Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S


DENGAN FRAKTUR
Keperawatan Medikal Bedah lll

OLEH :

Kelompok 1 B

Maria Hanifah 1801009

Muh.Farhan Risqulah 1801019

Nur Anjani 1801008

Nada Patanduk 1801011

Yuna Faujiah 1801010

Grazella Rante Tandu 1801007

Nadika Mutya.P 1801013

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG

MAKASSAR

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fraktur adalah terputusnya hubungan (diskontinuitas) tulang radius dan ulna


yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah baik trauma langsung maupun
trauma tidak langsung (Noor, 2012). Fraktur adalah suatu perpatahan pada kontinuitas
struktur tulang. Patahan tadi mungkin tidak lebih dari suatu retakan atau primpilan
korteks, biasanya patahan tersebut lengkap dengan fragmen tulangnya bergeser. Jika
kulit diatasnya masih utuh disebut fraktur tertutup, sedangkan jika salah satu rongga
tubuh tertembus disebut fraktur terbuka (Aplay, 1993).

Kebanyakan fraktur pergelangan tangan dapat terjadi baik akibat jatuh dengan
posisi lengan terbuka maupun pukulan langsung saat kecelakaan kendaraan bermotor
maupun perkelahian. Fraktur kedua tulang lengan bawah merupakan cedera yang
tidak stabil, fraktur non dislokasi jarang terjadi. Stabilitas fraktur bergantung pada
jumlah energi yang diserap selama cedera dan gaya otot besar yang cenderung
menggeser fragmen (Thomas dkk, 2011).

Pelayanan fisioterapi Indonesia sebagaimana pelayanan Fisioterapi di Negara


lain mencakup bidang Promotif, Preventif, Kuratif, Rehabilitatif dengan tujuan
utamanya tercapai manusia yang sehat, promotif dan berprestasi.Untuk mencapai
tujuan itu dan luasnya spektrum pelayanan dimana Fisioterapi terlibat kolaboratif
dengan profesi keshatan lain, maka pengembangan Fisiotrapi mengarah pada
spesialisasi pada bidang pelayanan yang utama yaitu bidang Tumbuh kembang,
Bidang Muskuloskeletal, Bidang Neuromuskular dan Bidang Cardiovaskular dan
Respirasi, Olahraga, Geriatri, Kesehatan Wanita , wellness dll. (Depkes RI, 2008).

Fraktur lengan bawah meliputi fraktur corpus (shaft), radii, ulna, atau
keduanya (antebrachii). Fraktur lengan bawah diklasifikasikan lebih lanjut menurut
lokasi (fraktur radius 1/3 proximal, 1/3 tengah, atau 1/3 distal). Pola fraktur pada
lengan bawah meliputi transversal, oblique, spiral, kominutif, segmental, dengan atau
tanpa dislokasi, dan angulasi (volar atau dorsal, dan radial atau ulnar) (Thomas dkk,
2011). Dalam kasus penanganan pada kondisi fraktur dibedakan menjadi 2 yaitu
metode konservative dan operatif. Metode konservative menggunakan OREF (Open
Reduction External Fixation) yaitu dengan fiksasi yang dipasang di luar tubuh/
anggota gerak yang cedera (gips, spalk, bandage, dll), sedangkan metode operative
dengan ORIF (Open Reduction Internal Fixation) yaitu penggunaan fiksasi yang
dipasang di dalam tubuh dapat berupa plat and screws, nail, narrow, whire, dll).

Problematika fisioterapi yang dapat ditemukan pada kasus fraktur colles


dekstra diantaranya adalah imparment (1) nyeri tekan dan nyeri gerak pada daerah
wrist dan hand (2) Penurunan Lingkup Gerak Sendi (LGS) pada Metacarpophalangeal
joint (MCP), wrist joint, elbow joint, dan shoulder joint, (3) Penurunan kekuatan otot
penggerak MCP, wrist, elbow dan shoulder joint, (4) adanya oedem di daerah wrist
dan hand. Permasalahan kedua adalah functional limitation yaitu keterbatasan fungsi
dalam aktifitas sehari-hari, meliputi (1) Kesulitan untuk menggenggam, membuka
jari-jari, (2) Kesulitan untuk fleksiekstensi elbow, (3) Kesulitan saat aktifitas sholat
dan memasak. Problematika fisioterapi terakhir yang ditemukan adalah disability
yaitu gangguan dalam aktifitas sosial dan gangguan dalam menjalankan pekerjaannya
sehingga pasien kesulitan untuk melakukan aktifitas di luar rumah secara mandiri,
misalnya : menggendong bayi, mendorong bed pasien, dll.

Dalam kasus fraktur, sebenarnya terdapat proses alam untuk menyatukan


tulang yang patah menjadi sambung kembali dan tidak harus dilakukan immobilisasi,
namun tujuan dari immobilisasi adalah untuk meringankan nyeri, memastikan bahwa
penyatuan terjadi dalam posisi baik sesuai dengan bentuk semula, memungkinkan
gerakan lebih awal, dan mengembalikan fungsi (Appley, 2005). Tanpa penanganan
fisioterapi maka proses-proses tersebut diatas tidak tertangani dengan baik, sehingga
akan didapatkan beberapa komplikasi yang mungkin terjadi berkenaan dengan kasus
fraktur itu sendiri, seperti : infeksi, nekrosis jaringan, non-union (tulang tidak bisa
menyambung), mal-union (tulang tersambung tapi tidak sesuai dengan anatomi
tulang), Delayed Union (kegagalan penyambungan tulang yang tidak sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyembuh).
B. Anatomi Fisiologi Kasus
a. Anatomi Tulang
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan menjadi
tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan tubuh. Tulang dlh
jaringan terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi utama:
1) Membentuk rangka badan
2) Sebagi pengumpil dan tempat melekat otot
3) Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-
alt dalam (otot, sumsum tulang belakang, jantung, dan paru-paru)
4) Sebagai tempat mengatur dan deposit kalsium, fosfat, magnesium dan
garam.
5) Ruang ditengah tulang tertentu sebagai organ yang mempunyai fungsi
tambahan lain, yaitu sebagai jaringan hemopoetik untuk memproduksi
sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.

Komponen utama jaringan tulang adalah mineral dan jaringan organik


(kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal
garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan.
Matriks organik tulang juga disebut osteosid. Sekitar 70% dari osteosid
adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberi tinggi pada tulang. Materi
organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan.

Secara garis besar, tulang dibagi menjadi 6;

1) Tulang panjang (long bone): femur, tibia, fibula, ulna, humerus.


2) Tulang pendek (short bone): tulang-tulang karpal
3) Tulang pipih (flat bone): tulang parietal, iga, skapula, dan pelvis.
4) Tulanmg tak beraturan (irregular bone): tulang vertebra
5) Tulang Sesmoid: tulang patella
6) Tulang Sutura: atap tengkorak

Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luarnya yang disebut
dengan korteks dan bagian luarnya dilapisi periosteum.
b. Fisiologi tulang
Tulang terdiri dari 3 jenis sel:
1) Osteoblast
Membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteosid melalui
suatu proses yangh disebut osifikasi.
2) Osteosit
Adalah sel tulang dewasa yng bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3) Osteoklas
Adalh sel besar yang berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat di absorbsi. Sel ini menghasilkan enzim
proteolitik, yang memecah matriks dan beberapa asam yang
melarutklan mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke
dalam aliran darah.(Arif Muttaqin, 2008)
c. Os Femur
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar yang terhubung
dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris.
Disebelah atas dan bawah kolumna femoris terdapat taju yang disebut
trokanter mayor dan trokanter minor. Di bagian ujung membentuk persendian
lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus medialis dan kondilus
lateralis. Di antara kedua kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang
tempurung lutut (patela) yang disebut dengan fosa kondilus.
Os tibialis dan fibularis merupakan tulang pip yng terbesar sesudah
tulang paha yang membentuk persendian dengan os femur. Pda bagian
ujungnya terdapat tonjolan yang disebut maleolus lateralis atau mata kaki luar.
Os tibia bentuknya lebih kecil, pada pangklal melekat os fibula, pada bagian
ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju
yang disebut os maleolus medialis. (Syaifuddin, 2006)
BAB II

KONSEP MEDIS

A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2003). Fraktur
femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Patah pada tulang femur dapat
menimbulkan perdarahan cukup banyak serta mengakibatkan penderita mengalami
syok (Sjamsuhidajat, 2004).

B. Klasifikasi
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut;
a. Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul, dan
melalui kepala femur (fraktur kapital).
b. Fraktur ekstrakapsular
1) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang lebih
besar / lebih kecil/ pada daerah intertrokanter.
2) Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih dari 2
inci di bawah trokanter minor.

Klasifikasi fraktur femur:

a. Fraktur leher femur


Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang tua terutama
wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis. Fraktur leher
femur pada anak anak jarang ditemukan fraktur ini lebih sering terjadi pada
anak laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 3:2. Insiden
tersering pada usia 11-12 tahun.

b. Fraktur subtrokanter
Dapat terjadi pada semua usia, biasanya disebabkan trauma yang hebat.
Pemeriksaan dpat menunjukkan fraktur yang terjadi dibawah trokanter minor.
c. Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang femur. Fraktur
daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan
minor. Frkatur ini bersifat ekstraartikular dan sering terjadi pada klien yang
jatuh dan mengalami trauma yang bersifat memuntir. Keretakan tulang terjadi
antara trokanter mayor dan minor tempat fragmen proksimal cenderung
bergeser secara varus. Fraktur dapat bersifat kominutif terutama pada korteks
bagian posteomedial.

d. Fraktur diafisis femur


Dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia dan biasanya karena trauma
hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian.

e. Fraktur suprakondilar femur


Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus femur dan
batas metafisis dengan diafisis femur. Trauma yang mengenai femur terjadi
karena adanya tekanan varus dan vagus yang disertai kekatan aksial dan
putaran sehingga dapat menyebabkan fraktur pada daerah ini. Pergeseran
terjadi karena tarikan otot.
(Arif Muttaqin, 2008)

C. Etiologi
Penyebab fraktur femur antara lain:
a. Fraktur femur terbuka
Disebabkan oleh trauma langsung pada paha.

b. Fraktur femur tertutup


Disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti degenerasi
tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang
menyebabkan fraktur patologis. (Arif Muttaqin, 2011)
Penyebab fraktur secara fisiologis merupakan suatu kerusakan jaringan
tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik,olahraga dan trauma
dapat disebabkan oleh: cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap
tulang sehingga tulang patah secara spontan dan cedera tidak langsung berarti
pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan. Secara patologis
merupakan suatu kerusakan tulang yang terjadi akibat proses penyakit dimana
dengan trauma dapat mengakibatkan fraktur, hal ini dapat terjadi pada
berbagai keadaan diantaranya: tumor tulang, osteomielitis, scurvy (penyakit
gusi berdarah) serta rakhitis (Mansjoer, 2003).

D. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal datang lebih besar dari pada
tekanan yang diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang dapat
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (fraktur) (Elizabeth,
2003).
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang menjadi rusak sehingga
menyebabkan terjadinya perdarahan. Pada saat perdarahan terjadi terbentuklah
hematoma di rongga medulla tulang, sehingga jaringan tulang segera berdekatan
kebagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis akan menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang di tandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit serta infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya (Price, 2005).

E. Tanda dan Gejala


a. Nyeri
Terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirncang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Gerakan luar biasa
Bagian –bagian yang tidak dapat digunkan cendrung bergerak secara tidak
alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya.
c. Pemendekan tulang
Terjadi pada fraktur panjang. Karena kontraksi otot yang melekat di atas dan
dibawah tempat fraktur.
d. Krepitus tulang (derik tulang)
Akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna tulang
Akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi
setelah beberapa jam atau hari.
(Brunner Suddarth, 2001)

f. Komplikasi
a. Fraktur leher femur
Komplikasi bergantung pada beberapa faktor. Komplikasi yang bersifat umum
adalah trombosis vena, emboli paru, pneumonias, dan dekubitus. Nekrosis
avaskular terjadi pada 30% klien fraktur femur yang disertai pergeseran dan
10% fraktur tanpa pergeseran. Apabila lokasi fraktur lrbih ke proksimal,
kemungklinan terjadi nekrosis avaskular lebih besar.
b. Fraktur diafisis femur
1) Komplikasi dini
Komplikasi dini harus segera ditangani dengan serius olh perawat yang
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien fraktur diafisis femur.
Perawat dapat melakukan pengenalan dini dan pengawasan yang optimal
apabila telah mengenal konsep anatomi, fisiologi, dan patofisioloigi patah
tulang.
Komplikasi yang biasanya terjadi pada fraktur diafisis femur adalah sebagai
berikut:
a) Syok. Terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur bersift
tertutup.
b) Emboli lemak. Sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur
femur. Klien perlu menjalani pemeriksaan gas darah.
c) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang menembus
jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menmyebakan
kontusi dan oklusi atau terpotong sama sekali.
d) Trauma saraf. Trauma pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen
dapat disertai kerusakan saraf yang berfariasi dari neuropraksia sampai
ke aksonotemesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus iskiadikus
atau pada cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus
komunis.
e) Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama, misalnya
distraksi di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo-emboli.
f) Infeksi. Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang
terkontaminasi. Infeklsi dapat pula terjadi setelah dilakukan operasi.
2) Komplikasi lanjut
Komplikasi fraktur diafisis femur hampitr sama dengan
komplikasi bebrapa jenis fraktur lainnya. Oleh karena itu setiap
perawat penrlu memperhatikan dan mengetahui komplikasi yang biasa
terjadi agar komplikasi tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan. Pada
beberapa situasi, perawat akan berhadapan dengan klien fraktur diafisis
femur yang menga;lami komplikasi lanjut. Perawat yang mempunyai
pengalaman dan pengetahuan yang baik dapat mengidenmtifikasi
kelainan yang timbul akibat komplikasi tahap lanjut dari fraktur
diafissi femur.
Komplikasi yang sering terjadi pada klien dengan fraktur diafisis
femur adalah sebagai berikut:
a) Delayed Union. Fraktur femur pada orang dewasa mengalami union
dalam empat bulan.
b) Non union. Apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik,
perawat perlu mencurigai adanya non union. Oleh karena itu, diperlukan
fiksasi internal dan bone graft.
c) Mal union. Bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen,
diperlukan pengamatan terus menerus selama perawatan. Angulasi lebih
sering ditemukan. Mal union juga mnyebabkan pemendekan tungkai
sehingga dipelukan koreksi berupa osteotomi.
d) Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan
pergerakan pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi
yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.
e) Refraktur. Terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union yang solid.
(Arif Muttaqin, 2008)
g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan berdasar jenis fraktur femur:
a. Fraktur leher femur
Pemeriksaan radiologis dapat mengetahui jenis fraktur dan jenis pengobatan
yang dapat diberikan.
b. Fraktur subtrokanter
Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan fraktur yang terjadi di bawah
trokanter minor. Garis fraktur dapat bersifat transversal, oblik atau spiral dan
sering bersifat kominutif. Fragmen proksimal dalam posisi fleksi, sedangkan
fragmen distal dlam posisi adksi bergeser ke proksimal.
c. Fraktur diafisis femur
Klien mengalami pembengkakan dan deformitas pada tungkai atas berupa
rotasi eksterna dan pemendekan tungkai. Klien mungkin datang dengan
keadaan syok.
d. Fraktur suprakondilar femur
Adanya pembengkakan dan deformitas terdapat krepitasi.
(Arif Muttaqin, 2008)

h. Penatalaksanaan medik dan Keperawatan


Pemeriksaan berdasar jenis fraktur femur:
e. Fraktur leher femur
Pemeriksaan radiologis dapat mengetahui jenis fraktur dan jenis pengobatan
yang dapat diberikan.
f. Fraktur subtrokanter
Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan fraktur yang terjadi di bawah
trokanter minor. Garis fraktur dapat bersifat transversal, oblik atau spiral dan
sering bersifat kominutif. Fragmen proksimal dalam posisi fleksi, sedangkan
fragmen distal dlam posisi adksi bergeser ke proksimal.
g. Fraktur diafisis femur
Klien mengalami pembengkakan dan deformitas pada tungkai atas berupa
rotasi eksterna dan pemendekan tungkai. Klien mungkin datang dengan
keadaan syok.
h. Fraktur suprakondilar femur
Adanya pembengkakan dan deformitas terdapat krepitasi.
(Arif Muttaqin, 2008)

1. Penatalaksanaan
a. Fraktur Femur Terbuka
Menurut Apley (1995), fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermt
untuk mengetahui ada tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia
otot, cedera pada pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut meliputi:
1) Profilaksis antibiotik
2) Debridemen

Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit


mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati dieklsisi
dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga perlu
dibersihkan dan dieksisi, terapi yang cukup dengan debridemen terbatas saja.

3) Stabilisasi

Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.

4) Penundaan tertutup
5) Penundaan rehabilitasi
b. Fraktur Femur Tertutup
Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif dalam
melakukan asuhan keperawatan. Denagn mengenal tindakan medis, perawat
dapat mengenal impliksi pada setiap tindakan medis yang dilakukan.
1) Fraktur trokanter dan sub trokanter femr, meliputi:
a) Pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu yang dilanjutkan dengan
gips pinggul selama 7 minggu merupakn alternaltif pelaksanaan pada
klien usia muda.
b) Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan pilihan
dengan memergunakan plate dan screw.
2) Fraktur diafisis femur, meliputi:
a) Terapi konserfativ
b) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi
definitif untuk mengurangi spasme otot.
c) Traksi tu;lang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi lutut.
Indikasi traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan
segmental.
d) Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur secara
klinis
3) Terapi Operasi
a) Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal
femur
b) Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan operasi
tertutup maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail terutama adalah
farktur diafisis.
c) Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif,
infected pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak yang hebat.
4) Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
a) Traklsi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan
lutut Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
b) Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi secara
konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail-phorc dare
screw dengan berbagai tipe yang tersedia.
(Arif Muttaqin, 2011)
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

I. IDENTITAS PASIEN :
a. Nama Pasien (Inisial) : Tn.S
b. Umur : 33 Tahun
c. No. Rekam Medis : 922513
d. Diagnosa Medis : closed fracture 1/3 middle left femur

II. KELUHAN UTAMA: Nyeri

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG: Pasien mengatakan nyeri pada paha kiri,
ekpresi wajah meringis.
P: Nyeri bila bergerak
Q: Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk
R: Paha kiri
S: Skala 5 (sedang)
T: 3-4 menit (hilang timbul)

IV. RIWAYAT PENYAKIT MASA LALU: Pasien mengatakan pernah di rawat di


RS. Wahidn tahun 2019 dengan diagnose thypoid.

V. RIWAYAT PSIKOSOSIAL:Pasien mengatakan dirinya sangat berteman baik


dengan lingungan tetangga. Pasien mengatakan ikhas menerima penyakit yang
saat ini dideritanya. Pasien sangat memperhatikan ketika berkomunikasi.

VI. POLA AKTIFITAS SEHARI-HARI: Pasien saat ini tidak dapat melakukan
aktvitasya sehari-hari. Pasien hanya terbaring di tempat tidur da sebagian
aktivitasnya dibantu oleh keluarga.
VII. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA: Pasien mengatakan keluarganya tidak
ada yang menderita peyakit keturunan

VIII. PEMERIKSAAN FISIK:


a. Tanda-tanda vital : 110/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, suhu 36.7C, pernapasan 20
kali/menit, GCS 15 (E4M6V5)
b. Tinggi badan : 170 Cm
c. Berat badan  : 65 Kg
d. Kepala        : Mesocephal, tidak ada benjolan
e.  Mata          : pupil isokor, simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak anemis
f. Hidung : simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi
g. Mulut          : mukosa mulut kering, terdapat caries pada gigi
h. Telinga     : simetris kiri dan kanan, tidak ada sekret
i. Dada    : tidak ada nyeri tekan, perkusi sonor, napas vesikuler, tidak
ada wheezing
j. Jantung        : bunyi jantung normal
k. Abdomen    :
Inspeksi bentuk : simetris, tidak ada pembesaran pada abdomen
Auskultasi : terdengar bising usus, peristaltic normal 20x/menit
Palpasi : tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri tekan
Hepar : tidak teraba
l. Ekstremitas  :
Kekuatan otot :
 Terjadi kekakuan sendi pada ekstremitas bawah
 Uji kekuatan otot

5 5
2 5
IX. Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan Lab.

Nama : Tn “S”

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujikan Satuan


HEMATOLOGI
WBC 13.2 3.00-10.00 10̂ 3/ul
RBC 3.06 4.00-6.00 10̂ 6/ul
HGB 8.7 12.0-16.0 g/dl
HCT 25 37.0-48.0 %
MCV 80 80.0-97.0 Fl
MCH 28 26.5-33.5 Pg
MCHC 35 31.5-35.0 g/dL
PLT 429 150-400 10̂ 3/ul
RDW-SD 37.0-54.0 fL
RDW-CV 15.0 11.0-16.0 %
PDW 8.1 9.0-17.0 FL
MPV 8.4 9.0-13.0 FL
PCT 0.00 0.17-0.35 %
NEUT 72.1 1.50-7.00 10̂ 3/ul
LYMPH 15.5 2.00-40.00 10̂ 3/ul
MONO 8.6 2.00-8.00 10̂ 3/ul
EO 3.5 1.00-3.00 10̂ 3/ul
BASO 0.3 0.00-0.10 10̂ 3/ul
Ureum Urin ( UUN ) 6 12-20 gr/24j
Natrium 126 136-145 mmol/l
Kalium 3.8 3.5-5.1 mmol/l
Klorida 99 97-111 mmol/l
Kesan : - Leukositosis
- Anemia
X. Pengobatan
Terapi Obat-obatan
No Nama obat Dosis Rute
1 Ketorolac 30 mg/12 jam IV
2 Omeprazole 4 mg /12 jam IV
3 Zinc 20 mg/24j Oral
Vit. B Complex 2tab/8j Oral
4 Curcuma 200mg/8j Oral
5 Viccillin sx 1500mg IV

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal,
kerusakan integritas struktur tulang, penurunan kekuatan otot.
3. Defisit perawatan diri (mandi, eliminasi) berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal, hambatan mobilitas.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tonjolan tulang.
5. Ansietas berhubungan dengan stres, krisis situasional.

6. Perencanaan Keperawatan
1. Intervensi Keperawatan dan Rasional

No Diagnosa Rencana Perawatan


Keperawatan Nursing Out Come (NOC) Nursing Intervention
Classification (NIC)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan a. Kaji nyeri pasien
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 dengan pengkajian
agen cedera fisik. jam diharapkan nyeri hilang/ nyeri OPQRSTUV
berkurang dengan kriteria b. Kendalikan faktor
hasil: lingkungan yang dapat
a. Melaporkan nyeri mempengaruhi respon
pada skala 0-1 pasien terhadap
b. TTV dalam batas ketidaknyamanan
normal (misal suhu ruangan,
c. Ekspresi wajah tidak pencahayaan, dan
menahan nyeri kegaduhan)
c. Berikan teknik
relaksasi
d. Ajarkan manajemen
nyeri (misal nafas
dalam)
e. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian analgetik.
2 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan a. Kaji mobilitas yang
fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 ada dan observasi
dengan gangguan jam diharapkan pasien terhadap peningkatan
muskuloskeletal, mampu melakukan aktifitas kerusakan
kerusakan integritas fisik sesuai dengan b. Pantau kulit bagian
struktur tulang, kemampuannya dengan distal setiap hari
penurunan kekuatan kriteria hasil: terhadap adanya iritasi,
otot. a. Mampu melakukan kemerahan.
perpindahan c. Ubah posisi pasien
b. Meminta bantuan yang imobilisasi
untuk aktifitas minimal setiap 2 jam.
mobilisasi. d. Ajarkan klien untuk
c. Tidak terjadi melakukan gerak aktif
kontraktur pada ekstremitas yang
tidak sakit.
e. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk
latihan fisik klien.

3 Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan


diri (mandi, keperawatan selama 3x24 penggunaa alat bantu
eliminasi) jam diharapkan pasien b. Kaji kondisi kulit saat
berhubungan dengan mengalami peningkatan mandi
gangguan perilaku dalam merawat diri c. Berikan bantuan
muskuloskeletal, dengan kriteria hasil: sampai pasien mampu
hambatan mobilitas. a. Klien mampu secara mandiri untuk
melakukan aktifitas melakuakn perawatan
perawatan dirisesuai diri
denmgan tingkat d. Letakkan sabun,
kemampuan handuk, peralatan
b. Mengungkapkan mandi, peralata
secara verbal BAB/BAK, didekat
kepuasan tentang klien.
kebersihantubuh, e. Ajarkan pasien atau
hygiene mulut. keluarga untuk
menggunakan metode
alternaltif dalam
mandi, hygiene mulut,
BAB/BAK.
f. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian supositoria
kalau terjadi konstipasi
4 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan a. Kaji adanya faktor
kulit berhubungan keperawatan selama 3x24 resiko yang
dengan tonjolan jam diharapkan tidak terjadi menyebabkan
tulang. kerusakan integritas kulit kerusakan integritas
secara luas dengan kriteria kulit
hasil: b. Observasi kulit setiap
a. Nyeri lokal hari dan catat sirkulasi
ekstremitas tidak dan sensori serta
terjadi perubahan yang terjadi
b. Menunjukkan c. Berikan bantalan pada
rutinitas perawatan ujung dan sambungan
kulit yang efektif. traksi
d. Jika memungkinkan
ubah posisi 1-2 jam
secara rutin
e. Konsultasikan ka ahli
gizi untuk maknan
tinggi protein untuk
membantu
penmyembuhan luka

5 Ansietas Setelah dilakukan tindakan a. Kaji dan


berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 dokumentasikan
stres, krisis jam diharapkan tingkat tingkat kecemasan
situasional. kecemasan berkuranmg klien
dengan kriteria hasil: b. Kaji cara pasien
a. Tidak menunjukkan untuk mengatasi
perilaku agresif kecemasan
b. Melaporkan tidak ada c. Sediakan informasi
manifestasi yang aktual tentang
kecemasan secara diagnosa medis dan
fisik. prognsis
d. Ajarkan ke pasien
tentang peggunaan
teknik relaksasi

DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/doc/185255413/LP-Fraktur-Femur

http://eprints.ums.ac.id/22045/21/NASKAH_PUBLIKASI.pdf

Anda mungkin juga menyukai