Anda di halaman 1dari 23

EFEK EKSTAK AIR DAUN PANDAN (Pandanus amarillyforlius Roxb.

TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH TIKUS MODEL

DIABETIK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Diabetes Melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai

dengan hiperglikemia akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau

keduanya. Hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka

panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf,

jantung, dan pembuluh darah.(1)

Diabetes Melitus telah menjadi masalah kesehatan umum global yang

melibatkan lebih dari 170 juta orang di seluruh dunia. Penyakit ini adalah salah satu

penyebab utama kematian dan kecacatan. Diperkirakan bahwa pada tahun 2030,

jumlah akan meningkat menjadi 366 juta orang.(2)

Data statistik jumlah penderita DM di dunia menurut WHO pada tahun 2000

dan proyeksi jumlah penderita pada tahun 2030 menyatakan bahwa Indonesia

menduduki tempat ke empat terbesar setelah Amerika Serikat, Cina, dan India dengan

pertumbuhan sebesar 152% atau dari 8.426.000 orang penderita pada tahun 2.000

menjadi 21.257.000 orang penderita di tahun 2030. International Diabetic

Federation (IDF) pada tahun 2009 memperkirakan kenaikan  jumlah penderita DM


dari 7,0 juta orang (2009) menjadi 12,0 juta orang (2030). Laporan keduanya

menunjukan adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes sebanyak dua sampai

tiga kali lipat pada tahun 2030.(2-3)

Pada tahun 2003, penyakit DM di Jawa Barat menempati urutan kesepuluh

(Dinkes Jabar, 2003). Dari data Morbiditas SP2RS (System Pencatatan dan Pelaporan

Rumah Sakit) pada tahun 2004 dari 40 RS di Jawa Barat melaporkan kasus DM

sebanyak 4.233 orang dengan jumlah kematian 224 orang. (4)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bandung tentang

jumlah kasus DM yang terjadi di seluruh Rumah Sakit di seluruh kota Bandung yaitu

pada tahun 2005 kasus yang terjadi berjumlah 11.824 kasus atau 19,11% kasus

dengan presentase jumlah kematian 1,81 %, sedangkan untuk tahun 2006 mengalami

peningkatan sehingga jumlahnya menjadi 27.838 atau 21,16% kasus dengan

presentase jumlah kematian adalah 8,8%, dan pada tahun 2007 berjumlah 13.506 atau

18,89% kasus yang terjadi. (5)

Diabetes Melitus terbagi menjadi beberapa tipe yaitu DM tipe 1, DM tipe 2

dan DM gestasional. Diabetes Melitus tipe 1 atau disebut juga Insulin Dependent

Diabetes Melitus (IDDM) terjadi akibat difisiensi insulin yang dikarenakan

hilanngnya sel β penghasil insulin pada pulau-pulau langerhan, sedangkan DM tipe 2

atau disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan

kasus yang paling banyak dijumpai yaitu sekitar 90% populasi DM di Indonesia.

Angka kejadian DM tipe 1 sekitar 2-3% , sedangkan DM tipe 2 sekitar 90 sampai

95%. Faktor risiko dari DM tipe 2 ini antara lain obesitas, perubahan gaya hidup dan

riwayat keluarga yang menderita DM.(6)


Faktor risiko diabetes dapat dibagi menjadi faktor risiko yang dapat dirubah

(obesitas, aktivitas fisik, nutrisi) dan yang tidak dapat dirubah (genetik, usia, diabetes,

gestasional). Faktor yang dapat dirubah, yang penting adalah obesitas (terutama

perut) dan kurangnya aktifitas fisik. (7)

Penanggulangan diabetes, obat hanya merupakan pelengkap dari diet. Obat

hanya perlu diberikan bila pengaturan diet secara maksimal tidak berkhasiat

mengendalikan kadar gula darah. Obat antidiabetes oral mungkin berguna untuk

penderita yang alergi terhadap insulin atau yang tidak menggunakan suntikan insulin.

Sementara penggunaannya harus dipahami, agar ada kesesuaian dosis dengan

indikasinya, tanpa menimbulkan hipoglikemia. Pada obat antidiabetes oral

kebanyakan memberikan efek samping yang tidak diinginkan seperti mual muntah,

pusing, lesu dan lemah, maka para ahli mengembangkan system pengobatan

tradisional untuk diabetes mellitus yang relative aman.(6)

Indonesia merupakan negara yang terletak didaerah khatulistiwa dan beriklim

tropis. Indonesia memiliki sumber daya senyawa kimia yang tak terbatas jenis dan

jumlahnya. Oleh karena itu, keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai

keanekaragaman kimiawi yang mampu menghasilkan bahan-bahan kimia untuk

kebutuhan manusia, seperti obat-obatan, insektisida, kosmetika, dan sebagai bahan

dasar sintesa senyawa organik yang lebih bermanfaat.(8)

Pengobatan tradisional sebagian besar menggunakan ramuan yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan baik berupa akar, batang, biji, bunga, daun ataupun kulit kayu.

Bagian-bagian dari tumbuhan tersebut mengandung senyawa metabolit sekunder

yang terdiri dari empat golongan utama, yaitu steroid, flavonoid, alkolod dan
terpenoid. Senyawa metabolit sekunder tersebut memiliki aktifitas biologis. Salah

satu diantaranya dapat mengobati penyakit DM. Diabetes melitus adalah suatu

penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah relatif tinggi

(Soegondo, 2005). Pengobatan DM yang digunakan dalam dunia kedokteran adalah

dengan injeksi insulin dan obat hipoglikemik oral (OHO) sintetik. Obat hipoglikemik

oral tersebut disintesis dari golongan sulfonylurea, biguanid, tiazolidindion, dan

meglitinida. Namun pengunaan obat-obatan tersebut relatif menggunakan biaya yang

cukup mahal dan menghasilkan efek samping. Oleh karena itu, maka diperlukan obat

alternatif dari berbagai jenis tumbuhan untuk mengobati penyakit dengan efek

samping yang sangat kecil. Beberapa tumbuhan yang memiliki aktifitas anti diabetrs,

yaitu benih fenugreek (sapogenin, 50mg/kg BB pada kelinci), daun sirih merah

(flavonoid, 32,62% pada 10000 ppm), biji buah alpukat (0,980g/kg BB pada kelinci),

akar tumbuhan cendana (steroid glikosida, 50 mg/kg BB pada kelinci), lidah buaya

( saponin ) dan daun pandan ( flavonoid ).(9)

Daun pandan mempunyai karakteristik dengan tinggi 1-2 m batang bulat

dengan bekas duduk daun, bercabang, menjalar, akar tunjang keluar di sekitar

pangkal batang dan cabang. Daun tunggal, duduk, dengan pangkal memeluk batang,

tersusun berbaris tiga dalam garis spiral.

Daun Pandan mengandung alkaloida, saponin, flavonoida, tanin, dan

polifenol. Flavonoid merupakan suatu zat yang terisolasi dari berbagai tumbuhan

vaskular, yang diketahui mempunyai lebih dari 8000 senyawa. Flavonoid berfungsi

sebagai antioksidan, antimikrobial, fotoreseptor, visual attractors, repelan makan,

dan untuk penyaringan cahaya. Banyak penelitian telah menunjukan bahwa flavonoid
menunukan aktifitas biologi seperti antialergi, antivirus, antiinflamasi, dan sebagai

vasodilatasi. (10)

Dalam penelitian Sukandar (2010) melaporkan bahwa ekstrak etilase daun

pandan wangi memiliki aktifitas antidiabetes. Adapun senyawa yang diduga memiliki

aktifitas antidiabetes ini adalah steroid.(11)

Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin mengangkat sebuah judul

“Efek ekstrak air daun pandan (Pandanus amarillyforius Roxb.) dalam menurunkan

kadar gula darah tikus model diabetik”.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak air daun pandan (Pandanus amarillyforius Roxb.) dapat

menurunkan kadar glukosa darah puasa?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui efek ekstrak air daun pandan (Pandanus amarillyforius

Roxb.) terhadap penurunan kadar glukosa darah puasa.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi akademis : memberikan informasi ilmiah kepada pihak akademisi

mengenai pengaruh ekstrak air daun pandan wangi berpotensi terhadap

penurunan kadar glukosa darah dan sebagai acuan penelitian lanjutan

mengenai hal tersebut.


2. Bagi ilmu praktis : memberikan informasi mengenai manfaat daun pandan

sebagai pengobatan komplementatif dalam penatalaksanaan penderita

Diabetes Melitus setelah melalui tahap-tahap uji kllinis berikutnnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Diabetes Mellitus
2.1.1.1 Definisi
American Deiabetic Asociation (ADA) mendefinisikan Diabetes Melitus (DM)

sebagai suatu kelompok penyakit metabolok yang disebabkam oleh berbagai factor

etiologi yang ditandai dengan hiperglekimia kronik disertai dengan metabolism

karbohidrat, protein dan lemak dan terjadi karena gangguan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya. Diabetes Melitus dapat didefinisikan juga sebagi sindrom

dari penyakit metabolic yang ditandai dengan hiperglikemia akibat didefisiensi

insulin atau penurunan efektivitas insulin.

2.1.1.2 Epidemiologi

Data statistik jumlah penderita diabetes mellitus di dunia menurut WHO pada

tahun 2000 dan proyeksi jumlah penderita diabetes mellitus di dunia pada tahun 2030

menyatakan bahwa Indonesia menduduki tempat ke-4 terbesar setelah Amerika

Serikat, China dan India dengan pertumbuhan sebesar 152% atau darri 8.426.000

orang pada tahun 2.000 menjadi 21. 257.000 orang di tahun 2030. International

Diabetic Federation (IDF)pada tahun 2009, memeperkirakan kenaikan jumlah

penderita DM dari 7,0 juta tahun 2009 menjadi 12,0 juta tahun 2030. Keduanya
menunjukan adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes sebanyak 2-3 kali lipat

pada tahun 2030.

Tabel 2.1 Data Statistik Jumlah Penderita Diabetes di Dunia

No Negara Tahun 2000 Tahun 2030 Growth


1 India 31,705,000 79,441,000 151%
2 China 20.757,000 42,321,000 104 %
3 United States of 17,702,000 30,312,000 71%

America
4 Indonesia 8,426.000 21,257.000 152%
5 Japan 6.765.000 8.914.000 32%
6 Pakistan 5.217.000 13.853.000 166%
7 Russian Federation 4.576.000 5.320.000 16%
8 Brazil 4.553.000 11.305.000 148%
9 Italy 4.252.000 5.374.000 26%
10 Bangladesh 3.196.000 11.140.000 249%
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007 yang dilakukan oleh

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia menunjukan

bahwa prevalensi DM tertinggi terdapat di Kalimantan Barat dan Maluku Utara

(masing-masing 11,1 %), diikuti Riau (10,4%) dan Aceh (8,5%). Prevalensi DM

terendah di Papua (1,7%), diikuti NTT (1,8%), sedangkan di Jawa Barat, prevalensi

DM mencapai 4,2%

Tabel 2.2 Prevalensi Toleransi Glukosa Terganggu dan Diabetes Melitus

Provinsi Total DM (%)


NAD 12,0 8,5
Sumatera Utara 11,3 5,3
Sumatera Barat 8,9 4,1
Riau 6,6 10,4
Jambi 4,0 5,2
Sumatera Selatan 7,3 3,4
Bengkulu 6,6 3,0
Lampung 6,3 6,2
Bangka Belitung 8,2 8,6
Kepulauan Riau 6,5 3,3
DKI Jakarta 12,3 6,6
Jawa Barat 7,8 4,2
Prevalensi DM tipe 1 di Indonesia secara pasti belum diketahui, tetapi diakui

memang sedikit. Ini mungkin disebabkan oleh karena diagnosis DM tipe 1 yang

terlambat hingga pasien sudah meninggal akibat komplikasi sebelum didiagnosis.

Lain halnya pada DM tipe 2 yang meliputi lebih 90% dari semua populasi diabetes.

Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisaar antara 3-6% dari orang

dewasanya. Penderita DM tipe 2 di Indonesia dalam jangka waktu 30 tahun ke depan

diperkirakan jauh lebih besar dari saat ini yaitu sekitar 86-138% dikarenakan factor

demografi, gaya hidup yang kebarat-baratan, berkurangnya penyakit infeksi dan

kurang gizi dan meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes

menjadi lebih panjang.

2.1.1.3 Patagonesis

Diabetes Melitus tipe 1 merupakan akibat dari adanya interaksi factor

genetik, lingkungan dan imunologik yang akhirnya menyebabkan adanya kerusakan

pada sel β pancreas dan terjadi defisiensi insulin. Diabetes mellitus tipe 1 biasanya

disebabkan oleh adanya kerusakan autoimunsel β, tapi tidak semuanya, terutama pada

individu yang terbukti mempunyai islet directed autoimmunity.

Seseorang dengan kerentanan genetic memiliki beta cell mass yang normal

pada saat lahir, tetapi sel beta sekunder mulai hilang yang diakibatkan adanya

kerusakan autoimun yang terjadi selama beberapa bulan sampai beberapa tahun
setelah lahir. Proses autoimun tersebut disebabkan karena adanya stimulasi infeksi

atau lingkungan dan didukung oleh molekul sel beta spesifik. Immunologic markers

terutama terlihat setelah pencetusan tersebut tetapi diabetes belum terlihat secara

klinis. Beta cell mass kemudian menurun dan sekresi insulin menjadi terganggu

secara progresif, meskipun nilai normal glucose intolerance dipertahankan.

Kecepatan beta cell mass bervariasi pada setiap individu, perkembangan yang

cepat pada beta cell mass dapat memperlambat terjadinya diabetes pada beberapa

pasien. Gambar diabetes tidak terlihat sampai kerusakan sel beta mencapai hingg

80%. Pada jumlah tersebut, sel beta residu masih berfungsi tapi jumlahnya tidak

cukup untuk mempertahankan glucose tolerance. Keadaan tersebut dapat

menyebabkan perubahan dari glucose intolerance menjadi frank diabetes yang sering

berhubungan dengan peningkatan kebutuhan insulin yang mungkin terjadi selama

proses infeksi atau pubertas. Setelah presentasi klinis awal DM tipe 1 “honeymoon”

phase mungkin terjadi selama waktu control glikemik yang dicapai dengan insulin

dosis sedang atau tidak membutuhkan insulin (jarang). Akhirnya sel beta residu

menghilang sebagai akibat proses kerusakan autoimun pada sel beta sisa dan individu

menjadi mengalami defisiensi insulin penuh.

Diabetes mellitus tipe 2 disebabkan karena adanya resistensi insulin dan

sekresi insulin yang abnormal, berkembang menjadi DM tipe 2. Walaupun efek

utama masih controversial, banyak penelitian yang menyebutkan bahwa resistensi

insulin didahului oleh gangguan sekresi insulin, tapi diabetes hanya berkembang

ketika sekresi insulin menjadi inadekuat.


2.1.1.4 Patofisiologi

Diabetes Melitus tipe 1 akan mempengaruhi metabolisme lemak, protein dan

karbohidrat. Glukosa akan terakumulasi pada darah dan akan tampak pada urin ketika

ambang batas ginjal untuk glukosa berlebih, menghasilkan osmosis diuresis, gejala

poliuria, dan rasa haus. Menifestasi awal dari DM tipe 1 secara umum adalah akut.

Seseorang sering mengalami gejala klasik seperti polidipsia, polifagia dan poliuria,

penurunan berat badan dan adanya fluktuasi dari glukosa darah. Akumulasi dari

badan keton menyebabkan penurunan pH dan menstimulasi system buffer sehingga

dapat terjadi metabolic asidosis. Dengan adanya aseton yang tinggi dapat

mengakibatkan adanya bau nafas dari mulut.

Diabetes Melitus tipe 2 dikarakteristikkan oleh ganguan sekresi insulin,

resistensi insulin, produksi glukosa hati yang berlebih, dan metabolisme lemak yang

abnormal. Pada awal kerusakan, toleransi glukosa masih mendekati normal.

Resistensi insulin terjadi karena sel beta pancreas mengganti kerusakannya dengan

cara meningkatkan insulin output, sehingga terjadi resistensi insulin dan kompensasi

terhadap hyperinsulinemic state. Kemudian berkembang menjadi IGT yang ditandai

dengan adanya peningkatan glukosa setelah makan. Selanjutnya, sekresi insulin akan

menurun dan produksi glukosa hati meningkat yang menunjukan keadaan diabetes

yang jelas dengan adanya peningkatan kadar gula puasa. Sekresi insulin akan

menurun dan produksi glukosa hati meningkat yang menunjukan diabetes yang jelas

dengan adanya peningkatan kadar gula puasa. Akhirnya kegagalan sel beta pancreas

mungkin terjadi.
2.1.1.5 Diagnosis

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Untuk

diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara

enzimatik dengan sampel darah plasma vena. Diagnosis klinis DM umumnya akan

dipikirkan bila terdapat keluhan khas berupa poliuria, polidipsi, polifagia, dan

penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya. Terdapatnya keluhan khas dan

pemeriksaa glukosa darah sewaktu sudah cukup untuk menegakkan

diagnose DM. hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa juga digunakan

untuk patokan diagnosis. Jika tidak terdapat keluhan khas DM, hasil pemeriksaan

kadar glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup untuk

menegakkan diagnosis DM. diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan

sekali lagi angka abnormal, baik kadar darah glukosa darah puasa kadar

glukosa darah sewaktu pada hari yang lain, atau dari hasil Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah paska pembebanan


Diagnosis DM Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan dengan

member pasien dewasa dewasa 75 gr glukosa dalam 300 ml air atau dengan

memberikan 1,75 gr glukosa per kilogram berat badan. Sampel darah dari glukosa

plasma diambil pada menit ke 0 dan 120. Kadar glukosa dua jam postpandial yang

didiagnosis sebagai DM. pasien sebelum melakukan T TGO harus

mengkonsumsi karbohidrat minimal 150-200 gr dalam tiga hari terakhir dam tes setelah

pasien puasa 8 jam dengan tidak makan dan minum kecuali air putih.

Bukan DM Belum pasti DM

DM
Konsentrasi Glukosa Plasma Vena 100-199

Darah Sewaktu Darah 90-199

(mg/dl) Kapiler
Konsentrasi Glukosa Plasma Vena 100-125

Darah Puasa (mg/dl) Darah 90-100

Kapiler
Konsentrasi Glukosa Plasma Vena - -

2 jam PP
Dikutip dari : IPD UI

2.1.1.6 Komplikasi

Komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori mayor, yaitu komplikasi

akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut disebabkan oleh perubahan yang
relative akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi akut yang paling serius

pada DM tipe 1 adalah Diabetic Ketoasidosis (DKA). Apabila kadar insulin sangat

menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan

lipogenesis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda

keton (asetoasetat, hidroksi butirat dan aseton). Pasien bisa menjadi hipotensi dan

mengalami syok. Akhirnya , akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan

mengalami koma dan meninggal. Hiperglikemia, hiperosmolar, Koma Nonketotik

(HHNK) adalah komplikasi metabolic akut lain dari diabetes.

Komplikasi kronik dari DM melibatkan pembuluh-pembuluh kecil

(mikroangiopati) dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar (makroangiopati).

Kondisi ini akhirnya dapat menimbulkan kelainan pada organ mata (retinopati)

pembuluh darah koroner dan perifer, infeksi kronik dan ulkus kaki diabetic.

2.1.1.7 Penatalaksanaan

Piñatalaksaaan terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Pada

prinsipnya terapi. Farmakologis jika penerapan terapi nonfarmakologis yang telah

dilakukan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah sebagiamana yang

diharapkan. Pemberian terapi farmakologis tetap tidak meninggalkan terapi

nonfarmakologis yang telah diterapkan sebelumnya.

Empat pilar penatalaksanaan DM yaitu antara lain :


1) Edukasi

Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.

Keberhasilan dalam mencapai perubahan perilaku, membutuhkan edukasi yang

komprehensif dan upaya meningkatkan motivasi yang berkenaan dengan

perubahan perilaku.

2) Terapi Gizi Medis

Terapi gizi medis pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang

berdasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan

kebutuhan individual.

3) Latihan jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur dilakukan 3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani selain untuk menjaga

kebugaran juga dapa menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas

insulin. Latihan jasmani yang dianjurkan adalah latihan yang bersifat aerobic

seperti jalan kaki.

4) Intervensi farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai

dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani.

A. Obat Hipoglikemik Oral

1. Golongan Pemicu sekresi insulin : Sulfonylurea dan Glinid

2. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion


3. Penghambat glukoneogenesis : metformin

4. Penghambat absorpsi : penghambat glukosidase alfa

B. Insulin

Berdasarkan lama kerjanya, insulin terbagi empat jenis, yaitu :

1. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

2. Insulin kerja pendek (short acting insulin)

3. Insulin kerja mencegah (intermediate acting insulin)

4. Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Enzim fosforilase dan glikogen dan meningkatkan proses glukoneogenesis di

hati.

Insulin merupakan hormon yang disekresikan oleh sel β pulau langerhans

insulin merangsang proses glikonesis, menekan glukoneogenesis dan

mempercepat glikolisis di hati. Pada proses glukoneogenesis insulin

menghambat aktivitas enzim glukosa 6-fosfatase, fruktosa disfosfatase, fosfoenol

piruvat kinase dan piruvat karboksilase, sedangkan pada proses glikolisis insulin

merangsang enzim-enzim glukokinase, piruvat kinase, dan fosfofrukokinase.

Insulin tidak hanya berperan dalam proses metabolism karbohidrat, tetapi juga

berperan dalam proses metabolism lemak, metabolism protein, dan transport

berbagai zat melalui membrane sel.


2.2. Kerangka Pemikiran

Diabetes Mellitus merupakan penyakit metabolic yang disebabkan oleh

berbagai factor resiko seperti genetic dan non genetic (lingkugan, pola hidup

yang buruk). Factor resiko tersebut akan mengakibatkan terjadinya kerusakan

atau destruksi pada sel beta pada pulau-pulau langerhan pancreas sehingga tidak

dapat memprosuksi insulin dengan baik. Akibatnya, jumlah insulin yang

dihasilkan mengalami penurunan sedangkan glucagon di dalam darah menjadi

meningkat. Hal tersebut menyebabkan glukosa yang terdapat di dalam sel akan

ditarik kedalam darah sehingga penggunaan glukosa di dalam sel mengalami

penurunan sedangkan didalam glukosa di dalam darah meningkat.


BAB III

SUBJEK/OBJEK/BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Subjek, Bahan dan Alat Penelitian

3.1.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Wistar yang dijadikan model

diabetes.

Kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini sebagai berikut:

Kriteria inklusi:

1) Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur wistar

2) Sehat dan bergerak aktif

3) Berat badan 150-250 gram


4) Usia 2-3 bulan

Kriteria Eksklusi:

1) Tikus sakit atau mati selama masa adaptasi

2) Penurunan berat badan lebih dari 10%

3.1.2 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

1) Daun Pandan

Daun pandan diambil dari perkebunan Cihalimun Desa Cibereum Kecamatan

Kertasari Kab. Bandung. Daun pandan yang diambil yaitu daun pandan segar yang

berwarna hijau tua dengan ukuran yang sama dengan ciri tinggi 1-2 m batang bulat

dengan bekas duduk daun, bercabang, menjalar, akar tunjang keluar di sekitar

pangkal batang dan cabang.

2) Aloksan Monohidrat

Aloksan adalah suatu substrat yang secara struktural merupakan derivate pirimidin

sederhana. Rumus kimia aloksan adalah C4H2N2O4. Aloksan murni diperoleh dari

oksidasi asam urat oleh asam nitrat. Aloksan adalah senyawa kimia tidak stabil dan

senyawa hidrofilik. Waktu paruh aloksan pada pH 7,4 dan suhu 37 0C adalah 1,5

menit.

3) Makanan standar tikus

Makanan standar tikus yaitu berupa pellet, gabah, dan air minum.
4) Akuades

Akuades yang digunakan yaitu untuk melarutkan serbuk kering daun pandan yang

sudah di ekstraksi.

3.1.3 Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

1) Kandang dan tempat makanan tikus

Kandang dan tempat makan tikus disediakan untuk menyimpan tikus yang nanti akan

digunakan untuk percobaan dan tempat makanan untuk menyimpan makanan tikus

yaitu pelet dan gabah.

2) Timbangan digital acs skala 0-600 gram

Timbangan disediakan untuk menimbang berat badan dari tikus yang masuk dalam

kriteria percobaan.

3) Wadah larutan aloksan

Wadah larutan aloksan yang disediakan untuk menyimpan sementara larutan aloksan

yang akan di injeksikan ke dalam tubuh tikus.

4) Panci atau bejana

Panic atau bejana yang sediakan untuk melarutkan cairan lain

5) Botol plastik

Disediakan untuk menyimpan ekstrak air daun pandan yang akan diberikan pada

tikus
6) Spuit oral

Spuit oral ini disediakan untuk digunakan dalam pemberian ekstrak air daun pandan

pada tikus

7) Spuit dan jarum suntik

Spuit dan jarum suntik disediakan untuk pengambilan darah pada tikus

8) Sarung tangan

Sarung tangan disediakan sebagai proteksi diri dari agen-agen yang dapat

membahayakan tubuh.

9) Glucose meter

Disediakan untuk mengukur kadar gula darah dari tikus

10) Kapas iodin

Disediakan sebagai bahan antiseptik sebelum dilakukan penyuntikan dan

pengambilan darah.

3.2. Metode Penelitian

3.2.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian ekspermental dengan menggunakan desain

penelitian Rancangan Acak (RAL). Penentuan efek penurunan kadar Glukoa Darah sewaktu

dilakukan dengan metoda blood glucose meter. Pada penelitian ini diberikan ekstrak air daun
pandan secara oral pada tikus putih jantan galur wistar model diabetes untuk melihat efeknya

terhadap gula dara sewaktu, serta dibandingkan dengan glibenklamid.

3.2.2 Penentuan Kadar Ekstrak Air Daun Pandan

3.2.3 Definisi Konsep dan Operasional Variabel

3.2.3.1 Definisi Konsep Variabel

Konsep variabel terbagi menjadi 3 yaitu:

a. Variabel terikat :

 Kadar glukosa darah sewaktu, 2 jam PP, dan 11 jam puasa

b. Variabel bebas :

 Esktrak air daun pandan

c. Variabel terkendali :

 Galur tikus, jenis kelamin tikus, umur tikus dan berat badan tikus

 Makanan dan minuman

 Kandang tikus

3.2.3.2 Definisi Operasional Variabel

a) Ekstrak daun Pandan

Ekstrak daun pandan adalah sediaan serbuk kering yang dibuat dengan mengekstrak

daun pandan.

b) Glukosa Darah Puasa

Glukosa darah adalah hasil metabolisme karbohidrat di dalam darah. Kadar glukosa

arah puasa adalah kadar gula darah setelah tikus dipuasakan selama 11 jam dan diukur
dengan metode enzimatik. Glukosa darah puasa pada tikus putih (50-109) mg/dl. Glukosa

darah puasa yang abnormal ialah di atas 135 mg/dl (hiperglikemik). Pengukuran gula

darah tikus puasa dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada akhir masa adaptasi (GDP 0),

setelah induksi aloksan (GDP1), 14 hari setelah perlakuan (GDP2).

c) Tikus Model Diabetes

Tikus model diabet adalah tikus putih galur wistar, jantan, berumur 2-3 bulan,

dengan berat badan awal 150-200 gr diukur dengan timbangan, kemudian tikus ini

diinduksi aloksan untuk menimbulkan efek hiperglikemik.

3.2.6 Prosedur Penelitian

3.2.6.1 Pembuatan Ekstrak Air Daun Pandan

3.2.6.3 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

3.2.6.4 Alur Penelitian

3.2.7 Analisis Data

3.2.8 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.9 Aspek Etik

3.2.10 Waktu Penelitian

Anda mungkin juga menyukai