Anda di halaman 1dari 20

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

PUTRI AMELIA
19840810 200812 2 003

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini, sebagai salah satu tulisan
pada Program Studi Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Tulisan ini berjudul “Patent Ductus Arteriosus”. Dalam penyelesaian tulisan ini,
penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak
yang telah membantu.
Penulis menyadari bahawa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis
mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat berguna bagi kita semua.

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 2

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Duktus Arteriosus 3
2.1.1. Embriologi duktus arteriosus 3
2.1.2. Maturasi duktus arteriosus 4
2.2. Perubahan sirkulasi janin ke neonates 5
2.2.1. Sirkulasi janin 5
2.2.2. Sirkulasi neonatus 6
2.3 Patent Ductus Arteriosus (PDA) 7
2.3.1. Definisi PDA 7
2.3.2. Epidemiologi PDA 7
2.3.3. Faktor risiko PDA 8
2.3.4. Patofisiologi PDA 8
2.3.5. Klasifikasi dan manifestasi klinis PDA 10
2.3.6. Diagnosis PDA 11
2.3.7. Penatalaksanaan PDA 11
2.3.8. Komplikasi PDA 12
2.3.9. Prognosis PDA 13

BAB 3. KESIMPULAN 13

Daftar Pustaka 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah kegagalan duktus arteriosus untuk menutup setelah
kelahiran. Duktus arteriosus, pada keadaan normal, akan menutup dua hingga tiga hari
1
setelah bayi dilahirkan. PDA merupakan struktur pembuluh darah yang menghubungkan
aorta desendens bagian proksimal dengan arteri pulmonalis, biasanya di dekat percabangan
kiri arteri pulmonalis. Duktus arteriosus merupakan struktur normal dan penting bagi janin,
2
tetapi menjadi abnormal bila tetap terbuka setelah masa neonatus.
Saat ini, kejadian PDA meliputi 6% hingga 11% dari semua kejadian kelainan kongenital.
2
Sebanyak 1 bayi menderita PDA dalam setiap 2.500 hingga 5.000 kelahiran hidup. Di
Indonesia, terdapat empat ribu bayi lahir dengan PDA setiap tahunnya. Insidensi PDA lebih
3
tinggi pada bayi prematur, yaitu delapan setiap seribu kelahiran bayi kurang bulan.
PDA sedang dan besar sering menyebabkan gagal jantung dan gangguan pertumbuhan
pada anak. Beberapa komplikasi lain yang berpotensi terjadi setelah kelahiran antara lain
disfungsi ginjal, enterokolitis nekrotikan, perdarahan intraventrikel, malnutrisi, serta menjadi
4,5,6
faktor risiko terhadap perkembangan penyakit paru kronis.
Penanganan terhadap PDA terus berkembang seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pada awalnya, penatalaksanaan PDA secara invasif dilakukan
melalui tindakan pembedahan. Operasi bertujuan untuk meligasi PDA. Ligasi pertama kali
dilakukan oleh dr. Robert Gross di Rumah Sakit Anak Boston pada tahun 1938. Metode
transkateter awalnya dikembangkan oleh Porstman, yang mempraktikkannya pertama kali
pada tahun 1967. Perkembangan alat penutup PDA terus berlanjut hingga dekade – dekade
berikutnya, seperti Gianturco coil yang diperkenalkan oleh Cambier dan Moore pada tahun
1992, dan Amplatzer Duct Occluder (ADO) yang menjadi alat penutup PDA pertama yang
7,8
diakui secara resmi oleh Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat.
Penutupan duktus diindikasikan pada PDA yang menimbulkan gejala dengan pirau dari
kiri ke kanan yang bermakna. Metode transkateter telah menjadi pilihan utama dalam tata
laksana PDA. Keuntungan dari transkateterisasi adalah angka keberhasilan yang tinggi,
mengurangi lama rawat, dan angka morbiditas yang rendah dibandingkan dengan tindakan
9,10
bedah.

4
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan refarat ini adalah untuk membahas secara ringkas mengenai definisi,
diagnosis, manajemen dan prognosisPatent Ductus Arteriosus (PDA).

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Duktus Arteriosus


2.1.1. Embriologi duktus arteriosus
Sistem vaskuler embrio dimulai dari prekusor endotel yang membentuk pleksus endotel di
dalam mesoderm splnchnic. Selama perkembangan, terjadi perubahan bentuk secara intensif.
Setelah embrio melipat, pleksus endotel di regio jantung bergabung di dalam jaringan otot
jantung. Pembuluh omphalomesenteric memasuki jantung pada ujung vena, sementara ujung
arteri terhubung dengan aorta dorsalis melalui arkus arteri faringeal simetris.
Perkembangan arteri dimulai dengan diferensiasi sel menjadi sel otot polos.
Perbedaan yang terdapat pada produksi matriks dan pertumbuhan bertanggungjawab terhadap
perkembangan fenotip dari arteri elastis dan muskular.
Pola pembentukan arkus faringeal (gambar 2.1) dipengaruhi oleh neural crest cell, sel
– sel otot polos, dan sistem saraf yang berada di sekeliling arkus. Duktus arteriosus
berkembang dari arteri arkus faringeal keenam, yang berada pada sisi kiri dalam
perkembangan normal. Selama perubahan bentuk arkus faringeal, pada duktus tersebut
terbentuk dinding otot, sedangkan arteri – arteri besar di sekelilingnya menjadi arteri elastis.
Alasan terhadap rangkaian perkembangan duktus yang spesifik dan unik tersebut masih
11
belum diketahui.

Gambar 2.1 Pola Pembentukan Arkus Faringeal


Keterangan : AAo = ascending aorta (aorta asendens), AoSac = aortic sac (kantung aorta),
CoA = coronary arteries (arteri coroner), DA =duktus arteriosus, DesAo =

6
descending aorta (aorta desendens), PA = pulmonary artery (arteri pulmonal),
PT = pulmonary trunk (trunkus pulmonalis), LDAo = left descending aorta
(aorta desendens kiri), LCA = left carotid artery (arteri karotis kiri), LSA = left
subclavian artery (arteri subklavia kiri), RCA = right carotid artery (arteri
karotis kanan), RDAo = right descending aorta (aorta desendens kanan), RSA =
right subclavian artery (arteri subklavia kanan); III, IV, and VI merujuk pada
arkus.
Sumber: Bö kenkamp R. Developmental Anatomy of The Ductus Arteriosus. Dalam: Obladen
M, Koehne P, penyunting. Interventions for Persisting Ductus Arteriosus in The
Preterm Infant. Heidelberg: Springer Medizin; 2005.p:2-4.

2.1.2. Maturasi duktus arteriosus


Perubahan struktural yang signifikan dari morfologi vaskular sebagau persiapan untuk
penutupan duktus pada masa setelah kelahiran dimulai pada masa akhir kehamilan.(gambar
2.2).

Gambar 2.2 Tahapan Maturasi Duktus


Sumber: Kitterman JA, Edmunds LH Jr, Gregory GA, Heyman MA, Tooley WH, Rudolph
AM. Patent Ductus Arteriosus in Premature Infants: Incidence, Relation to
Pulmonary Disease And Management. N Engl J Med. 1972 Sep 7;287(10):473–7

Pada trimester kedua masa kehamilan, struktur duktus merupakan arteri dengan
lapisan otot, lamina interna yang berjumlah satu atau terduplikasi secara lokal, dan lapisan
intima yang sangat tipis. Dalam perkembangan lebih lanjut, munculah bantalan intima. Pada

7
saat kelahiran, lamina interna yang elastis telah terpecah dan bantalan intima menjadi
semakin jelas. Penebalan intima, bersama juga dengan konstriksi yang bergantung dengan
oksigen, secara fungsional akan menutup duktus arteriosus selama jam – jam awal setelah
kelahiran. Penutupan anatomis, diferensiasi, apoptosis sel – sel otot polos, dan reorientasi sel
11
endotel akan berujung pada morfologi definitif ligamentum arteriosum.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses penutupan duktus arteriosus.
Faktor-faktor yang diduga berperan dalam penutupan duktus antara lain:
1. peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2) menyebabkan konstriksi duktus, sebaliknya
hipoksia akan menyebabkan duktus melebar, oleh karena itu, duktus arteriosus persisten
lebih banyak ditemukan pada keadaan dengan PaO2 yang rendah, termasuk bayi dengan
sindrom gangguan pernafasan, prematuritas, dan bayi yang lahir di dataran tinggi;
2. peningkatan kadar katekolamin (norepinefrin, epinefrin) berhubungan dengan konstriksi
duktus;
3. penurunan kadar prostaglandin berhubungan dengan penutupan duktus, sebaliknya
12,13,14
pemberian prostaglandin eksogen menghalangi penutupan duktus.

2.2 Perubahan Sirkulasi Janin Ke Neonatus


2.2.1. Sirkulasi janin
Pada sirkulasi fetus, ventrikel kanan dan kiri berada pada sirkuit yang paralel, berbeda
dengan sirkuit pada bayi baru lahir dan orang dewasa. Pada fetus, plasenta diperlukan untuk
pertukaran gas dan metabolit. Pada paru – paru, tidak terjadi pertukaran gas, dan pembuluh
darah pada sirkulasi paru akan mengalami vasokonstriksi. Ada tiga struktur unik dari sistem
kardiovaskular pada fetus yang penting untuk mempertahankan sirkulasi paralel tersebut,
diantaranya duktus venosus, foramen ovale dan duktus arteriosus.
Darah yang kaya oksigen mengalir dari plasenta kepada fetus melaluui vena
umbilikalis dengan tekanan parsial oksigen (PO2) sebesar 30 – 35 mmHg. Hampir 50% darah
dari vena umbilikus masuk ke sirkulasi hepatik, dimana selebihnya melewati hati, dan
bergabung dengan vena cava inferior melalui duktus venosus, sebagian kecil bercampur
dengan darah dengan oksigenasi yang buruk di vena cava inferior pada tubuh bagian bawah
fetus. Pencampuran darah dari bagian tubuh bawah dengan vena umbilikus (PO2
diperkirakan 26 -28 mmHg) memasuki atrium kanan dan secara langsung melewati foramen
oval ke atrium kiri. Aliran darah selanjutnya masuk ke ventrikel kiri dan dipompakan ke aorta
asendens. Darah dari vena cava superior pada fetus, yang sedikit kadar oksigennya (PO2 = 12

8
– 14 mmHg), masuk ke atrium kanan dan diteruskan ke katup trikuspid lebih banyak dari
foramen ovale dan mengalir ke ventrikel kanan.
Pada ventrikel kanan, darah dipompakan menuju ateri pulmonalis, tetapi karena arteri
pulmonalis tersebut vasokonstriksi, hanya 10% dari aliran darah ventrikel kanan masuk ke
paru – paru. Sebagian besar jumlah darah, dengan PO2 yang diperkirakan sebesar 18 – 22
mmHg, melewati paru –paru dan mengalir langsung lewat duktus arteriosus menuju ke aorta
asendens untuk memperdarahi bagian tubuh bawah dari fetus yang kemudian kembali ke
plasenta lewat dua arteri umbilikus. Dengan begitu, bagian tubuh atas dari fetus, termasuk
arteri koronaria, arteri serebri, dan arteri pada ekstermitas atas, dipasok darah dari ventrikel
kiri dengan darah yang memiliki tekanan PO2 sedikit lebih tinggi dari pancaran darah dari
tubuh bagian bawah (yang sebagian besar berasal dari ventrikel kanan). Hanya sedikit
volume darah dari aorta asendens (10% dari cardiac output fetus) yang lewat melalui isthmus
aorta ke aorta desendens.
Cardiac output total dari bayi sekitar 450 ml/kg/min. Diperkirakan 65% dari aliran
darah aorta desendens kembali ke plasenta dan 35% memperdarahi organ - organ dan
jaringan dari fetus. Pada masa fetus ventrikel kanan memompakan darah tidak hanya
melawan tekanan darah tetapi juga mengeluarkan volume yang lebih besar dari yang
15
dipompakan ventrikel kiri.

2.2.2. Sirkulasi neonatus


Pada saat lahir sirkulasi bayi akan dengan cepat beradaptasi dengan keadaan di luar rahim
karena pertukaran gas berpindah dari plasenta ke paru – paru. Beberapa dari perubahan ini
sebenarnya spontan bersama dengan pernafasan pertama dan yang lain dipengaruhi selama
beberapa jam atau beberapa hari. Pada mulanya, ada penurunan ringan tekanan darah
sistemik, kemudian tekanan darah naik dengan semakin bertambahnya umur. Frekuensi
jantung melambat sebagai akibat respons baroreseptor pada kenaikan tahanan vaskuler
sistemik bila sirkulasi plasenta dihilangkan. Rata - rata tekanan aorta sentral pada neonatus
cukup bulan adalah 75/50 mmHg.
Pada neonatus yang normal, penutupan duktus arteriosus dan penurunan tekanan
darah pulmonal mengakibatkan penurunan tekanan arteri pulmonalis dan ventrikel kanan.
Pada minggu pertama kehidupan, penurunan tekanan vaskuler pulmonal akan lebih banyak
akibat perubahan bentuk vaskularisasi pulmonal, termasuk penipisan otot polos pada
pembuluh darah dan pembentukan pembuluh darah baru. Penurunan tekanan vaskuler ini

9
mempengaruhi gejala klinis pada penyakit jantung kongenital yang bergantung pada
perdarahan sistemik.
Duktus arteriosus yang normal, secara morfologi, berada pada gabungan aorta dan arteri
pulmonalis, serta terdapat otot polos yang berbentuk sirkuler pada bagian tunika media.
Selama kehidupan janin duktus arteriosus digunakan untuk mengontrol kadar oksigen yang
rendah dan memproduksi prostaglandin endogen. Pada neonatus cukup bulan oksigen
merupakan faktor yang penting untuk menutup duktus arteriosus. Bila PO2 darah yang lewat
melalui duktus arteriosus mencapai sekitar 50 mmHg, maka dinding duktus akan konstriksi.
Efek oksigen pada otot polos di duktus dapat berefek langsung atau diperantarai oleh
pengaruhnya pada sintesis prostaglandin. Umur kehamilan juga berperan penting dan duktus
15
bayi prematur kurang sensitif terhadap oksigen, walaupun otot – ototnya berkembang.

2.3. Patent Ductus Arteriosus (PDA)


2.3.1. Definisi PDA
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah kegagalan duktus arteriosus untuk menutup setelah
kelahiran. Duktus arteriosus, pada keadaan normal, akan menutup dua hingga tiga hari
1
setelah bayi dilahirkan. Secara fungsional, duktus arteriosus menutup pada sekitar 90% bayi
cukup bulan atau aterm dalam 48 jam setelah lahir. Secara persisten, beberapa intermiten,
terbukanya duktus hingga selama sepuluh hari setelah kelahiran ditemukan pada pasien
dengan kelainan sirkulasi dan ventilasi, bahkan periode patensi yang lebih lama banyak
16
ditemukan pada bayi prematur.

2.3.2. Epidemiologi PDA


Faktor – faktor yang bertanggung jawab terhadap tetap terbukanya duktus arteriosus melebihi
24 – 48 jam awal kehidupan bayi baru lahir belum diketahui secara sempurna. Prematuriras
dengan jelas meningkatkan insidensi PDA, dan hal ini diakibatkan faktor fisiologis yang
16
lebih berhubungan dengan prematuritas daripada kelainan duktus itu sendiri. Pada bayi
cukup bulan, kasus yang sering muncul terjadi secara sporadis, tetapi terdapat peningkatan
bukti – bukti yang menunjukkan bahwa faktor genetik berperan pada banyak pasien dengan
PDA. Di samping itu, faktor lain seperti infeksi pada masa kehamilan juga ditemukan
17
berperan pada beberapa kasus.

10
Insidensi PDA pada bayi cukup bulan dilaporkan hanya satu dalam dua ribu
2
kelahiran, terhitung 5% - 10% dari semua penyakit jantung bawaan. Insidensi PDA pada bayi
prematur jauh lebih tinggi, dengan angka antara 20% - 60% (tergantung pada populasi dan
4
kriteria diagnostik). Peningkatan insidensi PDA pada bayi prematur atau kurang bulan
biasanya diakibatkan oleh ketidaksempurnaan mekanisme penutupan karena imaturitas.
Umur kehamilan dan berat badan lahir sangat berkaitan dengan PDA pada bayi prematur.
Secara spesifik, PDA terdapat pada 80% bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1.200
18
gram, dibandingkan dengan 40% bayi dengan berat badan kurang dari 2.000 gram. Lebih
jauh, PDA simptomatik ditemukan terdapat pada 48% bayi dengan berat badan lahir kurang
dari 1.000 gram. Hubungan yang berbanding terbalik antara berat badan lahir dengan
19
insidensi PDA.

2.3.3. Faktor risiko PDA


Faktor yang bertanggung jawab atas PDA belum dimengerti sepenuhnya. Prematuritas secara
jelas meningkatkan insidensi PDA dan hal ini lebih disebabkan oleh faktor-faktor fisiologis
yang berhubungan dengan prematuritas dari pada abnormalitas duktus. Pada bayi cukup
bulan, kasus lebih sering terjadi secara sporadik, tetapi terdapat peningkatan bukti bahwa
faktor genetik berperan pada pasien dengan PDA. Sebagai tambahan, faktor-faktor lain
seperti infeksi prenatal juga memiliki peran.
PDA lebih sering terjadi pada sindroma-sindroma genetik tertentu, termasuk dengan
perubahan kromosom yang diketahui seperti trisomi 21 dan sindroma 4p, mutasi gen tunggal
seperti Carpenter syndrome dan Holt-Oram syndrome, mutasi terkait kromosom X seperti
inkontinensia pigmenti. Infeksi rubela pada kehamilan trimester pertama, terutama pada
empat minggu pertama berhubungan dengan insidensi PDA. PDA juga dilaporkan
2
mempunyai hubungan dengan faktor lingkungan lain seperti fetal valproate syndrome.

2.3.4. Patofisiologi PDA


Duktus arteriosus berasal dari lengkung aorta dorsal distal ke enam dan secara utuh dibentuk
pada usia ke delapan kehamilan. Perannya adalah untuk mengalirkan darah dari paru-paru
fetus yang tidak berfungsi melalui hubungannya dengan arteri pulmonal utama dan aorta
desendens proksimal. Pengaliran kanan ke kiri tersebut menyebabkan darah dengan
konsentrasi oksigen yang cukup rendah untuk dibawa dari ventrikel kanan melalui aorta

11
desendens dan menuju plasenta, dimana terjadi pertukaran udara. Sebelum kelahiran, kira-
kira 90% curahan ventrikel mengalir melalui duktus arteriosus. Penutupan duktus arteriosus
pada bayi kurang bulan berhubungan dengan angka morbiditas yang signifikan, termasuk
gagal jantung kanan. Biasanya, duktus arteriosus menutup dalam 24-72 jam dan akan
menjadi ligamentum arteriosum setelah kelahiran cukup bulan.
Konstriksi dari duktus arteriosus setelah kelahiran melibatkan interaksi kompleks dari
peningkatan tekanan oksigen, penurunan sirkulasi prostaglandin E2 (PGE2), penurunan
resepetor PGE2 duktus dan penurunan tekanan dalam duktus. Hipoksia dinding pembuluh
dari duktus menyebabkan penutupan melalui inhibisi dari prostaglandin dan nitrik oksida di
dalam dinding duktus.
Patensi dari duktus arteriosus biasanya diatur oleh tekanan oksigen fetus yang rendah
dan sirkulasi dari prostanoid yang dihasilkan dari metabolisme asam arakidonat oleh
siklooksigenase (COX) dengan PGE2 yang menghasilkan relaksasi duktus yang paling hebat
di antara prostanoid lain. Relaksasi otot polos dari duktus arteriosus berasal dari aktivasi
reseptor prostaglandin G berpasangan EP4 oleh PGE2. Setelah aktivasi reseptor
prostaglandin EP4, terjadi kaskade kejadian yang termasuk akumulasi siklik adenosine
monofosfat, peningkatan protein kinase A dan penurunan miosin rantai ringan kinase, yang
menyebabkan vasodilatasi dan patensi duktus arteriosus.
Dalam 24-72 jam setelah kelahiran cukup bulan, duktus arteriosus menutup sebagai
hasil dari peningkatan tekanan oksigen dan penurunan sirkulasi PGE2 dan prostasiklin.
Seiring terjadinya peningkatan tekanan oksigen, kanal potassium dependen voltase pada otot
polos terinhibisi. Melalui inhibisi tersebut, influx kalsium berkontribusi pada konstriksi
duktus. Konstriksi yang disebabkan oleh oksigen tersebut gagal terjadi pada bayi kurang
bulan dikarenakan ketidakmatangan reseptor perabaan oksigen. Kadar dari PGE2 dan
prostaglandin I1 (PGI1) berkurang disebabkan oleh peningkatan metabolisme pada paru-paru
yang baru berfungsi dan juga oleh hilangnya sumber plasenta. Penurunan dari kadar
vasodilator tersebut menyebabkan duktus arteriosus berkontriksi. Faktor-faktor tersebut
berperan dalam konstriksi otot polos yang menyebabkan hipoksia iskemik dari dinding otot
bagian dalam duktus arteriosus.
Selagi duktus arteriosus berkonstriksi, area lumen berkurang yang menghasilkan
penebalan dinding pembuluh dan hambatan aliran melalui vasa vasorum yang merupakan
jaringan kapiler yang memperdarahi sel-sel luar pembuluh. Hal ini menyebabkan peningkatan
jarak dari difusi untuk oksigen dan nutrisi, termasuk glukosa, glikogen dan adenosine
trifosfat yang menghasilkan sedikit nutrisi dan peningkatan kebutuhan oksigen yang

12
menghasilkan kematian sel. Konstriksi ductal pada bayi kurang bulan tidak cukup kuat. Oleh
karena itu, bayi kurang bulan tidak bias mendapatkan hipoksia otot polos, yang merupakan
hal utama dalam merangsang kematian sel dan remodeling yang dibutuhkan untuk penutupan
permanen duktus arteriosus. Inhibisi dari prostaglandin dan nitrik oksida yang berasal dari
hipoksia jaringan tidak sebesar pada neonatus kurang bulan dibandingkan dengan yang cukup
bulan, sehingga menyebabkan lebih lanjut terhadap resistensi penutupan duktus arteriosus
pada bayi kurang bulan.
Pemberi nutrisi utama pada duktus arteriosus di bagian lumen, namun vasa vasorum
juga merupakan pemberi nutrisi penting pada dinding luar duktus. Vasa vasorum berkembang
ke dalam lumen dan memiliki panjang 400-500 μm dari dinding luar duktus. Jarak antara
lumen dan vasa vasorum disebut sebagai zona avaskular dan melambangkan jarak maksimum
yang mengizinkan terjadinya difusi nutrisi. Pada bayi cukup bulan, zona avaskular tersebut
berkembang melebihi jarak difusi yang efektif sehingga menyebabkan kematian sel. Pada
bayi kurang bulan, zona avaskuler tersebut tidak mengembang secara utuh yang
menyebabkan sel tetap hidup dan menyebabkan terjadinya patensi duktus. Apabila kadar
PGE2 dan prostaglandin lain menurun melalui inhibisi COX, penutupan dapat terfasilitasi.
Sebagai hasil dari defisit nutrisi dan hipoksia iskemik, vascular endothelial growth factor
(VEGF) dan kombinasinya dengan mediator peradangan lain menyebabkan remodeling dari
20
duktus arteriosus menjadi ligamen non kontraktil yang disebut ligamentum arteriosum.

2.3.5. Klasifikasi dan manifestasi klinis PDA


Terdapat beberapa bentuk manifestasi klinis PDA yang mempunyai beberapa perbedaan,
tergantung dari klasifikasi PDA, yaitu PDA kecil, PDA sedang atau moderat, PDA besar, dan
PDA besar dengan hipertensi pulmonal.
PDA kecil dengan diameter 1,5-2,5 milimeter biasanya tidak memberi gejala.
Tekanan darah dan tekanan nadi dalam batas normal. Jantung tidak membesar. Kadang teraba
getaran bising di sela iga II kiri sternum. Pada auskultasi terdengar bising kontinu, machinery
murmur yang khas untuk PDA, di daerah subklavikula kiri. Bila telah terjadi hipertensi
21
pulmonal, bunyi jantung kedua mengeras dan bising diastolik melemah atau menghilang.
PDA sedang / moderat dengan diameter 2,5-3,5 milimeter biasanya timbul sampai
usia dua sampai lima bulan tetapi biasanya keluhan tidak berat. Pasien mengalami kesulitan
makan, seringkali menderita infeksi saluran nafas, namun biasanya berat badannya masih
dalam batas normal. Anak lebih mudah lelah tetapi masih dapat mengikuti permainan.

13
PDA besar dengan diameter >3,5-4,0 milimeter menunjukkan gejala yang berat sejak
minggu-minggu pertama kehidupannya. Ia sulit makan dan minum, sehingga berat badannya
tidak bertambah. Pasien akan tampak sesak nafas (dispnea) atau pernafasan cepat (takipnea)
22
dan banyak berkeringat bila minum.
PDA besar yang tidak diobati dan berkembang menjadi hipertensi pulmonal akibat
penyakit vaskular paru, yakni suatu komplikasi yang ditakuti. Komplikasi ini dapat terjadi
pada usia kurang dari satu tahun, namun jauh lebih sering terjadi pada tahun ke-2 dan ke-3.
Komplikasi ini berkembang secara progresif, sehingga akhirnya ireversibel, dan pada tahap
23
tersebut operasi koreksi tidak dapat dilakukan.

2.3.6. Diagnosis PDA


Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis PDA, antara lain
pemeriksaan radiologi, elektrokardiografi, ekokardiografi, serta kateterisasi dan
angiokardiografi.
Dalam pemeriksaan radiologi, pada PDA simpel, gambaran radiografi tergantung
pada ukuran defeknya. Jika defeknya kecil biasanya jantung tidak tampak membesar. Jika
defeknya besar kedua atrium kiri dan ventrikel kiri juga tampak membesar.
Pemeriksaan elektrokardiografi, gambaran elektrokardiogram (EKG) bisa terlihat normal atau
mungkin juga terlihat manifestasi dari hipertrofi dari ventrikel kiri. Hal tersebut tergantung
pada besar defeknya. Pada pasien dengan hipertensi pulmonal yang di sebabkan peningkatan
aliran darah paru, hipertrofi pada kedua ventrikel data tergambarkan melalui EKG atau dapat
juga terjadi hipertrofi ventrikel kanan saja.
Melalui pemeriksaan ekokardiografi, dapat dilihat visualisasi secara langsung dari
duktus tersebut dan dapat mengkonfirmasi secara langsung drajat dari defek tersebut. Pada
bayi kurang bulan dengan suspek PDA dapat dilihat dari ekokardiografi untuk
mengkonfirmasi diagnosis. Mendeteksi jika sudah terjadi shunt dari kiri ke kanan.
Pemeriksaan kateterisasi dan angiografi jantung hanya dilakukan bila terdapat
hipertensi pulmonal, yaitu dimana secara Doppler ekokardiografi tidak terlihat aliran
diastolik. Pada kateterisasi didapat kenaikan saturasi oksigen di arteri pulmonalis. Bila
tekanan di arteri pulmonalis meninggi perlu di ulang pengukurannya dengan menutup PDA
dengan kateter balon. Angiografi ventrikel kiri dilakukan untuk mengevaluasi fungsinya dan
juga melihat kemungkinan adanya defek septum ventrikel atau kelainan lain yang tidak
24
terdeteksi dengan pemeriksaan ekokardiografi.

14
2.3.7. Penatalaksanaan PDA
Terdapat beberapa jenis terapi untuk menangani kasus – kasus PDA, yaitu terapi
medikamentosa, terapi bedah, dan penutupan secara transkateter.
Terapi medikamentosa diberikan terutama pada duktus ukuran kecil, dengan tujuan
terjadinya kontriksi otot duktus sehingga duktus menutup. Salah satu jenis obat yang sering
diberikan adalah indometasin, yang merupakan inhibitor sintesis prostaglandin yang terbukti
efektif mempercepat penutupan duktus arteriosus. Tingkat efektifitasnya terbatas pada bayi
kurang bulan dan menurun seiiring menigkatnya usia paska kelahiran. Efeknya terbatas pada
3–4 minggu kehidupan. Obat yang kedua adalah ibuprofen, yaitu inhibitor non selektif dari
COX yang berefek pada penutupan duktus arteriosus. Studi klinik membuktikan bahwa
ibuprofen memiliki efek yang sama dengan indometasin pada pengobatan duktus arteriosus
25
pada bayi kurang bulan.
Terapi melalui tindakan pembedahan dilakukan berdasarkan atas beberapa indikasi.
Pada penderita dengan PDA kecil, dilakukan tindakan bedah adalah untuk mencegah
endarteritis atau komplikasi lambat lain. Pada penderita dengan PDA sedang sampai besar,
penutupan diselesaikan untuk menangani gagal jantung kongestif atau mencegah terjadinya
penyakit vaskuler pulmonal. Bila diagnosis PDA ditegakkan, penangan bedah jangan terlalu
ditunda sesudah terapi medik gagal jantung kongestif telah dilakukan dengan cukup. Karena
angka kematian kasus dengan penanganan bedah sangat kecil kurang dari 1% dan risiko
tanpa pembedahan lebih besar, pengikatan dan pemotongan duktus terindikasi pada penderita
yang tidak bergejala. Hipertensi pulmonal bukan merupakan kontraindikasi untuk operasi
pada setiap umur jika dapat dilakukan pada kateterisasi jantung bahwa aliran pirau masih
26
dominan dari kiri ke kanan dan bahwa tidak ada penyakit vaskuler pulmonal yang berat.
Penutupan PDA secara transkateter merupakan standar bagi penanganan bagi banyak
kasus dan penutupan PDA diindikasian terhadap semua pasien dengan tanda volume
ventrikel kiri yang terlalu penuh. Pada kasus PDA pirau kiri ke kanan dengan hipertensi
pulmonal berat, penutupan dapat dilakukan dengan kondisi khusus. Coil dan ADO
merupakan alat penutupan PDA secara transkateter yang paling banyak digunakan di seluruh
27
dunia.

2.3.8. Komplikasi PDA

15
Komplikasi yang parah dapat terjadi pada PDA. Adanya penurunan insidensi dari PDA
dikarenakan oleh menutupnya duktus arteriosus dengan cepat atau pada beberapa keadaan
dimana gejala belum terlihat. Pengobatan profilaksis pada bayi kurang bulan dengan
surfaktan yang kurang meningkatkan terjadinya PDA. Penutupan duktus arteriosus
menurunkan resiko pendarahan pada paru. Intoleransi dari pemberian makanan secara
enternal dan nekrosis enterokolitis juga sering terjadi pada bayi kurang bulan. Sebagaimana
disebutkan di atas, insidensi pada kondisi ini tampaknya terkait dengan penurunan aliran
darah gastrointestinal, dimana telat diteliti pada domba yang menderita PDA. Insiden
nekrosis enterikolitis menurun secara signifikan pada bayi yang duktus arteriosusnya telah
menutup.
Bayi dengan PDA yang besar meningkatkan tekanan arteri pulmonal, dan jika
terdapat perpindahan aliran darah dari kiri ke kanan dalam jumlah yang besar, tekanan atrium
kiri dan vena pulmonal akan meningkat, maka akan meningkatkan transudasi cairan ke
jaringan paru dan alveolus.
Pada bayi kurang bulan, kapiler pulmonal lebih permeable dari bayi yang cukup
bulan. Protein plasma dapat masuk ke dalam alveolus dan mengganggu fungsi surfaktan.
Telah diusulkan bahwa faktor-faktor ini berkontribusi pada kerusakan paru yang
kemudian dapat menjadi penyakit paru kronis atau dysplasia bronkopulmonar. Penutupan
28
yang cepat pada PDA secara signifikan menurunkan risiko displasia bronkopulmoner.

2.3.9. Prognosis PDA


Pasien dengan simple PDA dan defek ringan sampai sedang biasanya dapat bertahan tanpa
tindakan pembedahan walaupun pada tiga sampai empat dekade kehidupan biasanya muncul
gejala seperti mudah lelah, sesak nafas bila beraktifitas dan exercise intolerance dapat
muncul. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari hipertensi pulmonal atau gagal jantung
kongestif.
Penutupan PDAsecara sepontan masih dapat terjadi sampai umur 1 tahun. Hal ini
biasanya terjadi pada bayi kurang bulan. Setelah umur 1 tahun penutupan secara spontan
jarang di temukan karena di sebabkan terjadinya endokarditis sebagai komplikasi yang paling
berpotensi.
Prognosis untuk pasien dengan defek yang besar atau hipertensi pulmonal tidak baik
dan terjadi keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan, pneumonia yang berulang

16
dan gagal jantung kongestif. Oleh karena itu pasien PDA dengan defek besar walaupun masih
24
dalam usia baru lahir perlu dilakukan operasi penutupan PDA segera.

BAB 3
KESIMPULAN

Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah kegagalan duktus arteriosus untuk menutup setelah
kelahiran. Duktus arteriosus, pada keadaan normal, akan menutup dua hingga tiga hari
setelah bayi dilahirkan.Terdapat beberapa bentuk manifestasi klinis PDA yang mempunyai
beberapa perbedaan, tergantung dari klasifikasi PDA, yaitu PDA kecil, PDA sedang atau
moderat, PDA besar, dan PDA besar dengan hipertensi pulmonal.Terdapat beberapa
pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis PDA, antara lain pemeriksaan
radiologi, elektrokardiografi, ekokardiografi, serta kateterisasi dan angiokardiografi. Terdapat
beberapa jenis terapi untuk menangani kasus – kasus PDA, yaitu terapi medikamentosa,
terapi bedah, dan penutupan secara transkateter.

17
Daftar Pustaka

1. Khalid OM, Busse J. Patent Ductus Areteriosus. In: Abdulla R, editor. Heart Diseases
in Children. New York: Springer; 2011.p:113.
2. Schneider D, Moore J. Patent Ductus Arteriosus. Circulation. 2006 Oct
24;114(17):1873-82.
3. Djer MM. Current Management of Congenital Heart Disease: Where We Are? In:

Lestari ED, Hidayah D, Riza M, editors. Proceedings of The 6th Child Health Annual
Scientific Meeting of Indonesian Pediatric Society, Solo October 5–9, 2013. Solo:
UNS Press; 2013. p. 272–6.
4. El Hajjar M. Severity of The Ductal Shunt: a Comparison of Different Markers.
Archives of Disease in Childhood - Fetal and Neonatal Edition. 2005 Sep
1;90(5):419-22.
5. Koch J. Prevalence of Spontaneous Closure of the Ductus Arteriosus in Neonates at a
Birth Weight of 1000 Grams or Less. Pediatrics. 2006 Apr 1;117(4):1113-21.
6. Rojas M, et al. Changing Trends In The Epidemiology and Pathogenesis of Neonatal
Chronic Lung Disease. The Journal of Pediatrics. 1995 Apr 30;126(4):605-10.
7. Bergersen L, et al. Congenital Heart Disease : The Catheterization Manual. New
York: Springer; 2009.p:123–6.

18
8. Yarrabolu TR, Syamasundar RP. Transcatheter Closure of Patent Ductus Arteriosus.
Pediatrics & Therapeutics. 2012 Jan 23;01(S5).
9. Gournay V. The Ductus Arteriosus: Physiology, Regulation, and Functional and
Congenital Anomalies. Archives of Cardiovascular Diseases. 2011 Nov
30;104(11):578-85.
10. Schneider D. The Patent Ductus Arteriosus in Term Infants, Children, and Adults.
Seminars in Perinatology. 2012 Apr 30;36(2):146-53.
11. Bö kenkamp R. Developmental Anatomy of The Ductus Arteriosus. In: Obladen M,
Koehne P, editors. Interventions for Persisting Ductus Arteriosus in The Preterm
Infant. Heidelberg: Springer Medizin; 2005.p:2-4.
12. Clynmann RI. Developmental Physiology of The Ductus Arteriosus. In: Long WA,
editor. Fetal and Neonatal Cardiology. Philadelphia: WB Saunders;1990;p.64-75. In:
Rahayuningsih SE, Sumarna N, Firman A, Sinaga Y. Terapi Nonsteroid Anti
Inflammatory pada Bayi Prematur dengan Duktus Arteriosus Persisten. Sari Pediatri.
2004 Sep;6(2):71-4.
13. Breinstein D. Fetal Circulation. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors.

Nelson Textbook of Pediatrics 16th Edition. Philadelphia: WB Saunders,


2000.p.1365. In: Rahayuningsih SE, Sumarna N, Firman A, Sinaga Y. Terapi
Nonsteroid Anti Inflammatory pada Bayi Prematur dengan Duktus Arteriosus
Persisten. Sari Pediatri. 2004 Sep;6(2):71-4.
14. Clynmann RI. Medical Treatment of Patent Ductus Arteriosus in Premature Infants.
In: Long WA, editor. Fetal and Neonatal Cardiology. Philadelphia: WB Saunders,
1990. p. 682-759. In: Rahayuningsih SE, Sumarna N, Firman A, Sinaga Y. Terapi
Nonsteroid Anti Inflammatory pada Bayi Prematur dengan Duktus Arteriosus
Persisten. Sari Pediatri. 2004 Sep;6(2):71-4.
15. Gowen CW. Fetal and Neonatal Medicine. In: Marcdante K, Kliegman RM, editors.

Nelson essentials of pediatrics 7th edition. Philadelphia: Elsevier; 2015.p:189-91.


16. Keane J, Lock J, Fyler D, Nadas A. Nadas' Pediatric Cardiology. Philadelphia:
Saunders; 2006.p.617-24.
17. Kitterman JA, Edmunds LH Jr, Gregory GA, Heyman MA, Tooley WH, Rudolph
AM. Patent Ductus Arteriosus in Premature Infants: Incidence, Relation to Pulmonary
Disease And Management. N Engl J Med. 1972 Sep 7;287(10):473–7.

19
18. Hammerman C. Patent Ductus Arteriosus. Clinical Relevance of Prostaglandins and
Prostaglandin Inhibitors in PDA Pathophysiology and Treatment. Clin Perinatol 1995
Jun 22;22(2):457-79.
19. Ellison RC, Peckman GJ, Lang P, et al. Evaluation of The Preterm Infant for Patent
Ductus Arteriosus. Pediatrics. 1983 Mar 1;71(3):364-72.
20. Dice J E, Bhatia J. Patent Ductus Arteriosus : An Overview. The Journal Of Pediatric
Pharmacology and Therapeutics. 2007 Sep 1;12(3):138-46.
21. Cassidy HD, Cassidy LA, Blackshear JL. Incidental Discovery of a Patent Ductus
Arteriosus in Adults. The Journal of the American Board of Family Medicine. 2009
Mar 1;22(2):214-8.
22. Kumar RK, Nair AC. Coil Occlusion of The Large Patent Ductus Arteriosus. Images
in Paediatric Cardiology. 2008 Mar 1;10(1):8.
23. Sastroasmoro S, Madiyono B. Penyakit Jantung Bawaan. In: Sastroasmoro S,
Madiyono B editors. Kardiologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia;
1994.p:165-233.
24. Sondheimer HM, et al. Cardiovascular Diseases. In : Hay WW, Levin MJ,
Sondheimer JM, Deterding RR, editors. Lange: Current Pediatric Diagnosis and

Treatment in Pediatrics 19th Edition. USA: The McGraw-Hill Companies;


2009.p:535-8.
25. Gomella TL, et al. Lange Clinical Manual Neonatology: Management Procedures On-

Call Problems, Diseases, and Drugs 5th Edition. USA: The McGraw-Hill Companies;
2004.p.361-3.
26. Bernstein D. Patent Ductus Arteriosus. In: Kliegman RM, et al, editors. Nelson

Textbook of Pediatrics Volume 1 20th Edition. Philadelphia: Elsevier; 2016.p:2198.


27. Baruteau AE, Hascoë t S, Baruteau J, Boudjemline Y, Lambert V, Angel CY, Belli E,
Petit J, Pass R. Transcatheter Closure of Patent Ductus Arteriosus: Past, Present and
Future. Archives of Cardiovascular Diseases. 2014 Feb 28; 107 (2): 122-32.
28. Rudolph A. Congenital Diseases of The Heart: Clinical Physiological Consideration.
Chichester: Wiley-Blackwell; 2009.p:128.

20

Anda mungkin juga menyukai