1. Pemahaman mengenai siswa sebagai subjek belajar (Konsep diri , motif dll)
2. Siswa dan keluarga (Pengaruh terhadap belajar)
3. Siswa dan teman sebaya (Pengaruh terhadap Pendidikan)
4. Proses Belajar Secara Psikologis
5. Konsep Mengajar (Teori Sosial Konstruktivis , Faktor , Strategi dll)
6. Pemahaman mengenai kondisi belajar (Kognitif , afektif , Psikomotor)
7. Proses manajerial dikelas dalam kaitan dengan gangguan belajar siswa
maupun guru)
8. Pemahaman mengenai masalah belajar internal dan eksternal
9. Siswa Berkebutuhan Khusus
2. Siswa dan keluarga (Pengaruh terhadap belajar)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut C.T. Morgan dalam buku Introduction To Psychology, Belajar adalah suatu
perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat/hasil dari pengalaman
yang lalu. Ringkasnya ia mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relative
menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman
siswa mengalami suatu proses belajar.
Menurut Syai’ful Bahri Djamarah dalam bukunya “Psikologi Belajar” pengertian belajar
adalah serangkai kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai
hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif,
afektif dan psikomotorik.[1]
Secara umum faktor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas dua
kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling memengaruhi
dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar. Tugas utama seorang Guru
adalah membelajarkan siswa. Ini berarti bahwa bila Guru bertindak mengajar, maka
diharapkan siswa untuk mampu belajar. Hal-hal seperti berikut, diantaranya Guru telah
mengajar dengan baik, ada siswa yang belajar dengan giat, siswa yang berpura-pura belajar,
siswa yang belajar dengan setengah hati, bahkan adapula siswa yang sesungguhnya tidak
belajar. Maka dari itu, sebagai Guru yang professional harus berusaha mendorong siswa agar
belajar dengan baik.
Ada beberapa aspek yang menentukan keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar,
menurut Lukmanul Hakim “Tiga aspek yang mempengaruhi keberhasilan guru dalam proses
belajar mengajar yaitu: kepribadian, pandangan terhadap anak didik dan latar belakang guru”.
[2]
Terdapat bermacam-macam hal yang menyebabkan siswa tidak belajar seperti siswa yang
enggan belajar karena latar belakang keluarga, lingkungan, maupun situasi dan kondisi di
kelas. Ada siswa yang sukar memusatkan perhatian ketika Guru mengajarkan topic tertentu
adapula siswa yang giat belajar karena dia bercita-cita menjadi seorang ahli.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi factor fisiologis dan
faktor psikologis.
Faktor fisiologis
· Pertama,
keadaan jasmani. Keadaan jasmani pada umumnya sangat
mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar
akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya,
kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar
yang maksimal.
· Kedua,
keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung,
peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar,
terutama panca indera. Panca indera yang berfungsi dengan baik akan
mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.
2. Faktor psikologis
a. Kecerdasan/intelegensi siswa
b. Motivasi
Motivasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalal diri
seseorang yang mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suat
tujuan (kebutuhan).[4]
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam
diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang
siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca
karena membaca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannyatetapi sudah mejadi
kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang
efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi
dari luar(ekstrinsik).
1) Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas
2) Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk
maju
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi
memberikan pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata
tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari
lingkungansecara positif akan mempengaruhi semangat belajar seseorang menjadi
lemah.
c. Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni :
(1) Menerima kesan, (II) Menyimpan kesan, dan (III) Memproduksi kesan
d. Minat
Untuk membangkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan.
Antara lain:
1) Dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak
membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang
membebaskan siswa mengeksplore apa yang dipelajari, melibatkan seluruh
domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi
aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar.
2) Pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika
jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
e. Sikap
f. Bakat
Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Bakat atau
aptitude merupakan kecakapan potensial yang bersifat khusus, yaitu khusus dalam
suatu bidang atau kemampuan tertentu.[8]
Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka
bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan
berhasil. Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai
prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk
melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu
yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasi yang
berhubungan dengan bakat yang mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain
bahasanya sendiri. Karena belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap
individu,maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memperhatikan dan
memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain
dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih
jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
g. Konsentrasi Belajar
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil.
Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari
lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap
pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan teman- temannya. Semakin
sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin besar pula memperoleh
pengakuan dari umum dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat.
Hal yang sebaliknya pun dapat terjadi. Kegagalan yang berulang kali dapat
menimbulkan rasa tidak percaya diri. Bila rasa tidak percaya diri sangat kuat, maka
diduga siswa akan menjadi takut belajar. Rasa takut belajar tersebut terjalin secara
komplementer dengan rasa takut gagal lagi. Maka, guru sebaiknya mendorong
keberanian siswa secara terus-menerus, memberikan bermacam-macam penguat dan
memberikan pengakuan dan kepercayaan bagi siswa.
i. Kebiasaan Belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik.
Kebiasaan belajar tersebut antara lain:
Pada umumnya, setiap anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita itu
merupakan motivasi instrinsik. Tetapi, ada kalanya “gambaran yang jelas” tentang tokoh
teladan bagi siswa belum ada. Akibatnya, siswa hanya berprilaku ikut-ikutan.
Cita-cita sebagai motivasi instrinsik perlu dididikan. Penanaman memiliki cita –cita
harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan
pencapaian cita – cita sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan
emansipasi diri siswa. Penanaman pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah sebaiknya
berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke yang
semakin sulit.
B. Faktor Eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat
memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, faktor-faktor eksternal yang memengaruhi
balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu factor lingkungan social dan faktor
lingkungan nonsosial.
1. Lingkungan social
Yang termasuk lingkungan sosial adalah pergaulan siswa dengan orang lain
disekitarnya, sikap dan perilaku orang disekitar siswa dan sebagainya. Lingkungan sosial
yang banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu
sendiri. Sifat-sifat orangtua, peraktk pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga,
semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegitan belajar dan hasil
yang dicapai oleh siswa.
a. Lingkungan alamiah
b. Faktor instrumental
Factor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga
dengan metode mengajar guru, disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa.
Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas
belajr siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode
mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Faktor- faktor yang mempengaruhi proses belajar terdiri atas faktor internal dan eksternal.
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan
faktor psikologis. Sedangkan faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan
menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan factor lingkungan nonsosial.
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
individu. Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat
mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses
belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat.
REFERENSI
Drs. Syaiful Bahri Djamarah, 2002. Psikologi Belajar. Jakarta, CV Rineka Cipta.
Slameto, 2003. Belajar dan faktor - faktor yang mempengaruhinya. Jakarta. Rineka Cipta
[1] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, 2002. Psikologi Belajar. Jakarta, CV Rineka Cipta. hal. 13
[5] Nashar,2004. iPeranan Motivasi dan Kemampua awal dalam Kegiatan Pembelajaran. Jakarta. Delia press. Hall
42
[6] Slameto, 2003. Belajar dan faktor - faktor yang mempengaruhinya. Jakarta. PT Rineka Cipta. Halalaman 57
[7] Muhibbin syah, 2003. Psikologi belajar. Jakarta. PT. Raja Grafinda Persada. Hal 151
[8] Nana Syaodih.S. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hal 101
[9] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, 2002. Psikologi Belajar. Jakarta, CV Rineka Cipta. hal. 143-144
4. Siswa dan teman sebaya
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Robbins, ada empat jenis kelompok sebaya yang mempunyai peranan penting dalam
proses sosialisasi yaitu kelompok permaianan, gang, klub, dan klik (clique).
Kelompok permainan (play group) terbentuk secara spontan dan merupakan kegiatan khas
anak-anak, namun di dalamnya tercermin pula struktur dan proses masyarakat luas, sedang
gang, bertujuan untuk melakukan kegiatan kejahatan, kekerasan, dan perbuatan anti sosial.
Klub adalah kelompok sebaya yang bersifat formal dalam artian mempunyai organisasi sosial
yang teratur serta dalam bimbingan orang dewasa. Sementara itu klik (clique), para
anggotanya selalu merencanakan untuk mengerjakan sesuatu secara bersama yang bersifat
positif dan tidak menimbulkan konflik sosial.
[1] John W Santrock, Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta : Erlangga. 2002), hal 268.
[2] Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta : Insan Madani, 2012), hal
248.
[3] Lusi Nuryanti, Psikologi Anak, (Jakarta: Indeks, 2008).hal 68.
A. KONSEP PEMBELAJARAN
1. Constructivisme
Belajar adalah proses aktif mengonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman alami maupun
manusiawi, yang dilakukan secara pribadi dan sosial untuk mencari makna dengan memproses
informasi sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki. Belajar
berarti menyediakan kondisi agar memungkinkan peserta didik membangun sendiri
pengetahuannya. Kegiatan belajar dikemas menjadi proses mengonstruksi pengetahu-an, bukan
menerima pengetahuan sehingga belajar dimulai dari apa yang diketahui peserta didik. Peserta didik
menemukan ide dan pengetahuan (konsep, prinsip) baru, menerapkan ide-ide, kemudian peserta
didik mencari strategi belajar yang efektif agar mencapai kompetensi dan memberikan kepuasan
atas penemuannya itu.
2. Inquiry
Siklus inkuiri: observasi dimulai dengan bertanya, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, dan
menarik simpulan. Langkah- langkah inkuiri dengan merumuskan masalah, melakukan observasi,
analisis data, kemudian mengomunikasikan hasilnya. Inquiri merupakan pembelajaran untuk dapat
berpikir nyata dan kritis dalam menyikapinya. Biasanya untuk inkuiri ini berbentuk kasus untuk
dianalisis berdasarkan teori yang ada.
3. Questioning
Berguna bagi guru untuk: mendorong, membimbing dan menilai peserta didik; menggali informasi
tentang pemahaman, perhatian, dan pengetahuan peserta didik. Berguna bagi peserta didik sebagai
salah satu teknik dan strategi belajar. Jika pertanyaan bagus maka akan memberikan rasa ingin tahu
kepada peserta didik.
4.Learning Community
5. Modelling
Berguna sebagai contoh yang baik yang dapat ditiru oleh peserta didik seperti cara menggali
informasi, demonstrasi, dan lain-lain. Pemodelan ini dapat dilakukan
6. Reflection
Yaitu tentang cara berpikir apa yang baru dipelajari. Sehingga ada respon terhadap kejadian,
aktivitas/ pengetahuan yang baru. Hasilnya nanti merupakan konstruksi pengetahuan yang baru.
Bentuknya dapat berupa
kesan, catatan atau hasil karya yang dapat memberikan imbal balik
7. Autentic Assesment
Yaitu menilai sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Hal iuni berlangsung selama proses
pembelajaran secara terintegras. Pada unsur ini dapat dilakukan melalui berbagai cara yaitu test dan
non-test. Alternative bentuk yang dapat dilakukan kinerja, observasi, portofolio, dan/ atau jurnal.
B. TEORI PEMBELAJARAN1. Teori Behavioris Teori behavioris yang diperkenalkan oleh Ivan Pavlov
dan dikembangkan oleh Thorndike dan Skinner, berpendapat bahwa pembelajaran adalah berkaitan
dengan perubahan tingkah laku. Teori pembelajaran mereka kebanyakannya dihasilkan dengan.
Mereka menumpukan ujian kepada perhubungan antara ‘rangsangan’ dan ‘gerakbalas’ yang
menghasilkan perubahan tingkah laku. Ujian ini bisa bersifat sebagai suatu usaha yang dapat
merubah tingkah laku orang agar bisa lebih baik. Maka perubahan inilah yang di sebut pembelajaran.
Secara umumnya memang teori behavioris menyatakan bahwa pengajaran dan pembelajaran akan
mempengaruhi segala perbuatan atau tingkah laku pelajar sama ada baik atau sebaliknya. Teori ini
juga menjelaskan bahwa tingkah laku pelajar dapat diperhatikan dan diprediksi apakah mengarah ke
hal positif atau negative. 2. Teori Kognitif Teori kognitif pula berpendapat bahwa pembelajaran ialah
suatu proses pendalaman yang berlaku dalam akal pikiran, dan tidak dapat diperhatikan secara
langsung dengan tingkah laku. Ahli-ahli psikologi kognitif seperti Bruner dan Piaget menjelaskan
kajian kepada berbagai jenis pembelajaran dalam proses penyelesaian masalah dan akal
berdasarkan berbagai peringkat umur dan kecerdasan pelajar. Teori-teori pembelajaran mereka
adalah bertumpu kepada cara pembelajaran seperti pemikiran cerdik, urgensi penyelesaian masalah,
penemuan dan pengkategorian. Menurut teori ini, manusia memiliki struktur kognitif, dan semasa
proses pembelajaran, otak akan menyusun segala pernyataan di dalam ingatan. 3. Teori Sosial Teori
sosial pula menyarankan teori pembelajaran dengan menggabungkan teori behavioris bersama
dengan kognitif. Teori ini juga dikenal sebagai Teori Perlakuan Model. Albert Bandura, seorang tokoh
teori sosial ini menyatakan bahwa proses pembelajaran akan dapat dilaksanakan dengan lebih
berkesan dengan menggunakan pendekatan ‘permodelan’. Beliau menjelaskan lagi, bahwa aspek
pemerhatian pelajar terhadap apa yang disampaikan atau dilakukan oleh guru dan juga aspek
peniruan oleh pelajar akan dapat memberikan kesan yang menarik kepada kepahaman pelajar.
Sehingga dalam pembelajaran perlu ada obyek belajar sehingga seorang guru dapat mempraktekkan
materinya untuk lebih dipahami siswa dengan obyek tadi. 4. Teori Humanisme Teori humanis juga
berpendapat pembelajaran manusia bergantung kepada emosi dan perasaannya. Seorang ahli teori
ini, Carl Rogers menyatakan bahwa setiap individu itu mempunyai
cara belajar yang berbeda dengan individu yang lain. Oleh karena itu, strategi dan pendekatan dalam
proses pengajaran dan pembelajaran hendaklah dirancang dan disusun mengikut kehendak dan
perkembangan emosi pelajar itu. Beliau juga menjelaskan bahwa setiap individu mempunyai potensi
dan keinginan untuk mencapai aktualisasi diri. Maka, guru hendaknya menjaga psikologi pelajar dan
memberi bimbingan supaya potensi mereka dapat diperkembangkan ke tahap maksimal. 5. Teori
Piaget Menurut Piaget (Dahar 1996; Hasan 1996; Surya 2003), setiap individu mengalami tingkat-
tingkat perkembangan intelektual dalam pembelajaran. Tahap- tahap tersebut berdasarkan umur
seorang anak
5. Teori Vygotsky Vygotsky adalah salah seorang tokoh konstrutivisme. Hal terpenting dari teorinya
adalah pentingnya interaksi antara aspek internal dan eksternal pembelajaran dengan menekankan
aspek ling-kungan sosial pembelajaran. Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi ketika siswa
bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas itu masih berada dalam
jangkauan kemampuannya atau tugas- tugas itu berada dalam zona perkembangan proksimal (zone
of proximal development). Sumbangan teori Vigotsky adalah penekanan pada bakat sosio budaya
dalam pembelajaran. Menurutnya, pembelajaran terjadi ketika siswa bekerja dalam zona
perkembangan proksima (zone of proximal development). Zona perkembangan proksima adalah
tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang pada ketika pembelajaran
berlaku.
6. Teori Ausubel David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut Ausubel (Dahar
1996) bahan subyek yang dipelajari siswa haruslah “bermakna” (meaningfull). Pembelajaran
bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang
terdapat dalam struktur
7. Teori Konstruktivisme Teori konstruktivisme lahir dari idea Piaget dan Vygotsky.
Konstruktivisme adalah satu faham bahwa siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara
aktif berasaskan pengetahuan dan pengalaman sedia ada. Dalam Proses ini, siswa akan
menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan sedia ada untuk membina
pengetahuan baru. Mengikut Briner (1999), pembelajaran secara konstruktivisme berlaku di mana
siswa membina pengetahuan dengan menguji ide dan pendekatan berasaskan pengetahuan dan
pengalaman sedia ada, mengimplikasikannya pada satu situasi baru dan mengintegerasikan
pengetahuan baru yang diperoleh dengan binaan intelektual yang sedia wujud. Manakala mengikut
Mc Brien dan Brandt (1997), konstruktivisme adalah satu pendekatan pembelajaran berasaskan
kepada penelitian tentang bagaimana manusia belajar. Kebanyakan peneliti berpendapat setiap
individu membina pengetahuan dan bukannya hanya menerima pengetahuan daripada orang lain.
6. Pemahaman mengenai kondisi belajar (Kognitif , afektif , Psikomotor)
Masalah belajar internal dan eksternal
Secara umum kondisi belajar internal dan eksternal akan mempengaruhi belajar. Kondisi itu antara
lain, pertama, lingkungan fisik. Lingkungan fisik yang ada dalam proses dan sekitar proses
pembelajaran memberi pengaruh bagi proses belajar. Kedua, suasana emosional siswa. Suasana
emosional siswa akan memberi pengaruh dalam proses pembelajaran siswa. Hal ini bisa di cermati
ketika kondisi emosional siswa sedang labil maka proses belajarpun akan mengalami gangguan.
Ketiga, lingkungan social. Lingkungan social yang berada di sekitar siswa juga turut mempengaruhi
bagaimana seorang siswa belajar.
Begitu pula dengan masalah-masalah belajar ada yang bersifat internal dan adapula masalah yang
bersifat eksternal.
Masalah belajar internal adalah masalah-masalah yang timbul dari dalam diri siswa atau factor-
faktor internal yang menimbulkan kekurangberesan siswa dalam belajar. Factor internal adalah
factor-faktor yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri, seperti:
a. Kesehatan
b. Rasa aman
e. Motivasi
g. Usia
h. Jenis kelamin
j. Kebiasaan belajar
k. Kemampuan mengingat
Contoh dari masalah belajar internal dapat dilihat dari kasus berikut:
Ita gadis cilik berusia 9 tahun. Akhir-akhir ini prestasinya sangat menurun. Hasil ulangannya selalu
buruk kalau soal-soal ulangan ditulis di papan tulis. Namun, ketika ujian sumatif, hasil ulangan Ita
tidak begitu buruk. Soal-soal ulangan dicetak dan dibagikan kepada setiap murid. Namun demikian,
peringkat Ita di kelas turun secara drastic, dari peringkat 5 menjadi peringkat 20. Dari kasus di atas
dapat dilihat, masalah yang ditekankan adalah kemampuan indera untuk menangkap rangsangan. Ita
tampaknya mempunyai kesulitan dalam penglihatan. Ini terbukti dari berbedanya hasil yang dicapai
antara ulangan harian yang soalnya ditulis di papan tulis dengan ulangan sumatif yang soalnya
dicetak dan dibagikan kepada setiap murid.
Dengan pemahaman di atas maka dapat dikemukakan masalah-masalah belajar internal dapat
bersifat: 1) biologis dan 2) psikologis. Masalah yang bersifat biologis artinya menyangkut masalah
yang bersifat kejasmanian, seperti kesehatan, cacat badan, kurang makan dsb. Sementara hal yang
bersifat psikologis adalah masalah yang bersifat psikis seperti perhatian, minat, bakat, IQ, konstelasi
psikis yang berwujud emosi dan gangguan psikis.
Masalah belajar eksternal adalah masalah-masalah yang timbul dari luar diri siswa sendiri atau
factor-faktor eksternal yang menyebabkan kekurangberesan siswa dalam belajar. Factor eksternal
adalah factor yang datang dari luar diri siswa, seperti:
a. Kebersihan rumah
Contoh dari masalah belajar eksternal dapat dilihat dari kasus berikut:
Talia seorang gadis cilik duduk di kelas III SD. Ia termasuk salah seorang dari sejumlah anak di
kelasnya yang belum dapat membaca dengan lancar. Setiap pelajaran membaca, ia menjadi
ketakutan karena setiap membuka mulut, ia ditertawakan oleh teman-temannya. Gurunya hanya
membiarkannya saja dan mengalihkan giliran kepada murid lain. Akibatnya, talia selalu ketinggalan
dari teman-temannya. Di rumah, Talia selalu dimarahi karena dalam membaca ia dikalahkan Doli
adiknya yang duduk di kelas II. Pada kasus ini tampaknyalebih menekankan pada pengaruh
lingkungan, ketinggalan Talia dalam membaca tampaknya lebih banyak disebabkan oleh “rasa takut”
dan tertekan yang ditimbulkan oleh sikap lingkungan yang tidak mendorong Talia untuk belajar.
A. Faktor Internal
Factor internal adalah factor yang timbul dari dalam diri siswa baik kondisi jasmani maupun rohani
siswa
1. Factor fisiologis
Factor fisiologis adalah sesuatu kondisi yang berhubungan dengan keadaan jasmani seseorang,
misalnya tentang fungsi organ-organ, dan susunan-susunan tubuh yang dapat mempengaruhi
semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Factor fisiologis yang dapat
mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
a. Tubuh yang kekurangan gizi dan makanan, akan mengakibatkan merosotnya kondisi jasmani.
Sehingga, menyebabkan seseorang dalam kegiatan belajarnya menjadi cepat lesu, mengantuk, dan
tidak ada semangat untuk belajar. Pada akhirnya siswa tidak dapat mencapai hasil belajar yang di
harapkan.
Dapat berupa pilek, sakit gigi, batuk, dan lain sejenisnya. Semua itu tentu akan mempengaruhi hasil
belajar siswa.
Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar disini adalah
fungsi-fungsi panca indera, panca indera yang memegang peranan penting dalam belajar adalah
mata dan telinga. Apabila mekanisme mata dan telinga kurang berfungsi, maka tanggapan yang
disampaikan dari guru, tidak mungkin dapat diterima oleh anak didik. Jadi, siswa tidak dapat
menerima dan memahami bahan-bahan pelajaran, baik yang langsung disampaikan oleh guru,
maupun melalui buku bacaan.
Factor psikologis adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan keadaan kejiwaan siswa.
a. Bakat
Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki anak untuk mencapai keberhasilan. Bakat anak
akan mulai tampak sejak ia dapat berbicara atau sudah masuk Sekolah Dasar (SD). Bakat yang
dimiliki anak tidak sama. Bakat akan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-
bidang studi tertentu. Jadi, merupakan hal yang tidak bijaksana apabila orang tua memaksakan
kehendaknya untuk menyekolahkan anaknya pada jurusan atau keahlian tertentu tanpa mengetahui
terlebih dahulu bakat yang dimiliki anaknya. Dengan tidak adanya factor penunjang dan usaha untuk
mengembangkannya, maka bakat tersebut lama-kelamaan akan punah. Untuk berhasilnya kegiatan
belajar yang telah didasari atas bakat tersebut, harus ada factor penunjang. Diantaranya, fasilitas
untuk sarana, pembiayaan, dan dorongan moral dari orang tua serta minat yang dimiliki.
b. Minat
Minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar untuk sesuatu.
Dalam minat, ada dua hal yang harus diperhatikan:
· Minat pembawaan
Minat ini muncul dengan tidak dipengaruhi oleh factor-faktor lain, baik kebutuhan maupun
lingkungan.
· Minat yang muncul karena adanya pengaruh dari luar.
Minat seseorang bisa saja berubah karena adanya pengaruh lingkungan dan kebutuhan. Spesialisasi
bidang studi yang menarik minat seseorang akan dapat dipelajari dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya,
jika bidang studi yang tidak sesuai dengan minatnya, tidak mempunyai daya tarik baginya.
c. Inteligensi
Inteligensi adalah kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri
dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Kemampuan dasar yang tinggi pada anak,
memungkinkannya dapat menggunakan pikirannya untuk belajar dan memecahkan masalah
persoalan-persoalan baru secara tepat, cepat, dan berhasil. Sebaliknya, tingkat kemampuan dasar
yang rendah dapt mengakibatkan murid mengalami kesulitan dalam belajar.
d. Motivasi
Motivasi adalah keadaan internal manusia yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Fungsi
motivasi adalah mendorong seseorang untuk interes pada kegiatan yang akan dikerjakan,
menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai, dan mendorong seseorang
untuk pencapaian prestasi, yakni dengan adanya motivasi yang baik dalam belajar, akan
menunjukkan hasil belajar yang baik.
B. Faktor Eksternal
Factor eksternal adalah factor yang timbul dari luar diri siswa. Factor eksternal dibagi menjadi dua
macam, yaitu:
1. Factor social
a. Lingkungan keluarga
· Orang tua
Dalam kegiatan belajar, seorang anak perlu diberi dorongan dan peringatan dari orang tua. Apabila
anak sedang belajar, jangan diganggu dengan tugas-tugas rumah. Orang tua berkewajiban member
pengertian dan dorongan serta semaksimal mungkin membantu dalam memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi anak di sekolah. Apabila semangat belajar anak lemah, kemudian orang tua
memanajakan anaknya, maka ketika masuk sekolah, ia akan menjadi siswa yang kurang bertanggung
jawab dan takut menghadapi tantangan kesulitan. Demikian juga orang tua yang mendidik anaknya
terlalu keras, maka anak tersebut akan menjadi takut, tidak supel dalam bergaul, dan mengisolasi
diri.
Suasana rumah
Hubungan antar anggota keluarga yang kurang harmonis, akan menimbulkan suasana kaku, dan
tegang dalam keluarga, yang menyebabkan anak kurang bersemangat untuk belajar. Sedangkan
suasana rumah yang akrab, menyenangkan dan penuh kasih sayang, akan memberikan dorongan
belajar yang kuat bagi anak.
Hasil belajar yang baik, tidak dapat diperoleh hanya dengan mengandalkan keterangan-keterangan
yang diberikan oleh guru di depan kelas, tetapi membutuhkan juga alat-alat yang memadai, seperti
buku, pensil, pena, peta, bahkan buku bacaan. Sedangkan sebagian besar, alat-alat pelajaran itu
harus disediakan sendiri oleh murid yang bersangkutan. Bagi orang tua yang keadaan ekonominya
kurang memadai, sudah barang tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya itu
secara memuaskan.
Apabila keadaan ini terjadi pada orang tua murid, maka murid yang bersangkutan akan menanggung
resiko yang tidak diharapkan.
Tingkat pendidikan dan kebiasaan dalam keluarga, akan mempengaruhi sikap anak dalam belajar.
Jadi, anak-anak hendaknya ditanamkan kebiasaan yang baik, agar mendorong anak untuk belajarb.
Lingkungan guru
Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara rutin akan menyebabkan proses belajar
mengajar kurang lancar. Dan menyebabkan anak didik merasa ada distansi (jarak) dengan guru,
sehingga segan untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Guru yang bisa mendekati siswa dan kurang bijaksana, maka tidak akan mengetahui bahwa di dalam
kelas ada grup yang saling bersaing secara tidak sehat. Suasana kelas semacam ini sangat tidak
diharapkan dalam proses belajar. Maka, guru harus mampu membina jiwa kelas supaya dapat hidup
bergotong-royong dalam belajar bersama, agar kondisi belajar individual siswa dapat berlangsung
dengan baik.
Guru yang hanya bisa mengajar dengan metode ceramah saja, membuat siswa menjadi bosan,
mengantuk, pasif dan hanya mencatat saja. Guru yang progresif, adalah guru yang berani mencoba
metode-metode baru, yang dapat membantu dalam meningkatkan kondisi belajar siswa.
c. Lingkungan masyarakat
· Teman bergaul
Pergulan dan teman sepermainan sangat dibutuhkan dalam membuat dan membentuk kepribadian
dan sosialisasi anak. Orang tua harus memperhatikan agar anak-anaknya jangan sampai mendapat
teman bergaul yang memiliki tingkah laku yang tidak diharapkan. Karena prilaku yang tidak baik,
akan mudah sekali menular pada anak lain.
Pola hidup tetangga yang berada di sekitar rumah di mana anak itu berada, punya pengaruh besar
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika anak berada di kondisi masyarakat kumuh
yang serba kekurangan, dan anak-anak pengangguran misalnya, akan sangat mempengaruhi kondisi
belajar anak, karena ia akan mengalami kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi
atau meminjam alat-alat belajar
b. Lingkungan guru
Guru yang bisa mendekati siswa dan kurang bijaksana, maka tidak akan mengetahui bahwa di dalam
kelas ada grup yang saling bersaing secara tidak sehat. Suasana kelas semacam ini sangat tidak
diharapkan dalam proses belajar. Maka, guru harus mampu membina jiwa kelas supaya dapat hidup
bergotong-royong dalam belajar bersama, agar kondisi belajar individual siswa dapat berlangsung
dengan baik.
Guru yang hanya bisa mengajar dengan metode ceramah saja, membuat siswa menjadi bosan,
mengantuk, pasif dan hanya mencatat saja. Guru yang progresif, adalah guru yang berani mencoba
metode-metode baru, yang dapat membantu dalam meningkatkan kondisi belajar siswa.
c. Lingkungan masyarakat
· Teman bergaul
Pergulan dan teman sepermainan sangat dibutuhkan dalam membuat dan membentuk kepribadian
dan sosialisasi anak. Orang tua harus memperhatikan agar anak-anaknya jangan sampai mendapat
teman bergaul yang memiliki tingkah laku yang tidak diharapkan. Karena prilaku yang tidak baik,
akan mudah sekali menular pada anak lain.
Pola hidup tetangga yang berada di sekitar rumah di mana anak itu berada, punya pengaruh besar
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika anak berada di kondisi masyarakat kumuh
yang serba kekurangan, dan anak-anak pengangguran misalnya, akan sangat mempengaruhi kondisi
belajar anak, karena ia akan mengalami kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi
atau meminjam alat-alat belajar
Kegiatan dalam masyarakat dapat berupa karang taruna, menari, olah raga, dan lain sebagainya. Bila
kegiatan tersebut dilakukan secara berlebihn, tentu akan menghambat kegiatan belajar. Jadi, orang
tua perlu memperhatikan kegiatan anak-anaknya.
· Mass media
Mass media adalah sebagai salah satu factor penghambat dalam belajar. Misalnya, bioskop, radio,
TV, membaca novel, majalah yang tidak dibertanggung jawabkan dari segi pendidikan. Sehingga,
mereka akan lupa akan tugas belajarnya. Maka dari itu, buku bacaan, video-kaet, majalah, dan mass
media lainnya perlu diadakan pengawasan yang ketat dan diseleksi dengan teliti.
2. Faktor non-sosial
· Kurikulum
System instruksional sekarang menghendaki, bahwa dalam proses belajar mengajar yang
dipentingkan adalah kebutuhan anak. Maka, guru perlu mendalami dengan baik dan harus
mempunyai perencanaan yang mendetail, agar dapat melayani anak belajar secara individual.
· Media pendidikan
Dapat berupa buku-buku di perpustakaan, laboratorium, LCD, computer, layanan internet, dan lain
sebagainya. Pada umumnya, sekolah masih kurang memiliki media tersebut, baik dalam jumlah
maupun kualitas.
· Keadaan gedung
Dengan banyaknya jumlah siswa yang membludak, keadaan gedung dewasa ini masih sangat kurang.
Mereka harus duduk berjejal-jejal di dalam kelas. Factor ini tentu akan menghambat lancarnya
kondisi belajar siswa. Keadaan gedung yang sudah tua dan tidak direnovasi, serta kenyamanan dan
kebersihan di dalam kelas yang masih kurang.
· Sarana belajar
Sarana yang terdapat di sekolah, juga akan mempengaruhi kondisi belajar siswa. Perpustakaan yang
tidak lengkap, papan tulis yang sudah buram, laboratorium yang darurat atau tidak lengkap, dan
tempat praktikum yang tidak memenuhi syarat, tentu akan mempengaruhi kualitas belajar, dan pada
akhirnya akan juga mempengaruhi hasil belajar siswa.
Adakalanya juga, sarana yang sudah begitu lengkap tidak diikuti dengan system pelayanan ramah.
Contohnya, pegawai perpustakaan yang cenderung tidak ramah, dan tidak membantu, peraturan-
peraturan yang tidak memberikan layanan yang jelas terhadap pemakai sarana, sikap arogan
petugas yang menganggap bahwa pusat-pusat layanan itu adalah miliknya karena ia mempunyai
otoritas.
b. Waktu belajar
Karena keterbatasan gedung sekolah, sedangkan jumlah siswa banyak, maka ada siswa yang harus
terpaksa sekolah di siang dan sore hari. Waktu di mana anak-anak harus beristirahat, tetapi harus
masuk sekolah. Mereka mendengarkan pelajaran sambil mengantuk. Berbeda dengan anak yang
belajar di pagi hari. Sebab, pikiran mereka masih segar, dan jasmani dalam kondisi baik. Karena
belajar di pagi hari, lebih efektif daripada belajar di waktu lainnya.
c. Rumah
Kondisi rumah yang sempit dan berantakan serta perkampungan yang terlalu padat dan tidak
memiliki sarana umum untuk kegiatan anak, akan mendorong siswa untuk berkeliaran ke tempat-
tempat yang sebenarnya tidak pantas dikunjungi. Kondisi rumah dan perkampungan seperti itu jelas
berpengaruh buruk terhadap kegiatan belajar siswa.
d. Alam
Dapat berupa keadaan-keadaan cuaca yang tidak mendukung anak untuk melangsungkan proses
belajar mengajar. Kalaupun berlangsung, tentu kondisi belajar siwa pun akan kurang optimal.
Diagnosis masalah belajar dilakukan secara sitematis dan terarah dengan langkah-langkah:
b. Menetapkan tingkat ketercapaian tujuan khusus oleh murid dengan menggunakan tehnik dan alat
penilaian yang tepat.
c. Menetapkan pola pencapaian murid, yaitu seberapa jauh ia berbeda dari tujuan yang ditetapkan
itu
Membuat perkiraan yang tepat adalah suatu perbuatan yang kompleks yang keberhasilannya sangat
dipengaruhi oleh berbagai factor. Beberapa prinsip yang harus diingat dalam memperkirakan sebab
terjadinya masalah belajar.
c. Berbagai penyebab dapat berinteraksi yang dapat menimbulkan gejala masalah yang makin
kompleks.
3. Psikomotorik (Keterampilan)
Menurut Davc (1970) klasifikasi tujuan domain psikomotor terbagi lima kategori yaitu :
a. Peniruan
terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respons serupa dengan yang diamati.
Mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot saraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk global
dan tidak sempurna.
b. Manipulasi
c. Ketetapan
memerlukan kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan. Respon-
respon lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum.
d. Artikulasi
Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai
yang diharapkan atau konsistensi internal di natara gerakan-gerakan yang berbeda.
e. Pengalamiahan
Menurut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik maupun
psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat kemampuan tertinggi
dalam domain psikomotorik.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa domain psikomotorik dalam taksonomi instruksional
pengajaran adalah lebih mengorientasikan pada proses tingkah laku atau pelaksanaan, di mana
sebagai fungsinya adalah untuk meneruskan nilai yang terdapat lewat kognitif dan diinternalisasikan
lewat afektif sehingga mengorganisasi dan diaplikasikan dalam bentuk nyata oleh domain
psikomotorik ini.
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan
sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Sasaran kegiatan evaluasi hasil belajar adalah:
1. Apakah peserta didik sudah dapat memahami semua bahan atau materi pelajaran yang telah
diberikan pada mereka?
3. Apakah materi pelajaran yang telah diberikan itu sudah dapat diamalkan secara kongkret dalam
praktek atau dalam kehidupannya sehari-hari?
Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah
kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan
para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
Sumber : http://syahsmkn2tb.wordpress.com
7. Proses manajerial dikelas dalam kaitan dengan gangguan belajar siswa
maupun guru)
Pengertian Manajemen KelasManajemen kelas adalah beragam tingkah laku guru yang kompleks
agar pengajarannya menjadi efektif dan efisien. Manajemen merupakan suatu hal dapat membuat
siswa terlihat sangat aktif dalam aktivitas pembelajaran di kelas dan mereduksi tingkah laku-tingkah
laku yang kontraproduktif denganproses pembelajaran sehingga guru dan siswa dapat melakukan
proses belajar mengajar dengan efisien jika dilihat dari segi waktu.Tanpa manajemen kelas yang
efektif proses pembelajaran siswaakan terganggu selama pengajaran berlangsung.Manajemen kelas
merupakan keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran kondusif dan
mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran. Manajemen kelas adalah suatu usaha
yang dilakukan penanggung jawab kegiatan belajar mengajar apa yang membantu dengan maksud
agar dicapai kondisi yang optimal,sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar seperti yang
diharapkan. Manajemen kelas merupakan keterampilan yang harus dimiliki guru dalam
memutuskan, memahami, mendiagnosis dan kemampuan bertindak menuju perbaikan suasan kelas
terhadap aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam manajemen kelas adalah: sifat kelas,
pendorong kekuatan kelas, situasikelas, tindakan seleksi dan kreatif.Manajemen kelas merupakan
serangkaian perilaku guru dalam upaya menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang
memungkinkan peserta didik mencapai tujuan belajr mencapai tujuan belajar secara efesien atau
memungkinkan pesrta didik belajar dengan baikI.Tujuan/Fungsi Manajerial KelasA.Tujuan
Manajemen KelasAdapun tujuan dari Manajemen Kelas adalah sebagai berikut :Agar pengajaran
dapat dilakukan secara maksimal, sehingga tujuanpengajaran dapat dicapai secara efektif dan
efisien.Untuk memberi kemudahan dalam usaha memantau kemajuan siswa dalam pelajarannya.
Dengan Manajemen Kelas, guru mudah untuk melihat dan mengamati setiap kemajuan/
perkembangan yang dicapai siswa, terutama siswa yang tergolong lamban.Untuk memberi
kemudahan dalam mengangkat masalah-masalah penting untuk dibicarakan dikelas demi perbaikan
pengajaran pada masa mendatang.B.Fungsi Manajerial KelasMemberikan dan melengkapi fasilitas
untuk segala macam tugas seperti membantu kelompok dalam pembagian tugas, membantu
pembentukan kelompok, membantu kerjasama dalam menentukan tujuan-tjuan organisasi,
membantu individu agar dapat bekerja sama dengan kelompok atau kelas, membantu prosedur
kerja, mengubah kondisi kelas.Memelihara agar tugas-tugas itudapat berjalan lancar.II.Prinsip-
prinsip dalam Manajemen KelasDjamarah (2006:185) menyebutkan “Dalam rangka memperkecil
masalah gangguan dalam pengelolaan kelas dapat dipergunakan.” Prinsip-prinsip pengelolaan kelas
yang dikemukakan oleh Djamarah adalah sebagai berikut.1)Hangat dan AntusiasHangat dan Antusias
diperlukan dalam proses belajar mengajar. Guru yang hangat dan akrab pada anak didik selalu
menunjukkan antusias pada tugasnya atau padaaktifitasnya akan berhasil dalam
mengimplementasikan pengelolaankelas.2)TantanganPenggunaan kata-kata, tindakan,cara kerja,
atau bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah siswa untuk belajar sehingga
mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.3)BervariasiPenggunaan alat
atau media, gayamengajar guru, pola interaksi antara guru dan anak didik akan mengurangi
munculnya gangguan,meningkatkan perhatian siswa. Kevariasian ini merupakan kunci untuk
tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan.4)KeluwesanKeluwesan
tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya
gangguan siswa serta menciptakan iklim belajarmengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat
mencegah munculnya gangguan seperti keributan siswa, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan
tugas dan sebagainya.5)Penekanan pada Hal-Hal yang PositifPada dasarnya dalam mengajar dan
mendidik, guru harus menekankan pada hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian
pada hal-halyang negative. Penekanan pada hal-hal yang positif yaitu penekanan yang dilakukan
guru terhadap tingkah laku siswa yang positif daripada mengomeli tingkah laku yang negatif.
Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif dan kesadaran guru
untuk menghindari kesalahan yang dapatmengganggu jalannya proses belajar
mengajar.6)Penanaman Disiplin DiriTujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat
mengembangkan dislipin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi teladan mengendalikan
diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Jadi, guru harus disiplin dalam segala hal bila ingin anak
didiknya ikut berdisiplin dalam segala hal.III.Pendekatan dalam Manajemen KelasManajemen kelas
bukanlah masalah yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan berbagai faktor. Permasalahan anak
didik adalah faktor utama yang dilakukan guru tidak lain adalah untuk meningkatkan kegairahan
siswa baik secara berkelompok maupun secara individual.Keharmonisan hubungan guru dan anak
didik, tingginya kerjasama diantara siswa tersimpul dalam bentuk interaksi. Lahirnya interaksi yang
optimal bergantung dari pendekatan yang guru lakukan dalam rangka pengelolaan kelas. (Djamarah
2006:179).Berbagai pendekatan tersebut adalah seperti dalam uraian berikut:a)Pendekatan
KekuasaanPengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak
didik. Peranan guru disini adalah menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin dalam kelas.
Kedisiplinan adalah kekuatan yang menuntut kepada anak didik untuk mentaatinya. Di dalamnya ada
kekuasaan dan norma yang mengikat untuk ditaati anggota kelas. Melalui kekuasaan dalam bentuk
norma itu guru mendekatinya.b)Pendekatan AncamanDari pendekatan ancaman atau intimidasi ini,
pengelolaan kelas adalah juga sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Tetapi
dalam mengontrol tingkah laku anak didik dilakukan dengan cara memberi ancaman, misalnya
melarang, ejekan, sindiran, dan memaksa.c)Pendekatan KebebasanPengelolaan diartikan secara
suatu proses untuk membantu anak didik agar merasa bebas untuk mengerjakan sesuatu kapan saja
dan dimana saja. Peranan guru adalah mengusahakan semaksimal mungkin kebebasan anak
didik.d)Pendekatan ResepPendekatan resep (cook book) ini dilakukan dengan memberi satu daftar
yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam
mereaksi semua masalah atau situasi yang terjadi di kelas. Dalam daftar itu digambarkan tahap demi
tahap apa yang harus dikerjakan oleh guru. Peranan guru hanyalah mengikuti petunjuk seperti yang
tertulis dalam resep.e)Pendekatan PengajaranPendekatan ini didasarkan atas suatu anggapan bahwa
dalam suatu perencanaan dan pelaksanaan akan mencegah munculnya masalah tingkah laku anak
didik, dan memecahkan masalah itu bila tidak bisa dicegah.Pendekatan ini menganjurkan tingkah
laku guru dalam mengajaruntuk mencegah dan menghentikan tingkah laku anak didik yang kurang
baik. Peranan guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pelajaran yang
baik.f)Pendekatan Perubahan TingkahLakuSesuai dengan namanya, pengelolaan kelas diartikan
sebagai suatu proses untuk mengubah tingkah laku anak didik. Peranan guru adalah
mengembangkan tingkah laku anak didik yang baik, dan mencegah tingkah laku yang kurang baik.
Pendekatan berdasarkan perubahan tingkah laku (behavior modification approach) ini bertolak dari
sudut pandangan psikologi behavioral.g)Pendekatan Sosio-EmosionalPendekatan sosio-emosional
akan tercapai secarta maksimal apabila hubungan antar pribadi yang baik berkembang di dalam
kelas. Hubungan tersebut meliputi hubungan antara guru dan siswa serta hubungan antar siswa.
Didalam hal ini guru merupakan kunci pengembangan hubungan tersebut. Oleh karena itu
seharusnya guru mengembangkaniklim kelas yang baik melalui pemeliharaan hubungan antar
pribadi di kelas. Untuk terrciptanya hubungan guru dengan siswa yang positif, sikap mengerti dan
sikap ngayomi atau sikap melindungi.h)Pendekatan Kerja KelompokDalam pendekatan in, peran
guru adalah mendorong perkembangan dan kerja sama kelompok. Pengelolaan kelas dengan proses
kelompok memerlukan kemampuan guru untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan
kelompok menjadi kelompok yang produktif, dan selain itu guru harus pula dapat menjaga kondisi
itu agar tetap baik. Untuk menjaga kondisi kelas tersebut guru harus dapat mempertahankan
semangat yang tinggi, mengatasi konflik, dan mengurangi masalah-masalah
pengelolaan.i)Pendekatan Elektis atau PluralistikPendekatan elektis (electic approach) ini
menekankan pada potensialitas, kreatifitas, dabn inisiatif wali atau guru kelas dalam memilih
berbagai pendekatan tersebut berdasarkansituasi yang dihadapinya. Penggunaan pendekatan itu
dalamsuatu situasi mungkin dipergunakan salah satu dan dalam situasi lain mungkin harus
mengkombinasikan dan atau ketiga pendekatan tersebut.Pendekatan elektis disebut juga
pendekatan pluralistik, yaitu pengelolaan kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam
pendekatan yang memiliki potensi untuk dapat menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi
memungkinkan proses belajar mengajar berjalan efektif dan efisien. Guru memilih dan
menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut sesuai dengan kemampuan dan selama maksud
dan penggunaannnya untuk pengelolaan kelas disini adalah suatu set (rumpun) kegiatan guru untuk
menciptakandan mempertahankan kondisi kelasyang memberi kemungkinan prosesbelajar mengajar
berjalan secara efektif dan efisien.IV.Pengaruh Manajemen Kelas dalam Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran di KelasPembelajaran yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh pembaharuan
kurikulum, fasilitas yang tersedia, kepribadian guru yang simpatik, pembelajaran yangpenuh kesan,
wawasan pengetahuan guru yang luas tentang semua bidang, melainkan juga guru harus menguasai
kiat memanejemeni kelas.Pemahaman akan prinsip-prinsip manajemen kelas ini penting dikuasai
sebelum hal-hal khusus diketahui. Dengan dikuasainya prinsip-prinsip manajemen kelas, hal ini akan
menjadi filter-filter penyaring yang menghilangkan kekeliruan umum dari manajemen kelas.
Manajemen kelas dapat mempengaruhi tingkat kualitas pembelajaran di kelas karena manajemen
kelas benar-benar akan mengelola susasana kelas menjadi sebaik mungkin agar siswa menjadi
nyaman dan senang selama mengikuti proses belajar mengajar.Oleh karena itu, kualitas belajar
siswa seperti pencapaian hasil yang optimal dan kompetensi dasar yang diharapkan dapat tercapai
dengan baik dan memuaskan. Selain itu, manajemen kelas juga akan menciptakan dan
mempertahankan suasana kelas agar kegiatan mengajar dapat berlangsung secara efektif dan
efisien. Di samping itu juga, dengan manajemen kelas tingkat daya serap materi yang telah diajarkan
guru akan lebih membekas dalam ingatan siswa karena adanya penguatan yang diberikan guru
selama proses belajar mengajar berlangsung.
8. Pemahaman mengenai masalah belajar internal dan eksternal
9. Siswa Berkebutuhan Khusus
Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami
kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/
perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.
Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi
kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan
pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.[1]
Anak – anak yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas tersebut dalam proses
perkembangannya memerlukan adanya layanan pendidikan khusus. Dengan demikian, ABK dapat
diartikan sebagai anak yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas yang tidak bisa
disamakan dengan anak normal pada umumnya sehingga dalam perkembangannya diperlukan
adanya layanan pendidikan khusus agar potensinya dapat berkembang secara optimal.[2]
Anak berkebutuhan khusus memiliki keragaman sifat, perilaku, karakteristik,dan bentuknya yaitu:
Dari aspek kecerdasan, anak kelompok ini terdiri dari kelompok ABK berintelegensi di atas rata-rata
(supernormal) dan kelompok ABK yang berintelegensi di bawah rata-rata (subnormal). ABK
supernormal meliputi:
· Imbisil (30-60)
· Idiot (IQ<30)
b. Kelompok ABK dilihat dari aspek fisik/jasmani:
Dilihat dari fisik atau jasmani kelompok anak ini dibagi menjadi beberapa kategori yaitu:
1. Tunanetra
Individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima
informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas. Tunanetra dibagi menjadi dua yaitu:
Ø Kurang awas (low vision), yaitu anak yang masih memiliki sisa penglihatan sedemikian rupa
sehingga masih dapat sedikit melihat atau membedakan gelap dan terang.
Ø Buta (blind), yaitu anak yang sudah tidak bisa atau tidak memiliki sisa penglihatan sehingga tidak
bida membedakan gelap dan terang.
2. Tunarungu
Yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang
mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu
dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak tuna rungu dapat dibagi
menjadi:
3. Tunadaksa
Anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menatap pada alat gerak (tulang,sendi,otot)
sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Tunadaksa dibagi menjadi dua
kategori yaitu:
Ø Tunadaaksa syaraf (neurologically handicapped) yaitu kelainan yang terjadi pada anggota tubuh
yang disebabkan gangguan pada urat syaraf.
Anak tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku
tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun
masyarakat pada umumnya,sehingga merugikan dirinya maupun orang lain.[4]
1. Autisme
Yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem syaraf
pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku. Anak yang
mengindap autis pada umumnya menunjukkan perilaku tidak senang kontak mata dengan orang
lain, kurang suka berteman, senang menyendiri dan asyik dengan dirinya sendiri.[5]
2. Hiperaktif
Istilah hiperaktif berasal dari kata hiper yang berarti kuat, tinggi, lebih, sedangkan kata aktif berarti
gerak atau aktifitas jasmani. Dengan demikian hiperaktif berarti anak yang memiliki gerak jasmani
yang lebih atau melebihi teman – teman seusianya. Bisa juga dikatakan anak yang memiliki gejala –
gejala perilaku yang melebihi kapasitas anak – anak yang normal. Misalnya: tidak dapat duduk
dengan waktu yang relatif cukup, senang berpindah – pindah tempat duduk saat kegiatan belajar
berlangsung.
Anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam
hal kemampuan membaca,menulis dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena
faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena faktor intelegensi (intelegensinya normal
bahkan ada yang diatas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Anak berkebutuhan khusus selain sudah menjadi takdir juga karena adanya faktor – faktor tertentu
yang menjadi penyebabnya. Faktor – faktor penyebab itu menurut kejadiannya dapat dibedakan
menjadi tiga peristiwa yaitu:
Faktor penyebab ketunaan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah
keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan. Ketunaan yang terjadi pada ABK yang
terjadi sebelum masa kelahiran dapat disebabkan antara lain oleh hal- hal sebagai berikut:
· Virus Liptospirosis (air kencing tikus), yang menyerang ibu yang sedang hamil. Jika virus ini
merembet pada janin yang sedang dikandungnya melalui placenta maka ada kemungkinan anak
mengalami kelainan.[6]
· Virus maternal rubella (campak jerman, retrolanta fibroplasia (RLF) yang menyerang pada ibu
hamil dan jamin janin yang dikandungnya terdapat kemunngkinan akan timbul kecacatan pada bayi
yang lahir.
· Keracunan darah (toxaenia) pada ibu- ibu yang sedang hamil sehingga janin tidak dapat
memperoleh oksigen secara maksimal, sehingga saraf – saraf di otak mengalami gangguan.
· Faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen pada calon bayi di kandungan yang terjadi
karena ada gangguan/infeksi pada placenta.
· Penggunaan obat – obatan kontrasepsi yang salah pemakaiannya sehingga jiwanya menjadi
goncang, tertekan yang secara langsung dapat berimbas pada bayi dalam perut.
· Percobaan abortus yang gagal, sehingga janin yang dikandungnya tidak dapat berkembang secara
wajar.
· Proses kelahiran yang menggunakan tang verlossing (dengan bantuan tang). Cara ini dapat
menyebabkan brain injury (luka pada otak) sehingga pertumbuhan otak kurang dapat berkembang
secara optimal.
· Proses kelahiran bayi yang terlalu lama sehingga mengakibatkan bayi kekurangan zat
asam/oksigen. Hal ini dapat menggangu pertumbuhan sel-sel di otak. Keadaan bayi yang lahir dalam
keadaan tercekik oleh ari –ari ibunya sehingga bayi tidak dapat secara leluasa untuk bernafas yang
pada akhirnya bisa menyebabkan gangguan pada otak.
· Kelahiran bayi pada posisi sungsang sehingga bayi tidak dapat memperoleh oksigen cukup yang
akhirnya dapat mengganggu perkembangan sel di otak[7].
Ketunaan pada ABK dapat diperoleh setelah kelahiran pula karena faktor- faktor penyebab seperti
berikut ini:
· Terjadi incident(kecelakaan) yang melukai kepala dan menekan otak bagian dalam.
· Penyakit panas tinggi dan kejang – kejang(stuip), radang telinga(otitis media), malaria tropicana
yang dapat berpengaruh terhadap kondisi badan.
ABK memiliki tingkat kekhususan yang amat beragam, baik dari segi jenis, sifat, kondisi maupun
kebutuhannya, oleh karena itu layanan pendidikannya tidak dapat dibuat tunggal atau seragam
melainkan menyesuaikan diri dengan tingkat keberagaman karakteristik dan kebutuhan anak.
Dengan beragamnya model layanan pendidikan tersebut, dapat lebih memudahkan anak – anak
ABK dan orang tuanya untuk memilih layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhannya.
Ada beberapa model atau bentuk pelayanan pendidikan bagi ABK yang ditawarkan mulai dari yang
model klasik sampai yang model terkini.
Ø Model segregasi
Merupakan model layanan pendidikan yang sudah lama dikenal dan diterapkan pada anak – anak
berkebutuhan khusus di Indonesia. Model ini mencoba memberikan layanan pendidikan secara
khusus dan terpisah dari kelompok jenis anak normal maupun anak berkebutuhan khusus lainnya.
Dalam praktiknya, masing – masing kelompok anak dengan jenis kekhususan yang sama dididik pada
lembMerupakan model layanan pendidikan yang sudah lama dikenal dan diterapkan pada anak –
anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Model ini mencoba memberikan layanan pendidikan secara
khusus dan terpisah dari kelompok jenis anak normal maupun anak berkebutuhan khusus lainnya.
Dalam praktiknya, masing – masing kelompok anak dengan jenis kekhususan yang sama dididik pada
lembaga pendidikan yang melayani sesuai dengan kekhususannya tersebut. Sebagai contoh: SLB A,
lembaga pendidikan untuk anak tunanetra, SLB B lembaga pendidikan umtuk anak tunarungu, SLB C,
lembaga pendidikan untuk anak tuna grahita, SLB D lembaga pendidikan untuk anak tuna daksa, SLB
E lembaga pendidikan untuk anak tuna laras dan SLB G untuk tuna ganda.
Sesuai dengan namanya, kelas khusus tidak berdiri sendiri seperti halnya sekolah khusus(SLB),
melainkan keberadaanya ada di sekolah umum atau reguler. Keberadaan kelas khusus ini tidak
bersifat permanen, melainkan didasarkan pada ada atau tidaknya anak – anak yang memerlukan
pendidikan atau pembelajaran khusus di sekolah tersebut[8].
SDLB keberadaannya mirip dengan SLB yaitu sekolah yang diperuntukkan dan untuk menampung
anak –anak berkebutuhan khusus usia sekolah dasar dari berbagai jenis dan tingkat kekhususan yang
dialaminya. Mereka belajar di kelas masing-masing yang disesuaikan dengan jenis kekhususannya,
akan tetapi mereka bersosialisasi secara bersama-sama dalam satu naungan sekolah.
Model guru kunjung dapat diterapkan untuk melayani pendidikan bagi ABK terutama mereka yang
ada atau bermukin di daerah terpencil, daerah perairan, daerah kepulauan atau tempat – tempat
yang sulit dijangkau oleh layanan pendidikan khusus yang telah ada, misalnya SLB, SDLB, kelas
khusus dan sebagainya. Di tempat tersebut dibentuk sanggar atau kelompok – kelompok belajar
tempat anak – anak memperoleh layanan pendidikan.
Ø Sekolah terpadu
Sekolah ini pada hakikatnya merupakan sekolah normal biasa yang telah ditetapkan untuk menerima
anak – anak yang berkebutuhan khusus. Mereka belajar bersama – sama dengan anak- anak normal
lainnya tanpa dipisah dinding tembok kelas. Dalam pembelajaran di sekolah mereka diajar oleh guru
– guru umum, sedangkan materi – materi yang memiliki sifat kekhususan diberikan oleh guru
pendamping yang telah ditunjuk[9].
Kata inklusi bermakna terbuka, yang berarti bahwa pendidikan yang bersifat terbuka bagi siapa saja
yang mau masuk sekolah baik dari kalangan anak normal maupun anak berkebutuhan khusus.
Demikian pula lingkungan pendidikan yang, termasuk ruang kelas, toilet, halaman bermain,
laboratorium dan lain – lain harus dimodifikasi dan dapat diakses oleh semua anak, termasuk anak
berkebutuhan khusus.
4. Proses belajar secara Psikologi
Jamila Lestyowati
Abstrak
Pengajar yang sukses merupakan sosok yang menguasai masalah substansi dan profesional,
memahami motif, kepribadian, kemampuan berfikir, gaya belajar dan perilaku peserta didiknya.
Ketika pengajar berada di ruang kelas, keterampilan mengajarnya bukanlah didapat dari keturunan,
tapi hasil dari pengalaman. Setiap kali pengajar berada di ruang kelas, pasti ada hal baru yang
didapatkannya. Hal itu bisa berasal dari peserta diklatnya, dari sesama pengajar maupun dari
suasana yang dibangun selama diklat. Dan hal yang baru itu kemudian menjadi dasar bagi penerapan
untuk periode berikutnya. Namun demikian, tetap diperlukan informasi dari pihak lain yang telah
mengembangkan belajar dari pengalaman mereka. Karena pengalaman orang lain juga bisa dijadikan
pegangan. Bisa jadi pengajar tersebut belum mengalami apa yang sudah dialami oleh pengajar yang
lain. Pemahaman akan motif, kepribadian, kemampuan berfikir, gaya belajar dan lain-lain atau dapat
disingkat dengan psikologi pendidikan peserta diklat merupakan hal yang niscaya untuk pencapaian
tujuan pembelajaran.
Pengantar
Psikologi berasal dari bahasa Yunani “psyche” yang berarti jiwa dan “logos” yang berarti ilmu. Jadi
secara etimologis, psikologi berarti ilmu jiwa. Pada awalnya psikologi digunakan oleh para filosof
untuk memahami akal pikiran dan tingkah laku makhluk hidup. Namun selanjutnya psikologi
digunakan secara meluas untuk mempelajari banyak bidang. Pada akhirnya psikologi banyak
digunakan untuk memahami tingkah laku manusia, melalui penyelidikan tentang mengapa, kapan
dan dengan cara bagaimana tingkah laku seseorang itu muncul.
Muhibbin Syah menyimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan
membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu maupun kelompok,
dalam hubungannya dengan lingkungan.
Pendidikan berasal dari kata “didik”. Mendidik berarti memelihara dan memberikan latihan, yang
memerlukan adanya ajaran terutama mengenai akhlak dan kecerdasan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan.
Psikologi Pendidikan
Barlow mendefinisikan psikologi pendidikan sebagai suatu pengetahuan berdasarkan riset psikologis
yang menyediakan serangkaian sumber-sumber untuk membantu melaksanakan fungsi dalam
proses belajar mengajar secara lebih efektif. Sedangkan secara istilah psikologi pendidikan adalah
psikologi yang khusus menguraikan kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas manusia dalam
hubungannya dengan situasi pendidikan, misalnya bagaimana cara menarik perhatian agar pelajaran
dapat dengan mudah diterima, bagaimana cara belajar dan sebagainya.
Maka psikologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia di dalam dunia
pendidikan yang meliputi studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan pendidikan manusia yang tujuannya untuk mengembangkan dan
meningkatkan koefisien di dalam pendidikan. Psikologi pendidikan pada dasarnya berorientasi pada
proses kegiatan orang-orang yang belajar dan mengajar termasuk pendekatan, strategi, hasil,
metode belajar mengajar yang digunakan baik pembelajar maupun pengajar. Pada akhirnya
psikologi pendidikan dapat digunakan sebagai pedoman praktis disamping sebagai kajian teoritis
karena psikologi pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu disiplin psikologi yang meyelidiki
masalah-masalah psikologi yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Oleh karena itu objek kajian psikologi pendidikan, selain teori-teori psikologi pendidikan sebagai
ilmu, tetapi lebih condong pada aspek psikologis peserta didik, khususnya ketika mereka terlibat
dalam proses pembelajaran.
Menurut Glover dan Ronning objek kajian psikologi pendidikan mencakup topik-topik tentang
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, hereditas dan lingkungan, perbedaan individual
peserta didik, potensi dan karakteristik tingkah laku peserta didik, pengukuran proses dan hasil
pendidikan dan pembelajaran, kesehatan mental, motivasi dan minat, serta disiplin lain yang
relevan.
Secara garis besar banyak ahli membatasi objek kajian psikologi pendidikan menjadi tiga macam:
1. Mengenai “belajar”, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip, dan ciri-ciri khas perilaku belajar
peserta didik, dan sebagainya;
2. Mengenai “proses belajar”, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan
belajar peserta didik;
3. Mengenai “situasi belajar”, yakni suasana dan keadaan lingkungan, baik bersifat fisik maupun
nonfisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar peserta didik.
Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional dengan tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak untuk melakukan kegiatan dikjartih PNS, evaluasi dan pengembangan diklat
pada lembaga diklat pemerintah. Sebagai tenaga dikjartih, dalam melakukan kegiatannya
widyaiswara harus menyesuaikan proses belajar mengajar dengan situasi dan kondisi peserta diklat.
Hal ini bertujuan agar pembelajaran dapat tercapai secara efektif.
Kelas adalah sebuah lingkungan yang menjadi tempat interaksi antar peserta diklat, antara peserta
diklat dengan widyaiswara. Proses interaksi ini harus digunakan sebagai dasar dalam
mempertimbangkan perlakuan seperti apa yang akan diberikan kepada peserta diklat. Perlakuan
yang responsif ini diberikan agar secara psikologis peserta diklat terus bergairah, antusias dan
senang melakukan kegiatan serta terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Agar bisa mendapatkan
situasi yang “meriah” seperti diatas, widyaiswara harus memahami konsep psikologi pendidikan agar
dapat melaksanakan tugasnya secara profesional.
Manfaat yang dapat diperoleh pengajar yang memahami psikologi pendidikan antara lain :
1. Pemahaman proses perkembangan peserta didik yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Hal ini penting agar dapat dilakukan
penyesuaian dengan tahap perkembangan ranah cipta peserta diklat sehingga mereka lebih mudah
mencerna dan memahami materi yang disampaikan. Contoh nyata adalah ketika penulis berada di
kelas diklat PBJ. Pesera berasal dari latar belakang yang beragam. Pengalaman di kantor selama
melaksanakan pekerjaan sangat beragam. Di awal penulis melakukan profiling peserta untuk
mengetahui sejauh mana interaksi mereka dengan pekerjaan yang berhubungan dengan teknis
diklat. Biasanya kondisi peserta sangat beragam. Ada yang sudah berpengalaman dan lama bekerja
di bagian tersebut. Ada yang sekedar mengetahui bahkan ada yang sama sekali tidak mengerti
materi teknis tersebut. Pengetahuan akan profil peserta ini memudahkan penulis ketika mengajar
yaitu dengan memahami perkembangan peserta diklat selama ini. Maka penulis akan banyak
menyampaikan konsep di awal materi untuk menyesuaikan dengan kondisi peserta yang masih
pemula. Atau disaat yang lain, penulis akan banyak latihan dan sharing untuk peserta yang sudah
berpengalaman dan mengikuti diklat sebagai bentuk penyegaran kepada mereka.
Dalam proses belajar mengajar keberadaan widyaiswara sangat diperlukan untuk membantu peserta
diklat agar mau dan mampu belajar dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, merupakan hal yang
esensial bagi widyaiswara untuk memahami cara dan tahapan belajar yang terjadi pada peserta
diklatnya. Pemahaman ini mencakup urgensi belajar, teori belajar, hubungan belajar dengan memori
dan pengetahuan serta fase yang dilalui dalam peristiwa belajar. Selain juga pendekatan belajar,
kesulitan belajar dan cara mengatasinya.
Hal yang perlu diperhatikan oleh widyaiswara dalam dikjartih adalah menyampaikan materi
pelajaran, melatih ketrampilan, menanamkan nilai-nilai moral yang terkandung dalam materi
pelajaran tersebut. Untuk itu widyaiswara harus mampu membangkitkan gairah dan minat belajar.
Disinilah pentingnya pemahaman mengenai model, metode dan strategi mengajar yang sesuai
dengan siatuasi dan kondisi peserta diklat.
Ketika peserta berbagi pengalaman dan perasaan mereka, pengajar sebagai fasilitator
mendengarkan dengan penuh perhatian dan tidak mempertanyakan atau membalas perasaan yang
diungkapkan. Selain itu pengajar juga harus mengetahui model, strategi dan metode mengajar yang
tepat dihubungkan dengan materi pembelajaran. Penulis biasanya menggunakan metode yang
berbeda untuk satu materi tertentu.
Misalnya menggabungkan antara metode ceramah, kartu, teknik jigsaw, simulasi dan bermain peran.
Pemahaman mengenai teknik dan metode pembelajaran ini hal yang niscaya agar proses
pembelajaran variatif dan tidak membosankan.
Widyaiswara adalah manajer di kelas. Dia yang harus merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi pembelajaran termasuk membuat keputusan untuk mendinamisasikan kelas agar
proses belajar mengajar berlangsung secara efektif dan efisien dengan interaksi belajar mengajar
yang lancar dan menyenangkan.
Psikologi pendidikan berusaha untuk mewujudkan tindakan psikologis yang tepat dalam interaksi
antar setiap faktor pendidikan. Pengetahuan psikologis tentang peserta didik menjadi hal yang
sangat penting dalam pendidikan. Karena itu, pengetahuan tentang psikologi pendidikan seharusnya
menjadi kebutuhan bagi para pengajar, bahkan bagi tiap orang yang menyadari dirinya sebagai
pendidik.
Proses belajar mengajar harus disesuaikan dengan prinsip psikologi antara lain:
a. Materi diberikan mulai dari bahan yang sederhana kepada bahan yang lebih kompleks;
b. Materi diberikan dari hal yang konkret kepada hal yang lebih abstrak;
c. Materi diberikan dari hal yang umum kepada hal yang khusus;
d. Meteri diberikan dari hal yang diketahui kepada yang belum diketahui;
e. Materi diberikan dari proses induksi ke proses deduksi atau sebaliknya (Tabrani : 90)
Prinsip belajar yang mendapat dukungan semua ahli psikologi modern adalah:
a. Belajar selalu dimulai dengan suatu masalah dan berlangsung sebagai usaha untuk memecahkan
masalah itu;
b. Proses belajar selalu merupakan usaha untuk memecahkan suatu masalah secara sungguh-
sungguh dengan menangkap atau memahami hubungan antara bagian-bagaian masalah itu;
c. Belajar itu berhasil bila disadari telah ditemukan clue atau hubungan diantara unsur-unsur dalam
masalah itu sehingga diperoleh insight atau wawasan. Insight dapat timbul dengan tiba-tiba, dapat
pula secara berangsur-angsur atau dengan susah payah.
Dengan menerapkan psikologi pendidikan, maka peserta diklat akan memiliki empat kemampuan,
kecakapan dan sifat utama sebagai berikut:
Penutup
Mempelajari psikologi pendidikan adalah bagian yang menarik dalam kaitannya dengan menjadi
pengajar yang sukses. Widyaiswara bukan hanya menjadi pengajar di kelas , tapi juga seorang
fasilitator. Penulis teringat dengan kata John Maxwell bahwa orang hebat adalah orang yang
membuat orang lain hebat. Maka ketika berhadapan dengan peserta diklat, widyaiswara adalah
sentral. Diperlukan pemahaman tentang psikologi pendidikan dalam upayanya untuk membuat
kegiatan pembelajaran menjadi kegiatan yang hebat, diisi oleh orang-orang yang hebat dan hasilnya
pasti akan hebat juga.
DAFTAR PUSTAKA
Dwivedi, Anju. Merancang Pelatihan Partisipatif untuk Pemberdayaan. Penerbit Pondok Edukasi,
Yogyakarta. 2006
Rusyan, Tabrani. Pendekatan Dalam Proses Belajat Mengajar. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. 1992
Lembaga Administrasi Negara, Psikologi Pendidikan Modul Diklat Calon Widyaiswara, 2007
http://syahyarorangsukses.weebly.com/pengertian-dan-ruang-lingkup-psikologi-pendidikan.html
http://belajarpsikologi.com/pengertian-psikologi-pendidikan/
staff.uny.ac.id/sites/default/files/Psikologi%20Pendidikan.pdf