Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

MAGNETIK PARTIKEL INSPEKSI

1.1 Teori Dasar MPI


Magnet merupakan suatu logam yang terdapat menarik besi dan selalu memiliki
dua kutub yaitu kutub utara dan kutub selatan. Dimana arah medan meagnet di setiap titik
bersumber dari kutub utara menuju ke selatan dan mengarah dari kutub selatan ke utara di
dalam magnet. Metode magnetic particle (MPI) yaitu pengujian yang di lakukan untuk
mengetahui cacat permukaan (surface) dan permukaan bawah ( subsurface ) suatu
komponen dari bahan ferromagnetik. Dengan menggunakan prinsip memagnetisasi bahan
yang akan di uji yaitu dengan cara mengalirkan arus listrik dalam bahan yang di inspeksi.
Ada nya cacat yang tegak lurus arah medan magnet akan menyebabkan kebocoran medan
magnet. Kebocoran medan magnet ini mengindikasikan adanya cacat pada material. Cara
yang digunakan untuk mendeteksi cacat adanya kebocoran medan magnet adalah dengan
menaburkan partikel-partikel magnetik di permukaan. Partikel-partikel tersebut akan
berkumpul pada daerah kebocoran fluks magnetik. Bocoran fluks magnetik akan menarik
butir-butir ferromagnetik di permukaaan sehingga lokasi cacat dapat ditunjukan.
Adanya diskontinuitas permukaan atau bawah permukaan di material
memungkinkan fluks magnet bocor. Partikel besi-besi di terapkan ke bagian tersebut.
Partikel-partikel mungkin kering atau di suspensi basah. Jika area kebocoran fluks ada
partikel akan tertarik ke daerah ini. Partikel-partikel akan membangun pada daaerah
kebocoran dan bentuk apa yang di kenal sebagai indikasi. Indikasinya kemudian dapat di
evaluasi untuk menentukan apa itu, apa yang mungkin telah menyebabkan, dan apa
tindakan yang harus di ambil jika ada.
Inspeksi partikel magnetik (MPI) adalah pengujian Non Destruktif Testing (NDT),
proses untuk mendeteksi diskontinuitas permukaan dan bawah permukaan pada material
ferroelektrik seperti besi, nikel, kobalt, dan beberapa panduan mereka.
Kelemahan metode ini hanya bisa di terapkan untuk material ferromagnetik. Slain
itu, medan magnet yang di bangkitkan harus tegak lurus atau memotong daerah retak serta
di perlukan demagnetisasi di akhir inspeksi.

1
1.1.1 Jenis – jenis magnet
Jenis magnet ada 2 yaitu :

1.Magnet Permanen

Magnet permanen merupakan bahan-bahanlogam tertentu yang jika dimagnetisasi


maka bahan tersebut akan mampu mempertahankan sifat magnetnya dalam jangka
waktu yang sama (permanen)

2.Elektromagnet

Eleltromagnet merupakan magnet yang terbuat dari bahan ferromagnetik jika dialirkan
arus listrik maka bahan tersebut akan menjadi magnet, tetapi jika pemberian arus listrik
di hentikan, maka magnet pada bahan tersebut akan hilang.

Dalam proses pengujian magnetik particle inspection ini, ada yang disebut dengan
magnetisasi dan demagnetisasi. Magnetisai adalah proses yang dilakukan untuk
membangkitkan medan magnet pada benda yang akan di inspeksi.

Setelah benda memilki medan magnet, benda itu harus di magnetisasi untuk
mengembalikan keadaan benda semula, yaitu tidak mengandung medan magnet. Hal
ini memerlukan peralatan khusus yang bekerja kebalikan dari peralatan magnetizing.
Magnetizing biasanya dilakukan dengan pulsa arus tinggi yang sangat cepat mencapai
puncaknya saat ini dan cepat meninggalkan bagian magnet. Untuk demagnetize bagian
saat ini atau magnet yang diperlukan harus sama atau lebih besar dari arus medan atau
magnet yang digunakan untuk bagian magnet, medan magnet maka saat ini atau secara
perlahan du kurangi menjadi nol meninggalkan bagian kerusakan magnetik.

1.1.2 Klasifikasi Metode MPI

Pada pengujian tidak merusak dengan metode Magnetik Partikel Inspeksi (MPI
pada dasarnya yaitu dengan mamgnetisasi bahan yang akan di uji. Adanya cacat yang
tegal lurus arah medan magnet akan menyebabkan kebocoran medan
magnet.kebocoran madan magnet ini mengindikasikan adanya cacat pada material.

2
Gambar 1.1 magnetic field lines

Kelemahan metode ini hanya bisa diterapkan untuk material ferromagnetik. Selain
itu, medan magnet yang di bangkitkan harus tegak lurus atau memotong daerah retak
serta diperlukan demagnetisasi di akhir inspeksi.

Magnetik Partikel Inspeksi (MPI) ini memiliki 3 metode yang digunakan yaitu
MPI Dry Visible, MPI Wet Visible, MPI Wet Flourescent.

1. MPI Dry Visible


Dalam proses ini Dry Visble ini, di gunakan serbuk yang kering. Serbuk tersebut di
taburkan pada saat magnetisasi benda uji.Tujuan pemberian serbuk ani adalah untuk
mendeteksi adanya cacat pada benda uji, karena jika terjadi cacat, serbuk ini akan
menuju dimana letak cacat tersebut.

Gambar 1.2 Pengujian logam dengan metode Dry Visible

3
2. MPI Wet Visible

Metode Wet Visible ini dalam prosesnya sam dengan metode Dry Visible. Yang
membedakan adalah serbuk yang digunakan. Jika dryvvisible menggunakan serbuk
magnet basah tetapi wet visible menggunakan serbuk magnet bertipe basah. Serbuk
tersebut ditaburkan pada saat magnetisasi benda uji. Tujuan pemberian serbuk ini
adalah untuk mendeteksi adanya cacat pada benda uji, karena jika terjadi cacat,
serbuk ini akan menunjukan dimana cacat tersebut.

Gambar 1.3 Pengujian logam dengan MPI Wet Visible


3. MPI Wet Flourescent

Dalam metode Wet Flourescent ini, menggunakan serbuk yang basah. Serbuk
tersebut ditaburkan pada saat megnetisasi benda uji. tujuan pemberian serbuk
tersebut ini adalah untuk mendeteksi adanya cacat pada benda uji, karena jika terjadi
cacat, serbuk ini akan menunjukan dimana letak cacat tersebut.

Gambar 1.4 Pengujian logam dengan MPI Wet Flourescent

4
1.2 Metode Pengujian

Dalam melakukan pengujian ini, alat-alat yang digunakan dalam pengujian


magnetic particle inspection ini diperlukan alat-alat dan bahan serta prosedur pengujian
yang benar. Alat-alat yang dugunakan seperti yoke, black light, sikat kawat, dan
penggaris. Sedangkan untuk bahan-bahannya digunakan seperti benda uji, White Contras
Paint (WCP), cleaner, Wet Particle, Wet Particle of Flourescent dan Dry particle. Untuk
metode Dry Visible di butuhkan serbuk bertipe kering. Kelemahan nya adalah jika terkena
angin maka serbuk magnet tersebut mudah hilang. Kemudian,metode wet visible
dibutuhkan serbuk magnet bertipe basah. Dan menggunakan apply WCP-2. Dan
terakhir,metode wet flourescent.

1. Yoke
Yoke berfungsi untuk memberikan medan magnet kepada benda yang akan di ujikan.

Gambar 1.5 yoke pada pengujian magnetic particle testing

2. Sikat kawat
Berfungsi untuk membersihkan kerak-kerak yang ada pada benda yang akan di uji

Gambar 1.6 Sikat Kawat

5
3. White contrast paint dan cleaner
White contrast paint berfungsi untuk dasar warna yang akan di cek cacat nya, sehingga
cacat nya akan terlihat dengan bantuan black light.
Cleaner berfungsi untuk membersihkan bahan dari partikel2/kotoran.

Gambar 1.7 White contrast paint dan cleaner

Dalam melakukan pengujian ini diperlukan alat – alat dan bahan – bahan prosedur
pengujian yang telah ditentukan. Adapun prosedur pengujian metode Dry Visible, Wet
Visible dan Wet Flourescent :

 Prosedur pengujian Dry Visible


1. Cleaning: perhatikan kondisi permukaan, permukaan harus kering dan bersih dari
segala macam kotoran yang dapat menggangu proses inpeksi seperti
karat,oli,debu dan lain-lain.
2. Apply AC/DC yoke: nyalakan AC/DC yoke, lalu benda kerja mulai
dimagnetisasi.
3. Aplikasi serbuk magnet: sesuikan dengan keadaan permukaan pada benda uji.
serbuk yang digunakan tipe serbuk kering
4. Inspection: teliti bentuk cacat yang terdapat pada benda uji
5. Demagnetisasi: lakukan menggunakan arus AC atau DC, jika menggunakan arus
AC, benda uji dimasukan kedalam koil yang dialiriarus AC kemudian diturunkan
perlahan-lahan. Jika menggunakan arus de step down bolak-balik secara berulang.

6
6. Post cleaning: bersihkan benda uji dari sisa-sisa dari pemberian serbuk magnetik
pada saat pengujian.
 Prosedur Pengujian Wet Visible
1. Cleaning: perhatikan kondisi permukaan, permukaan harus kering dan bersih dari
segala macam kotoran yang dapat menggunakan proses inspektion seperti karat,
oli, debu dan lain-lain.
2. Apply WCP-2: semprotkan WCP-2 secara merata setelah permukaan dipastikan
bersih dan kering. Hal ini untuk memudahkan mendeteksi ada nya cacat. Karena
warna dari WCP-2 lebih kontras dari pada serbuk ferromagnetik.
3. Apply AC/DC yoke: nyalakan AC/DC yoke, lalu benda kerja mulai
dimagnetisasi.
4. Aplikasi serbuk magnet: sesuaikan dengan kadaan permukaan pada benda uji.
serbuk yang digunakan tipe serbuk basah.
5. Inspection: teliti bentuk cacat yang terdapat pada benda basah
6. Demagnetisasi: lakukan menggunakan arus AC atau DC, jika menggunakan arus
AC, benda uji dimasukan kedalam koil yang dialiri arus AC kemudian di
turunkan perlahan-lahan. Jika menggunakan arus de step down bolak-balik secara
berulang.
7. Post cleaning : bersihkan benda uji dari sisa dari pemberian serbuk magnetik pada
saat pengujian.
 Prosedur pengujian wet flourescent
1. cleaning: perhatikan kondisi permukaan, permukaan harus kering dan bersih dari
segala macam kotoran yang dapat mengganggu proses inspeksi seperti karat, oli,
de dan lain-lain
2. nyalakan black light
3. setting penerangan: atur intensitas uv light (20 lux) dan black light (1000lux)
4. apply AC/DC yoke: Nyalakan AC/Dc yoke, lalu benda kerja mulai dimagnetisasi
5. aplikasi serbuk magnet: sesuaikan dengan keadaan permukaan pada benda uji.
erbuk yang digunakan tipe serbuk basah.
6. Inpection: teleti bentuk cacat yang terdapat pada benda uji.

7
7. Demagnetisasi: lakukan menggunakan arus AC, benda uji di masukan ke dalam
koil yang dialiri arus AC kemudian di turunkan perlahan-lahan. Jika
menggunakan arus de step down bolak-balik berulang.
8. Post cleaning : bersihkan benda uji dari sisa-sisa dari pemberian serbuk magnetik
pada saat pengujian.
1.3 Analisa Hasil Pengujian
Berdasarkan data yang didapat melakukan praktikum dengan menggunakan tiga
metode pengujian MPI dapat disimpulkan bahwa cacat yang didapat pada las-an kedua
cacat tersebut yaitu sebagaimana pada gambar berikut :

Gambar 1.8 Analisa Hasil Cacat

8
BAB II

PENETRANT TEST

2.1 Teori Dasar Penetrant Test


Uji liquid penetrant merupakan salah satu metode pengujian jenis NDT (Non-
Destructive Test) yang relatif mudah dan praktis untuk dilakukan. Uji liquid penetran ini
berfungsi untuk mengetahui discontinuity halus pada permukaan seperti retak, berlubang
atau kebocoran. Pada prinsipnya metoda pengujian dengan liquid penetrant
memanfaatkan daya kapilaritas.
Liquid penetrant dengan warna tertentu (merah) meresap masuk kedalam
discontinuity, kemudian liquid penetrant tersebut dikeluarkan dari dalam discontinuity 
dengan menggunakan cairan pengembang (developer) yang warnanya kontras dengan
liquid penetrant (putih). Terdeteksinya discontinuity adalah dengan timbulnya bercak-
bercak merah (liquid penetrant) yang keluar dari dalam discontinuity.
Discontinuity  yang mampu dideteksi dengan pengujian ini adalah discontinuity
yang bersifat mikro yaitu discontinuity yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang.
Deteksi discontinuity dengan cara ini tidak terbatas pada ukuran, bentuk dan arah
discontinuity, struktur bahan maupun komposisinya.
Klasifikasi Liquid Penetrant
Klasifikasi Liquid Penetrant berdasarkan pengamatannya :
1. Visible Penetrant
Pada umumnya visible penetrant berwarna merah. Hal ini ditunjukkan pada
penampilannya yang contrast terhadap latar belakang warna developernya. Proses
ini tidak membutuhkan pencahayaan ultra violet, tetapi membutuhkan cahaya
putih yang cukup untuk pengamatan.
2. Fluorescent Penetrant
Liquid penetrant ini adalah yang dapat berkilau bila disensivitas fluorescent
penetrant bergantung pada kemampuannya untuk menampilkan diri terhadap
cahaya ultra violet yang lemah pada ruangan yang gelap.

9
3. Dual Sensitivity Penetrant
Pada system ini, specimen yang telah mengalami pengujian, untuk mengetahui
cacat di permukaannya dengan cara dilihat melalui bantuan cahaya lampu dengan
kekuatan minimal 100 Fc. Tetapi apabila dengan cara itu tidak ditemukan cacat
permukaan maka dilihat di dalam ruang gelap dengan bantuan sinar ultraviolet.
2.2 Metode Pengujian
2.2.1 Alat dan Bahan
Alat :
 Penggaris
 Lap
 photostop
 watch
 lampu
 lux meter
 hand grinding
 sikat besi
Bahan :
 Cleaner (SKC – S Magnaflux)
 Liquid Penetrant (SKL – SP 11 Magnaflux)
 Developer (SKD – NF / ZP 9)

Gambar 2.1 Cleaner (kiri), Liquid Penetrant (Tengah) dan Developer (kanan)

2.2.2 Prosedur Pengujian


1. Menentukan Teknik Uji Liquid Penetrant.
Sebelum percobaan dilakukan ditentukan terlebih dahulu teknik yang
digunakan dalam Liquid Penetrant Test, yaitu dengan menggunakan Solvent
Removable penetran atau post emulsifible penetran atau water washable
penetran. Pada pengujian penetran ini kami menggunakan solvent removable
penetran.

10
2. Pre Cleaning
Pertama-tama material uji dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan
cleaner (SKC – S Magnaflux) dari oil lemak-lemak dan kotoran dan lain-lain.
Setelah material uji dibersihkan dengan cleaner kemudian material uji dilap
hingga benar-benar bersih.Hal ini perlu dilakukan agar liquid penetrant dapat
meresap masuk kedalam discontinuity dengan baik.

Gambar 2.2 Pre Cleaning


3. Penentuan Dwell Time
Sebelum dilakukan penyemprotan liquid penetrant terlebih dahulu ditentukan
Dwell Time yang digunakan untuk proses penetrasi liquid penetrant dengan
baik. Dwell Time ditentukan dengan menggunakan table standard dari ASME
section V article 6, berdasarkan  bahan yang digunakan.Karena material ujinya
berupa baja maka Dwell Time minimumnya adalah 5 menit.
4. Aplikasi Liquid Penetrant
Setelah itu dilakukan penyemprotan liquid penetrant ke material uji. Warna
liquid penetrant yang digunakan berbeda (kontras)  dengan warna developer
yang digunakan supaya dapat diketahui secara visual discontinuity  yang ada.
Biasanya liquid penetran menggunakan warna merah.

11
Gambar 2.3 Aplikasi Liquid Penetran
5. Pembersihan Sisa Liquid Penetrant
Setelah 10 menit liquid penetrant yang telah disemprotkan pada material uji
dibersihkan bagian atasnya (permukaannya) dengan menggunakan lap kering.
Setelah itu agar permukaan material uji lebih bersih dari liquid penetrant maka
permukaan material uji dibersihkan dengan lap ataupun kertas penyerap yang
dilembabkan dengan cleaner untuk membersihkan permukaan spesimen hingga
tidak ada lagi sisa penetrant yang ada kecuali yang meresap di dalam
discontinuity.

Gambar 2.4 Pembersihan Sisa Penetrant

12
6. Aplikasi Developer
Setelah itu barulah disemprotkan  developer ke material uji dengan jarak
penyemprotan  ± 25 centimeter sehingga diperoleh penyemprotan yang rata ke
seluruh permukaan material uji. Kemudian ditunggu selama minimal 10 menit
hingga benar-benar diperoleh hasil yang baik. Setelah itu diamati adanya
warna liquid penetrant  yang tampak karena terangkat keluar ke permukaan
oleh developer. Warna yang tampak tersebut kemudian diukur panjangnya dan
didokumentasikan untuk diperoleh data yang lebih baik mengenai discontinuity
yang diperoleh dari pengujian Non-Destructive Test dengan menggunakan
Liquid Penetrant.
2.3 Analisa Hasil Pengujian
Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa percobaan tersebut
kami menemukan ada beberapa discontinuity permukaan yang antara lain panjangnya 3 –
4 mm dan lebarnya 1,5 – 3 mm. Jarak antara discontinuity permukaan tersebut bervariasi.
Maka harus dilakukan perbaikan pada discontinuity permukaan tersebut.

Gambar 2.5 Analisa Hasil Cacat pada Penetrant test

13
BAB III

EDDY CURRENT

3.1 Teori Dasar Eddy Current


Arus Eddy merupakan arus yang dihasilkan oleh induksi arus listrik bolak-balik
dalam sebuah material konduktor. Arus bolak-balik tersebut menghasilkan medan
magnetic bolak-balik. Arus induksi didalam material yang termodifikasi akan
menimbulkan perubahan nilai arus induksi saat melewati material yang diuji. Pada saat
arus melalui potongan kawat, medan magnet akan muncul di sekitar kawat tersebut.
Kekuatan dari medan magnet tersebut bergantung pada besarnya arus yang dialirkan
pada kawat.
Arus Eddy ini mengalir membentuk lingkaran yang terpusat dan tegak lurus
terhadap medan magnet yang dihasilkan oleh kumparan probe, arah putarannya
tergantung dari arah putaran kumparan probe. Diskontinuitas dapat terdeteksi dengan
posisi bersilangan terhadap arah arus Eddy pada material yang diuji. Frekuensi bolak-
balik arus Eddy ini bergantung pada frekuensi bolak-balik yang dihasilkan oleh medan
magnet pada kumparan probe.
Arus eddy merupakan arus listrik yang diinduksikan kedalam konduktor dengan
mengubah medan magnet konduktor tersebut. Sirkulasi pusaran arus ini memiliki
induktansi dan medan magnet. Medan ini dapat menyebabkan tolakan, tarikan, dorongan,
dan efek pemanasan.
Arus eddy terbentuk ketika terjadi perubahan letak konduktor dalam sebuah
medan magnet. Konduktor yang bergerak dalam sebuah medan magnet yang tetap
ataupun megan magnet yang berubah disekitar konduktor yang diam, keduanya
menyebabkan arus eddy terbentuk dalam konduktor tersebut. Arus eddy
menghasilkan losses resistif yang dapat mengubah beberapa bentuk energi, seperti energi
kinetik menjadi panas.
3.2 Metode Pengujian
Metode pengujian Eddy Current memegang prinsip dasar yatu Hukum Faraday,
dimana hukum ini menyatakan bahwa kapanpun medan magnet memotong sebuah
konduktor, arus menyatakan bahwa kapanpun medan magnet memotong sebuah

14
konduktor, arus listrik akan mengalir dalam kondukter. Jika terdapat garis medan tertutup
maka listrik akan mengalir dalam kondukter.
Jika terdapat garis medan tertutup maka memungkinkan arus dapat bersirkulasi.
Aliran eddy currents dalam material memungkinkan arus dapat bersirkulasi.
menyebabkan fluktuasi medan magnet dalam material tersebut (medan magnet selalu
berlawanan dengan medan magnet coil). Ketika tes coil ditempatkan pada material
berlawanan dengan medan magnet coil). kekuatan dari medan magnet coil akan
berkurang. Perubahan pada medan konduktif, kekuatan dari medan magnet coil akan
berkurang. magnet ini menyebabkan perubahan impedansi dari coil, yang dapat dideteksi
magnet ini menyebabkan perubahan dengan alat dengan alat test circuit.
Alat yang diperlukan untuk melakukan Eddy Current testing antara lain AC
generator sebagai supplier tegangan pada kumparan dan sebagai pengatur besar frekuensi
yang diberikan. Display sebagai alat untuk mengamati bacaan hasil frekuensi yang
diberikan pengujian. Coil circuits, pembangkit signal elektromagnetik dan arus Eddy.

3.3 Analisa Hasil Pengujian

Gambar 3.1 Pengujian Eddy Current

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa gambar sebelah kiri menunjukkan retak
yang paralel terhadap permukaan yang tidak dapat dideteksi . sedangkan gambar sebelah
kanan menunjukkan batasan kedalaman penetrasi

15
BAB IV

RADIOGRAPHY TESTING

4.1 Teori Dasar Radiography


Radiografi adalah metode NDT, yang menggunakan penetrasi radiasi. Hal ini
didasarkan pada penyerapan diferensial radiasi oleh bagian bawah pemeriksaan. Dalam
pemeriksaan ini sumber radiasi didapat dari bahan radioaktif, biasanya Iridium192,
Cobalt-60, Caesium-137, yang memancarkan sinar-γ atau dari membangun mesin khusus
yang dapat memancarkan sinar-X. Yang pertama dikenal sebagai gamma radiografi
sedangkan yang terakhir ini disebut sebagai radiografi sinar-X.
Ada banyak metode NDT, tetapi hanya dapat memeriksa volume spesimen,
beberapa hanya mengungkapkan cacat permukaan. Salah satu metode NDT yang terbaik
dan banyak digunakan adalah radiografi dalam hal ini penggunaan sinar-X dan sinar-γ
untuk menghasilkan radiograf dari spesimen, yang menunjukkan perubahan ketebalan,
cacat (internal dan eksternal).
Jika sinar-X atau sinar-γ menembus materi yang mengalami cacat, Pada hasil citra
radiograf akan terjadi heterogenitas dalam bentuk perbedaan intensitas yang disebabkan
struktur internal materi melalui proses penyerapan dan hamburan. Jika struktur internal
homogen, proses penyerapan dan hamburan akan homogen diseluruh materi sehingga
menghasilkan intensitas citra radiograf yang homogeny.
Dengan demikian, kehadiran diskontinuitas tersebut menyebabkan radiasi
mengalami sedikit penyerapan dibandingkan dengan materi yang tidak memiliki
diskontinuitas. Akibatnya, di daerah yang mengandung diskontinuitas radiasi lebih
mudah menembus, sehingga dicatat oleh film dan membentuk gambar gelap yang
mewakili struktur internal material.
4.1.1 Keuntungan dan Keterbatasan metode Radiography
Keuntungan :
1. Berlaku hampir semua materi
2. Menghasilkan gambar permanen yang mudah didapat dan untuk referensi di
masa mendatang

16
3. Mampu mendeteksi permukaan, bawah permukaan, dan diskontinuitas internal
yang mampu mengekspose kesalahan fabrikasi pada berbagai tahap.

Keterbatasan:

1. Radiasi yang berbahaya bagi pekerja dan anggota masyarakat.


2. Metode mahal
3. Tidak mampu mendeteksi diskontinuitas laminar
4. Beberapa peralatan yang besar.
5. Untuk radiografi sinar x memerlukan listrik
6. Membutuhkan dua sisi aksesibilitas.
7. Hasil tidak seketika. Hal ini membutuhkan proses film, interpretasi, dan
evaluasi
8. Membutuhkan personil yang sangat terlatih dalam subjek radiografi serta
keselamatan radiasi.
4.2 Metode Pengujian
Teknik ini bekerja berdasarkan interaksi antara radiasi nuklir sinar-ɣ dengan
bahan yang diuji. Sinar-ɣ didapat dari peluruhan isotop radioaktif yang tidak stabil
menuju ke keadaan stabil dengan melepaskan energi berupa sinar-ɣ. Sinar-ɣ saat
berinteraksi dengan bahan akan mengalami tiga kondisi yakni dihamburkan/dipantulkan,
diserap, dan ditranmisikan. Dalam hal yang terakhir maka radiasi tidak mengalami
interaksi dengan atom dari bahan yang diuji. Untuk keperluan uji tanpa rusak ini kondisi
kedua dan ketiga yang dimanfaatkan. Citra benda uji didapat dari perekaman terhadap
intensitas radiasi yang ditransmisikan benda uji dan merupakan proyeksi dari keadaan
benda uji.
I = Ioe-µx ……………………………………………...(1)

dimana : I : intensitas radiasi setelah melalui benda uji Io : intensitas radiasi


sebelum melalui benda uji µ : koefisien pelemahan linear x : tebal benda uji

17
Proses pembentukan citra terjadi pada saat radiasi yang ditransmisikan I sebagai
pembawa informasi cacat dari benda uji berinteraksi dengan medium perekam silver
bromida yang dilapiskan pada plastik transparan. Energi radiasi ini memecahkan ikatan
ionik silver bromida. Banyaknya molekul silver bromida yang terionisasi tergantung
pada intensitas radiasi yang ditransmisikan I yang bervariasi sesuai dengan kondisi cacat
pada benda uji. Apabila cacat berupa bahan penyerap radiasi maka I kecil dan sebaliknya
bila cacat berupa rongga udara maka intensitas I besar. Intensitas I juga bervariasi
terhadap ketebalan benda uji. Semakin tebal benda uji, I semakin mengecil mengikuti
persamaan di atas. Citra akan terbentuk pada saat dilakukan pemrosesan film. Proses ini
sebenarnya sama dengan proses pencucian foto biasa. Dalam proses ini ion Ag akan
dinetralkan dan membentuk atom Ag yang berwarna hitam. Oleh karena itu film yang
telah diproses menampilkan variasi kehitaman sesuai dengan besar kecilnya intensitas I
sebagai pembawa informasi kondisi benda uji.

Gambar 4.1 Film Radiografi

Citra akan terbentuk pada saat dilakukan pemrosesan film. Proses ini sebenarnya
sama dengan proses pencucian foto biasa. Dalam proses ini ion Ag akan dinetralkan dan
membentuk atom Ag yang berwarna hitam. Oleh karena itu film yang telah diproses
menampilkan variasi kehitaman sesuai dengan besar kecilnya intensitas I sebagai
pembawa informasi kondisi benda uji. Suatu contoh dari hasil pengujian diperlihatkan
pada Gambar 4.1

18
4.3 Analisa Hasil Pengujian

19
Gambar 4.2 Film Hasil Uji Radiografi pada Liner Iradiator.

Hasil pengujian Dari uji radiografi pada 11 sambungan las tumpul, terdapat 4 sambungan
yang ada cacat, yaitu sambungan nomor 1, 4, 5 dan 10.

20
BAB V

ULTRASONIC TESTING

5.1 Teori Dasar Ultrasonic


Pemeriksaan ultrasonik dapat dilakukan pada berbagai bentuk bahan termasuk
coran, forging, las, dan komposit. Informasi tentang adanya diskontinuitas, retak,
ketebalan lapisan, dan sifat akustik dapat dikorelasikan dengan sifat tertentu dari bahan.
Prinsip kerja dari ultrasonic flaw detector adalah gelombang suara frekuensi
tinggi dimasukkan ke dalam material dipantulkan kembali dari permukaan atau cacat.
Energi suara yang dipantulkan ditampilkan terhadap waktu, dan divisualisasikan pada
zspecimen.
Sebagaimana halnya jenis-jenis sarana uji lainnya, ultrasonic juga memiliki
keunggulan dan kelemahan. Terdapat tiga jenis prinsip penggunaan gelombang ultrasonic
untuk maksud pengujian bahan . Ketiga prinsip tersebut adalah :
• Prinsip Teknik Resonansi
• Prinsip Teknik Transmisi, dan
• Prinsip Teknik Pulsa Echo
Diantara ketiga teknik tersebut diatas , tehnik pulsa echo yang paling banyak
digunakan .
Teknik transmisi dan pulsa echo biasa digunakan dengan sistim kontak langsung
maupun immersion ( dalam air ) , sedangkan tehnik resonansi hanya digunakan dengan
sistim kontak langsung .
Pada umumnya Uji Ultrasonic terdiri dari :
 Sumber gelombang ultrasonic (unit pemancar dan transducer pemancar)
 Penerima gelombang ultrasonic (unit penerima dan trasducer penerima)
 Display, display dapat berupa Scan A , Scan B dan Scan C . Peralatan portable
biasanya menggunakan scan A
5.2 Metode Pengujian
Pada pengujian ini menggunakan blok kalibrasi sebagai berikut :

21
Gambar 5.1 Material Uji

Selain alat uji ultrasonic test seperti Gambar 6.1, terdapat peralatan bantu lainnya dalam
melakukan pengujian ultrasonik ini. Peralatan-peralatan tersebut antara lain adalah :

• Jangka Sorong

• Minyak/Couplant

• Probe Normal

• Probe Sudut

5.2.1 Prosedur Pengujian

Sebelum malakukan pengujian yang sebenarnya, terlebih dahulu melakukan


kalibrasi

 Kalibrasi probe normal pada material blok lakibrasi V1

Gambar 5.2 Kalibrasi Probe Normal V1

 Prosedur

22
1. Letakkan probe pada posisi A. Atur sweep length dan sweep delay
untuk menampilkan kaki atau puncak indikasi tepat di 2.5, 5.0, 7.5
dan 10.0. Jika sudah, berarti peralatan telah terkalibrasi untuk baja
dengan range 100 mm.
2. Letakkan probe pada posisi B. Indikasi akan muncul tepat di skala
10 pada layar.
3. Letakkan probe pada posisi C. Tidak ada indikasi yang muncul
pada layar.
4. Letakkan probe pada posisi B. Atur sweep length dan sweep delay
untuk menempatkan indikasi tepat pada posisi 5.0 dan 10.0.
Peralatan telah terkalibrasi untuk baja dengan range 200 mm.
5. Letakkan probe pada posisi C. Indikasi akan muncul di skala 10.0.
 Kalibrasi probe sudut (70o) pada material V2
Prosedur :
1. Letakkan probe pada posisi B.
2. Atur posisi probe dan dengan memakai sweep length dan sweep
delay, munculkan indikasi pertama dan tertinggi pada skala layar
2.5 dan 10.0. Peralatan telah terkalibrasi untuk range 100 mm
3. Setelah alat dikalibrasi dan hasilnya ultrasonic flaw detector masih
layak untuk digunakan dan telah mendapakan exit pointnya, maka
penggunaan Ultrasonic flaw detector pada specimen dapat
dilakukan :
4. Oleskan minyak pada material uji
5. Arahkan probe dan gerakkan perlahan dsampai mendapatikan
kurva initial pulse dan kurva indikasi yang tertinggi
6. Setelah mendapatkan posisi dimana kurva indikasinya memilki
tinggi yang tertinggi
7. Lalu perhatikan nilai dari sound path, Surface distance dan depth

5.3 Analisa Hasil Pengujian

23
Berikut ini adalah data yang didapatkan ketika proses kalibrasi.
 Sudut probe normal = 0°
 Sudut probe sudut = 45°
 Velocity blok kalibrasi = 3250 m/s
 Exit point probe sudut = 13 mm
 Range probe normal = 150 mm
 Range probe sudut = 150 mm

Sedangkan data specimen yang diperoleh pada awalnya adalah hanya ketebalan sebesar
20 mm. Selain itu velocity yang digunakan sebesar 5920 m/s. Untuk pengujian,
digunakan pada material dengan ketebalan 25 mm.

Dengan menggunakan probe normal 4MHz diameter Kristal 10mm.

1) Pada blok kalibrasi V1, menghasilkan:


Pulse 2 Pulse 3
100% FSH50% FSH
90% FSH 43% FSH
80% FSH 36% FSH
70% FSH 33%FSH
60% FSH 28% FSH
50% FSH 22,5% FSH
40% FSH 19% FSH
30% FSH 14% FSH
20% FSH 10% FSH
2) Pada benda uji yang diberi lubang buatan pada kedalaman tertentu, Calibration
Setting:
• Sound path = 50 mm dan Thinkness = 50 mm
Dihasilkan:
• Ketebalan benda uji = 19 mm
• Kedalaman lubang buatan (indikasi) = 13,7 mm
• Panjang indikasi dari sisi benda uji = 26,4 mm

24
3) Pada benda uji kode T507,
Dihasilkan ketebalan benda uji pada 5 spot:

Gambar 5.3 Tampilan bagian bawah benda uji

• Spot 1 (posisi tengah) = 25,3 mm


• Spot 2 (posisi kanan atas) = 10,9 mm
• Spot 3 (posisi kanan bawah) = 24,8 mm
• Spot 4 (posisi kiri bawah) = 25,3 mm
• Spot 5 (posisi kiri atas) = 25,3 mm

Sebelum melakukan pengujian ultrasonic pada suatu material seharusnya perangkat


Ultrasonic flaw detector dikalibrasi terlebih dahulu, untuk mengetahui apakah
perangkat Ultrasonic flaw detector masih berfungsi dengan baik atau tidak.
Setelah melakukan proses kalibrasi yang sesuai, dan diaplikasikan pada spesimen.
Telah terbukti cacat buatan (lubang buatan) berhasil dideteksi termasuk
kedalamannya. Untuk mendeteksi kedalaman tinggi pulsa harus berkurang
kuranglebih 50% dari pulsa awal yang memiliki tinggi kurang lebih 80% FSH. Jadi
dapat disimpulkan sebagai berikut :
• Proses kalibrasi berhasil dilakukan baik pada probe normal maupun probe sudut.
• Kedua jenis probe mampu mendeteksi satu lubang buatan beserta kedalamannya
menggunakan metode yang sedikit berbeda.
• Jika dibandingkan dengan PT atau MT, UT merupakan metode yang paling
akurat. Tapi juga yang paling mahal.

BAB VI

25
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari makalah pengujian logam yang tidak merusak
adalah sebagai berikut :

1.      Pengujian bahan adalah pengujian suatu material untuk mengetahui sifat mekanik,
cacat, dan lain-lain suatu material.

2.      Non Destrtructive Testing (NDT) adalah aktivitas tes atau inspeksi terhadap suatu
benda untuk mengetahui adanya cacat, retak, atau discontinuity lain tanpa merusak benda
yang kita tes atau inspeksi.

3.      Metode utama Non Destructive Testing meliputi: Visual Inspection, Liquid


Penetrant Test, Magnetic Particle Inspection, Eddy Current Test, Ultrasonic Inspection,
Radiographic Inspection.

4.      Di setiap metode pengujian logam yang tidak merusak, terdapat kelebihan dan
kekuranagn masing masing.

5.2 Saran
Penulis menyadari bahwa laporan Non Destructive Testing ini jauh dari kata
sempurna sehingga kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan
mengenai laporan diatas dengan sumber yang lebih banyak.

26

Anda mungkin juga menyukai