Anda di halaman 1dari 13

D.

Seksio sesarea

1. Definisi
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut, Seksio sesarea
juga dapat didefinisikan sebagai suatu histerotomia untuk melirkan janin
dari dalam rahim (dr. Amrusofiyan,SE.OG(K).Onk.MWALS, 2011).
a. Seksio sesarea primer (efektif)
Sejak semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara
seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya panggul
sempit (CV < 8cm).
b. Seksio sesarea sekunder
Kita mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan). Jika tidak
ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal,baru dilakukan
seksio sesarea.
c. Seksio sesarea ulang
Ibu pada kehamilan yang lalu menjalani seksio sesarea dan kehamilan
selanjutnya juga dilakukan seksio sesarea ulang.
d. Seksio sesarea histerektomi
Suatu operasi yang meliputi kelahiran janin dengan seksio sesarea
yang secara langsung diikuti histerektomi karena suatu indikasi
e. Operasi porro
Suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya
janin sudah mati), dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada
keadaan infeksi rahim yang berat (dr.
Amrusofiyan,SE.OG(K).Onk.MWALS, 2011).

2. Indikasi
a. Plasenta prefia sentralis dan lateralis (posterior).
b. Panggul sempit
Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vyas
naturalis ialah CV = 8cm. Panggul dengan CV (conjugata vera) < 8cm

151
152

dapat dipastikan tidak dapat melahirkan janin secara normal, harus


diselesaikan seksio sesarea. Conjugata vera antara 8 dan 10 cm boleh
dilakukan partus percobaan baru setelah gagal dilakukan seksio sesarea
sekunder.
c. Disproporsi sepalopelvik
Yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan ukuran panggul.
d. Ruptura uteri mengancam.
e. Partus lama (prolonged labor)
f. Partus tak maju
g. Distosia pelviks
h. Pre eklamsi dan hipertensi
i. Malpresentasi janin
1) Letak lintang
Greenhill dan eastman sependapat bahwa
a) jika panggul terlalu sempit, seksio sesarea adalah cara terbaik
dalam semua kasus letak lintang dengan janin hidup dan ukuran
normal.
b) Semua primigravida dengan janin letak lintang harus ditolong
dengan seksio sesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul
sempit.
c) Multipara dengan janin letak lintang dapat lebih dulu dicoba
ditolong dengan cara – cara lain.
2) Letak bokong
Seksio sesarea dianjurkan pada letak bokong pada kasus
a) Panggul sempit
b) Primigravida
c) Janin besar dan berharga.
3) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) jika reposisi dan cara –
cara lain tidak berhasil.
4) Presentasi rangkap jika reposisi tidak berhasil.
5) Gemeli menurut eastman, seksio sesarea dianjurkan
153

a) Jika janin pertama letak lintang atau presentasi bahu.


b) Jika terjadi interlop (loccking of the twins)
c) Pada kasus distosia pada tumor
d) Pada gawat janin dan sebagainya.

3. Jenis – jenis operasi seksio sesarea


a. Abdomen (seksio sesarea dominalis)
Seksio sesaria transteritonealis :
1) Seksio sesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada
korpus uteri.
2) Seksio sesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi
pada sekmen bawah rahim.
3) Seksio sesarea ekstra peritonealis yaitu seksio sesarea tanpa
membuka peritonium parietalis dengan demikian tidak membuka
kavum abdominis.
b. Vaniga (seksio sesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, seksio sesarea dapat dilakukan
secara berikut :
1) Sayatan memanjang (longetudinal) menurut kloning.
2) Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr.
3) Sayatan huruf T (T-incicion)
c. Seksio sesarea klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
1) Pengeluaran janin lebih cepat
2) Tidak mengakibatkan komplikasi tertariknya kandung kemih
3) Sayatan dapat diperpanjang ke proksimal atau distal.

Kekurangan :
154

1) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada


reperitonialisasi yang baik.
2) Pada persalinan berikutnya, lebih mudah terjadi ruptur uteri kontan.

Saat ini, teknik tersebut sudah jarang digunakan karena banyak


kekurangannya. Namun pada kasus-kasus tertentu, seperti pada kasus
berulang, yang memiliki banyak perlengketan organ, seksio sesarea
klasik ini dapat dipertimbangkan.

d. Seksio sesarea ismika (profunda)


Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada sekmen
bawah rahim (low servikal transfersal) kira-kira sepanjang 10cm.
Kelebihan :
1) Penjahitan luka lebih mudah.
2) Penutupan luka dengan peritonealisasi yang baik.
3) Tumpang tindih peritoneal flap sangan baik untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritonium.
4) Pendarahan kurang
5) Dibandinkan dengan cara klasik, kemungkinan ruptur uteri spontan
lebih kecil.

Kekurangan :

1) Luka dapat melebar kekiri, kekanan dan kebawah sehingga dapat


menyebabkan putusnya uterinya yang mengakibatkan perdarahan
yang jumlahnya banyak
2) Tingginya keluhan pada kandung kemih setelah pembedahan.
4. Komplikasi
a. Infeksi puerperal (nifas)
1) Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
2) Sedang, dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi
dan perut sedikit kembung.
3) Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Infeksi berat
sering dijumpai pada partus terlantar sebelum timbul infeksi nifas,
155

telah terjadi infeksi intrapartum karena ketuban telah pecah terlalu


lama.
Penanganannya adalah dengan diberikan cairan, elektrolit dan
antibiotik yang adekuat dan tepat
b. Perdarahan karena
1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
2) Atonia uteri
3) Perdarahan pada placental bad
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reteritonialisasi terlalu tinggi
d. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang

5. Prognosis
Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi.
Pada masa sekarang karena kemajuan yang pesat dalam teknik operasi,
anastesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi, dan antibiotik angka ini
sangat menurun.
Angka kematian ibu pada rumah sakit yang memiliki fasilitas
operasi yang baik dan tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per
1000.
Nasib janin yang ditolong secara seksio sesarea sangat bergantung
pada keadaan janin sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari negara –
negara denganpenggawasan antenatasl yang baik dan fasilitas neonatal
yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4-7%.

6. Nasehat pasca operasi


a. Dianjurkan jangan hamil selama kurang lebih 1 tahun, dengan
memakai kontrasepsi.
b. Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan periksaan antenatal
yang baik.
c. Dianjurkan untuk bersalin dirumah sakit yang besar.
156

d. Apakah kelahiran selanjutnya harus ditolong dengan seksio sesarea


bergantung pada indikasi seksio seksarea dan keadaan pada kehamilan
berikutnya.
e. Hampir di semua institute indonesia tidak dianut diktum “once a
cesarean always a cesarean”.
f. Yang dianut adalah “once a cesarean not always a cesarean,” kecuali
pada panggul sempit atau disproporsi sepalopelvik.

A. Persalinan lama
1. Definisi
Persalinan lama disebut juga “distosia”. Didefinisikan sebagai persalinan
yang abnormal/sulit. Sebab-sebabnya dapat dibagi 3 golongan berikut ini.
a. Kelainan tenaga (kelainan his)
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya
menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada
setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami
hambatan atau kemacetan.
b. Kelainan janin
Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena
kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin.
c. Kelainan jalan lahir
Kelainan dalam bentuk ukuran atau bentuk jalan lahir bisa
menghalangi kemajuan persalinan atau kemacetan.

2. Jenis jenis kelainan his


a. Inersia uteri
Disini bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih
kuat dan lebih dahulu daripada bagian bagian lain, peranan fundus
tetap menonjol. Kelainannya terletak dalam hal kontraksi uterus lebih
aman, singkat, dan jarang daripada biasa. Selama ketuban masih utuh
157

umumnya tidak berbahaya, baik dari ibu maupun janin, kecuali


persalinanberlansung terlalu lama, dalam hal terakhir ini morbiditas
ibu dan mortalitas janin baik. Keadaan ini dinamakan inersia uteri
primer atau hipotonic uterine contraction. Kalau timbul seelah
berlangsung his kuat untuk waktu yang lama hal itu dinamakan inersia
uteri sekunder.
b. His terlampau kuat
His terlampau kuat atau disebut juga hypertonic uterine
contraction. Walaupun pada golongan coordinated hypertonic uterine
contraction bkan merupakan penyebab distosia. Namun, hal ini
dibicarakan juga disini dalam subbab kelainan his. His yang terlalu
kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu
yang sangat singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam
dinamakan partus presipitatus yang ditandai oleh sifat his yang
normal, tonus otot diluar his juga biasa, kelainannya terletak pada
kekuatan his. Bahaya partus presipitatus bagi ibu ialah terjadinya
perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya vagina dan perineum. Bayi
bia mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut
mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.
c. Incoordinate uterine actiont
Disini sifat his berubah. Tonus otot uterus meningkat, juga diluar
his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada
sinkronisasi kontraksi bagian bagiannya. Tidak adanya kordinasi
antara kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah menyebabkan his
tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Disamping itu, tonus
otot uterus yang menaik meyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan
lama bagi ibu dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His jenis
ini juga disebut sebagai incoordinated hypetonic uterine
contraction.kadang kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang
sudah lama pecah,kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler
setempat, sehinga terjadi penyempitan kavum uteri pada tempat itu.
158

Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran kontruksi.secara


teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana, tetapi biasanya
ditemukan pada batas antara bagian atas dengan segmen bawah
uterus.
3. Etiologi
Kalainan his terutama ditemukan pada primi gravida, khususnya
primi gravida tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang
bersifat inersia uteri. Faktor herediter mungkin memegang kelainan pula
dalam kelainan his. Sampai seberapa jauh faktor emosi (ketakutan dan
lain-lain) mempengaruhi kelainan his, khususnya inersia uteri, ialah
apabila bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen
bawah uterus sepertin pada kelainan letak janin atau pada disproporsi
sevalopevik. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda
atau hidramnion juga dapat merupakan penyebab inersia uteri yang
murni. akhirnya, gangguan dalam pembentukan uterus pada masa
embrional, misalnya uterus bikornis unikolis, dapat pula mengakibatkan
kelainan his. Akan tetapi, pada sebagian besar kasus kurang lebih
sepauhnya penyebab inersia uteri tidak diketahui.
4. Penanganan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan ibu yang
bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur setiap
4 jam bahkan pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabila ada
gejala preeklamsia. Denyut jantung janin dicatat setiap setengah jam
dalam kala 1 dan lebih sering dalam kala II. Kemungkinan dehidrasi dan
asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya. Karena ada persalinan
lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindakan pembedahan
dengan narkosis, hendaknya ibu jangan diberi makan melainkan dalam
bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infus larutan glukosa 5% dan larutan
NaCl isotonik secara intravena berganti-ganti. Untuk mengurangi rasa
nyeri dapat diberikan petidin 50mg yang dapat diulangi; pada permulaan
kala 1 diberikan 10mg morfin. Pemeriksaan dalam perlu dilakukan, tetapi
159

harus selalu disadari bahwa setiap pemeriksaan dalam mengandung


bahaya bahaya infeksi. Apabila persalinan berlangsung 24 jam tanpa
kemajuan yang berarti perlu diadakan penilaian yang seksama tentang
keadaan. Selain penilaian keadaan umum perlu ditetapkan apakah
persalinan benar-benar sudah mulai atau masih dalam tingkat false labour,
apakah ada inesia uteri atau incoordinate uterine action; dan apakah tidak
ada disproporsi sevalopelvik biarpun ringan. Untuk menetapkan hal yang
terakhir ini, jika perlu dilakukan pelvimetri roentgenologic atau magnetic
resonance imaging (MRI). Apabila servik sudah terbuka untuk sedikit-
sedikitnya 3 cm, dapat diambil kesimpulan bahwa persalinan sudah
dimulai.
5. Kelainan kala 1
a. Fase laten memanjang
Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten berkepanjangan
apabila fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada ibu
multipara. Kedua patokan ini adalah persentil ke-95. Dengan
demikian, lama fase laten sebesar 20 jam nulipara dan 14 jam pada ibu
multipara mncerminkan nilai maksimum secara statistik
Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah
anestesia regional atau sedasi ya ng berlebihan, keadaan servik yang
buruk (misal tebal, tidak mengalami perdarahan atau tidak membuka),
dan persalinan palsu.
b. Fase aktif memanjang
Memahami analisis friedman tentang fase aktif bahwa kecepatan
penurunan janin diperhitungkan selain kecepatan pembukaan serviks,
dan keduanya berlangsung bersamaan. Penurunan dimulai pada tahap
akhir dilatasi aktif, dimulai pada sekitar 7-8 cm pada nulipara dan
paling cepat setelah 8 cm. friedman membagi bagi masalah fase aktif
menjadi gangguan protaction (berkepanjangan/berlarut-larut) dan
arrest (macet, tak maju).
c. Penurunan kepala janin pada persalinan aktif
160

Penurunan diameter biparietal janin sampai setinggi spina iskhiadika


panggul ibu (station 0). Disebut dengan engagement. Friedman dan
shchtleben melaporkan keterkaitan yang bermakna antara station
(penurunan) yang tinggi saat awitan persalinan dengan distosia pada
tahap selanjutnya. Mereka melaporkan terjadinya partus lama dan
partus macet pada ibu dengan station kepala janin diatas +1cm dan
bahwa semakin tinggi station saat persalinan dimulai pada nulipara
semakin lama persalinan brlangsung.

6. Kelainan kala II
a. Kala 2 memanjang
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir
dengan keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk
nulipara dan 20 menit untuk multipara, tetapi angka ini juga sangat
bervariasi. Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan
perineumnya sudah melebar, dua atau tiga kali usaha mengejan
setelah pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan
janin. Pada seorang ibu dengan panggul sempit atau janin besar, atau
dengan kelainan gaya ekspulsif akibat anestesia regional atau sedasi
yang berat, maka kala 2 dapat sangat memanjang.
b. Penyebab kurang adekuatnya gaya ekspulsif
Kekuatan gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot abdomen dapat
terganggu secara bermakna sehingga bayi tidak dapat lahir secara
spontan melalui vagina. Sedasi berat atau anestes regional – epidural
lumbal, kaudal, atau intratekal – kemungkinan besar mengurangi
dorongan reflek untuk mengejan, dan pada saat yang sama mungkin
mengurangi kemampuan pasien mengontraksikan otot-otot abdomen
pada beberapa kasus, keinginan alami untuk mengejan dikalahkan
olehn menghebatnya nyeri yang timbul akibat mengejan.
7. Dampak persalinan lama pada ibu – janin
a. Infeksi intrapartum
161

Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janin
pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri
didalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi
desiduaserta pembuluh darah korion sehingga terjadi bakteremia dan
sepsis pada ibu dan janin. Pnemonia pada janin, akibat aspirasi cairan
amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya.
Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri
vagian ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama
persalinan, terutama apabila dicurigai terjadinya persalinan lama.
b. Ruptura uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius
selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada
mereka dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara
kepala janin dan panggul sedemikian besar sehingga kepala tidak
cakap (engaged) dan tidak terjadi penurunan, semen bawah uterus
menjadi sangat teregang kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada
kasus ini, mungkin terbentuk cincin retraksi patologis yang dapat
diraba sebagai sebuah krista transversal atau oblik yang berjalan
melintang diuterus antara simfisis dan umbilikus. Apabila dijumpai
keadaan ini, diidentifikasikan persalinan perabdominam segera,
c. Cincin retraksi patologis
Walaupun sangat jarang, dapat timbul kontraksi atau cincin lokal
uterus pada persalinan yang berkepanjangan. Tipe yang paling sering
adalah cincin retraksi patologis bandl, yaitu pembentukan cincin
retraksi normal yang berlebihan, cincin ini sering timbul akibat
persalinan yang terhambat, disertai peregangan dan penipisan
berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini cincin
dapat terlihat jelas sebagai suatu indektasi abdomen dan menandakan
ancaman akan rupturnya segmen bawah uterus. Konstriksi uterus lokal
jarang dijumpai saat ini karena terhambatnya persalinan secara
berkepanjangan tidak lagi dibiarkan.
162

d. Pembentukan fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat kepintu atas panggl,
tetapi tidak manu untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan
lahir yang terletak diantaranya dan dinding panggul dapat mengalami
tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi
nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan
dengan munculnya fistula vesikovaginal, vesikoservikal, atau
rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada
persalinan kala 2 yang berkepanjangan.
e. Cidera otot-otot dasar panggul
Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwa cidera otot-
otot dasar panggul atau persarafan atau fasia penghubungnya
merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan
pervaginam, terutama apabila persalinannya sulit. Saat kelahiran bayi,
dasar panggul mendapat tekanan langsung dari kepala janin serta
tekanan kebawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini
meregangkan dan melebarkan dasar panggul sehingga terjadi
perubahan fungsional dan anatomik otot, saraf, dan jaringan ikat.
Terdapat semakin besar kekhawatiran bahwa efek-efek pada otot
dasar panggul selama melahirkan ini akan menyebabkan inkontinensia
urin dan alvi serta prolaps oran panggul.
8. Efek pada janin
Partus lama itu sendiri dapat merugikan apabila panggl sempit dan juga
terjadi ketuban pecah lama serta infeksi intrauterus, resiko janin dan ibu
akan muncul. Infeksi intrapartum bukan saja merupakan penyulit yang
serius pada ibu, tetapi juga merupakan penyebab penting kematian janin
dan neonatus.
a. Kaput suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput
suksedaneum yang besar dibagian terbawah kepala janin. Kaput ini
dapat berukuran cepat besar dan menyebabkan kesalahan diagnostik
163

yang serius. Kaput dapat hampir mencapai dasar panggul sementara


kepala janin belom cakap. Dokter yang kurang berpengalaman dapat
melakukan upaya secara prematur dan tidak bijak untuk melakukan
ekstraksi forsep. Biasanya kaput suksedaneum, bahkan yang besar
sekalipun, akan menghilang dalam beberapa hari.
b. Molase kepala janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak
saling bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu
proses yang disebut molase (molding, moulage). Biasanya batas
median tulang parietal yang berkontak dengan promontorium
bertumpang tindih dengan tulang disebelahnya; hal yang sama terjadi
pada tulang-tulang frontal. Namun, tulang occipital terdorong
kebawah tulang parietal. Perubahan-perubahan ini sering terjadi tanpa
menimbulkan kerugian yang nyata. Dilain pihak, apabila distorsi yang
mencolok, molase dapat menyebabkan robekan tentorium, laserasi
pembuluh darah janin, dan perdarahan intrakranial pada janin.

Anda mungkin juga menyukai