Anda di halaman 1dari 65

SERI RANGKUMAN MINERAL

MENGENAL EPITERMAL
LOW SULFIDATION EPITHERMAL
INTERMEDIATE SULFIDATION EPITHERMAL
HIGH SULFIDATION EPITHERMAL

© ig@geomnrlz

2020

Notes : Tulisan ini jangan jadikan referensi gan, tapi kembalilah ke sumber yang
tertera didalam draft ini.

i
DAFTAR ISI

Daftar Isi ..................................................................................................................................... i


1. Pendahuluan........................................................................................................................ 1
2. Fluida Hidrotermal.............................................................................................................. 3
2.1. Definisi dan Jenis Fluida ................................................................................................. 3
2.2. Sistem Hidrotermal ......................................................................................................... 5
3. Sejarah Epithermal.............................................................................................................. 7
4. Konsep Tahapan Sulfidasi ................................................................................................ 13
5. Mineralogi Endapan Epitermal ......................................................................................... 16
5.1. Alterasi Hidrotermal...................................................................................................... 17
5.1.1. Alterasi Argilik dan Silisik......................................................................................... 21
5.1.2. Sinter .......................................................................................................................... 25
5.1.3. Vein Kuarsa dan Breksi.............................................................................................. 28
5.2. Mineral Sulfida/Bijih..................................................................................................... 33
5.2.1. Bijih Pada Sulfidasi Tinggi (Hse) .............................................................................. 33
5.2.2. Bijih Pada Sulfidasi Rendah - Menengah (Hse)......................................................... 35
5.3. Oksidasi / Supergen....................................................................................................... 38
6. Geokimia Endapan Epitermal ........................................................................................... 41
6.1. Asosisasi Unsur Kimia dan Unsur Jejak (Trace Element) ............................................ 41
6.2. Zonasi Geokimia ........................................................................................................... 42
6.3. Geokimia Fluida Hidrotermal Endapan Epitermal....................................................... 51
7. Kesimpulan ....................................................................................................................... 56
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 57
Lampiran Tabel A 66

ii
1. PENDAHULUAN

Mineralisasi logam berharga seperti emas, perak, tembaga di dunia telah banyak
dieksplorasi dan produksi untuk keperluan industri. Endapan epitermal umumnya
menghasilkan komoditas utama berupa emas (Au) dan perak (Ag), walaupun terdapat juga
logam atau alloy lain seperti tembaga (Cu), Timah (Sn), Manganis (Mn), Besi (Fe). Secara
umum endapan epitermal lebih disebut sebagai Epitermal emas –perak (Au/Ag). Setidaknya
terdapat 6 kelas endapan mineral di dunia yang menghasilkan produksi emas besar (100 –
1.000 ton emas), yaitu (1) orogenic gold; (2) Carlin and Carlin-like gold deposits; (3)
epithermal gold-silver deposits; (4) copper-gold porphyry deposits; (5) iron-oxide copper-
gold deposits; dan (6) gold-rich volcanic hosted massive sulfide (VMS) to sedimentary
exhalative (SEDEX) deposits (Kerrich et al., 2000). Pada sistem hidrotermal terhadap beberap
tipe mineralisasi yang ekonomis dan saat ini menjadi idola eksplorasi sampai produksi, yaitu
porfiri Cu (Au), Epitermal sulfidasi tinggi Au (Cu), Intermedit epitermal Au – Zn Pb Cu vein
– diseminasi, Urat Sulfidasi rendah Au – Ag, sediment hosted Au.

Endapan epitermal emas (Au) dan perak (Ag) sangat dominan terbentuk dan ditemukan di
bagian terats kerak, sekitar lebih dangkal dari 1.5 km di bawah permukaan air (water tabel),
serta mengandung emas dan atau perak yang umumnya terdapat sebagai vein pada kontrol
struktur dan breksia serta diseminasi pada bodi batuan yang luas. Endapan ini terdistribusi
menyebar diseluruh dunia, yang berhubungan dengan batas lempeng konvergen. Epitermal Au-
Ag mempunyai kisaran dari puluhan ribu sampai lebih dari 1 milyar metrik ton bijih dan
kandungan emas 0.1 sampai >30 gram/ton (g/t) dan perak <1 sampai beberapa ribu gram per
metrik ton (Gambar 1). Dalam sejarahnya, Epitermal Au-Ag merupakan sumber emas dan
perak penting sekitar 6% dari total emas dan 16% dari total perak dari penambangan didunia
(Singer, 1995) atau 8 % dari global cadangan eas dunia (Frimmel, 2008). Kisaran tonnase-
kadar ini menyebabkan adanya target eksplorasi eitermal dalam skala kecil sampai besar.

Model deskriptif dari epitermal Au-Ag telah mengalami perkembangan dan pembangunan
model baru, sebagaimana telah dilakukan oleh beberapa penulis (White, 1991; Arribas, 1995;
Hedenquist et al., 2000; Einaudi et al., 2003; Sillitoe dan Hedenquist, 2003; Simmons et al.,
2005; Taylor, 2007; Sillitoe, 2010). Perkembangan model deposit epitermal baru
dikembangkan oleh U.S. Geological Survey (USGS) Mineral Resources Program, yang
didasarkan parameter geologi, geofisika, geokimia, dan aspek lingkungan geologi berdasarkan
analisa dari penelitian yang mendetil dari >100 deposit yang ada (John et al., 2018).

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 1. Grafik yang menunjukan jumlah kadar dan tonnage emas (Au) untuk Endapan epitermal Au -Ag di
dunia (John et al., 2018).

Pada busur magmatik Sunda, terutama di Pulau Jawa keberadaan mineralisasi logam
berharga berasosiasi dengan pusat vulkanik yang berasosiasi dengan subduksi pada Oligosen -
Miosen dan beberapa sampai pliosen (Carlile dan Mitchell, 1994; Maryono et al., 2012;
Hammarstrom et al., 2013). Tipe endapan tersebut berupa : porphyry copper-gold, high
sulphidation epithermal, low sulphidation epithermal, gold-silver-barite-base metal, skarn,
dan sediment-hosted mineralization (Carlile dan Mitchell, 1994). Epitermal di sabuk
mineralisasi Indonesia umumnya berasosiasi dengan tipe porfiri baik sebagai bagian dari
lithocap ataupun sebagai kompleks distrik secara spasial (Hammarstrom et al., 2013). Deposit
epitermal merupakan tipe mineralisasi Au-Ag yang pertama kali diusahakan di Indonesia, yaitu
pada zaman penjajahan Belanda dengan penambangan di Lebong Tandai (Bengkulu) pada
tahun 1896 dan Cikotok (pulau Jawa) pada tahun 1936. Eksplorasi dan penambangan tipe
epitermal di Indonesia masih menjadi favorit sampai saat ini, terbukti dengan bertambahnya
prospek dan deposit yang ditemukan sejak 1967 sampai saat ini, melalui beberapa periode (Van
Leeuwen, 2018).

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 2. Sebaran deposit mineralisasi epitermal emas-perak di Indonesia (modifikasi dari van Leeuwen, 2018).
Periode penemuan dominan adalah tipe vein dari tipe epitermal sulfidasi rendah/menengah (LSE/ISE), sedangkan
epiterma l sulfidasi tinggi (HSE) umumnya dijumpai pada periode 2, kecuali Bawone pada tahun 1986 (periode
1).

2. FLUIDA HIDROTERMAL

2.1. DEFINISI DAN JENIS FLUIDA

Fluida memegang peranan penting dalam banyak proses geologi, seperti transportasi larutan
pada proses kimia, pembentukan endapan bijih, tranportasi panas, pembentukan endapan
hidrokarbon, dan peranan fluida sebagai faktor kestabilan dari keemiringan dan pergerakan
tektonik termasuk gempabumi.

Dalam teori fisika, Fluida merupaka suatu zat yang bisa mengalami perubahan-perubahan
bentuknya secara continue/terus-menerus bila terkena tekanan/gaya geser walaupun relatif
kecil atatu bisa juga dikatakan suatu zat yang mengalir, kata fluida mencakup zat cair, gas, air,
dan udara karena zat-zat ini dapat mengalir. Istilah fluida (fluids) dapat diartikan sebagai
tahapan agregasi pada sebuah zat yang terdiri dari larutan (liquid) dan gas (gas), dimana dapat
menjadi faktor utama pembentukan kristal atau padatan seperti mineral halit yang berasal dari
fluida jenuh Na dan Cl atu pada fluida jenuh silikat yang membentuk mineral silikat pada
kondisi tertentu (Hurai et al., 2015) atau dapat juga sebagai pengantar pada fluida yang larut
terhadap kelompok sulfat yang tidak larut dalam konsentrasi tertentu. Pada banyak kasus fluida
tertentu akan tercebak dalam tubuh mineral utama, sehingga membentuk inklusi, sehingga
karakter fluida pembentuk mineral tertentu dapat dipelajari dan ditentukan.

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Pembelajaran mengenai fluida dalam geologi, berhubugan dengan proses endogenik seperti
yang berhubungan dengan magmatisme dan hidrotermal. Terminologi atau kata “fluida” dalam
kaitan dengan pembahasan hidrotermal memakai beberapa kata yang berbeda yaitu fluida
(fluids), air (water), larutan (solution), yang menuju pada satu makna yang sama. Fluida identik
dengan air (water) dalam berbagai penjelasan di proses kegeologian (Pirajno, 2009). Air (H 2 O)
di alam ditemukan dalam tiga fase yaitu cair, gas, dan padatan. Air di bumi terbentuk sekitar
4,6 Milyar tahun lalu, yang berada pada kerak kontinen sekitar 4,4 Milyar tahun lalu, serta
keberadaan batuan sedimen tertua 3,8 Milyar tahun lalu (Wilde et al, 2001 dalam Pirajno,
2009). Air ini mengalami siklus dalam dua bentuk utama yaitu eksogenik (hidrogeologi) dan
endogenic (tektonik, metamorfisme, magmatisme) yang berperan dalam berbagai proses
kegeologian.

Komponen utama dalam larutan fluida hidrotermal adalah larutan cair (liquid solution),
dimana larutan pembentuk bijih umumnya sebagai koloid ataupun molekular (Pirajno, 2009).
Pada prinsipnya pembentukan fluida hidrotermal dapat terbentuk dari beberapa sumber air
yaitu (1) air permukaan atau meteorik, (2) air tanah dalam (conate water), (3) air metamorfik,
dan (4) air magmatik (Skinner, 1997) dan beberapa menambahkan tipe air laut (sea water) serta
air campuran pada reservoir dalam (Gambar 3; Robb, 2005). Dalam sisrkulasi air permukaan
dan air magmatik ini akan dijumpai penambahan (enriched) sejumlah unsur seperti Na2+, Cl-,
Si4+, serta SO 4 2- yang berasosiasi dengan peningkatan logam seperti Fe, Cu, Pb, Zn (Tabel 1)

Gambar 3. (a) Tiga tipe utama jenis cairan air (liquid water) yang hadir dipermukaan dan dekat permukaan, (b)
Diagram perbandingan isotopik berbagai jenis air (Taylor, 1997 dalam Robb, 2005).

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
2.2. SISTEM HIDROTERMAL

Keberadaan logam berharga dalam endapan mineral bijih dipengaruhi oleh keberadaan
fluida yang berperan, yaitu fluida hidrotermal. Fluida hidrotermal adalah larutan panas dalam
fase dominan sebagai cairan aqueous pada suhu ~50 sampai >500°C yang mengandung
berbagai pelarut yang mengalami perubahan dan presipitasi seiring waktu dan tempat yang
bergerak melewati retakan-retakan (Skinner, 1997; Corbett dan Leach, 1998; Pirajno, 2009).
Fluida hidrotermal memiliki parameter penting berupa variasi dalam temperatur, tekanan, dan
densitas.

Sistem hidrotermal merupakan sirkulasi fluida hidrotermal yang terjadi pada kedalaman
tertentu sebagai perpaduan antara air magmatik dan air permukaan (meteorik dan air laut)
(Skinner, 1997; Pirajno, 2009) dan menghasilkan karakter mineralisasi atau pembentukan
sulfida tertentu (Gambar 4). Air magmatik atau disebut juvenil merupakan air yang berasal
dari magma yang akan bertambah seiring pengkristalan dari mineral dalam magma, dan seiring
perjalanan magma ke permukaan. Air magmatik membawa gas-gas berupa nitrogen, argon,
karbon dioksida, hidrogen sulfat dan lain-lain (Lindgren, 1933). Percampuran air magmatik
dan meteorik, diduga juga terpengaruh oleh aktifitas vulkanisme yang membentuk bukaan-
buakan berupa retakan paska letusan (Lindgren, 1933)

Pada beberapa tipe mineralisasi, terjadi perdebatan bagaimana larutan yang memegang
peranan membentuk mineralisasi, contoh : endapan orogenik atau mesotermal. Endapan ini
membentuk mineralisasi didominansi oleh logam emas (bahkan tunggal) dengan karakteristik
suhu menengah – rendah (<200°C) dengan salinitas sangat rendah yang terbentuk akibat
pembebasan air saat proses metamorfisme (Yardley dan Graham, 2002; Groves et al., 2003;
Jamtveit dan Austrheim, 2010; Yardley dan Cleverley, 2015), sedangkan Skinner (1997) dan
Robb (2005) menyebutkan sebagai salah satu pelarut di sistem hidrotermal.

Fluida hidrotermal atau larutan hidrotermal secara logika seharusnya tersebar umum di
kerak bumi sebagai implikasi konsep adanya interaksi antara hidrosfer dan litosfer, namun
kenyataannya keterdapatan mineralisasi sebagai efek dari fluida hidrotermal sangat jarang
terbentuk dan umumnya bersifat lokal (Skinner, 1997), dimana hal ini disebabkan mineralisasi
umumnya merupakan bentuk presipitasi sulfida, dimana sulfida mempunya solubilitas (daya
larut) yang sangat rendah dan hanya larut bersama dengan ion kompleks atau ligand seperti
kompleks ion kaya sulfur (HS- / H2 S/SO 4 2-) dan klorida (Cl- / Cl2-) atau lainnya seperti fluorida,

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
hidroksida, sulfat, karbonat, amino, dan unsur organik (Skinner, 1997; Einaudi et al., 2003;
Pirajno, 2009).

Tabel 1. Perbandingan unsur kation pada air meteorik dan air laut, serta peningkatannnya (Krauskopf
& Bird, 1995 ; Scott, 1997 dalam Robb, 2005)
Air
Blacksmoker (air Air Mata air
Unsur (ppm) Air Laut geotermal
laut) Hujan meteorik
meteorik
Na + 10 000 6 000 - 14 000 1 23 187
Cl- 20 000 15 000 - 25 000 1,1 3,1 21
SO4 2- 2700 0 1,5 11 103
Mg 2+ 1300 0 0,2 2,4 0
Ca 2+ 410 36 0,4 5,1 0,5
K+ 400 26 0,5 1,0 27
Si 4+ 0.5-10 20 1,2 17 780
Logam (Fe,
Cu, Zn, Mn, enriched depleted depleted enriched
dll) depleted

Gambar 4. Konsep model hubungan antara jenis air dan kedalamannya yang membentuk fluida Hidrotermal
(Hydrothermal Solution) dan jenis mineralisasi yang terbentuk (Skinner, 1997).

Menurut Skinner (1997) Pada sistem hidrotermal setidaknya terdapat empat proses yang
dapat mempengaruhi presipitasi mineral logam atau sulfida, yaitu :

a) Perubahan temperatur, yang menyebabkan presipitasi menjadi 3 cara : (a)


mempengaruhi kelarutan dari mineral sulfida dan oksida, (b) mempengaruhi
pembentukan dan kestabilan kompleks-ion dalam mentranportasi logam, (c)
mempengaruhi kontanta hidrolisis seperti klorin dalam keterlibatannya dalam
pembentukan ion-kompleks. Kondisi turun dan naiknya temperatur secara mendadak
6

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
(terutama turunnya temperatur) menyebabkan peningkatan sifat kelarutan (solubility)
atau kejenuhan (saturasi) fluida membentuk mineral bijih.
Turunnya temperatur disebabkan tiga hal, yaitu : (1) bercampurnya dengan air meteorik
(permukaan) yang dingin, termasuk proses pembentukan hidrotermal bawah laut, (2)
dekompresi adiabatik, dan (3) akibat hilangnya panas menuju batuan samping (wall-
rock).
b) Perubahan tekanan sangat tinggi (sekitar 1 Kbar), dapat menyebabkan perubahan
kelarutan fluida (solubility). Perubahan tekanan ini menyebabkan terjadinya perubahan
isotermal (seperti : boiling) yang menyebabkan peningkatan konsentrasi akibat
penghilangan kandungan volatil yang kemudian menyisakan larutan menjadi lebih
alkalin dan tranportasi logam menjadi melemah. Boliling dan solubility merupakan
faktor utama dalam pemisahan komposen unsur dari larutannya (Pirajno, 2009).
c) Reaksi kimia antara larutan dan dinding batuan samping, yang menyebabkan umumnya
tipe mineral logam berasosiasi dengan batuan samping dan alterasi tertentu.
d) Perubahan kimia yang terjadi ketika fluida hidrotermal bercampur dengan larutan dari
komposisi yang berbeda. Hal ini meningkatkan konsentrasi komponen presipitasi,
seperti H2 S, menjadi larutan dan merubah keasaman dan konsentrasi,
sehinggamengurangi kelarutan komplek ion dan menyebabkan presipitasi.

3. SEJARAH EPITHERMAL

Istilah “epitermal” pertama kali dipakai oleh Lindgren, (1928,1933) yang ditujukan untuk
deposit mineral yang mengandung logam emas, perak, air raksa, antimoni, dan logam dasar
(Cu, Pb, Zn) dan terdeposisi pada kedalaman yang sangat dangkal atau dekat permukaan pada
temperatur 50 - 200°C dengan tekanan sekitar 100 atmosfer. Istilah epitermal, dipakai sebagai
bagian dari klasifikasi Lingren (1933) dalam kaitannya mineralisasi berhubungan dengan
kegiatan intrusi, dimana selain itu terdapat juga penamaan mesotermal dan hipotermal (Tabel
2).

Sejak klasifikasi Lingren (1933) dicetuskan, banyak deposit yang diteliti dan disimpulkan
memiliki suhu dapat mencapai kisaran 300°C dan kedalaman sangat bervariasi yaitu 50 sampai
sekitar 1500 m dibawah permukaan air tanah (Henley dan McNabb, 1978; Simmons, 1990;
White dan Hedenquist, 1990; Hedenquist et al., 1994; Arribas, 1995; Simmons et al., 2005;
Sillitoe, 2010). Sampai saat ini istilah epitermal tetap dipakai, sedangkan mesotermal dialihkan

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
untuk endapan berhubungan dengan tataan geologi dalam dan sabuk orogenesa, serta
hipotermal yang tidak umum digunakan lagi. Sejarah pemakaian nama epitermal mengalami
banyak variasi, dikarenakan pendekatan kondisi lokal dengan banyak parameter seperti
karakter mineral dan jumlah logam (Tabel 3).

Tabel 2. Sebagian dari klasifikasi endapan mineral oleh Lindgren (1933), untuk menunjukan posisi
terminologi epitermal

Classification of Mineral Deposits Temperature (°C) Pressure


B In bodies of rocks
By concentration of substances contained in
1
geologic body itself
a. Concentration by rock decay and residual
0 - 100 moderate
weathering near surface
b. Concentration by ground water of deeper
0 - 100 moderate
circulation
c. Concentration by dynamic and regional
up to 400 moderate
metamorphism
Concentration effected by introduction of
2
substances foreign to the rock
a. Origin independent of igneous activity
by circulating atmospheric water at moderate or
to 100 moderate
slight depth
b. origin dependent upon the eruption of igneous
rocks
a. By hot ascending watters of uncertain origin,
but charges with igneous emanations
1. Deposition and Concentration at slight
50 - 200 moderate
depth. Epithermal deposits
2. Deposition and Concentration at
200 - 300 high
intermediate depths. Mesothermal deposits

3. Deposition and concentration at great


depth or at high temperature and pressure. 300 - 500 very high
Hypothermal deposits
b. By direct igneous emanations
1. From intrusive bodies. Contact metamorphic or
500 - 800 very high
pyrometasomatic deposits
atmospheric to
2. From effusive bodies. Sublimates, fumaroles 100 - 600
moderate

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Tabel 3. Sejarah penggunaan terminologi dalam endapan Epitermal (Sillitoe dan Hedenquist, 2003;
John et al., 2018)
Classification scheme Deposit
Early Epithermal Classification Schemes
Ransome (1907) Goldfield type

Alunitic- Fluoritic tellurium-


Sericitic zinc- Gold-silver-
Emmons (1918) kaolinitic gold gold veins adularia
silver veins adularia veins
vein gold veins

Gold-alunite
Gold quartz veins in andesite Gold telluride veins
deposits
Lindgren (1933) Argentite-gold- Gold-quartz veins
quartz veins in rhyolite
Argentite veins Gold selenide
Base metal veins veins
Modern Nomenclature
Silllitoe (1977) Acid Alkaline
Buchanan (1981) Epithermal
Ashley (1982) Enargite gold
Giles and Nelson (1982) Hot-spring type
Hayba and others (1985),
Acid sulfate Adularia-sericite
Heald and others (1987)
Bonham (1986,1988) High sulfur Low sulfur Alkalic deposits
Comstock, Sado,
Quartz-alunite
Cox and Singer (1986) Hot-spring Au-Ag and Creede Au-Ag-Te veins
Au
epithermal vein
Hedenquist (1987), White
and Hedenquist High sulfidation Low sulfidation
(1990,1995)

Berger and Henley (1989) Alunite-kaolinite Adularia-sericite


Albino and Margolis Type 1 adularia- Type 2 adularia-
(1991) sericite sericite
Low sulfidation
Sillitoe (1989,1993) High sulfidation High sulfide + Low sulfide +
base metal base metal

Hedenquist and others


(2000), Einaudi and Intermediate
High sulfidation Low sulfidation Alkalic
others (2003), Sillitoe and sulfidation
Hedenquist (2003)

Quartz + alunite
Simmons and others ± pyrophyllite ±
Quartz ± calcite ± adularia ± illite Alkaline
(2005) dickite ±
kaolinite
Intermediate
Epithermal Classification High sulfidation Low sulfidation Alkalic gold
sulfidation

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Dalam klasifikasi modern endapan epitermal, parameter utama yang digunakan adalah
kehadiran mineral bijih atau gangue dan dibantu dengan data karakteristik kimia seperti pH,
oxidation state, sulfidation state) dari fluida yang berasosaisi dengan alterasi bagian proksimal
dan mineralisasi bijih yang ada (Einaudi et al., 2003; Simmons et al., 2005). Secara khusus,
model yang dipakai untuk epitermal adalah model yang disesuaikan dengan komoditas
tambang dari sebuah deposit yang berupa emas dan atau perak (John et al., 2018). Endapan
epitermal memiliki karakter khas yang dapat diidentifikasikan dari tataan tektonik, batuan
inang, bentuk deposit, umur, dan temperatur – kedalaman dari kehadiran mineral dan zoning,
kimia fluida-bijih, dan sumber deposit (Tabel 4).

Parameter utama dalam pembagian tipe epitermal adalah kehadiran tipe sulfidanya, yang
menggamabarkan perbedaan sulfidation state dari kimia fluida pembawa bijih (Hedenquist et
al., 2000; Einaudi et al., 2003; Sillitoe dan Hedenquist, 2003). Tipe epitermal, saat ini dibagi
menjadi tiga subtipe utama yaitu epitermal sulfidasi tinggi (high sulfidation epitermal/HSE),
epitermal sulfidasi menengah (intermediate sulfidation epithermal/ISE) dan epitermal sulfidasi
rendah (low sulfidation epithermal / LSE), yang lebih cenderung merefleksikan tingkatan
sulfidasi (sulfidation state) yang diinterpretasi dari kehadiran mineral sulfida. Pembagian ini
merupakan pengembangan oleh Hedenquist et al (2000), dari konsep terkini yang
menggantikan sub tipe epitermal klasik yaitu epitermal sulfidasi rendah dan epitermal sulfidasi
tinggi. Hal terbaru dalam klasifikasi adalah epitermal sulfidasi menengah (ISE) yang
cenderung memiliki kesamaan karakter (geologi, struktur, tekstur) dengan epitermal sulfidasi
rendah namun dengan kehadiran mineral logam dasar dan kompleksitas vein yang terbentuk.
Deposit epitermal berdasarkan kondisinya dapat sebagai sub tipe tunggal atau transisi atau
bahkan bervariasi, seperti distrik LSE, atau LSE-ISE atau HSE-ISE dan seterusnya. Pada
definisi lainnya, terdapat juga perbedaan yang dijabarkan oleh Sillitoe (2010) bahwa
mineralisasi dengan logam dasar berlimpah terdapat pada dua kondisi yaitu pada kondisi dekat
permukaan atau pada tataan geologi vulkanik yang diseut Intermediate Sulfidation Epithermal
atau pada tataan batuan plutonik atau koheren dalam yang disebut sebagai Sub-epitermal.
Kondisi ini sangat berasosiasi dengan kehadiran plutonik yang membentuk endapan Porfiri
(Sillitoe, 2010).

10

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Tabel 4. Karakteristik endapan epitermal dari beberapa parameter (Sillitoe dan Hedenquist, 2003; John
et al., 2018)
No Parameter High-sulfidation Low-sulfidation Intermediate-sulfidation
Spatially and
Calc-alkaline, andesite-
temporally Calc-alkaline, andesite- Calc-alkaline, andesite-
1 rhyolite; tholeiitic,
associated dacitic rhyolite
bimodal basalt-rhyolite
volcanic rocks
Lava domes and flows, Lava domes and flows,
diatremes, tuff rings, Lava domes and flows; diatremes, tuff rings, maars,
Volcanic maars, and intrusive uplands and basins of and intrusive breccias
2 landforms and breccias associated with pyroclastic and associated with diatremes;
deposits diatremes; uplands and volcaniclastic rocks; uplands and basins of
basins of pyroclastic and dikes pyrocla stic and volcaniclastic
volcaniclastic rocks rocks
Compressional-
transpressional
Extensional continental-
continental-margin arc or
margin and island arcs; Extensional continental-
back arc; compressional-
3 Tectonic setting extensional back arc; margin arc; compressional
transpressional, neutral
post-arc continental island arc; continental rift
stress to mildly
extension
extensional continental-
margin arc
Alunite, kaolinitc
(dickite), pyrite,
Proximal
pyrophyllite, residual, Quartz-
4 alteration Quartz+adularia+illitic+pyritic
vuggy quartz, aluminum- adularia±illite±pyrite
minerals
phosphate-sulfate (APS)
minerals
Structurally and Vein-filling crustiform Fault zone replacement and
Silica and straligraphically and colloform vein-filling by fine- to coarse-
carbonate gangue controlled fine-grained chalcedony and quartz; grained equigranular quartz,
5
and textural silicification and minor late calcite and and crustiform and comb
features residual, vuggy quartz; (or) calcite-replacement quartz; calcite late or distal to
no carbonate minerals texture thermal centers
Minor barite common, Barite uncommon; Barite and manganiferous
6 Other gangue
typically late fluorite present locally silicates present locally
Gold, electrum, Au-Ag
Electrum, Ag sulfides, Electrum, Ag sulfides and
tellurides, acanthite, Ag-
Gold-silver and selenides and sulfosalts; sulfosalts; high Ag/Au;
7 bearing termantite,
other ore minerals low Ag/Au; generally no chalcopyrite, galena,
tetrahedrite, enargite,
other metals recovered sphalerite
luzonite, chalcopyrite
Typically <1 to 2 vol. %
Sulfide except where hosted by
8 5 to 90 vol. % 5 to >20 vol. %
abundance basalts (as much as 20
vol. %)
Pyrite/marcasite, Au-Ag
Pyrite, enaigite, luzonite, Pyrite, Au-Ag
sulfides/ sulfosalts,
covellite-digenite, sulfides/sulfosalts, Fe-poor
arsenopyrite, pyrrhotite,
9 Sulfide minerals famatinite, chalcopyrite, sphalerite, galena,
Fe-poor to Fe-rich
tetrahedrite/ tennantite, chalcopyrite,
sphalerite, cinnabar,
Fe-poor sphalerite tetrahedrite/tennantite
stibnite
Other enriched
10 As, Sb, Bi, Sn, Te, Se As, Sb, Se, Hg Mn, Se
metals

11

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Tabel 4. lanjutan

No Parameter High-sulfidation Low-sulfidation Intermediate-sulfidation


Au-Ag tellurides
Te and Se Au-Ag selenides, Se Tellurides common locally;
11 common; selenides
minerals sulfosalts common selenides uncommon
present locally
Multiple stage veins of
fine concordant and
Breccias; diatremes; discordant layered
Multistage veins and
Deposit style, residual vuggy quartz; mineral assemblages and
associated breccias with
veins, and stratabound disseminated; breccias, comb and
12 coarse layers and comb and
mineralized massive sulfide; veins and crustiform textures;
crustiform textures;
structures stockworks; veins sheeted veins; vein
disseminated; diatremes
generally late stockworks and breccias;
fault intersections;
disseminated
Sinter and explosion
breccias; chalcedony
blankets; steam-heated Rarely documented; thin
Paleosurface Steam-heated blankets
13 blankets over some quartz veins and stockworks
indicators over some deposits
deposits; thin quartz over some deposits
veins and stockworks
over some deposits
Depth to top of ore
Meters to several
14 zones (meters Tens of meters to 700 m Several hundred meters
hundred meters
below water table)
Vertical extent of
15 100 to 800 m Mostly 100 to 400 m Up to -1,000 m
ore
Mostly 155 to 330 °C
Fluid inclusion <100 to 390 °C (<130 to 135 to 385 °C (220 to 310
(220 to 270 °C modes); -
homogeni-zation 290 °C modes); 0 to 6 °C modes); as much as 23
16 0-6 weight % NaCl
temperature and weight %NaCl equiv. weight % NaCl equiv.
equiv.; halide saturated
composition (mostly <3%) (mostly 1 to 12%)
fluids in some deposits

Yanacocha, Puehlo Viejo, Hishikari, Midas, Comstock Lode, Tonopah,


Representative
17 Pierina, Pascua -Lama, Sleeper, McLaughlin, Fresnillo, El Pefion, Waihi,
deposits
Goldfield, Summitville National, Mule Canyon Pefiasquito, Rosia Montana

Tipe epitermal "Alkali” merupakan penamaan yang disematkan pada deposit kaya emas
yang berada pada lingkungan batuan beku berafinitas alkali, walaupun banyak perdebadan
bagaimana mendefinisikan "alkalik" (Richards, 1995). Dalam konteksnya tipe epitermal alkali
digunakan untuk menentukan asosiasi dengan batuan beku, d an umumnya memiliki volatil
tinggi. Lokasi tipe deposit ini adalah Cripple Creek, Colorado; Colorado Mineral belt; Montana
alkalic province; Porgera, Mt. Kare, Ladolam, Papua New Guinea; Emperor, Fiji. Tipe alkali
pertama kali diperhatikan oleh Bonham & Giles (1983) sebagai asosasi antara eitermal kaya
Au-Te dan batuan alkali. Karakteristik tipe ini adalah adaya alterasi kuarsa-karbonat-fluorit-
ortoklas/adularia, mempunyai rasio Au/Ag tinggi, dengan Au/Ag umumnya berbentuk telurida,

12

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
serta mengandung sulfur sedikit dan kehadiran logam dasar yang jarang. Beberapa
megindikasikan tipe ini berhubungan dengan porfiri dibawah permukaan yang berasosaisi
dengan gabro dan syenit (Bonham & Giles, 1983 dalam Richard, 2005).

4. KONSEP TAHAPAN SULFIDASI

Terminologi sulfidasi dan tahapan sulfidasi (sulfidation state), merupakan konsep yang
telah lama dikembangkan pada deposit bijih. Beberapa istilah yang dipakai semakna dengan
sulfidation state adalah "high-sulfur sulfides", "sulfidation", "sulfidation reactions", "sulfur
fugacity". Istilah sulfidation state diajukan oleh Barton (1970), yang juga terdapat istilah
oxidation state yang berasosiasi oleh Wones (1981), dimana keduanya didasarkan oleh
temperatur dan fugasitas dari S2 dan O 2 pada gas. Fugasitas sulfur dan oksigen pada sebuah
sistem pada tiap temperatur dapat dibandingkan pada reaksi standar pada mineral (buffer)
seperti :

4 Fe3 O4 + O 2 = 6 Fe2 O3 (untuk oksigen)


Magnetit Hematit

2 FeS + S2 = 2 FeS2 (untuk sulfur)


Pyrhotit Pyrite

Perbedaan antara fugasitas oksigen atau sulfur tergantung dari kebedaraan kelompok
mineral yang disebandingkan dengan rekasi buffer sebagai dasar penentuan tahapan sulfidasi
dan oksidasi secara relatif (Einaudi et al., 2003). Pembagian sulfidation state antara fluida dan
kehadiran kelompok mineral tertentu, dapat menggunakan reaksi sulfidasi dari mineral-mineral
pada sistem C-Fe-As-S yang umumnya terbentuk pada deposit porfiri Cu, vein terkait porfiri,
dan deposit epitermal. Tahapan sulfidasi oleh Einaudi et al (2003) dibagi menjadi sangat
rendah, rendah, menengah, tinggi dan sangat tinggi (Gambar 5), dengan batas antara sulfidasi
menengah dan tinggi mengikuti reaksi sulfidasi sebagai berikut.

5 CuFeS2 + S2 = Cu5 FeS4 + 4 FeS2


Kalkopirit bornit pirit

0.67 Cu12 As4 S13 + S2 = 2.67 Cu3 AsS4


Tennatit enargit

13

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Kedua reaksi diatas adalah batas antara sulfidasi menengah menuju sulfidasi tinggi
menunjukan adanya penciri sulfidasi tinggi yaitu mineral bornit dan enargit. Batas antara
sulfidasi menengah, terutama pada sistem ISE dapat dilihat pada reaksi berikut.

0.47 FeAsS + 1.41 CuFeS2 + S2 = 0.12 Cu12 As4 S13 + 1.88 FeS2
Arsenopirit kalkopirit tennantit pirit

Tahapan sulfidasi (sulfidation state) baik merupakan fungsi dari kandungan sulfur dari
mineral sulfida atau kelompok mineral, yang berada di luar batas dari fluida menuju kondensasi
sulfur. Tahapan sulfidasi melihat fugasitas sulfur pada kondisi suhu tertentu, sehingga mineral
penciri dapat hadir pada suhu mulai sekitar 500°C sampai sekitar 150°C dan tidak selalu
tergantung jumlah banyaknya sulfida. Pirit mempunyai kandungan sulfur lebih banyak
daripada kovelit, namun tahapan sulfidasinya adalah rendah, karena stabilitas dari mineral
tersebut sangat tergantung ꝭS2 dan suhu dilingkungan pembentukannya.

Gambar 5. Diagram tahaan sulfidasi (sulfidation state) dengan pembagian tipe sulfidasi menjadi sangat tinggi
(very high), tinggi (high), menengah (intermediate), rendah (low), dan sangat (very low) serta diikuti jenis
mineraloginya. Terdapat juga batasan lingkungan hidrotermal saat ini (Einaudi et al., 2003).

14

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Klasifikasi deposit epitermal pada awalnya hanya terbagi menjadi dua tipe utama, diaman
perbedaan utamanya terletak pada alterasi halo yang berasosasi dengan deposit. Pada endapan
sulfidasi tinggi (HSE), hostrock larut menjadi residu kuarsa dengan membentuk tekstur vuggy,
dengan halo alterasi berupa kuarsa-alunit-pirofilit-dikit, mengindikasikan pH rendah. Pada
sulfidasi rendah (LS), halo alterasi berupa ilit (atau klorit) + adularia menuju alterasi propilitik,
mengindikasikan fluida memiliki pH netral. Pada klasifikasi terkini, terbentuk intermediate-
sulfidation epithermal (IS) yang lebih cenderung perkembangan dari Low Sulfidation yang
didefinisikan berdasarkan kehadiran kelompok sulfida dan afiliasi magmatik-tektonik pada
suatu daerah (Hedenquist et al., 2000; Einaudi et al., 2003; John et al., 2018).

Konsep tahapan sulfidasi (Einaudi et al., 2003), maka dapat disederhanakan bahwa setiap
tipe epitermal akan memiliki batasan tahapan sulfidasi berdasarkan kehadiran mineral tertentu
sebagai pencirinya (Tabel 5), namun tidak menutup kemungkinan adanya transisi antara
tahapan sulfidasi tersebut. Dalam hal pemakaian konsep tahapan sulfidasi, istilah tipe epitermal
High Sulfidation atau Low Sulfidation tidak secara langsung terikat dengan tahapan sulfidasi
yang ada (Einaudi et al., 2003), namun lebih juga mengikuti konsep kelompok mineralogi yang
ada pada klasifikasinya masing-masing (White dan Hedenquist, 1990; Hedenquist et al., 1994).

Einaudi et al (2003), menyebutkan bahwa dalam deposit HSE memiliki kisaran dari tahapan
tinggi untuk kehadiran enargit menuju tahapan menengah untuk kehadiran tennantit-
tetrahedrit+pirit±kalkopirit. Seperti pada Goldfireld, Lepanto dan Julcani dimana tahapan
sulfidasi tinggi membungkus menuju tahapan sulfidasi menegah dengan faktor waktu dan atau
jarak dari sumber. Pada Summitville, La Mexicana, Lahoca terdapat kondisi yang terbalik yaitu
tahapan sulfidasi menegah yang membungkusi sulfidasi tinggi pada kedalaman lebih dangkal
atau seiring waktunya.

Pada deposit ISE juga banyak mengandung sulfida yang umum dijumpai di HSE, terkecuali
jarangnya dijumpai kehadiran mineral enargit dan rasio Ag:Au sekitar 10:1, dan umumnya
>100:1, serta diikusi konten sulfida dari 1 sampai >10%. Contoh endapan ini adalah vein logam
dasar dan perak di Pachuha, Fresnillo, Mexico. Vein diikuti halo dari ilit±adularia dengan
perubahan kebawah menjadi serisitik dan kearah luar menjadi propilitik. Jenis sulfida yang
hadir relatif sederhana, termasuk kombinasi dari sfalerit, galena, pirit, kalkopirit, dan tetrahedit.
Perak hadir sebagai Ag-sulfosalt, sfalerit dengan <1 sampai sekitar 10% FeS, dan konsisten
kehadiran pirit+ alkopirit+ tetrahedrit / tennantit.

15

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Pada deposit LSE ditemukan dalam asosiasi dengan batuan beku alkali dan subalkali. Pada
lingkungan subalkali , LSE memiliki ciri miskin sulfida, didominasikan dengan emas berkadar
bonaza, dan dibedakan dengan ISE dan HSE berdasarkan mineal sulfidanya (Hedenquist et al.,
2000). Tipe LSE diikuti alterasi ilit atau klorit secara konsisten, yang terbentuk pada suhu
rendah (<220°C) dan kedalaman dangkal (<250m), seerta diikuti kehadiran sulfida seperti pirit
sangat rendah (<1%).

Tabel 5. Penyederhanaan batasan mineral sulfida penciri dari tipe endapan porfiri dan epitermal
berdasarkan tahapan sulfidasinya (kompilasi dari Einaudi et al, 2003)

5. MINERALOGI ENDAPAN EPITERMAL

Mineralogi pada endapan epitermal umumnya memiliki pola sebaran, luasan, atau dengan
tekstur-tekstur khusus pada setiap deposit, selain perbedaan sulfida yang ada di setiap tipe
epitermal. Secara umum karakteristik mineralisasi pada endapan epitermal memiliki kesamaan,
terutama pada endapan sulfidasi rendah dan sulfidasi menengah, atau beberapa endapan
sulfidasi tinggi tipe kontrol struktur. Karakteristik tipe epitermal dapat disimpulkan
berdasarkan pola/style mineralisasi, pola alterasi pada proksimal, kehadiran mineral non
logam, tahapan sulfidasi, dan tentunya logam berharga yang dihasilkan (Tabel 6).

16

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Penjabaran mengenai karakteristik epitermal, secara sederhana dapat dibedakan menjadi
karakteristik alterasi hidrotermal atau mineral gangue hipon, mineral sulfida atau bijih hipogen
kondisi mineralogi pada oksidasi atau supergen.

Tabel 6. Ringkasan karakteristik mineralisasi tipe epitermal (Einaudi et al., 2003; Sillitoe dan
Hedenquist, 2003; Sillitoe, 2015)
Epitermal Type HSE ISE LSE

Main Steep and shallowly Veins, stockworks Veins, stockworks,


mineralization inclined disseminated
styles replacement bodies, Bodies
hydrothermal breccias

Main proximal Silicification, vuggy Silicification, Silicification,


alteration types residual quartz-sericite/illite quartz-adularia
quartz, quartz-alunite illite
Main gangue Quartz, alunite, barite Quartz, calcite, Quartz,
minerals manganoan chalcedony,
carbonates, adularia
rhodonite, adularia

Sulfide abundance High (10–80 vol.%) Moderate (5–30 Low (1–5 vol.%)
vol.%)
Sulfidation-state Enargite/luzonite/famatinite Tetrahedrite, Pyrrhotite,
indicators chalcopyrite, low- arsenopyrite, high-
Fe sphalerite Fe sphalerite
Typical metal Au-Ag-Cu ± Bi ± Te Ag-Au-Zn-Pb-Mn Au ± Ag ± Se ±
signature ± Cu Mo

5.1. ALTERASI HIDROTERMAL

Alterasi hidrotermal adalah sebuah kenampakan karakteristik dari deposit epitermal Au-Ag.
Bentkan deposit LSE dan HSE berasal dari proses tipe yang sangat berbeda, seperti perbedaan
sistem hidrotermal, geotermal dan magmatik, dan yang terpenting adalah semua deposit
mempunyai tipe pembeda dan zonasi alterasi hidrotermal tertentu (Tabel 7). Bagaimanapun,
dikarenakan beberapa pembeda dari lingkungan hidrotermal adlah terkait dengan posisi muka
air tanah yang bervariasi selama terbentuknya sistem hidrotermal. Sistem hidrotermal dapat
menunjukan mineralogi dan tipe alterasi yang serupa antara beberapa tipe endapan, sehingga
dalam pemahanan tipe deposit dari asosiasi alterasi hidrotermal, biasanya menunjukan adanya
superposisi dari tipe fluida yang beragam dan berulang (Simmons et al., 2005; John et al.,
2018).

17

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Tabel 7. Perbandingan tipe alterasi yang hadir pada endapan Epitermal (White dan Hedenquist, 1990;
Arribas, 1995; Hedenquist et al., 2000; Simmons et al., 2005; John et al., 2018)
Occurrence and Origin
Alteration Type Mineralogy Low- and intermediate-
High-sulfidation deposits
sulfidation deposits
Quartz veins and veinlets, Residual quartz bodies (vuggy
silicificd breccia and silica); partial to massive
stockworks; shallow silicification; quartz veins and
Silicic Quartz, chalcedony, opal silicification includes quartz-cemented breccias;
stratiform (blankets) zones of shallow silicification including
chalcedony and (or) opal and stratiform (blanket) zones of
silica sinter chalcedony and (or) opal
Potassium-feldspar Innermost zone, commonly
Potassic (adularia), illite, quartz, associated with quartz veins Not present
carbonate and stockworks.
Argillic/ Illite/smectite, chlorite, Illite/smectite halo to veins
Illite and illite/smectite halo to
intermediate mixed layer clays, pyrite, and deeper illite/muscovite
advanced argillic core
argillic carbonate, chalcedony zones
Alunite-kaolinite/dickite-
Quartz, alunite, dickite,
Advanced argillic pyrophyllite-diaspore,
kaolinite, pyrophyllite,
(magmatic Not present typically surrounding silicic
(diaspore, zunyite,
hydrothermal) cores; also sericite-
topaz), pyrite, marcasite
pyrophyllite roots
Kaolinite-alunite-
Advanced argillic Opal, alunite, kaolinite,
(illite/smectite-native Kaolinite-alunite blankets
(steam-heated) pyrite, marcasite
sulfur)±opaline blankets
Alunite, kaolinite,
Advanced argillic Kaolinite/halloysite-alunite-
halloysite, jarosite, iron Kaolinite-alunite blankets
(supergene) jarosite blankets or zones
oxides/hydroxides
Broad host to ore system; Broad host to ore system; may
may be deuteric in origin and be deuteric in origin and not
Quartz, potassium-
not genetically related to ore- genetically related to ore-
feldspar (adularia), albite,
Propylitic forming hydrothermal forming hydrothermal system;
illite, chlorite, calcite,
system; typically chloritic typically chloritic (lacks
epidote, pyrite
(lacks epidote), except at epidote), except at deeper
deeper levels levels
Zeolites (including
At shallow depths lateral to
mordenite, heulandite,
Zeolitic argillic/intermediate argillic Not present
wairakite),
alteration
montmorillonite

Sistem hidrotermal dapat dibagi menjadi dua tipe prinsip utama, yaitu geotermal dan
magmatik-hidrotermal, yang dibedakan dari sistem hidrotermal aktif yang umumnya dapat
dianalogikan dengan sistem pembentukan bijih LSE dan HSE (Gambar 6). Setiap sistem
hidrotermal mempunyai hubungan yang berbeda secara temporal dan spasial dengan magma
terkait dan kristalisasi dan pelepasan gas dari intrusi magma. Intrsui yang berhubungandengan
sistem geoterma relatif berada sangat dalam (>4km), namun dapat juga lebih dangkal pada
sistem magmatik-hidrotermal, sebagai hasil dari fluida magmatik yang bervariasi masuk
menuju fluida hidrotermal yang menyebabkan terjadinya tipe endapan hidrotermal (White dan
Hedenquist, 1990; Hedenquist et al., 2000; Heinrich et al., 2004; Simmons et al., 2005).
18

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Variable fluida magma yang masuk sebagai manifes dalam pengkarakteran dari tipe fluida
hidrotermal, mineral alterasi, dan kelompok alterasi hidrotermal setiap tipe endapan epitermal
(Gambar 7). Pada setiap tipe endpan epitermal, di bagian dangkal mendekati muka air tanah
purba, terbentuk air asam sulfat membentuk produk yang serupa berupa steam-heated dan
alterasi argilik lanjut (Sillitoe, 2015).

Gambar 6. Dua tipe utama sitem hidrotermal, yaitu geotermal (A) dan magmatik-hidrotermal (B) yang
berasosiasi dengan relief permukaan, vulkanik berkomopsisi intermediet, dan posisi epitermal sulfidasi rendah
dan epitermal sulfidasi tinggi (Cooke dan Simmons, 2000).

19

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 7. Penampang model skematik untuk epitermal sulfidasi rendah (A) dan epitermal sulfidasi tinggi (B),
yang menunjukan zonasi altarasi, mineralisasi, dan litologi (Hedenquist et al., 2000)

20

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Perbedaan komposisi fluida temperatur tinggi yang terlibat dalam pembentukan sistem
hidrotemal, sangat berpengaruh terhadap perbedaan mineral hidrotermal, kelompok mineral
hidrotermal, dan zonasi alterasi. Perbedaan tersebut yang dapat dijadikan karakteristik kunci
untuk menentukan dan membedakan deposit sulfidasi tinggi, menengah atau rendah. Aterasi
hidrotermal biasanya merupakan zonasi yang diawalai dari konduit vein atau breksi yang terisi
fluida. Pada bagian terdalam (inner zone) dari alterasi kaya potasium, termasuk didalamnya
adularia dan atau illit dan mineral karbonat, merupakan karakteristik dari deposit sulfidasi
rendah (LSE) dan menegah (ISE), yang terbentuk dari sitem geotermal dan mengindikasikan
pH mendekati netral menuju fluida alkalin. Mineral zeolit, indikasi dari fluida alkalin,
merupakan bagian dari beberapa sistem. Pada kontrasnya, bagian tengah dari sistem magmatik-
hidrotermal dan deposit sulfidasi tinggi (HSE), terbentuk pad a kondsi sangat asam yang
umumnya memiliki pH kurang dari 2 dan dikarakteristikan dengan kuarsa residual atau vuggy
quartz dan alterasi argiik lanjut magmatik-hidrotermal. Alterasi pada HSE memiliki alunit
magmatik-hidrotermal, dikit, dan kaolinit serta pirofilit.

Temperatur perkiraan selama proses alterasi hidrotermal dapat diperkirakan dari distribusi
mineral hidrotermal, sebagai mana ditentukan dari pemboran geotermal pada sistem hirotermal
aktif (Reyes, 1990; Reyes et al., 2003) dan komposisi dari mineral penciri temperatur seperti
klorit, alunit, epidot. Kompisii relatif yang diarahkan ke temperatur perkiraan telah banyak
dilakukan dalam eksplorasi epitermal untuk mengetahui sumber fluida berasal, seperti
penggunaan parameter alunit, Fe pada klorit, perubahan mineralogi dari illit menuju serisit,
alunit menuju pirofilit dan seterusnya (Harrison, 2013).

5.1.1. ALTERASI ARGILIK DAN SILISIK

Alterasi kaya silika yang biasa disebut dengan “silisifikasi” atau “silisik” atau “masif silika”
atau “silika pervasif”, merupakan alterasi utama pad tipe deposit epitermal, bahkan pada tipe
deposit epitermal sulfidasi tinggi biasa berperan sebagai bijih emas-perak-tembaga. Alterasi
argilik lanjut sangat umum terbentuk pada tiga tipe epitermal yang diasumsikan mengikuti
sitem geotermal atau magmatik-hidrotermal. Sistem epitermal memiliki tiga jenis argilik lanjut,
yaitu magmatic-hydrothermal or hypogene, steam-heated, dan supergene (Arribas, 1995) dan
pada epitermal sulfidasi tinggi memiliki tekstur vuugy quartz dimana tidak dijumpai pada
sistem sulfidasi rendah (Hedenquist et al., 2000), dan sedikit hadir / terkadang hadir pada
deposit epitermal sulfidasi menengah (Yilmaz et al., 2010; Mikaeili et al., 2018).
21

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Magmatik-hidrotermal atau argillik lanjut hipogen memiliki mineral alterasi pirofilit, d ikit,
diaspor, zunyit, dan topaz, yang terbentuk diatas 200°C. Alunit yang terbentuk pada kondisi
ini memiliki karkater tabular, terkadang berbutir kasar, dan umumnya berwarna jingga muda
(Gambar 8). Alterasi tipe ini biasanya memotong stratigrafi dan mengikuti struktur bersudut
tinggi, walaupun dapat juga mengikuti perlapisan batuan. Alterasi hipogen ini dapat saja
membentuk lithocap kosong (barren) atau sebagai bagian dari sistem mineralisasi sulfidasi
tinggi (Middleton dan Buenavista, 2004; Arribas et al., 2005; Sillitoe, 2010; Chang et al., 2011;
Maryono et al., 2018).

Argilik lanjut produk uap panas (stream-heated) terbentuk pada dan sedikit dibawah air
muka tanah, pada suhu berkisar 100°C dan relatif horisontal tersebar serta memiliki karakter
perubahan secara horisontal seperti berlaminasi atau perlapisan tipis. Pada umumnya, silika
pada alterasi ini berupa penutup (blangket) dengan tebal 10-20 m, kecuali pada kondisi uap
panas kaya CO 2 maka produk bisa mencapai 1000 m (Simmons dan Brown, 2006). .

Argilik lanjut hasil supergen terbentuk selama proses pelapukan dan oksidasi dari batuan
kaya sulfida dan produk belakangan hidrotermal. Alterasi supergen terbentuk kurang dari 40°C
pada zona jenuh dan termasuk alunit, kaolinit, halloysit, jarosit, dan besi oksida atau besi
hidroksida. Alunit supergen umumnya terbentuk sebagai mikroskritalin dan berbentuk
porcelain yang tumbuh bersama dengan fase silika. Argilik lanjut supergen umumnya
berbentuk seperti selimut yang mendatar, dan dapat juga berupa garis subvertikal mengikuti
retakan yang ada.

Alterasi silisik (silicic) pada epitermal melibatkan penambahan silika atau silisifikasi dan
deposisi pada fase silika hidrotermal dan konsentrasi residu hasil dari pelarutan asam (residu
atau vuggy quartz) (Hedenquist et al., 2000). Distribusi dan asal dari alterasi silisik merupakan
cerminan dari perbedaan proses yang terlibat pada sulfidasi rendah dan menengah berbanding
dengan genesis deposi sulfidasi tinggi (Tabel 8).

22

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 8. Fotograf dari residual quartz dan alterasi argilik lanjut alunitik. A, Residual (vuggy) quartz alteration
of quartz latite, Science mine dump, Summitville district, Colorado. Cavities (vugs) formed by leaching of coarse
feldspar phenocrysts are partly filled by elemental sulfur. Photograph by Peter Vikre. B, Rock composed of
residual quartz phenocrysts leached from coarse-grained granite, Santa Fe district, Gabbs Valley Range, Nevada.
Coin is 19 millimeters (mm) in diameter. Photograph by David John. C, Coarse bladed magmatic -hydrothermal
alunite from East Preble Mountain, Goldfield district, Nevada. Coin is about 18 mm in diameter. Photograph by
David John. D, Back-scattered scanning electron microscope (SEM) image of aggregates of prismatic magmatic -
hydrothermal alunite replacing plagioclase phenocryst, Paradise Peak mine , Nevada. E, Very fine-grained steam-
heated alunite cementing silicified volcaniclastic rocks near top of Buckskin Mountain, Nevada. Photograph by
David John. F, Back-scattered SEM image of steam-heated, pseudocubic alunite crystals filling voids in leached
andesite breccia from near summit of Mount Adams volcano, Washington.

23

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Tabel 8. Tipe dan karaktersitik alterasi Silisik (Hedenquist et al., 2000 dimodifikasi oleh John et al.,
2018)
Associated
Type Origin Distribution Significance Deposit type
metals
Indicator of
Cooling of
paleosurface,
near-neutral Variable: As,
topographic Low- and
pH hot Sb, Hg, Tl
Sinter Paleosurface (hydrologic) intermediate-
spring fluids (Au, Ag if
depression, sulfidation
at flared vent)
focus of
paleosurface
upflow
Moderate
leaching Steam-heated Low-,
Residual silica (80-90% origin above intermediate-,
Vadose zone Hg
(opaline) Si0 2 ) from paleowater and high-
fluids with table sulfidation
pH ~2-3
Silica
remohilized
At paleowater
from steam- Indicator of Hg (steam-
table; horizon Low-,
heated zone; paleowater heated); As,
Chalcedony may extend intermediate-,
deep table; may be Sb, Au, Ag
horizon laterally >2 and high-
chloride distal from (if deep fluid
km from fluid sulfidation
fluids may fluid source contributed)
source
contribute to
outflow
Low Fluid
temperature temperature
Chalcedony
fluids, <200 °C, Low- and
veins,
colloidal rapidly intermediate-
colloform Shallow, <150 As, Sb, Se,
transport of cooling fluid, sulfidation;
layers; m depth Au, Ag
silica; boiling at late high-
cryptocrystallin
recrystllizati depth; sulfidation
e veins
on of silica cryptociystalli
gels ne at -200 °C
Low- and
Fluid intermediate-
Quartz veins, Cooling Au Ag, base
>150 m depth temperature sulfidation;
vugs solution metals
>200 °C late high-
sulfidation
Permeable
Extreme Core of
zones, main Barren or
Residual silica leaching magmatic- High-
host to quartz- Cu, As, Au,
(vuggy quartz) (>95% Si0 2 ) hydrothermal sulfidation
alunite Ag
at pH <2 system
deposits
Shallow part Low- and
of intermediate-
From Surface to 500
hydrothermal Trace Au, sulfidation;
Silicification cooling m, massive at
system; Ag mid-late
water depths <150 m
pervasive fluid high-
flow sulfidation

24

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
5.1.2. SINTER

Lingkungan permukaan purba (paleosurface) merupakan bagian terpenting dari epitermal,


dan dapat di analogikan pada kondisi getermal saat ini. Kondisi permukaan purba tergantung
dari jarak antara permukaan dan kondisi muka air tanah purba, dengan variasi mulai dari nol
meter sampai ratusan meter yang tergantung kondisi iklim dan relief (Sillitoe, 2015). Pada
kondisi permukaan purba ini, proses hipogen dan supergen terjadi bersamaan sehingga tidak
terlihat batas yang jelas. Kondisi permukaan purba sagat bervariasi, dapat berupa sinter,
endapan rawa, breksiasi akiba letusan freatik atau freatomagmatik, dan uap panas (Tabel 9).

Sinter silikaan dan endapan kolam merupakan tanda kehadiran fluida hidrotermal di
permukaan. Sinter terbentuk oleh pendinginan dari pH mendekati netral, fluida alkali klorida
dengan temperatur subsurface lebih dari 175°C (Fournier, 1985). Sinter terbentuk sebagai
overlie dari vein epitermal atau mineralisasi pada breksiasi. Sinter pada tipe epitermal sangat
umum dijumpai, terutama pada daerah dengan erosi belum terlalu intensif dengan komposisi
utama adalah kelompok silika amorf yang berasoasiasi dengan litologi permukaan seperti
endapan lakustrin atau kelompok batuan vulkanik halus (Gambar 9A-D).

Tabel 9. Karakteristik bentukan permukaan purba pada deposit epitermal (Sillitoe, 2015)
Paleosurface Associated Proximity to Hydrothermal Main component
feature epithermal Hydrothermal upflow fluid responsible mineral(s)
deposit type zone
Steam-heated zones HS, IS, LS Proximal but H2 S-bearing steam Opal/chalcedony,
widespread condensate alunite, kaolinite,
smectite
Groundwater table HS, IS, LS Proximal but H2 S-bearing steam Opal/chalcedony
silicification widespread condensate
Lacustrine HS, IS, LS Commonly proximal H2 S-bearing steam Opal, cristobalite
amorphous silica and SO2 -and HCl-
sediments bearing magmatic
condensates
Hydrothermal HS, IS, LS Commonly proximal Neutral-pH Illite, smectite
eruption craters and chloride water
breccias
Hot spring sinter IS, LS Commonly proximal Neutral-pH Opal/chalcedony
chloride water
Hot spring travertine IS, LS Distal CO2 -rich water Calcite, aragonite
Hydrothermal chert IS, LS Proximal-to-distal Neutral-pH Opal/chalcedony
chloride water
Silicified lacustrine IS, LS Proximal-to-distal Neutral-pH Opal/chalcedony
sediments chloride water

25

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Kandungan logam berharga pada sinter kemungkinan tidak memiliki potensi berarti pada
tipe LSE ataupun ISE, sebagaimana pada kondisi saat ini di Champagne Pool, emas dan perak
hanya terdapat sulfida arsenik dan antimoni amorf (Sillitoe, 2015). Beberapa sinter yang
berasosiasi dengan deposit emas LS hanya menunjukan nilai sebaran yang sama (<1161 ppb),
kandungan arsenik dan antimoni oada sinter sangat bervariasi namun pada sebagian lokal
sangat tinggi (12.000 ppm, 3.000 ppm).

Sinter memang secara umum tidak langsung menunjuk ke deposit dibawah permukaan,
namun indikasi keberadaanya pada sebuah daerah dapat menjadi petunjuk adanya sistem
epitermal disuatu tempat. Pada prospek Kerta (Banten, Indonesia) terdapat sinter silikaan
mendatar yang saat ini menempati tinggian morfologi yang memiliki anomali pada As, Sb, dan
Hg (Gambar 9E-F), sedangkan Au dan Ag hanya meningkat pada sinter yang terpotong dengan
vein/veinlet kuarsa terakhir (Lubis et al., 2012). Zona uap-panas (steam heated) umumnya juga
tidak memiliki asosiasi langsung terhadap logam berharga. Pada endapan deposit IS Au-Ag
Puren, terdapat anomali Ag (< 3ppm) dan 100xAg/Mo (<17) yang dapat mengarahkan
posisinya dibawah permukaan sedalam 40 m (Arribas et al., 2005).

Sinter secara umum terbentuk akibat adanya sirkulasi air dan kondisi sumber panas (int rusi)
yang berada dibawah. Pengaruh jarak vertikal atau spasial antara sumber panas dan sirkulasi
air serta relief permukaan masa lalu sangat membedakan tipe endapan permukaan yang
terbentuk dan karakter dari sinter yang terbentuk (Gambar 10). Sillitoe (2015) membahasakan
sebagai karakter magmatik-hidrotermal pada tipe sinter yang terpengaruh intrusi dangkal, dan
karakter geotermal sebagai intrusi yang berada jauh dibawah permukaan.

26

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 9. Sinter pada lingkungan permukaan endapan epitermal. (A-D) Sinter di berbagai deposit epitermal
(John et al., 2018) dan E-F adalah sinter pada prosek Kerta, Indonesia (Lubis et al., 2012). A, bidang Sinter di
Atastra Creek. B, Hydrothermal fluid vent pada teras sinter di Atastra Creek. C, Brecciated sinter di tambang
merkuri Paramount D, Desiccation cracks pada bagian atas bidang sinter. E-F, Sinter berlapis dampai breksi
dengan mineralogi opalin silika membiru, terpotong beberapa tempat oleh vein kalsedonik.

27

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 10. Skema dari sistem hidroterma l aktif dan bertemperatur tinggi dan kenampakan permukaannya
(Sillitoe, 2015). a. sistem volcanik-hidrotermal diatas intrusi dangkal, dan dominasi air magmatik. (b). sistem
geotermal diatas intrusi dalam pada terrain relief tinggi.(c) Sistem geotermal diatas intrusi dalam pada terrain
relief rendah.

5.1.3. VEIN KUARSA DAN BREKSI

Vein merupakan struktur hidrotermal yang sangat umum dalam deposit epitermal, denga
bentuk vein tunggal, zona sheet vein dan stockwork, breksi hidrotermal, dan teras sinter (John
et al., 2018). Vein utamanya berisikan mineral kelompok silika, karbonat, sulfat dan sulfida
serta (beberapa mengandung adularia, mineral lempung, zeolit) yang hadir beragam pada tiap
tipe deposit dan umumnya bertindak sebagai bijih logam ekonomis. Vein, termasuk zona
sheeted vein (swarm vein) dan stockwork merupakan bijih utama dalam epitermal LSE dan
ISE, erta pada beberapa HSE yang terkontrol struktur.

Vein kuarsa pada Epitermal umumnya berlapis (banded), dengan lapisan tipis berupa tekstur
pertumbuhan, dan tesktur tersebut terbagi menjadi colloform, crustiform, dan ginguro.

Colloform banded mengandung kalsedonik dengan bentuk bergelombang (undulating),


botriodal atau laminer, atau kuarsa kristalin atau mineral lainnya.. Tekstur ini sangat umum
dijumpai pada deposit epitermal , terutama LSE. Setiap band umumnya memiliki tebal 5 mm,
dan umumnya memngandung sub-bands dengan ukuran 100-200 mikrometer. Colloform bands
28

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
kemungkinan hanya hadir pada deposisi dari silika amorf dan kalsedoni yang terbentuk sangat
cepat pada saat boiling atau flashinf pada sistem hidrotermal dangkal, kemudian pada akhirnya
material akan menjadi kuarsa.

Crustiform bands, umumnya berwarna putih, mengandung butir kuarsa halus-kasar dan
mineral hidrotermal lainnya, dan memiliki tebal dalam centimeteran. Kuarsa comb adalah
merupakan tekstur kuarsa umum pada tekstur crustiform. Cockade kuarsa merupakan subtipe
yang umum hadir di tekstur ini, yang hadir dalam breksia dimana crustiform membungkus
klastika dari batuan inang atau fragmen yang terbentuk sebelum vein.

Ginguro artinya adalah perak hitam dalam bahasa Jepang, yang digunakan sebagai istilah
untuk vein epitermal dengan kadar sangat tinggi, dengan bentuk berupa bands berwarna abu-
abu atau hitam, dengan tebal lebih dari 2 cm dan mengandung sejumlah mineral sulfida,
terdapat mineral perak dan elektrum. Ginguro merupakan bijih yang paling penting, karena
memiliki recovery yang baik saat penambangan. Ginguro bands kemungkinan terbentuk dari
bentuk flashing atau extreme boiling, dimana dapat mengkonsentrasikan unsur pembentuk bijih
dari larutan hidrotermal (Brown, 1986).

Massive quartz mengandung kuarsa berbutir halus, berwarna putih susu, dengan cenderung
seragam dan tanpa diikuti tekstur lainnya, terbentuk pada koloidal. Kristal kuarsa berbentuk
anhedra – subhedra mencapai 400 mikron. Massive kuarsa umumnya primer, namun pada
beberapa lokasi dapat terbentuk akibat replacement kuarsa dari silika amorf (Gambar 11).

Tekstur atau struktur vein kuarsa lainnya, umumnya dapat hadir pada tipe LSE, seperti
comb, drusy, platy / bladed, cherty/chalcedonic. Tekstur pada tipe LSE, dapat berupa zonasi –
zonasi tertentu, yang berasosasi dengan kandungan logamnya (Buchanan, 1981).

29

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 11. Bebrapa contoh tekstur vein kuarsa pada epitermal sulfidasi rendah dan menengah (John et al.,
2018; Mikaeili et al., 2018)

Pada deposit epitermal sulfidasi tinggi, vein tidak dominan terbentuk, namun sifat kuarsa
lebih membentuk tekstur masif sampai vuggy yang diikuti mineral lempung alunit, dikit,
pirofilit serta beberapa belerang. Mineralisasi yang terbentuk cenderung pada mineral sulfida
seperti enargit dan luzonit, serta diikuti beberapa mineral sulfidasi menengah. Silisifikasi pada
tipe Sulfidasi tinggi bergradasi dari pusat fluida hirotermal, mulai dari derajat silisifikasi rendah
sampai kuat, bahkan sampai pada penggantian dan pengisian sulfida seperti enargit dan pirit
(Gambar 12).

Breksi hidrotermal sangat umum dijumpai pada deposit epitermal Au-Ag, dan bisanya
mengandung bijih kadar tinggi. Breksi ini merupakan produk dari pembentukan ke atas dan
ledakan yang melepaskan tekanan fluida disekitar batas lokal permeabilitas rendah. Pembatas
perameabilitas rendah dapat mengakibatkan pengisian pada ruang terbuka dan pembukusan
mandiri sebagai hasil dari deposisi silika pada saat pendinginan, batuan alterasi kaya lempung,
zona sesar, kehadiran serpih, atau pada material permeabilitas rendah lainnya. Breksi
30

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
hidrotermal hadir daalam masa yang kecil yang membungkus veins dan veinlets sampai pipa-
pipa besar, tabular, dan tubuh tak beraturan. Sebagian besa breksi hidrotermal hadir ada
kedalaman dangkal, namun dapat juga terbentuk seperti pipa yang menerus sampai ratusan
meter kebawah permukaan. Breksi hidrotermal secara fisik memiliki tekstur kaya klastika,
jigsaw, crackle, matrix-supported, atau memiliki semen mineral (Gambar 13).

Gambar 12. Tingkatan silisifikasi pada deposit sulfidasi tinggi di Martabe, Sumatera – Indonesia (Hertrijana et
al., 2005)

31

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 12. Fotograf breksi hidrotermal (John et al., 2018). A, Heterolithic pebble dike, west summit of Preble
Mountain, Goldfield district, Nevada. B, Heterolithic breccia cut by quartz-alunite vein, Merger mine dump,
Goldfield district, Nevada. C, Monolithic breccia composed of ang ular clasts of silicified iron-sulfide-rich quartz
feldspar porphyry in matrix of rock flour and white silica (white matrix breccia of John and others, 1991),
Paradise Peak mine, Nevada. D, Heterolithic breccia containing variably rounded clasts, including mineralized
breccia clasts (upper right), in vuggy dark-colored silica matrix (black matrix breccia of John and oth ers, 1991),
Paradise Peak mine, Nevada. Breccia contains high gold and silver contents and formed richest part of Paradise
Peak deposit. Photograph by David John. E, Breccia composed of variably rou nded, silicified volcanic rocks,
Washington.

32

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
5.2. MINERAL SULFIDA/BIJIH

Deposit epitermal merupakan penghasil emas terbesar ketiga di dunia, dan di Indonesia
sebagai deposit yang dominan di tambang sampai saat ini seperti Lebong Tandai, Pongkor,
Cibaliung, Way Linggo, Tumpang pitu, Martabe dan Kelian (Setijadji dan Maryono, 2012; Van
Leeuwen, 2018). Keekonimian sebuah deposit epitermal tergantung dari kadar dan tonase yang
dihasilkan. Karakteristik deposit sulfidasi tinggi (HSE) dapat dibagi menjadi ukuran menengah
(16–31 t Au; 0.5–1 Moz Au), besar (31–311 t; 1–10 Moz), and sangat besar (>311 t; >10 Moz
Au), serta terdapat kasus keekoniman pada deposit kecil (<16 t; <0.5 Moz Au). Pada deposit
epitermal sulfidasi rendah dan menengah, yang umumnya berbentuk bijih vein atau zona vein,
dibagi menjadi deposit besar (>31 t; >1 Moz Au dan >3,100 t Ag; >100 Moz Ag) dan deposit
kecil (<~16 t; <0.5 Moz Au dan <~31 t; <1 Moz Ag) (John et al., 2018).

Mineralisasi emas dan perak serta beberapa tembaga pada deosit epitermal, tidak terlepas
dari kehadiran mineral sulfida pembawa logam yang hadir, atau emas sebagai unsur bebas at au
elektrum bersama perak. Berikut dijabarkan tipe bijig yang terdapat pada deposit epitermal.

5.2.1. Bijih pada Sulfidasi Tinggi (HSE)

Mineral hipogen yang hadir pada deposit epitermal sulfidasi tinggi (HSE) adalah emas
(>80% atom Au, <20% atom Ag) dan elektrum (20-80% atom Au, 80-20% atom Ag).
Komposisi emas dan elektrum dalam bebeapa deposit adalah umumnya lebih dari 90 wt %
emas, dan beberapa wt persen tembaga yang hadir pada vein Cu-Au seperti di El Indio
(Hedenquist et al., 1998). Beberapa juga memiliki sedikit emas pada Telurida, umumnya
cavalerit seperti pada Goldfield, Pueblo Viejo, Chinkuasih, El Indio.

Tembaga, secara primer hadir sebagai enargit dan luzonit, yang diikuti juga oleh sulfida
lainnya seperti famatinit, tennantit, kalkopirit, goldfieldit, tetrahedrit, kalkosit, kovelit, digenit,
dan bornit. Mineral perak yang umum hadir pada HSE adalah akantit, tenantit, tetrahedrit,
enargit, telurida, halida, argentojarosit, dan sebagai unsur tunggal perak. Beberapa mineral
yang juga bisa hadir pada bijih HSE seperti Cu-As-Sb-Pb-Fe-Zn-Bi-Ag-Sn-V-S-Se-Te telah
terlaorkan dalam banyak deposit, namun tidak diproduski secara khusus, hanya sebagai produk
sampingan saat pengambilan bijih.

Mineral perak juga terdapat pada deposit tipe HSE, yang cadangan mineral logam di sebuah
deposit. Mineral pembawa tembaga yang umum adalah akantit, tenanntit, tetrahedrit, enargit,
telurida, halida, argentojarosit, dan perak tunggal. Pada zonasi di distrik polimetalik secara
33

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
umum ditambang untuk perak, timbal, seng dan tembaga yang diambil pada volum dari batuan
atau vein yang diikuti alterasi mineral vuggy quartz, quartz-alunite, dan quartz-
dickite/kaolinite-pyrophyllite, yang umum pada deposit sulfidasi tinggi. Deposit pada distrik
polimetalik Deposits, biasanya mengandung mineral pembawa perak (polybasite, pyrargyrite,
boulangerite), arsenik (realgar, orpiment), timah (stannite, cassiterite), tungsten (wolframite),
dan karbonat (calcite, rhodochrosite). Alterasi hidrotermal yang terbentuk umumnya pada
temperatur rendah dengan proses mirip dengan deposit sulfidasi tinggi. Zonasi pada tipe ini
adalah dominan perak-timbal-seng-tembaga, kadar emas kecil sehingga biasa diklasifikasikan
menjadi deposit magmatik-hirotermal, penggantian karbonat dan vein atau deposit logam dasar
Cordilleran.

Mineralisasi HSE dengan asosiasi vuggy quartz, quartz-alunite-pyriphyllite, dapat


berasosiasi dengan sistem Porfiri Cu, dan epitermal ini mengandung peningkatan tembaga dan
perak. Perak dan tembaga dapat meningkat pada sistem transisi ini mencapai 5.200 t; 167 Moz
peral dan 1.3 Juta ton tembaga (John et al., 2018). Karakter spasial eitermal sulfidasi tinggi
seperti ini, banyak terbentuk sebagai bagian dari Lithocap, dengan jarak vertikal terhadap tubuh
porfiri sekitar 100 m (Kupfertal), atau 200-300 m (Tujuhbukit, Indonesia), dan beberapa
deposit lainya.

Kehadiran logam, selalu hadir berasosiasi dengan mineral lainnya dalam epitermal. Emas
dan elektrum hadir tersebar dalam kristal submilimeter dan agregat kristal pada kuarsa, sebagai
inklusi berukuran mikron pada enargit, tennantit, dan pirit dan intergraow dengan enargit, dan
mineral Cu-As-S, pirit dan bismuthinit. Emas dan elektrum secara spasial berasosiasi dengan
alunit, barit, pirit, enargit, telurida, dan kuarsa. Pada beberapa dstrik deposit (serperti
Summitville, Goldfield, Pascua-Lama, El Indio, Tambo, Yanacocha, Mulatos), sejumlah
banyak ataupun sedikit emas hadir sebagai perulangan dalam kuarsa, alunite, kaolini pada
fragmen breksi (Gambar 13), dalam barit dan pada vein tahap akhir dan pipa breksia dari barit,
emas, pirit, dan mineral sulfida atau oksida lainnya.

Tembaga hadir sebagai agreagat bersama emas, elektrum, pirit, dan mineral sulfida dan
telurida lainnya, pada kristal terpisah dan agragat dalam kuarsa, dalam retakan, dalam masif
kuarsa dan kalsenodi, dan beberapa namun jarang pada lubang dalam vuggy quartz dan matriks
breksia. Sulfida perak dan telurida hadir sebagai agregat demgan mineral lainnya, sebagai
kristal terpisah, sebagai inklusi dalam sulfida, dalam retakan.

34

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 8. Fotograf yang menunjukan multi-generasi breksia yang mengandung klastika teraliterasi menjadi
quartz±alunite±kaolinite±pyrite,dengan kandungan emas+kuarsa, enargit (dan mineral Cu-As-Sb-S lainnya ),
bismuthinite+quartz, dari distrik Goldfield, Nevada. A, tambang Mohawk; B, tambang Clermont; C, tambang
Goldfield-Hazel (John et al., 2018), D. Luzonit enargit dan oksidasi hematit kuat dari tambang Martabe, Indonesia
(Hertrijana et al., 2005).

5.2.2. Bijih pada Sulfidasi Rendah - Menengah (HSE)

Mineral hipogen yang terdapat pada deposit sulfidasi rendah menengah adalah elektrum,
mineral Ag-Sb-As-Cu-Sulfida, dan perak selenida, akantit, pyrargyrite, miargyrite, stephanite,
tetrahedrite, polybasite, pearcite, jalpaite, naumannite, dan aguilarite (Camprubi et al, 2001
dalam John et al. 2018). Mineral telurida Au-Ag relatif sering hadir pada beberala deposit
sulfidasi rendah dan bebeapa sulfidasi menengah. Sejumlah kecil emas (>80% Au) dan
sejumlah kecil mineral emas-perak-sulfida-telurida hadir pada banyak deposit. Komposisi
elektrum umumnya Au0.8 Ag0.2 sampai Au0.4 Ag0.6, elektrum dapat saja mengandung beberapa
puluh wt% tembaga dan sulfur.

Mineral Ag-Sb sulfosalt mumum dijumpai dalam epitermal sulfidasi sedang dan rendah,
dimana mineral Ag-Sb-As terlihat lebih jarang, dan juga hadir mineral arsenopirit, proustit dan
mineral Ag-Sb-As lainnya, serta sedikit realgar dan orpimen dan arsenik. Selenida perak

35

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
merupakan mineral dominan dalam deposit sulfidasi rendah (Silver City-Delamar, National,
Jarbidge, Midas, U.S.A.; Hishikari, Japan; Broken Hills, New Zealand; Vikre, 1985, 2007;
Leavitt and others, 2004; Izawa and others, 1990; Cocker and others, 2013 dalam John et al,
2018), namun disisi lain tidak banyak terlaporkan kehadirannya di deposit sulfidasi menengah.

Pada deposit sulfidasi rendah, paragenitik stibnit, cinnabar, metacinnabar, dan tiemannit
hadir pada tengah vein, memotong retakan, dan vein periferaldan dala deposit permukaan
purba (sinter, breksi sinter, breksi vent, breksi erupsi, epiklastik). Mineral tambahan yang hadi
rberupa pirit, markasit, kalkopirit, galena, sfalerit umumnya hadir juga dalam bijihdan pada
deposit sulfidasi menegah sejumlah minor sampai signifikan tembaga, timbal, seng dapat di
rekoveri dengan baik. Sfalerit pada deposit sulfidasi rendah-menengah, umumnya mengandung
1-5 mole persen FeS, walau beberapa terdapat 17 mol % FeS. Sfalerit, elektrum dan komposisi
emas, terbatasi dengan kehadiran pirit dan akantit, yang merupakan pembeda utama antara
deposit sulfidasi rendah-menengah dan sulfidasi tinggi (John et al., 2018).

Mineral bijih pada tipe epitermal sulfidasi rendah dan menengah, dapat dipisahkan
berdasarkan kehadiran logam dasar pada sulfidasi menengah yang diikuti persentasi mineral
sulfida melimpah, sebaliknya pada sulfidasi rendah banyak vein atau bijih lebih mengandung
sedikit sulfida, dan umumnya lebih mengandung emas natif. Pada beberapa kasus mineral
sulfida seperti bornit juga dapat hadir walau dalam jumlah sedikit pada epitermal sulfidasi
menengah ataupun rendah. Pembatasan mineral bijih dalam tipe peitermal memang sangat sulit
dipastikan, karena sifatnya yang tergantungkondisi lokal dan karakter dari litologi yang ada.
Epitermal dapat berdiri sendiri sebagai deposit tunggal, atau sebagai kompleks mineralisasi
seperti perubahan sistem sulfidasi tinggi ke menengah dan sulfidasi rendah pada kompleks El
Indio, Chile; perubahan pada distrik dari sulfidasi tinggi menuju rendah pada kompleks
Martabe, Tapanuli, Indonesia (Hertrijana et al., 2005; Sillitoe, 2010; Saunders et al., 2014).

36

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 9. Fotograf dari bijih pada vein di Deposit sulfidasi menengah dan rendah. (A-B). vein Ag-Audari
tambang Montana-Tonopah district, U.S.A (John et al., 2018)(C-D) Tekstur vein diikuti elektrum dan sulfida dari
Kerta, Banten, Indonesia (Lubis et al., 2012), (E-F) Vein kuarsa banding diikuti logam dasar, dan tekstur vuggy
pada Arinem, Jawa Barat, Indonesia (Yuningsih et al., 2012)

37

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
5.3. OKSIDASI / SUPERGEN

Mineral supergen pada endapan epitermal sebagai mineral gangue yang terbentuk akibat
erosi dan pelapukan permukaan, yang mengubah mineral hipogen yang telah terbentuk
sebelumnya. Proses supergen pada beberapa tempat menjadikan sebuah deposit lebih
ekonomis, yang umumnya disebut sebagai penambangan gold-oxide, artinya mengambil pada
kondisi pelapukan dimana emas terakumulasi dan terkonsentrasikan ulang dan menyebar.
Mineral supergen utama adalah kelompok besi hidroksida (gutit, limonit, dan hematit, sert a
jarosit) yang hadir dari pelapukan mineral sulfida seperi pirit dan lainnya. Kemudian kehadiran
mineral lempung, maganis oksida dan mineral silika. beerapa mineral sulfat juga hadir pada
kondisi supergen seperti jarosit, gipsum, alunit, barit, dan anglesit. mineral sulfida dan karbonat
yang hadir berupa kovelit, kalkosit, malasit, serusit. Selama pelapukan, air meteorik
melarutkan ion logam dari mineral sulfida hipogen dan dipresipitasikan kembali pada kondisi
reduksi, pada kondisi pH lebih tinggi (Gambar 10). Pergerakan fluida utamanya menuju
kebawah melewati material yang permeabel, dan pada kondisi lateral secara substansi
dipengaruhi oleh topografi. Pengkayaan supergen hadir dengan presipitasi dari mineral
sekunder yang meningkatkan kadar dari nbijih hipogen, sebagai mana umumnya terjadi juga
pada endapan dengan sistem luas seperti porfiri (Sillitoe, 2015).

Gambar 10. Diagram skematik menunjukan perilaku perak dan emas padalingkungan supergen (Sillitoe, 2008;
John et al., 2018)

38

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Supergen pada deposit Sulfidasi Rendah dan Menengah

Emas dibentuk dari pelarutan perak dalam elektrum selama pelapukan, dan juga perak serta
mineral tembaga (chlorargyrite, acanthite, pyrargyrite; copper, covellite, chalcocite,
malachite) yang berasal dari pelapukan mineral sulfida. Mineral hasil pelarutan dan pelapukan
itu kemudian terperangkap dalam bagian dekat permukaan. Pengkayaan merupakan faktor
penting dalam keekonomian penambangan pada deposit epitermal, yang dapat berasosiasi
dengan manganis oksida. Hampir keseluruhan penambangan tipe epitermal selalu diawali
dengan pengambilan bijih supergen didekat permukaan, yang secara finansial terkayakan oleh
emas, perak dan tembaga (John et al., 2018). Sebagai contoh, pada daerah Pongkor (Jawa Barat,
Indonesia) terjadi pengkayaan akibat pelapukan intensif sampai kedalaman 250 m dibawah
permukaan (Gambar 11), meningkatkan maganis oksida, zona limonit, dan silver mikronugget
pada veins, sebagaimana pengkayaan emas (Milési et al., 1999) dimana terjadi replacement
dari mineral seperti akantit bersama kovelit dan kuprit serta barit pada sisa pirit, serta terjadi
pembentkan elektrum supergen setelah elektrum primer (Greffié et al., 2002).

Gambar 11. Penampang longitudinal vein, yang menunjukan posisi kadar tinggi berada pada bagian permukaan
yang berasosiasi dengan zona pelapukan kaya lempung dan Mn oksida (Milési et al., 1999)

Mobilitas emas dan perak pada lingkungan supergen dapat dikontrol oleh beberapa faktor
yaitu kondisi awal bijih dan mineralogi batuan, iklim, geomorfologi (Williams-Jones et al.,
2009), hidrologi, dan komposisi air tanah (Saunders et al., 2014). Perbedaan kombinasi dari
faktor-faktor tersebut menghasilkan variasi pada spesies yang memindahkan emas dan perak
(Tabel 10), mekanisme presipitasi emas dan perak, dan pemisahan atau penyesuaian dari emas
dan perak pada zona supergen (Gray et al., 1992; Gray dan Coolbaugh, 1994; Butt, 1998). Hasil
dari proses supergen membentuk kristal emas tertentu (Gambar 12) dan mineral perak tertentu
(Tabel 11), yang beberapa bersama dengan emas membentuk Uytenbogaardtite (Ag3 AuS2 ) and
petrovskaite (AgAuS) (Cocker et al., 2013). Pembentukan kompleks aqueous pada emas dan
39

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
perak selama pelapukan dan oksidasi supergen tergantung dari kimia air tanah yang
berkembang oleh reaksi air-batuan, mediasi mikroba, kandungan organik, dan kondisi iklim
dan topografi (Tabel 10).

Tabel 10. Mekanisme mobilitas emas dan presipitasinya di lingkungan supergen (Butt, 1998)
Complex Dissolution Precipitation Product
conditions conditions
Halide Acid, oxidizing, high Dilution, increasing Gold, high fineness
chloride pH, reduction

Thiosulfate Alkaline, mildly Dilution, acidification, Electrum


oxidizing oxidation, reduction

Thiosulfate Acid, oxidizing, low Dilution, increasing Fine-grained electrum


chloride pH, reduction

Organic Alkaline to acid Reduction Fine-grained gold,


high fineness

Tabel 11. Mineral pembawa perak yang terbentuk pada zona supergen di deposit epitermal Au-Ag
(Sillitoe, 2009)

Mineral Rumus kimia


Zona supergen
Chlorargyrite (cerargyrite) AgCl
Embolite Ag(Cl,Br)
Bromargyrite AgBr
Iodargyrite AgI
Iodembolite Ag(Cl,Br,I)
Argentojarosite AgFe3 (SO 4 )2 (OH)6
Argentian plumbojarosite (Pb,Ag)Fe3–6 (SO 4 )2–4 (OH)6–12
Argentian beudantite (Pb,Ag)Fe3 AsO 4 SO4 (OH)6
Manganese oxides and oxyhydrates K 1 .2 (Mn3+Mn4+)8 O 16 •H 2O

Zona supergen dan hipogen


Electrum AuxAg1−x
Native silver Ag
Argentite αAg2 S
Acanthite βAg2 S
Stromeyerite Ag1−xCuS
Mckinstryite Ag1 .2 Cu0.8S
Jalpaite Ag3 CuS2

40

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 12. Morfologi emas dan hubungannya dengan mekanisme kimia dan fisika untuk mobilisasi emas pada
kondisi tropis (Williams-Jones et al., 2009).

6. GEOKIMIA ENDAPAN EPITERMAL

6.1. Asosisasi Unsur Kimia dan Unsur Jejak (Trace Element)

Studi geokimia pada sebuah epitermal sanagat jarang dilakukan, terkecuali hanya fokus
pada mineralogi bijih karena pada percontoan diluar bijih akan diperoleh kadar yang sangat
kecil, sehingga sulit dalam pendektesiannya. Sebagai contoh kenaikan kadan Te dan Se yang
menandakan adanya mineral Telurida dan Selenida pada batuan. Karakteristik geokimia (bijih)
pada beberapa endapa epitermal dapat dilihat pada lampiran_tabel A.

Deposit epitermal Au-Ag didefinisikan sebagai pengkayaan dalam unsur emas dan perak
pada nilai dapat bersifat ekonomis dan dapat di eksploitasi konten emas dan atau perak. Deposit
ini umumnya dikayakan logam lainnya dan metalloids, termasuk dalamnya As, Sb, Hg, Se, Te,
Tl, Mo, dan W, yaitu kelompok unsur yang disebut “epithermal suites” dan digunakan sebagai
unsur pathfinder pad eksplorasi logam (lampiran_Tabel A). Sebagaian besa deposit sulfidasi

41

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
rendah dan menengah memiliki pengkayaan logam dasar, termasuk Pb, Zn, Cu, dan Mo; Pb
dan Zn dapat juga bernilai ekonomis pada beberapa deposit. Pada sulfidasi tinggi umumnya
terjadi pengkayaan Cu, Pb, Zn, Mo, Bi dan atau Sn, serta kemungkinan juga Hg, Te, dan Se.
Barium, fluorin, dan boron yang umumnya tidak dapat bergabung dengan silikat mineral
alterasi ataupun bijih, juga umumnya terkayakan pada deposit Au-Ag (John et al., 2018)

Variasi yang sanagat besar dalam konsentrasi emas, perak, dan logam lainnya serta metaloid
dalam deposit epitermal Au-Ag mencerminkan lingkungan yang beragam dimana deposit
terbentuk dan proses yang kompleks dalam pembentukan bijih. Aspek pada deposit epitermal
yang mempengaruhi keberagaman geokimia yaitu tipe batuan dasar d an batuan dinding,
sumber fluida bijih dan sumbernya, interaksi fluida bijih dan batuan inang, mekanisme
transportasi logam (ligand dan likuid), dan proses deposisi bijih (termasuk boiling, cooling,
fluid mixing, atau wall-rock reaction). Banyak deposit menunjukan adanya zonasi secara
vertikal dan horizontal, yang merefleksikan temperatur dan gradien tekanan serta
mengindikasikan variasi prosesdari deposisi bijih. Deposit epitermal Au-Ag umumnya
mempunyai tahapan yang berulang (multiple stages) pada deposisi bijih yang dihasilkan dari
berbagai fluida pembawa bijih atau proses deposisi yang berbeda-beda.

Kesimpulannya, deposit sulfidasi rendah dan menengah terkayakan dalam emas dan atau
perak, dan umumnya terdapat peningkatan unsur As, Sb, Hg, Se, Te, Tl, dan atau W, dan pada
beberapa deposit, yang umumnya sulfidasi menengah juga terkayakan Pb, Zn, Cu dan Mo.
Pada deposit sulfidasi terkayakan emas dan perak, dan terkayakan Cu, Pb, Zn, Mo, Bi dan Sn,
pada beberapa kasus terkayakan Zn, Sn, Hg, Te, dan Se. Unsur Ba, F, dan Boron meningkat
pada semua tipe deposit.

6.2. Zonasi Geokimia

Sangat sedikit penelitian mengenai zonasi kimia dalam epitermal, seperti zonasi vertikal
pada deposit sulfidasi rendah (Buchanan, 1981), atau pada sulfidasi tinggi terlihat secara
implisit adanya perubahan komditas logam berhara secara vertikal (Hedenquist et al., 2000;
Arribas et al., 2005). Setidaknya terdapat tiga data terkait untuk zonasi geokimia pada deposit
epitermal : (1) ore-related metals dan metalloids (pathfinder elements) pada tubuh bijih; (2)
dispersion of pathfinder elements pada batuan dinding dari bijih, dan (3) unsur utama dan jejak
yang membentk mineral alterasi hidrotermal pada batuan samping dari bijih (John et al., 2018).

42

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Deposit Sulfidasi Rendah – Menengah

Kadar tertinggi pada tipe ini dan peningkatan Au/Ag hadir pada bagian atas bijih (Mc
Laughlin, San Dimas, Gosowong) sampai bagian tengah (El Penon, Midas) dari zona bijih
(Gambar 13). Konsentrasi absolut dari perak dan Ag/Au cenderung meningkat seiring
penambahan kedalaman dalam zona bijih emas-perak, walau pada beberapa tempat juga
terdapat homogenitas dalam rasio Au/Ag (deposit Bodie, Vikre et al., 2005). Arsenik,
antimoni, dan merkuri umumnya meningkat pada kedalaman dangkal dan membentuk halo
diatas vein kadar bijih (Midas, El Penon). Logam dasar (Cu, Pb, Zn) cenderung meningkat
seiring kedalaman zona bijih (Gosowong, El Penon, San Dimas) atau dapa juga konstan
(Midas).

Pathfinder dalam endapan seperti di El Penon, Chili, menunjukan pada permukaan bahwa
emas, perak, arsenik, dan antimoni meningkat konsentrasinya menuju singkapa vein kuarsa
(Warren et al., 2004). Pada daerah lain seperti vein Quebrada, Colorado, tidak menunjukan
anomali arsen dan antimoni, namun tembaga, timbal, dan seng mempunyai nilai meninggi
mendekati vein. Pada deposit vein Gosowong, Indonesia, pada ekstensi dari alterasi sepanjang
sesar Gosowong, yang merupakan kontrosl untuk aliran fluida hidrotermal (Gambar 14),
terdapat pola anomali geokimia yang tercata dengan baik (Gemmell, 2007). Pada bagian
permukaan seluruh batuan teralteras terkayakan Hg, au, Ag, Pb, Mo, Tl, As, K 2 O, dan Li.
Proksimal menuju deposit, terkayakan Au, Ag, As, Cu, dan Pb. Pada halo alterasi, K 2 O, mo,
Tl, As, dan S terkayakan. Konsentrasi K 2 O, Tl, Ba dan Li tinggi sepanjang ekstensi kebawah
dari zona sesar Gosowong. Konsentrasi au, Ag, As, Cu, Pb, Tl, As, K2O dan Li adalah tinggi
pada zona bijih, tetapi berkurang kearah luar sejauh puluhan atau ratusan meter. Unsur-unsur
ini merupakan parameter vectoring menuju bijih yang sangat potensial, untuk memperoleh
mineralisasi logam berharga.

43

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 13. Grafik yang menunjukan perubahan lateral geokimia pada batuaan disekitar vein dan vein pada El
Penon, Chili (Warren et al., 2004; John et al., 2018)

44

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 14. penampang melintang skematik yang menunjukan zona si mineralogi dan geokimia yang berasosiasi
dengan Deposit sulfidasi menegah Gosowong, Indonesia (Gemmell, 2007). Singkata n: adul, adularia; alb, albite;
cal, calcite; chl Fe, iron-rich chlorite; chl Mg , magnesium-rich chlorite; ep, epidote; ill, illite; py, pyrite; qtz, quartz; sm,
smectite. Element abbreviations: Ag, silver; As, arsenic; Au, gold; Ba, barium; Ca, calcium; Cu, copper; Fe, iron; Hg,
mercury; K, potassium; Li, lithium; Mg, magnesium; Mo, molybdenum; Na, sodium; O, oxygen; Pb, lead; S, sulfur; Sb,
antimony; Sr, strontium; Tl, thallium.

Pada zona alterasi hidrotermal, studi mengenai zonasi geokimia biasanya meliput i halo
geokimia unsur dan perubahan masa yang berasosiasi dengan deposit epitermal sulfidasi
rendah dan sulfidasi menegah, serta hasilnya dipakai dalam parameter eksplorasi. Hasil studi
epitermal menunjukan bahwa, (1) penyebaran metasomatisme potasium yang berasosiasi
dengan pembentukan adularia dan atau illit dan penghilangan kalsium dan sodium pada batuan
sekitar vein kuarsa, (2). area potasium tinggi berkorelasi dengan konsentrasi tinggi logam
berharga dan logam dasar, serta pathfinder lainnya. (3) Area yang dipengaruhi potasium sangat
luas (ratusan – ribuan meter dari vein utama). Warren et al (2007) menghadirkan data dari
beberapa vein sulfidasi rendah dan menengah menunjukan intensitas potasium metasomatik
dapat dimodelkan dengan molar K/(2Ca+Na+K) pada batuan alterasi dan tidak teralterasi.
Dimana daerah dengan rasio tertinggi merupakan daerah dekat atau pada bijih logam berharga
(Gambar 15). Selain itu, unsur As, Sb, Hg, dan lainnya tetap dapat digunakan dan disesuaikan
dengan kondisi lokal.

45

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 15. Penampang yang menunjukan perubahan masa dari logam berharga, logam dasar, dan unsur
pathfinder dalam bartuan alterasi sekitar vein epitermal sulfidasi rendah pada El Penon Chili (Warren et al., 2004).

46

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Karakter deposit sulfidasi tinggi bervariasi mulai dari terkontrol struktur yang mempunyai
zona tipis alterasi dan zona bijih (contoh : Summitville, La Coipa) dan deposit terkontrol
litologi, yang memiliki alterasi sangat luas dan mineralisasi terdiseminasi dan tersebar pada
batuan samping yang permeabel dan reaktif terhadap kimia (contoh, Pueblo Vejo, Martabe,
Lepanto) atau pada kontrol breksi hidrotermal atau freatomagmatik (seperti Baskara,
Tumpangpitu) (Hertrijana et al., 2005; Harrison, R., 2012; John et al., 2018).

Kesler et al (2003) menggambarkan data komprehensif deposit sulfidasi tinggi dan membuat
model untuk zonasi geokimia pada deposit Moore dan Monte Negro di distrik Pueblo Viejo,
Republik Dominika. Pada deposit tersebut menunjukkan Au, Ag, Pb, AS, Hg, Se, dan Te secara
keseluruhan meningkat keatas menuju permukaan purba, diikuti peningkatan Cu, Zn, Ba.
Konsentrasi dari unsur-unsur tersebut meningkat puluhan kali pada kedalaman 350 m pada
tubuh bijih (Gambar 16-17).

Pada Summitville, Colorado, Gray & Coolbaugh (1994 dalam John et al., 2018) mencatat
nilai Au/Ag menurun dari zona tengah deposit menuju arah luar dan konten emas keseluruhan
menurun ke arah bawah, sebagai mana juga pada deposit Freedom Flat, Nevada. Arsenik dan
antimoni terkonsnetrasi pada altrasi argilik lanjut yang kaya besi, pada bagian atas deposit.

Zonasi vertikal dari mineral bijih hipogen menunjukan pengkayaan unsur au, Hg, dan As
pada kedalaman menengah, pengkayaan Ag, Hg, dan As pada ked alaman dangkal. Bijih kaya
emas dan perak, dapat juga berkumpul dengan batuan sedimen yang tertutup batuan
piroklastika. Baumgartnet et al (2008, dalam John, et al. 2018) menggambarkan zonasi laterasl
pda tahapan keduan mineralisasi Cerro de Pasco, Peru. Mineralisasi tahapan kedua
mengandung vein enargit-pirit dalam kompleks diatrema dan penggantian pada batuan
sedimen. Vein enargit – pirit memiliki zonasipada bagian inti bijih terkayakan Cu, As, Sb,
Ag±Bi menuju bagian tengah menjadi lebih tinggi Au dan Sb, sebaliknya Pb dan Zn melemah
pada zona inti maupun menengah.

Pada deposit eitermal sulfidasi tinggi juga biasa terbentuk vein barit-kuarsa, seperti pada El
Penon, Chili (Warren et al., 2004) yang menunjukan perubahan konsentrasi Au, Ag, As, Sb,
Cu, Pb, dan Zn mengalami peningkatan mengarah ke pusat vein. Demikian juga pada zonasi
dari vuggy quartz seperti pada depoit sulfidasi tinggi Summitville, Colorado (Gambar 18)

47

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 16. Penampang menunjukan distribusi relatif unsur Au, Pb, Ag, Sb, pada profil geologi dan tubuh bijih
Moore, Pueblo Vieji, Deposit sulfidasi tinggi. (Kesler et al., 2003)

48

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 17. Penampang menunjukan distribusi relatif unsur Te, As, Hg, Cu, Se, Zn pada kondisi geologi pada
tubuh bijih Moore, Pueblo Vieji, Deposit sulfidasi tinggi. (Kesler et al., 2003).

49

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 18. Plot unsur jejak berdasarkan jarak lateral dari vein vuggy quartz pada Summitvile, Colorado (Gray
and Coolbaugh, 1994 dalam John, et al. 2018).

50

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
6.3. Geokimia Fluida Hidrotermal Endapan Epitermal

Studi mengenai fluida hidrotermal pada endapan epitermal telah dilakukan dalam rangkan
mencoba melihat karakteristik kimia dan fisika dari fluida, untuk mengetahui genesa
pembentukannya, baik pada bijih maupun pada batuan teralterasi, bahkan batuan samping.
Inklusi fluida merupakan metode yang umum dipakai, untuk mendefinikasn (1) temperatur-
tekanan fluida, (2). Temperatur dan kedalaman pembentukan dibawah muka air tanah purba,
(3) asal/sumber air dalam fluida hidrotermal, dan (4). Kedalaman pemisahan vapor-brine dari
fluida magmatik. Secara ringkas pada deposit epitermal sulfidasi tinggi, temperatur pada
inklusi kaya liquid dan kaya gas pada kuarsa berkisar 150-530°C, dengan 33 - 37 wt % KCL
dan 19-20 wt % NaCl. Pada tipe sulfidasi rendah dan menengah berkisar 100 - 320°C, dengan
<3 wt % NaCl atau setempat pada bagian dalam dapat <6 wt% NaCl (Gambar 19). Pada larutan
(solute), konsentrasi beberapa unsur litofil (Na, K, Ca, Rb, Sr, Cs, and Ba) dan Kalkofil (Cu,
Pb, Zn, Mn, Sb, dan As) dalam air pada inklusi fluida, konsentrasi sangat bervariasi mulai <
10 sampai ribuan ppm (parts per million). Volatil yang terbentuk pada fluida hidrotermal di
tipe vein, memiliki sejumlah H2 O, N 2 , Ar, He, CH 4 , dan fase hidrokarbon lainnya, serta CO2,
H2 , H 2 S, and SO 2 , dan komposisi isotop dari He dan Ar, dalam inklusi fluida pa kuarsa, kalsit,
mineral sulfida, dan fluorit.

Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah

Inklusi fluida pada mineral gangue pada bijih LSE, umumnya menunjukan suhu 150 -
300°C, 0.1 – 5% wt NaCl equivalent (Simmons et al., 2005). Pada contoh yang mengandung
Telurida tinggi maka menunjukan kegaraman 5-9% NaCl equivalent (Saunders et al., 2014).
Dimana pada bijih kaya Telurida memiliki fluida kaya CO 2 . Pada bijih LSE menunjukan sulfur
pada mineral sulfida berasosiasi dengan mineral logam berharga pada sumber magmatik (nilai
δ34 S pada -5 sampai +5%o ) atau kemungkinan campuran pada sulfur magmatik dan batuan
samping (Castor et al., 2003). Pada umumnya geokimia fluida pembentuk bijih LS memiliki
tipe pH netral-mendekati, konsisten dengan deposisi adularia, serisit, dan/atau karbonat,
reduksi menegah (pirit stabil), mengandung sejumlah H2S signifikan dan sedikit CO 2 . Emas
dan perak umumnya terbentuk stabil pada kompleks aqueous dengan H 2 S(aq) dan deprononated
equivalent, bisulfida (HS-) (Saunders et al., 2014).

Pada deposit (goldfield) Haruaki [Tokatea, Broken Hill, Waltekart, Karangahake, Waihi,
Tul, Walorongomal], New Zealand, inklusi fluida menunjukan suhu 181-298°C dengan
salinitas <6.5 wt % NaCl, beberapa mencapai 11.9 wt% NaCl eq., yang diinterpretasi terbentuk
51

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
pada 200 – 1400 m dibawah muka airtanah purba (Simpson et al., 2015). Pada analisa LA-ICP-
MS pada mineral kuarsa, ametis, sfalerit, kalsit (Tabel 14), menunjukan nilai unsur alkali pada
inklusi di sulfida (sfalerit) lebih tinggi dari kuarsa, dan terendah pada karbonat dan nilai As >
Sb pada beberapa prospek.

Tabel 12. Analisa LA-ICP-MS pada inklusi fluida deposit epitermal Haruaki (Simpson et al., 2015)

Deposit Mineral Th NaCI Na K Ca As Sb* Au Ag


(°C) wt. % (ppm) (PPm) ( PPm) (ppm) (PPm) (PPm) (PPm)
Tokatea1 Quartz
Min 228° 0.53 2,448 67 32 15.3 171.8
Max 267° 1.05 3,581 513 100 40.3 508.5
Amethyst
Min 175° 0.70 1,645 134 15 7.1 49.1
Max 280° 2.41 6,688 1,289 428 324.0 3,759.6
Broken Hills 2 Quartz
Min 186° 0.00 234 39 9 3.8 0.8
Max 249° 0.35 994 381 127 30.0 425.4
Waitekauri2 Quartz Min 210° 320 56 3.3 156
Max 265° 0.18 3,699 819 2 36.9 439
1.05 389
Karangahake2 Quartz Min 187° 0.70 263 214 45
Max 287° 2.24 10,165 1,375 626 60.0 66.2
406.0 2,167
Waihi (Martha)2,4 Quartz Min 187° 464 3 1.7
0.00 16 0.6
Max 280° 15,616 1,990 637.3
4.96 3,804 4,250.0
Sphalerite
Min 229° 4.18 10,899 1,863 1,040 6.5 6.3
Max 285° 8.41 25,785 6,276 6,625 90.6 965
Calcite (platy)
Min 229° 0.0 239 47.6 0.2 0.1
Max 294° 4.65 10,833 3,970 nd nd 23.4 1.1
Amethyst
Min 215° 2.74 524 123 178 6.4 42.5
Max 242° 4.03 12,370 3,694 1,842 486.0 2,281.0
“Tui5 Quartz Min 257° 149 34 4.2 1.5
Max 291° 0.18 15,000 66 3,340 210.0 591
5.71 3,950
Sphalerite
Min 241° 4.65 10.300 2,410 1,760 22.0 2.7
Max 276° 11.93 35.300 10,500 7,620 109.0 469.0
Waiorongomai1,b Quartz
Min 195° 0.18 404 30 245 2.1 0.9
Max 298° 3.23 9,200 4,170 577 167.0 466.0
Sphalerite Min 232° 1,991 427 148 45.8
0.88
Max 263° 33,166 454 251 217.0
1.05

52

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 19. Temperatur homogenisasi terhadap kedalaman untuk epitermal sulfidasi rendah dan menengah (A)
National, Nevada, USA, (B) McLaughlin, California, USA, (C) Mexico (John et al., 2018).

53

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Endapan Epitermal Sulfidasi Menengah

Fluida pada sulfidasi menengah umumnya memiliki karakter mendekati sulfidasi rendah,
dimana banyak peneliti belum dapat memisahkan bijih sulfidasi rendah dan menengah karena
keberadaannya yang berdekatan atau identik. Pada deposit Shah-Ali, Iran, mineralisasi
sulfidasi menengah terbagi menjadi pre-ore, ore, post-ore dan supergen, dengan tahapan bijih
ditandai dengan kehadiran kuarsa, sfalerit (0.1 – 4 mol % FeS), galena, kalkopirit, tetrahedit-
tennantit, seligmanit, enargit. Suhu permbentukan berkisar 123 - 320°C, dengan salinitas 0.35
wt % - 21.4 wt% NaCl eq (Mikaeili et al., 2018). Pada deposit Sahinli, Turki, inklusi fluida
pada tahapan kuarsa utama hanya mengandung kaya-likuid, dengan temperatur 220-332°C
(dominan 250-300°C), salinitas 4.3 – 6.9 wt% NaCl equiv., dan larutan didominasi NaCl-H2O
selama mineralisasi (Yilmaz et al., 2010). Nillai δ 34 S pada Sahinli berkisar -2.9‰ pada pirit, -
3.3 ‰ pada kalkopirit, -5.4‰ pada sfalerit dan -7.6‰ pada galena, pada sampel sulfur dari
batuan beku dan batuan samping (Yilmaz et al., 2010). Pada deposit Zn-Pb-Ag Patricia, Chili,
inklusi fluida menunjukan perbedaan antara tahapan pembentukan bijih (Gambar 20), yang
terbagi menjadi tahapan pre-ore (Th : 270-205°C, 6-22 wt % NaCl eq.), tahapan logam dasar
dan perak (Th : 140-250°C, <10 wt% NaCl), dan tahapan post-ore (Th mencapai 245 °C, 3-4
wt% NaCl eq) (Chinchilla et al., 2015). Fluida hidrotermal pada Patricia, Chile, memiliki
jumlah logam tinggi pada saat tahapan pembentukan bijih utama dibandingkan tahapan
lainnya. Inklusi fluida pada Qz1 menunjukan konsentrasi logam 0.7 – 6 ppm Fe, 0.5 – 3 ppm
Zn, 0.7 - 6 ppm Pb dan 1 – 5 ppm Sb. Fluida pada Sp1 dan Sp2 are memiliki logam lebih
banyak dari Qz1: 0.5 - 20 ppm Ag, 0.5 - 9 ppm Sb dan 0.6 – 35 ppm Pb. Pada post-ore stage,
FI dalam Qz2 memiliki 0.8- 4 ppm Fe, 0.6 – 2 ppm Zn and 0.6 – 0.9 ppm Pb, dan Arsenik tidak
terdeteksi pada setiap tahapan (Chinchilla et al., 2015).

Mineralisasi epitermal sulfidasi menengah, umumnya diikuti sulfidasi rendah pada beberapa
tahapannya dengan ciri kehadran pada tahap awal berupa kuarsa-pirit, yang kemudian pada
tahapan sulfidasi menengah arsenopirit tidak hadir (Hedenquist et al., 2000; Einaudi et al.,
2003; Sillitoe dan Hedenquist, 2003). Pada tahapan logam dasar umumnya endapan sulfidasi
menengah memiliki nilai 6 – 15 mol % FeS pada sfalerit, lokal bisa mencapai 20%, secara
umum 1-10 %. Pada tahapan selanjutnya biasa menurun kembali menjadi sulfidasi rend ah.

54

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Gambar 20. Grafik menunjukan nilai temperatur dan salinitas pada deposit IS Patricia, Chile (Chinchilla et al.,
2015).

Endapan Epitermal Sulfidasi Tinggi

Inklusi fluida pada endapan HSE umumnya memiliki suhu 200-350°C pada kedalaman 200-
600m. Pada Julcani, Peru, rasio isotop sulfur untuk pirit (δ 34 S= -1 sampai +2‰) dan alunite
(δ34 S= -22 sampai +25‰) mengindikasikan suhu 210 - 290°C (Rye et al. 1992 dalam Saunders
et al, 2014), dengan fluida berkisar 18 wt% NaCl eq. (pada wolframit 7wt% NaCl, pada enargit
10-14 wt% NaCl eq). Pada Pascua, rasio isotop S pada pirit (δ 34 S= -3.4 sampai +5.3‰) dan
alunite (δ 34 S= +15 sampai +20‰) mengindikasikan suhu 245 - 305°C (Deyell et al., 2005).
Pada Lepanto, sushu pembentukan 210-250°C pada pasangan pirit-alunit dengan kegaraman 1
– 3 wt% NaCl eq (Hedenquist et al., 1998).

55

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
7. KESIMPULAN

Mineralisasi epitermal merupakan deposit dengan komoditas utama emas dan perak, dan
berasosiasi dengan batun vulkanik serta subvulkanik, dengan alterasi hidrotermal dominan
membentuk mineral lempung. Kontrol mineralisasi terbagi menjadi magmatik-hidotermal dan
geotermal, dengan pencebakan berada pada kontrol struktur dominan, sebagian kontrol litologi
terutama pada tipe sulfidasi tinggi.

Mineralisasi emas tipe epitermal merupakan endapan yang sangat kompleks dalam
penjabaran mineralogi dan geokimianya, dikarenakan dalam kenyataannya selalu berada
bersamaan atau berasosiasi antara epitermal sulfidasi rendah, menengah, dan tinggi. Dominansi
salah satu tipe epitermal dapat terjadi, dan subektifitas peneliti juga mempengaruhi dalam
penentuan tipe epitermal. Sebagai contoh deposit El Indio, Chile, yang diinterpretasi beragam
mulai dari sulfidasi tinggi dikarenakan kehadiran enargit dominan, sulfidasi menengah
dikarenakan tataan struktur dan kehadiran logam dasar, serta beberapa menyebutkan sebagai
sulfidasi rendah pada beberapa titik. Hal tersebut dikarenakan sistem epitermal, terutam tipe
vein selalu mengalami gradasi dalam pembentukan sulfida. Pongkor, Indonesia, sering kali
disebut sebagai deposit sulfidasi menengah karena kehadiran logam dasar yang terlaporkan dan
suhu pembentukan >200°C (Greffié et al., 2002; John et al., 2018), walau pada kenyataannya
deposit ini tergolong sebagai sulfidasi rendah karena konten sulfida yang minor dan tipe
mineralisasi yang cenderung mengandung emas dan perak tinggi (Basuki et al., 1994; Milési
et al., 1999).

Batasa geokimia pada setiap lokasi selalu memiliki karakter tersendiri, dan dapat dibedakan
dengan karakter utama yaitu dari dimensi dan pola sebaran (dispersi) kimia pada batuan
teralterasi ataupun pada zona bijih. Bila disederhanakan maka tiap endapan epitermal dapat
dibedakan utamanya dari logam utama yaitu Au-Ag untuk sulfidasi rendah, Au-(Ag)-Cu-Pb-
Zn untuk sulfidasi menengah, dan Au-Ag-Cu untuk sulfidasi tinggi (Simmons et al., 2005),
walaupun pada kenyataannya disebut epitermal karena komoditas emas dan perak saja.

56

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
DAFTAR PUSTAKA

Arribas, A. (1995) “Characteristics of high-sulfidation epithermal deposits, and their relation


to magmatic fluid,” Mineralogical Association of Canada Short Course Series, 23,
hal. 419–454. doi: 10.1186/2193-1801-3-130.
Arribas, A., Illanes, J. L., Peralta, C., Fuentes, M. dan Kowalczyk, P. (2005) “Geochemical
Study Of The Steam-heated Lithocap Above The Puren Deposit La Coipa Mine,
Chile,” in Window to the world. Geol Soc Nevada Symposium Program, hal. 26.
Basuki, A., Sumanagara, D. A. dan Sinambela, D. (1994) “The Gunung Pongkor gold -silver
deposit, West Java, Indonesia,” Journal of Geochemical Exploration. Elsevier,
50(1–3), hal. 371–391.
Brown, K. L. (1986) “Gold deposition from geothermal discharges in New Zealand,” Economic
Geology, 81, hal. 979–983.
Buchanan, L. J. (1981) “Precious metal deposits associated with volcanic environment in the
southwest Arizona,” Geological Society Digest, 14, hal. 237–262.
Butt, C. R. M. (1998) “Supergene gold deposits,” AGSO Journal of Australian Geology and
Geophysics, 17, hal. 89–96.
Carlile, J. C. dan Mitchell, A. H. G. (1994) “Magmatic arcs and associated gold and copper
mineralization in Indonesia,” Journal of Geochemical Exploration. Elsevier, 50(1–
3), hal. 91–142.
Castor, S. B., Boden, D. R. dan Henry, C. D. (2003) “The Tuscarora Au–Ag district: Eocene
volcanic-hosted epithermal deposits in the Carlin gold region, Nevada.,” Economic
Geology, 98, hal. 339–366.
Chang, Z., Hedenquist, J. W., White, N. C., Cooke, D. R., Roach, M., Deyell, C. L., Garcia, J.,
Gemmell, J. B., McKnight, S. dan Cuison, A. L. (2011) “Exploration tools for linked
porphyry and epithermal deposits: Example from the mankayan intrusion-centered
Cu-Au district, Luzon, Philippines,” Economic Geology, 106(8), hal. 1365–1398.
doi: 10.2113/econgeo.106.8.1365.
Chinchilla, D., Ortega, L., Merinero, R., Lunar, R., Moncada, D. dan Bodnar, R. J. (2015)
“Fluid Evolution in the Patricia Zn-Pb-Ag vein deposit (Paguanta , NE Chile): fluid
inclusion assemblages and laser ablation ICP-MS evidence,” in 13th SGA Biennial
Meeting. Nancy, France: Society for Geology Applied to Mineral Deposits.

57

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Cocker, H. ., Mauk, J. L. dan Rabone, S. D. C. (2013) “The origin of Ag–Au–S–Se minerals
in adularia-sericite epithermal deposits—Constraints from the Broken Hills deposit,
Hauraki Goldfield, New Zealand,” Mineralium Deposita, 48, hal. 249–266.
Cooke, D. R. dan Simmons, S. F. (2000) “Characteristics and genesis of epithermal gold
deposits,” Society of Economic, 13(Geologists Reviews), hal. 221–244.
Corbett, G. J. dan Leach, T. M. (1998) “Southwest Pacific rim gold –copper systems: structure,
alteration and mineralization.,” Society of Economic Geologists, Special Pu(May
1997), hal. 236.
Deyell, C. L., Rye, R. O., Landis, G. P. dan Bissig, T. (2005) “Alunite and the role of magmatic
fluids in the Tambo high-sulfidation deposit, El Indio-Pascua belt, Chile,” Chemical
Geology, 215(1–4 SPEC. ISS.), hal. 185–218. doi: 10.1016/j.chemgeo.2004.06.038.
Einaudi, M. T., Hedenquist, J. W. dan Inan, E. E. (2003) “Sulfidation state of fluids in active
and extinct hydrothermal systems: Transitions from porphyry to epithermal
environments,” Society of Economic Geologists and Geochemical Society. Littleton;
CO; Society of Economic Geologists; 1997, Giggenbach, hal. 285–314.
Fournier, R. O. (1985) “The behavior of silica in hydrothermal solutions,” Reviews in
Economic Geology, 2, hal. 45–61.
Frimmel, H. . (2008) “Earth’s continental crust gold endowment,” Earth and Planetary Science
Letters, 267, hal. 45–55.
Gemmell, J. B. (2007) “Hydrothermal alteration associated with the Gosowong epithermal Au-
Ag deposit, Halmahera, Indonesia: Mineralogy, geochemistry, and exploration
implications,” Economic Geology, 102(5), hal. 893–922. doi:
10.2113/gsecongeo.102.5.893.
Gray, D. J., Butt, C. R. M. dan Lawrance, L. M. (1992) “The geochemistry of gold in lateritic
terrains,” in Butt, C. R. M. dan Zeegers, H. (ed.) Regolith exploration geochemistry
in tropical and subtropical terrains: Amsterdam, Elsevier, Handbook of Exploration
Geochemistry, hal. 461–482.
Gray, J. E. dan Coolbaugh, M. F. (1994) “Geology and geochemistry of Summitville,
Colorado: an epithermal acid sulfate deposit in a volcanic dome,” Economic
Geology, 89(8), hal. 1906–1923. doi: 10.2113/gsecongeo.89.8.1906.
Greffié, C., Bailly, L. dan Milési, J. P. (2002) “Supergene alteration of primary ore assemblages
from low-sulfidation Au-Ag epithermal deposits at Pongkor, Indonesia, and

58

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Nazareño, Perú,” Economic Geology, 97(3), hal. 561–571. doi:
10.2113/gsecongeo.97.3.561.
Groves, D. I., Goldfarb, R. J., Robert, F. dan Hart, C. J. R. (2003) “Gold Deposits in
Metamorphic Belts: Overview of Current Understanding,Outstanding Problems,
Future Research, and Exploration Significance,” Economic Geology, 98(1), hal. 1–
29. doi: 10.2113/gsecongeo.98.1.1.
Hammarstrom, J. M., Bookstrom, A. A., Dicken, C. L., Drenth, B. J., Ludington, S., Robinson,
G.R., J., Setiabudi, B. T., Sukserm, W., Sunuhadi, D. N., Wah, A. Y. S. dan Zientek,
M. L. (2013) Porphyry copper assessment of Southeast Asia and Melanesia: U.S.
Geological Survey Scientific Investigations Report 2010–5090–D. Diedit oleh
Michael L. Zientek, J. M. Hammarstrom, dan K. M. Johnson. U.S. Geological
Survey, Reston, Virginia: 2013 This. Tersedia pada:
http://pubs.usgs.gov/sir/2010/5090/d/.
Harrison, R. (2012) “The Geology, Alteration and Mineralisation of the Tumpangpitu Porphyry
Cu-Au and High-Sulfidation Epithermal Au-Ag Deposit,” in proceeding BESA
2012.
Harrison, R. (2013) Application of TerraSpec Spectral Data in Exploration at Cascabel,
Northern Ecuador.
Hedenquist, J. W., Arribas, A. R. dan Gonzalez-Urien, E. (2000) “Exploration for Epithermal
Gold Deposits,” Society of Economic Geologists, Reviews in Economic Geology, 13,
hal. 245–277.
Hedenquist, J. W., Arribas, A. dan Reynolds, T. J. (1998) “Evolution of an intrusion-centered
hydrothermal system: far southeast-Lepanto porphyry and epithermal Cu-Au
deposits, Philippines,” Economic Geology, 93(4), hal. 373–404. doi:
10.2113/gsecongeo.93.4.373.
Hedenquist, J. W., Matsuhisa, Y., Izawa, E., White, N. C., Giggenbach, W. F. dan Aoki, M.
(1994) “Geology, geochemistry, and origin of high sulfidation Cu-Au mineralization
in the Nansatsu district, Japan,” Economic Geology, 89(1), hal. 1–30. doi:
10.2113/gsecongeo.89.1.1.
Heinrich, C. A., Driesner, T., Stefánsson, A. dan Seward, T. M. (2004) “Magmatic vapor
contraction and the transport of gold from the porphyry environment to epithermal
ore deposits,” Geology, 32(9), hal. 761–764. doi: 10.1130/G20629.1.

59

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Henley, R. W. dan McNabb, A. (1978) “Magmatic vapor plumes and ground-water interaction
in porphyry copper emplacement,” Economic Geology, 73(1), hal. 1–18. doi:
10.2113/gsecongeo.73.1.1.
Hertrijana, J. J., Hehuwat, P., Jones, M. L. dan Harlan, B. (2005) “Martabe High Sulphidation
Gold Deposits North Sumatra, indonesia,” in PIT IAGI, hal. 1–19.
Hurai, V., Huraiová, M., Slobodník, M. dan Thomas, R. (2015) “Geofluids: Developments in
Microthermometry, Spectroscopy, Thermodynamics, and Stable Isotopes,”
Geofluids: Developments in Microthermometry, Spectroscopy, Thermodynamics,
and Stable Isotopes, 7(October 2015), hal. 1–489. doi: 10.1016/C2014-0-03099-7.
Jamtveit, B. dan Austrheim, H. (2010) “Metamorphism: The role of fluids,” Elements, 6(3),
hal. 153–158. doi: 10.2113/gselements.6.3.153.
John, D. A., Vikre, P. G., du Bray, E. A., Blakely, R. J., Fey, D. L., Rockwell, B. W., Mauk, J.
L., Anderson, E. D. dan Graybeal, F. T. (2018) Descriptive models for epithermal
gold-silver deposits: Chapter Q in Mineral deposit models for resource assessment,
Scientific Investigations Report. Reston, VA. doi: 10.3133/sir20105070Q.
Kerrich, R., Goldfarb, R., Groves, D., Garwin, S. dan Jia, Y. (2000) “The characteristics,
origins, and geodynamic settings of supergiant gold metallogenic provinces,”
Science in China, Series D: Earth Sciences, 43(December), hal. 1–68. doi:
10.1007/BF02911933.
Kesler, S. ., Russell, Norman, McCurdy dan Karr (2003) “Trace-metal content of the Pueblo
Viejo precious-metal deposits and their relation to other high-sulfidation epithermal
systems,” Mineralium Deposita, 38, hal. 668–682.
Lindgren, W. (1933) Mineral deposits , 930 p, New York and London, McGraw-HillBook Co.
Lubis, H., Prihatmoko, S. dan Heryunanto, Y. (2012) “Geology and Exploration for Low
Sulfidation Epithermal Gold-Silver Mineralization in Kerta, Banten,” in
Proceedings Of Banda And Eastern Sunda Arcs 2012 MGEI Annual Convention.
Malang, East Java, Indonesia, hal. 39–71.
Maryono, A., Harrison, R. L., Cooke, D. R., Rompo, I. dan Hoschke, T. G. (2018) “Tectonics
and Geology of Porphyry Cu-Au Deposits along the Eastern Sunda Magmatic Arc,
Indonesia,” Economic Geology, 113(1), hal. 7–38. Tersedia pada:
http://dx.doi.org/10.5382/econgeo.2018.4542.

60

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Maryono, A., Setijadji, L. D., Arif, J., Harrison, R. dan Soeriaatmadja, E. (2012) “Gold, Silver
and Copper Metallogeny of the Eastern Sunda Magmatic Arc Indonesia,” in
Proceeding of Banda and Eastern Sunda Arcs 2012 MGEI Annual Convention, hal.
26–27.
Middleton, C. dan Buenavista, A. (2004) “A geological review of the Tampakan copper-gold
deposit, southern Mindanao, Philippines,” Pacrim, (September), hal. 19–22.
Tersedia pada: http://indophil.com/pdf/Middleton.pdf.
Mikaeili, K., Hosseinzadeh, M., Moayyed, M. dan Maghfouri, S. (2018) “The Shah-Ali-
Beiglou Zn-Pb-Cu (-Ag) Deposit, Iran: An Example of Intermediate Sulfidation
Epithermal Type Mineralization,” Minerals, 8(4), hal. 148. doi:
10.3390/min8040148.
Milési, J. P., Marcoux, E., Sitorus, T., Simandjuntak, M., Leroy, J. dan Bailly, L. (1999)
“Pongkor (west Java, Indonesia): A Pliocene supergene-enriched epithermal Au-Ag-
(Mn) deposit,” Mineralium Deposita, 34(2), hal. 131–149. doi:
10.1007/s001260050191.
Pirajno, F. (2009) Hydrothermal processes and mineral systems, Hydrothermal Processes and
Mineral Systems. doi: 10.1007/978-1-4020-8613-7.
Reyes, A. G. (1990) “Petrology of Philippine geothermal systems and the application of
alteration mineralogy to their assessment,” Journal of Volcanology and Geothermal
Research, 43, hal. 279–309.
Reyes, A. G., Grapes, R. dan Clemente, V. (2003) “Fluid-rock interaction at the magmatic-
hydrothermal interface of the Mt. Cagua geothermal system,” Society of Economic,
Geologists, hal. 197–222.
Richards, J. P. (1995) “Alkalic-type epithermal gold deposits-a review,” Mineralogical
Association of Canada Short Course Notes, 23, hal. 367–400.
Robb, L. J. (2005) Introduction to ore-forming processes. Blackwell Publishing Ltd.
Saunders, J. A., Hofstra, A. H., Goldfarb, R. J. dan Reed, M. H. (2014) “Geochemistry of
Hydrothermal Gold Deposits,” in Holland, H. D. dan Turekian, K. . (ed.) Treatise on
Geochemistry: Second Edition. 2 ed. Oxford: Elsevier Ltd., hal. 383–424. doi:
10.1016/B978-0-08-095975-7.01117-7.
Setijadji, L. D. dan Maryono, A. (2012) “Geology and Arc Magmatism of the Eastern Sunda
Arc, Indonesia,” in Proceeding of Banda and Eastern Sunda Arcs 2012 MGEI
Annual Convention, hal. 26–27.

61

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
Sillitoe, R. H. (2008) “Special Paper: Major Gold Deposits and Belts of the North and South
American Cordillera: …,” Economic Geology, hal. 663–687. doi:
10.2113/gsecongeo.103.4.663.
Sillitoe, R. H. (2009) “Supergene silver enrichment reassessed,” Society of Economic
Geologists, Special Pu, hal. 15–32.
Sillitoe, R. H. (2010) “Porphyry Copper Systems,” Economic Geology, 105, hal. 3–41.
Sillitoe, R. H. (2015) “Epithermal paleosurfaces,” Mineralium Deposita, 50(7), hal. 767–793.
doi: 10.1007/s00126-015-0614-z.
Sillitoe, R. H. dan Hedenquist, J. W. (2003a) “Linkage between Volcanotectonic Setting, ore-
fluid Composition, and epithermal precious metal deposits,” Society of Economic
Geologists, special publication 10, hal. 315–343.
Simmons, S. F. (1990) “Magmatic Contributions To Low Sulfidation Epithermal Deposits.”
Simmons, S. F. dan Brown, K. L. (2006) “Gold in Magmatic Hydrothermal Solutions and the
Rapid Formation of a Giant Ore Deposit,” Science, hal. 288–291.
Simmons, S. F., White, N. C. dan John, D. a (2005) “Geological characteristics of epithermal
precious and base metal deposits,” Society of Economic Geologists, (1), hal. 485–
522. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.jiec.2013.12.011.
Simpson, M. P., Palinkas, S. S., Nieuwoudt, M., Bodnar, R. J. dan Mauk, J. L. (2015)
“Geothermal systems and epithermal deposits of New Zealand : A fluid chemistry
comparison,” in 37th New Zealand Geothermal Workshop.
Singer, D. A. (1995) “World class base and precious metal deposits—A quantitative analysis,”
Economic Geology, v. 90, hal. 88–104.
Skinner, B. J. (1997) “Hydrothermal mineral deposits: what we do and don’t know,”
Geochemistry of hydrothermal ore deposits. John Wiley & Sons Inc.
Taylor, B. E. (2007) “Epithermal Gold Deposits,” Mineral Deposits of Canada, Special Pu(5),
hal. 113–139. doi: 10.1080/00207540410001683261.
Vikre, P. G., Fleck, R. J. dan Rye, R. O. (2005) “Ages and geochemistry of alunites in the
Goldfield district, Esmeralda County, Nevada:,” in Proceedings of the Window to
the World Symposium. Geological Society of Nevada, hal. 1330–1331.
Warren, I., Zuluaga, J. I., Robbins, C. H., Wulftange, W. H. dan Simmons, S. . (2004) “Geology
and geochemistry of epithermal Au-Ag mineralization in the El Peñón district,
northern Chile,” Society of Economic Geologists, Special Pu, hal. 113–139.

62

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan
White, N. C. (1991) “High Sulfidation Epithermal Gold Deposits :: Characteristics and a Model
for Their Origin,” Geological Survey of Japan Report, No. 227, hal. 9–20.
White, N. C. dan Hedenquist, J. W. (1990) “Epithermal Environments and Styles of
Mineralization: Variations and their Causes, and Guidelines for Exploration.,” in
J.W. Hedenquist, N. C. W. and G. S. (Editors) (ed.) Epithermal gold mineralisation
of the Circum Pacific: Geology, Geochemistry, Origin and Exploration. Journal of
Geochemical Exploration, 36, hal. 445–474.
Williams-Jones, A. E., Bowell, R. J. dan Migdisov, A. A. (2009) “Gold in solution,” Elements,
5(5), hal. 281–287. doi: 10.2113/gselements.5.5.281.
Yardley, B. W. D. dan Cleverley, J. S. (2015) “The role of metamorphic fluids in the formation
of ore deposits,” Geological Society, London, Special Publications, 393(1), hal.
117–134. doi: 10.1144/SP393.5.
Yardley, B. W. D. dan Graham, J. T. (2002) “The origins of salinity in metamorphic fluids,”
Geofluids, 2(4), hal. 249–256. doi: 10.1046/j.1468-8123.2002.00042.x.
Yilmaz, H., Oyman, T., Sonmez, F. N., Arehart, G. B. dan Billor, Z. (2010) “Intermediate
sulfidation epithermal gold-base metal deposits in Tertiary subaerial volcanic rocks,
Sahinli/Tespih Dere (Lapseki/Western Turkey),” Ore Geology Reviews. Elsevier
B.V., 37(3–4), hal. 236–258. doi: 10.1016/j.oregeorev.2010.04.001.
Yuningsih, E. T., Sutopo, B., Setyaraharja, E. P., Bangun, P. dan Rosana, M. F. (2012) “The
Arinem Deposit: An Epithermal Gold-Silver-Base Metal Mineralization System,
West Java Province, Indonesia,” in Proceedings Of Banda And Eastern Sunda Arcs
2012 MGEI Annual Convention, hal. 101–116.
Van Leeuwen, T. (2018) Twenty five More Years of Mineral Exploration and Discovery in
Indonesia (1993 - 1997). Jakarta: 10 th anniversary Special Publication-Masyarakat
Geologi Ekonomi Indonesia.

63

Sebuah tulisan amburadul oleh @geomnrlz Desember, 2020 untuk gan dan sis para kaum rebahan

Anda mungkin juga menyukai