaskan sebelum dan sesudah menikah (Nugroho,2010)

Kesehatan reproduksi menurut Kemenkes RI (2015) adalah keadaan

sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas

dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan system, fungsi dan

proses reproduksi.
Guna mencapai kesejahteraan yang berhubungan dengan fungsi dan

proses system reproduksi, maka setiap orang perlu mengenal dan memahami

tentang hak-hak reproduksi berikut ini.

1. Hak untuk hidup

2. Hak mendapatkan kebebasan dan keamanan

3. Hak atas kesetaraan dan terbebas dari segala bentuk diskriminasi

4. Hak privasi

5. Hak kebebasan berpikir

6. Hak atas informasi dan edukasi

7. Hak memilih untuk menikah atau tidak, serta untuk membentuk dan

merencanakan sebuah keluarga

8. Hak untuk memutuskan apakah ingin dan kapan mempunyai anak

9. Hak atas pelayanan dan proteksi Kesehatan

10. Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan

11. Hak atas kebebasan berserikat dan berpartisipasi dalam arena politik

12. Hak untuk terbebas dari kesakitan dan kesalahan pengobatan (Kemenkes

RI, 2010).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kesehatan reproduksi

Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang

dapat berdampak buruk bagi Kesehatan reproduksi (Taufan,2010) yaitu:

a. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat

pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan

seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil);
b. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang

berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak

banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan

anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb);

c. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi

karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap

pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb);

d. . Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca

penyakit menular seksual, dsb)

3. Ruang lingkup Kesehatan reproduksi

Secara garis besar ruang lingkup Kesehatan reproduksi (BKKBN,2011)

meliputi:

a. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir

b. Kesehatan reproduksi remaja

c. Pencegahan dan penanggulangan pada penyimpangan seksual dan

napza yang dapat berakibat pada HIV/AIDS

d. Kesehatan reproduski pada usia lanjut

Uraian ruang lingkup kesehatan reproduksi remaja berdasarkan pada

pendekatan siklus kehidupan, yakni memperhatikan kekhususan kebutuhan

penanganan sistem reproduksi pada setiap fase kehidupan, serta

kesinambungan antar fase kehidupan tersebut. Ini dikarenakan masalah


kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat diperkirakan, maka

apabila tidak ditangani dengan baik maka akan berakibat buruk bagi masa

kehidupan selanjutnya Salah satu ruang lingkup kesehatan reproduksi dalam

siklus kehidupan adalah kesehatan reproduksi remaja. Tujuan dari program

kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja agar memahami

kesehatan reproduksi, sehingga remaja memiliki sikap danperilaku sehat serta

bertanggung jawab kaitannya dengan masalah kehidupan reproduksi (Widyastuti

dkk., 2012).

B. Tinjauan Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja di Daerah

Pedesaan

1. Batasan Kesehatan reproduksi remaja di daerah pedesaan

Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang

menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh

remaja.  Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit

atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial

kultural.

Definisi mengenai remaja ternyata mempunyai beberapa versi

sesuai dengan karakteristik biologis ataupun sesuai dengan kebutuhan

penggolongannya. Pada umumnya remaja didefinisikan sebagai

masaperalihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia


remaja menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) adalah 12 sampai

24 tahun. Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia

tergolong dalam dewasa atau bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia sudah

bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri),

maka dimasukkan ke dalam kelompok remaja.

Masa remaja merupakan peralihan masa kanak-kanak menjadi

dewasa yang melibatkan perubahan berbagai aspek seperti biologis,

psikologis, dan sosial-budaya. WHO mendefinisikan remaja sebagai

perkembangan dari saat timbulnya tanda seks sekunder hingga tercapainya

maturasi seksual dan reproduksi, suatu proses pencapaian mental dan

identitas dewasa, serta peralihan dari ketergantungan sosioekonomi menjadi

mandiri. Secara biologis, saat seorang anak mengalami pubertas dianggap

sebagai indikator awal masa remaja. Namun karena tidak adanya petanda

biologis yang berarti untuk menandai berakhirnya masa remaja, maka faktor-

faktor sosial, seperti pernikahan, biasanya digunakan sebagai petanda untuk

memasuki masa dewasa.

Rentang usia remaja bervariasi bergantung pada budaya dan tujuan

penggunaannya. Di Indonesia berbagai studi pada kesehatan reproduksi

remaja mendefinisikan remaja sebagai orang muda berusia 15-24 tahun.

Sedangkan menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) remaja berusia 10-24 tahun. Sementara Departemen Kesehatan

dalam program kerjanya menjelaskan bahwa remaja adalah usia 10-19 tahun.

Di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat menganggap remaja adalah


mereka yang belum menikah dan berusia antara 13-16 tahun, atau mereka

yang bersekolah di sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah

menengah atas (SMA).

2. Pengaruh Kesehatan reproduksi remaja dengan daerah pedesaan

Permasalahan yang dihadapi perempuan pedesaan dalam mengakses

informasi kesehatan reproduksi adalah faktor geografis, patriarkis dan budaya hal

tersebut mempengaruhi desiminasi dan aksesibilitas informasi kesehatan reproduksi

dan yang paling tidak memadai adalah saluran informasi dari pemerintah yang

sangat terbatas.

Masalah lain yang terjadi pada perempuan pedesaan adalah Pendidikan,

akses ke media massa, akses ke pelayanan umum yang ada di desa dan

perlindungan kesehatan yang tidak cukup untuk perempuan dalam mencapai hak

reproduksinya

. Permasalahan pendidikan dan rendahnya akses ke media massa menjadi

hambatan para perempuan di pedesaan untuk mencari tahu berbagai informasi

terutama yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya. Padahal berbagai

macam penyakit yang berhubungan dengan organ reproduksi mulai dari penyakit

kelamin; sipilis, gonorhu, polip, tumor, kanker, keputihan dan lainnya hinggapenyakit

yang belum diketemukan obatnya yaitu penyakit HIV/AIDSsangat rentan bisa saja

mengenai mereka

Pengetahuan tentang organ reproduksi sangat penting tidak saja bagi para ibu

yang telah menikah melainkan juga bagi para remaja. Terlebih di pedesaan remaja
Perempuan rata-rata menikah di usia muda. Pengetahuan tentang penyakit-penyakit

dan pencegahan yang berhubungan dengan proses dan organ reproduksi perlu

didapatkan melalui saluran informasi yang mudah dan cukup untuk kebutuhan

mereka

Anda mungkin juga menyukai