Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan

Pada dasarnya kepemimpinan merupakan salah satu fungsi manajemen

yang strategis, karna kepemimpinan dapat menggerakkan, memberdayakan,

dan menggarahkan sumber daya secara efektif dan efisien kearah

pencapaian tujuan. Keberadaan kepemimpinan menjadi lebih penting untuk

mengembangkan visi dan misi organisasi masa depan.

Kepemimpinan (Leadership) adalah salah satu faktor organisasi, atau

sebagai salah satu fungsi manajemen, oleh karna itu merupakan masalah

yang sentral dan stategis. Dalam hal ini Ralph Currier Davis

mengemukakan; “Organization is any group of individual that is work

toward zone common end under leadership” (Organisasi adalah suatu

kelompok orang yang sedang bekerja kearah tujuan bersama dibawah

kepemimpinan).

Dalam aspek kehidupan, kepemimpinan mempunyai peran yang sangat

penting dan strategis. Dalam hal ini Courtois berpendapat bahwa;

“Kelompok tanpa pemimpin seperti tubuh tanpa kepala, mudah menjadi

sesat, panik, kacau, dan anarki”.

Gaya kepemimpinan (Leadership behavior/style) dimaksudkan sebagai

perilaku atau tindakan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas-tugas

pekerjaan manajerial, yang dibedakan sebagai berikut :


1. Gaya berorientasi pada tugas (Task oriented), yang cenderung gaya

otoriter.

2. Gaya berorientasi pada orang (People oriented), yang cenderung

sebagai gaya demokratis.

3. Gaya berorientasi pada kombinasi keduanya (Tugas dan orang), yang

cenderung gaya moderat. (Soekarso dan Iskandar Putong, 2015)

2.1.1 Peranan Kepemimpinan

Setiap organisasi yang memerlukan kerjasama antar manusia dan

menyadari bahwa masalah manusia yang utama adalah masalah

kepemimpinan. Kita melihat perkembangan dari kepemimpinan pra ilmiah

kepada kepemimpinan yang ilmiah. Dalam tingkatan ilmiah kepemimpinan

itu disandarkan kepada pengalaman intuisi, dan kecakapan praktis.

Kepemimpinan itu dipandang sebagai pembawaan seseorang sebagai

anugerah Tuhan. Karena itu dicarilah orang yang mempunyai sifat-sifat

istimewa yang dipandang sebagai syarat suksesnya seorang pemimpin.

Dalam tingkatan ilmiyah kepemimpinan dipandang sebagai suatu fungsi,

bukan sebagai kedudukan atau pembawaan pribadi seseorang. Maka

diadakanlah suatu analisis tentang unsur-unsur dan fungsi yang dapat

menjelaskan kepada kita, syarat-syarat apa yang diperlukan agar pemimpin

dapat bekerja secara efektif dalam situasi yang berbeda-beda. Pandangan

baru ini membawa pembahasan besar, cara bekerja dan sikap seorang

pemimpin yang dipelajari, konsepsi baru tentang kepemimpinan melahirkan

peranan baru yang harus dimainkan oleh seorang pemimpin, titik berat
beralihkan dari pemimpin sebagai orang yang membuat rencana, berfikir

dan mengambil tanggung jawab untuk kelompok serta memberikan arah

kepada orang-orang lain. Kepada anggapan, bahwa pemimpin itu pada

tingkatan pertama adalah pelatih dan koordinator bagi kelompoknya. Fungsi

yang utama adalah membantu kelompok untuk belajar memutuskan dan

bekerja secara lebih efisien dalam peranannya sebagai pelatih seorang

pemimpin dapat memberikan bantuan-bantuan yang khas. Yaitu:

1. Pemimpin membantu akan terciptanya suatu iklim sosial yang baik.

2. Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur-prosedur

kerja.

3. Pemimpim membantu kelompok untuk mengorganisasi diri.

4. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengambil keputusan sama dengan

kelompok.

5. Pemimpin memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari

pengalaman.

2.1.2 Teori Pemimpin dan Kepemimpinan

Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan

kepemimpinan. Pemimpin harus ada demi tercapainya kesuksesan dan

efisiensi kerja. Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk

memberikan penjelasan dan interprestasi mengenai pemimpin dan

kepemimpinan.

Kepemimpinan muncul bersama-sama dengan adanya peradaban

manusia, yaitu sejak zaman nabi-nabi dan nenek moyang manusia. Mereka
berkumpul bersama, lalu bekerja bersama–sama untuk memepertahankan

eksistensi hidupnya, menantang kebuasan binatang dan alam disekitarnya.

Pada saat itu pribadi yang ditunjuk sebagai pemimpin adalah orang-orang

yang paling kuat, paling cerdas dan paling berani.

Menurut (Kartono, 2002), Ada 3 teori yang menonjol dalam menjelaskan

kemunculan pemimpin yaitu :

1. Teori Genetis, yang menyatakan sebagai berikut :

Pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi lahir menjadi pemimpin oleh

bakat-bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya. Dia ditakdirkan lahir

menjadi seorang pemimpin dalam situasi dan kondisi apapun dan

dimanapun.

2. Teori Sosial, yang menyatakan sebagai berikut :

Pemimpin harus disiapkan, dididik dan dibentuk serta tidak dilahirkan

begitu saja. Setiap orang bisa jadi pemimpin melalui usaha dan

pendidikan, serta didorong oleh kemampuan sendiri.

3. Teori ekologis atau sinteris, yang menyatakan sebagai berikut :

Seseorang akan sukses menjadi pemimpin, bila sejak lahirnya dia telah

memiliki bakat-bakat kepemimpinan dan bakat–bakat ini sempat

dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan.

Beberapa definisi mengenai kepemimpinan menurut beberapa ahli adalah

sebagai berikut :

1. W. G. Bennis mengenai kepemimpinan berkata sebagai berikut “The

process by which an agent induces a subordinate to behave in a


desired manner” (Proses dengan mana seorang agen menyebabkan

bawahan bertingkah laku menurut cara tertentu).

2. Ordeway Tead dalam bukunya The Art Of Leadership menyatakan

bahwa “Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang–orang

agar mereka mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang

diinginkan.”

3. George R. Terry dalam bukunya Princile Of Management berkata

bahwa “Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang–orang

agar mereka suka berusaha mencapai tujuan–tujuan kelompok.”

4. Howart H. Hoyt dalam bukunya Aspek Of Modera Public

Administration menyatakan “Kepemimpinan adalah seni untuk

mempangaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing

orang.”

Dari definisi diatas dapat kita baca, bahwa pada kepemimpinan terdapat

unsur-unsur :

1. Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, bawahan atau

kelompok.

2. Kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain.

3. Untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.

Kepemimpinan juga mengandung pengertian bahwa aktifitas memimpin

meliputi suatu hubungan dari seseorang yang mempengaruhi orang lain agar

mereka mau bekerja kearah pencapaian dan sasaran tertentu.


2.1.3 Macam–macam Karakteristik Pemimpin

Menurut (A.Dale Timpe, 2002), dalam bukunya mengklasifikasikan gaya

atau karakteristik pemimpin menjadi 6 karakter diantaranya :

1. Otokratis : Mengeluarkan perintah, memberi tahu bawahan apa yang

harus dikerjakan.

2. Birokratis : Mengembangkan dan memberlakukan peraturan untuk

mengendalikan semua perilaku dan situasi.

3. Diplomasi : Membujuk dan memotifasi bawahan. Menjual gagasan pada

mereka agar mendapatkan pesanan.

4. Konsultatif : Mengundang gagasan dari berkonsultasi dengan bawahan

sebelum mengambil keputusan akhir.

5. Demokratis : Membicarakan keputusan dengan bawahan dengan maksud

mencari consensus atau pandangan mayoritas.

6. Kendali Bebas : Menetapkan sasaran bagi bawahan, kemudian

memberikan kebebasan sebanyak mungkin kepada mereka.

Masing–masing gaya pemimpin tersebut diatas sudah barang tentu

memiliki karakteristik tertentu yang membedakan satu karakteristik dari

karakteristik yang lain. Banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk

menganalisis berbagai karakter yang dimiliki tiap–tiap karakteristik ialah

dengan melakukan kategorisasi dari berbagai karakter itu berdasarkan :

1. Persepsi seorang staf/karyawan tentang peranannya pimpinan.

2. Nilai–nilai yang dianut.

3. Sikap dalam mengemudikan jalannya organisasi.


Berdasarkan mengenai gaya sesungguhnya berbicara mengenai

“modalitas” dalam kepemimpinan. Modalitas berarti mendalami cara-cara

yang disenangi dan digunakan oleh seseorang sebagai wahana untuk

menjalankan kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan sesorang akan identik

dengan karakteristik kepemimpinan orang yang bersangkutan. Artinya,

untuk kepentingan pembahasan, istilah karakteristik dan gaya dapat

dipandang sebagai sinonim.

2.1.4 Kepemimpinan dan Produktivitas

Menurut (A.Dale Timpe, 2002), dalam literaturnya mengklasifikasikan

pemimpin menjadi 6 (enam) klasifikasi : Otkratis, Birokratis, Diplomatis,

Konsultatif, Demokratis, dan Kendali Bebas. Seorang pemimpin yang

efektif harus memperhatikan dengan baik orang maupun produksi.

Menciptakan iklim dimana orang dapat bekerjasama untuk mendapatkan

hasil yang bermutu.

Pekerjaan pemimpin adalah memobilisasi kekuatan mental dan sosial

dari individu agar para bawahan termotivasi untuk bekerja sama dengan

penuh pengertian dan kepercayaan, menuju sasaran bersama yaitu

produktivitas. Unsur vital dalam produktivitas yaitu efisiensi dan efektivitas.

Produktivitas sangat peka terhadap daya saing, tingkat inflasi dan standar

kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pemimpin cenderung akan menjadi

pusat perhatian oleh banyak kalangan (oleh para ekonomi, para manajer

baik tingkat pemerintah maupun swasta).


2.2 Produktivitas

Menurut (Ervianto, 2004) Dalam bukunya Teori Aplikasi Manajemen

Proyek Konstruksi mengatakan bahwa produktivitas didefinisikan sebagai

rasio antara ouput dan input, atau rasio antara hasil produk dengan total

sumber daya yang digunakan.

Selain itu beliau juga mengungkapkan dalam jurnal yang berjudul

pengukuran Produktivitas kelompok pekerja bangunan dalam proyek

konstruksi “2008”, pengertian produktivitas tersebut biasanya dihubungkan

dengan produktivitas pekerja dan dapat dijabarkan sebagai perbandingan

antara hasil kerja dan jam kerja.

2.2.1 Siklus Produktivitas

Menurut (David J. Sumath) memperkenalkan siklus produktivitas yang

terdiri dari 4 (empat) tahap kegiatan berturut-turut yang saling

berhubungan yaitu:

1. Pengukuran Produktivitas

2. Evaluasi Produktivitas

3. Perencanaan Produktivitas

4. Peningkatan Produktivitas

Keempat unsur diatas merupakan suatu siklus yang harus dilakukan

berkesinambungan dan berulang guna mendapatkan hasil yang optimal.

Secara skematis dapat dilihat pada gambar dibawah ini :


Pengukuran
Produktivitas

Peningkatan Evaluasi
Produktivitas Produktivitas

Perencanaan
Produktivitas

Gambar 2.1 Model Siklus Produktivitas

Sumber : David J. Sumath,”MEPI” (Measurement, Evaluation, Planning,


Improvement).

Konsep tersebut menunjukan bahwa dalam program peningkatan

produktivitas harus didahului dengan pengukuran produktivitas. Setelah

tingkat produktivitas diketahui maka harus mengevaluasi atau

membandingkan yang ada sekarang dengan rencana yang telah

ditetapakan sebelumnya. Berdasarkan hasil evaluasi ini direncanakan

sasaran tingkat produktivitas baik dalam jangka pendek maupun dalam

jangka panjang. Untuk mencapai target tersebut peningkatan

produktivitas haruslah dilakukan secara berkesinambungan dan

bertahap.

Untuk mengetahui seberapa jauh perbaikan tersebut ada hasilnya,

maka pengukuran produktivitas harus dilakukan kembali. Dijalankan

keempat tahap dalam siklus produktivitas itu sangat penting dilakukan,

karena siklus tersebut menunjukan adanya suatu kegiatan yang saling

berkesinambungan dan saling melibatkan seluruh operasi dari kegiatan

perusahaan.
Keempat kegiatan tersebut sudah menjadi dasar industri dalam

melakukan peningkatan produktivitas. Siklus produktivitas digunakan

sebagai dasar perbaikan masalah produksi terutama pada skala industri.

Beberapa permasalahan yang menyebabkan penurunan produktivitas

perusahaan adalah:

1. Tidak ada evaluasi produktivitas

2. Keterlambatan pengambilan keputusan oleh manajemen

3. Motivasi rendah dalam pekerjaan.

4. Perusahaan tidak mampu berkompetisi dan beradaptasi pada kemajuan

teknologi dan informasi.

Upaya peningkatan produktivitas membutuhkan beberapa indikator

sebagai evaluasi. Salah satu diantaranya adalah metode Overall Equipment

Effectiveness. Sementara identifikasi permasalahan dapat dilakukan dengan

pendekatan lean production.

Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata

maupun fisik (Barang atau jasa). Misalnya saja, “produktivitas adalah

ukuran efisiens produktif. Suatu perbandingan antara hasil keseluruhan dan

masuk atau output input. Masukan sering dibatasi dengan masukan tenaga

kerja, sedangkan keseluruhan diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai.

L. Groemberg mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan antar

totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukkan selama

periode tersebut. Dalam doktrin pada konfrensi (Oslo, 1984), tercantum

definisi umum produktivitas semesta, yaitu ;


“Produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal yang

bertujuan untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih

banyak manusia, dengan menggunakan sumber-sumber riil yang makin

sedikit.”

Produktivitas adalah suatu pendekatan interdisipliner untuk menentukan

tujuan yang efektif, pembuatan rencana, aplikasi penggunaan cara yang

produktivitas untuk menggunakan sumber daya-sumber daya secara efisien,

dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi.

2.2.2 Produktivitas Dalam Perusahaan Atau Organisasi.

Perubahan–perubahan pada lingkungan organisasi atau perusahaan tidak

akan pernah surut dan bahkan selalu muncul dalam berbagai keragaman.

Proses adaptasi terhadap bentuk–bentuk perubahan itu dengan sendirinya

tidak bisa dihindari dan perlahan terus meningkat.

Tindakan perbaikan bisa berupa restrukturisasi untuk mencapai

rasionalisasi teknis secara optimal ataupun berupa tindakan–tindakan lain

yang disesuaikan dengan sifat perubahan dari lingkungan organisasi atau

perusahaan. Tindakan restrukturisasi selain mengacu kepada sasaran vital

organisasi atau perusahaan yang tanggung jawab terhadap alokasi

penggunaan sumber daya dan faktor-faktor lain, modifikasi yang perlu

dilakukan baik terhadap karakteristik organisasi atau perusahaan,

karakteristik kerja maupun karakteristik individu.

Dalam suatu organisasi atau perusahaan terdapat variabel–variabel

determinan produktivitas yang dapat dimodifikasi dan dikembangkan untuk


menciptakan kultur kerja produktif. Variabel–variabel determinan

produktivitas dalam organisasi atau perusahaan tersebut adalah :

1. Lingkungan

Kondisi lingkungan yang bersifat eksternal merupakan salah satu

variabel penentu produktivitas dalam organisasi atau perusahaan. Kondisi

lingkungan eksternal ini tidak dapat dikendalikan oleh organisasi atau

perusahaan yang cederung mempengaruhi satu atau lebih perusahaan.

Variabel–variabel penentu produktivitas dalam organisasi atau

perusahaan yang pada umumnya dapat dikendalikan oleh organisasi atau

perusahaan, seperti misalnya : karakteristik organisasi atau perusahaan,

karakteristik kerja dan karakteristik individu.

2. Karakteristik organisasi atau perusahaan

Banyak bukti yang menunjukkan bahwa secara logis praktek–praktek

organisasi atau perusahaan yang mempengaruhi individu–individu, pola

tingkah laku kerja, pelaksanaan tugas dan efektivitas organisasi atau

perusahaan tidak selalu mempunyai efek yang sama.

Ada 7 (tujuh) praktek–praktek organisasi atau perusahaan yang

sebagian dianggap mempengaruhi produktivitas, yaitu :

1. Sistem upah untuk memperbaiki motivasi kerja dan pelaksanaan

tugas.

2. Penetapan tujuan untuk menambahkan motivasi kerja dan

meningkatkan performansi.
3. Program manajement by objective (mbo) untuk menjelaskan dan

membuat sedemikian rupa agar tujuan–tujuan individu sejalan

dengan tujuan–tujuan organisasi atau perusahaan, sehingga

diharapkan dapat memperbaiki perencanaan kerja dan menambah

motivasi dalam melaksanakan tugas.

4. Berbagai prosedur seleksi untuk mencari kemungkinan-

kemungkinan apakah menyewa individu–individu yang berbakat,

berpengalaman dan lebih berkemampuan untuk mengerjakan

tugas–tugas yang relevan dengan tujuan organisasi atau

perusahaan.

5. Program latihan dan pengalaman untuk meningkatkan pengetahuan

dan skill para pegawai, sehingga mereka dapat berfungsi lebih

efektif.

6. Pengertian kepemimpinan atau program–program latihan untuk

memperbaiki efektivitas manajerial.

7. Mengubah struktur organisasi untuk memperbaiki efektivitas

organisasi atau perusahaan.

3. Karakteristik kerja

Faktor–faktor lain yang sebagian besar dapat dikendalikan oleh

manajemen dan dapat mempengaruhi produktivitas dalam organisasi atau

perusahaan adalah tugas.

Pelaksanaan tugas yang relevan dengan karakteristik kerja, bisa

mencakupi tugas–tugas yang bervariasi dilihat dari segi kepentingan, arti,


(identitas, otonomi dan umpan balik atas pelaksanaan tugas itu sendiri).

Begitu pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan profesi keteknikan

sangat relevan dengan karakteristik kerja, terutama yang menyangkut

masalah keterbatasan waktu, tenaga kerja, intensitas perubahan dalam

penguasaan teknik.

4. Karakteristik individu

Pelaksanaan tugas yang relevan dengan karakteristik individu

diekspresikan sebagai suatu fungsi perkalian dari variabel motivasi dan

kemampuan, atau performansi = f (motivasi X kemampuan) antara

motivasi dan kemampuan, masing–masing berdiri sendiri atau tidak

saling mempengaruhi. Akan tetapi keduanya (motivasi dan kemampuan)

akan mempengaruhi performansi.

Dengan memodifikasi variabel–variabel penentu produktivitas dalam

organisasi atau perusahaan dapat dikembangkan dan diarahkan untuk

mencapai hasil akhir yang ditetapkan organisasi atau perusahaan, yaitu :

1. Pola tingkah laku kerja, yaitu segala aktivitas organisasi/perusahaan

yang secara khusus memperlihatkan keikutsertaan dan keterlibatan

individu–individu didalamnya.

2. Pelaksanaan tugas, yaitu evaluasi terhadap prestasi individu mengenai

tugas–tugas, kewajiban–kewajiban dan tanggung jawabnya.

3. Efektivitas organisasi, yaitu suatu indeks mengenai hasil yang dicapai

terhadap tujuan organisasi/perusahaan.


Pengukuran terhadap hasil akhir yang dicapai oleh organisasi/perusahaan

akan menggambarkan tingkat produktivitas dalam organisasi/perusahaan.

Untuk mencapai hasil akhir yang cukup baik, dalam proses ini perlu

mengacu kepada petunjuk–petunjuk umum seperti memasukkan indikator–

indikator sasaran yaitu pola tingkah laku kerja, pelaksanaan tugas dan

efektivitas organisasi/perusahaan.

2.2.3 Efisinsi Dalam Perusahaan Atau Organisasi.

Efisiensi maupun produktivitas keduanya dapat digunakan sebagai bahan

untuk mengukur kinerja suatu unit kegiatan ekonomi, meskipun secara

prinsip kedua pengukuran tersebut berbeda. Konsep efisiensi lebih berkaitan

dengan seberapa jauh suatu proses mengkonsumsi masukan untuk

menghasilkan keluaran tertentu, sementara konsep produktivitas berkaitan

dengan seberapa jauh suatu proses menghasilkan keluaran dengan

mengkonsumsi masukan tertentu (Mulyadi, 200).

Pengertian efisiensi menurut (Sedarmayanti, 2001), pada prinsipnya

adalah perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh dengan kegiatan

yang dilakukan. Bekerja dengan efisien adalah bekerja dengan gerakan,

usaha, waktu dan kelehan yang sedikit mungkin. Dengan menggunakan cara

kerja yang sederhana, penggunaan alat yang dapat membantu mempercepat

penyelesaian tugas serta menghemat gerak dan tenaga, maka seseorang

dapat dikatakan bekerja dengen efisien dan memperoleh hasil yang

memuaskan.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dengan

menggunakan cara kerja yang sederhana, penggunaan alat yang dapat

membantu mempercepat penyelesaian tugas serta menghemat gerak dan

tenaga, maka seseorang dapat dikatakan bekerja secara efisien dan

memperoleh hasil yang memuaskan. Setiap karyawan yang tidak menyukai

penghamburan akan bekerja dengan efisien. Karyawan yang efisien tidak

akan mengeluh walaupun banyak yang harus dikerjakannya, akan tetapi

karyawan yang tidak efisien akan mengeluh walaupun sedikit yang

dikerjakannya. Karena itu penerapan tata kerja yang efisien hendaknya

diterapkan secara terus menerus agar jiwa efisiensi benar-benar terbentuk

dalam diri setiapkaryawan.

Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk dapat bekerja

dengan efisien, diantaranya :

1. Berhasil guna/efektif, untuk menyatakan bahwa kegiatan telah

dilaksanakan dengan tepat, artinya target tercapai sesuai dengan waktu

yang ditetapkan.

2. Ekonomis, untuk menyebutkan bahwa di dalam usaha pencapaian efektif

termaksud, biaya, tenaga kerja, material, peralatan, waktu, ruangan dan

lain sebagainya, telah dipergunakan setepat-tepatnya.

3. Pelaksanaan kerja yang dapat dipertanggungjawabkan, untuk

membuktikkan bahwa didalam pelaksanaan kerja, sumber-sumber telah

dimanfaatkan dengan setepat-tepatnya dan dilaksanakan penuh

tanggungjawab sesuai yang telah ditetapkan.


4. Pembagian kerja yang nyata, berdasarkan pemikiran bahwa tidak

mungkin manusia seorang diri mengerjakan segala macam pekerjaan

dengan baik, oleh sebab itu harus ada pembagian kerja yang nyata yaitu

benar-benar berdasarkan beban kerja, ukuran kemampuan kerja dan

waktu yang tersedia.

5. Rasionalitas wewenang dan tanggung jawab, jangan sampai terjadi,

seseorang mempunyai wewenang yang lebih besar dari tanggung

jawabnya, sebaliknya jangan sampai terjadi wewenang lebih kecil dari

tanggung jawabnya.

6. Prosedur kerja yang praktis dapat dikerjakan dan dapat dilaksanakan,

pelaksanaan kerja yang dapat dipertanggungjawabkan serta pelayanan

kerja yang memuaskan tersebut, haruslah merupakan kegiatan

operasional yang dapat dilaksanakan dengan lancar.

2.3 Proyek Konstruksi

Proyek Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana

maupun prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil,

sebuah konstruksi juga dikenal sebagai bangunan atau satuan

infrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area.

Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya

satu kali dilakukan dan umumnya berjangka pendek. Dalam

rangkaian kegiatan tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah sumber

daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Selain

itu proyek konstruksi memiliki 3 (tiga) karakteristik yaitu: bersifat unik,


membutuhkan sumber daya (uang, mesin, metoda, dan material), dan

membutuhkan organisasi. (Ervianto, 2002)

2.3.1 Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Proyek Konstruksi

Dalam kegiatan proyek konstruksi terdapat suatu proses yang mengolah

sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan berupa bangunan. Proses

yang terjadi dalam rangkaian kegiatan tersebut tentunya melibatkan pihak-

pihak yang terkait.

Hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proyek umumnya

dibedakan menjadi dua, yaitu hubungan fungsional dan hubungan kerja

(formal). Hubungan fungsional, yaitu pola hubungan yang berkaitan degan

fungsi pihak–pihak tersebut, secara funsional ada tiga pihak yang sangat

berperan dalam suatu proyek konstruksi, yaitu pemilik proyek, konsultan

dan kontraktor, sedangkan hubungan kerja (formal), yaitu pola hubungan

yang berkaitan dengan kerja sama antara pihak–pihak yang terlibat dalam

proyek konstruksi yang dilakukan dengan adanya suatu dokumen kontrak.

Secara skematik, pihak–pihak terkait dalam suatu proyek konstruksi dapat

digambarkan sebagai berikut :


PEMILIK PROYEK

KONSULTAN PERENCANA,
LEMBAGA INTERNAL SUPERVISI, MANAJEMEN

KONTRAKTOR UTAMA,
TENAGA KERJA
KONTRAKTOR KHUSUS

MANAJEMEN
PROYEK

BADAN PEMERINTAH PEMASOK (SUPPLIER)

LEMBAGA PELAYANAN INSTITUSI KEUANGAN

MASYARAKAT

Gambar 2.2 Pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi


Sumber : Wulfram I. Ervianto, Manajemen Proyek Konstruksi

2.3.2 Fungsi Manajemen Proyek

Manajemen pengolahan pada proyek konstruksi meliputi penerapan

fungsi-fungsi dasar manajemen. Pengolahan proyek akan berhasil dan

terhindar dari keterlambatan jika semua fungsi manajemen dilaksanakan

secara efektif. Hal ini dapat tercapai dengan cara menyediakan sumber daya

yang dibutuhkan dan menyediakan kondisi yang tepat sehingga

memungkinkan orang-orang melaksanakan tugasnya masing-masing.

(Ervianto, 2002)
Fungsi-fungsi manajemen pada proyek konstruksi meliputi :

1. Perencanaan

Setiap proyek konstruksi selalu diawali dengan membuat perencanaan.

Agar proses perencanaan dapat berjalan dengan baik, maka harus

ditentukan dahulu sasaran utamanya. Perencanaan sebaiknya

mencangkup penentuan berbagai cara yang memungkinkan. Kemudian

menentukan salah satu cara yang paling tepat dengan mempertimbangkan

semua kendala.

Perkiraan dan jenis sumber daya yang dibutuhkan dalam suatu proyek

konstruksi meruapakan hal yang penting untuk mencapai keberhasilan

proyek sesuai dengan tujuan. Kontribusi sumber daya dalam perencanaan

memungkinkan perumusan suatu atau beberapa rencana yang akan

memberi gambaran secara menyeluruh tentang metode konstruksi yang

akan digunakan dalam mencapai tujuan.

2. Pengorganisasian

Pengorganisasian dilakukan oleh seorang pemimpin yang bertugas

membantu dan mengarahkan tim mencapai tujuan yang ingin dicapai

dalam pekerjaan. Perilaku kepemimpinan yang terdapat pada organisasi

adalah :

a. Merencanakan dan menjadwalkan kegiatan-kegiatan untuk melakukan

koordinasi dalam menyelesaikan proyek tepat waktu.

b. Membantu menetapkan standar dan metode untuk memperkirakan

kemajuan dan kinerja proyek.


c. Menyusun dan memimpin pertemuan untuk menyelesaikan masalah

dan membuat keputusan dengan cara yang sistematis.

3. Pengisian Staf

Tahap ini merupakan tahap awal dalam perencanaan personal yang akan

ditunjuk sebagai pengelolaan pelaksanaan proyek. Sukses tidaknya

proyek ditentukan oleh kecermatan dan kecepatan dalam memposisikan

seseorang pada keahliannya. Ketepatan personal pada posisinya bukan

menjamin suksesnya suatu proyek, karena harus mempertimbangkan

ketepatan waktu dari personal untuk menduduki jabatan sesuai

keahliannya.

Definisi dari pengisian staf adalah pengerahan, penempatan, pelatihan,

dan pengembangan tenaga kerja dengan tujuan dihasilkan kondisi

personal yang tepat (right people), tepat posisi (right position), serta

waktu yang tepat (right time).

4. Pengarahan

Tahap ini merupakan lanjutan dari tahap sebelumnya. Jika tahap

penempatan staf telah dilakukan dengan tepat, maka tim harus diberi

tanda-tanda atau penjelasan tentang lingkup pekerjaan dan kapan

pekerjaan tersebut harus diselesaikan. Dalam organisasi proyek terdapat

biasanya kepala proyek yang memiliki tugas utama yaitu memberi

perintah kepada staf/karyawannya untuk melakukan kegiatan agar dapat

dilakukan dalam waktu berurutan atau bersamaan.


5. Pengkoordinasian

Pemantauan prestasi kegiatan dilakukan sebagai bahan untuk melakukan

langkah perbaikan, baik kondisi proyek dalam keadaan terlambat atau

lebih cepat. Semua permasalahan dalam proyek harus diselesaikan

bersama dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proyek tersebut

sehingga diperlukan agenda acara yang mempertemukan semua unsur.

Kegiatan ini dinamakan langkah koordinasi.

6. Pengawasan

Pengawasan adalah proses penilaian selama pelaksaan kegiatan dengan

tujuan agar hasil pekerjaan sesuai dengan yang direncana, dengan

mengusahakan agar semua anggota kelompok melaksanakan kegiatan

yang berpedoman pada perencanaan serta mengadakan tindakan korelatif

apabila terjadi penyimpangan. Unsur pengawasan ini sangat erat

hubungannya dengan pengendalian, karena sebenarnya pengendalian

selalu memerlukan pengawasan yang merupakan umpan balik yang

diperlukan untuk menjaga proses pelaksanaan tetap berjalan yang benar

sesuai dengan sasaran yang akan dicapai.

Anda mungkin juga menyukai