Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH TENTANG GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN

Dosen Pengampu:

Disusun Oleh:

1. Ari Ningrum Darmawati (P19201)


2. Ari Retno Rahayu (P19202)
3. Ari Umi Wahyanti (P19203)
4. Arif Ibnu Fathoni (P19204)
5. Arip Wijayanto (P19205)
6. Arum Dwi Wulan Ndari (P19206)
7. Asha Rizky Amanda (P19207)
8. Atha Fa’iq Murtadha (P19208)
9. Aul Rahmad Apriyono (P19209)
10. Azizah Restya Cahyani (P19210)
11. Bintang Restu Dewangga (P19211)
12. Clarissa Ariella Ardana (P19212)

Kelas : P19E

PRODI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN PEMBELAJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur pemakalah panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah asuhan
keperawatan pada pasien dengan gastritis. Adapun maksud dari penyusunan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas keperawatan medical bedah di
Universitas Kusuma Husada Surakarta. Disusunnya makalah ini tidak lepas dari
peran dan bantuan beberapa pihak dan sumber. Karena itu, pemakalah
mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada dosen
pembimbing yang telah membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan
makalah ini.

Kiranya amal baik serta budi luhur secara ikhlas yang telah diberikan kepada
kami dari beliau di atas yang dapat maupun belum dapat kami sebutkan,
mendapatkan imbalan yang semestinya dari Allah SWT.

Pemakalah menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. Pemakalah berharap semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi pemakalah khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.

Pemakalah

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi

Gangguan sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan


mortalitas. Infeksi saluran pernafasan jauh lebih sering terjadi dibandingkan
dengan infeksi sistem organ tubuh lain dan berkisar dari flu biasa dengan gejala
serta gangguan yang relative ringan sampai pneumonia berat. Pada tahun 1999,
sekitar 158.900 orang meninggal dunia karena kanker paru. Sejak pertengahan
tahun 1950, kanker paru menduduki peringkat pertama dari urutan kematian
akibat kanker pada pria, dan pada tahun 1987 kanker paru menggantikan kanker
payudara sebagai penyebab kematian akibat kanker yang paling sering pada
perempuan. Angka insiden kanker paru terus mencuat ketingkat membahayakan
dan prevalensi saat ini kira – kira 25 kali lebih tinggi daripada 50 tahun yang
lalu.Insiden penyakit pernafasan kronik, terutama emfisema paru kronik dan
bronchitis semakin meningkat dan sekarang merupakan penyebab utama cacat
kronik dan kematian (Sylvia A. Price dan Lorraine M: 2002
.
Berdasarkan data statistik pemerintah setiap kabupaten dan kecamatan
terdapat satu Rumah Sakit dan untuk cakupan daerah yang lebih kecil hanya
diwakili dengan Puskesmas Pembantu. Penyakit pernafasan sangat berpengaruh
terhadap masyarakat secara keseluruhan (dalam hal fisik, social maupun
ekonomi), sehingga pencegahan, diagnosis, dan pengobatan gangguan pernafasan
mempunyai makna
yang penting sekali
.
Seiring perkembangan teknologi yang sangat pesat, pada bidang kedokteran
saat ini juga telah memanfaatkan teknologi untuk membantu peningkatan
pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat luas. Pekerjaan yang sangat sibuk
dari seorang dokter mengakibatkan bidang sistem pakar mulai dimanfteatkan
untuk membantu seorang pakar atau ahli dalam mendiagnosa berbagai macam
penyakit, seperti jantung, ginjal, stroke, kanker, gigi, kulit hingga sistem
pernafasan.
Sistem pakar merupakan sistem berbasis komputer yang menggunakan
pengetahuan, fakta, dan teknik penalaran dalam memecahkan masalah yang
biasanya hanya dapat dipecahkan oleh seorang pakar dalam bidang tersebut. Atau
bisa dikatakan bahwa orang awam pun bias memiliki keahlian seperti seorang
pakar dengan bantuan perangkat lunak sistem pakar

2. Etiologi
Gangguan pernafasan adalah kondisi yang berpotensi mengancam jiwa dimana
paru-paru tidak dapat menyediakan cukup oksigen ke tubuh seseorang.

Ada dua tipe utama gangguan pernafasan pernafasan:

Gangguan pernafasan yang mempengaruhi bayi baru lahir

Gangguan pernafasan akut yang dapat mempengaruhi orang tanpa memandang


usia

Sementara gangguan pernafasan neonatal (RDS) kadang-kadang dapat menjadi


akibat masalah genetik yang terkait dengan perkembangan paru-paru, paling
sering terjadi kelahiran prematur, terutama bayi yang lahir sekitar enam minggu
sebelum tanggal jatuh tempo atau lebih awal.

Penyebab RDS adalah kurangnya cairan di paru-paru bayi yang disebut surfaktan,
yang biasanya membantu menjaga kantung udara paru-paru tetap terbuka. Bila
tidak ada cukup, kantung ini roboh dengan setiap napas yang diambil bayi; Sel-sel
yang rusak terkumpul di saluran napas, sehingga lebih sulit bernafas. Sementara
itu, kurang oksigen diambil dan lebih banyak karbon dioksida terbentuk di dalam
darah.

Gangguan pernafasan neonatal RDS terjadi pada lebih dari setengah bayi yang
lahir antara usia kehamilan 28 minggu, namun kurang dari sepertiga dari mereka
yang lahir antara 32 dan 36 minggu. Semakin dini bayi, semakin besar risikonya
mengembangkan RDS dan semakin parah kondisinya.

Gangguan pernafasan yang mempengaruhi bayi adalah penyebab utama kematian


pada bayi, terhitung 20% kematian pada bayi baru lahir.
Semakin dini bayi itu, semakin besar kemungkinan ia akan mengalami sindrom
gangguan pernafasan. Ini dua kali lebih umum terjadi pada anak laki-laki sebagai
anak perempuan dan kemungkinannya akan terjadi:

Setelah operasi caesar (c-section)

Jika ada kekurangan oksigen sebelum lahir

Jika ibu menderita diabetes

3. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinik Gangguan Sistem Pernapasan

1. Gejala Umum
Manifestasi sistemik akibat kelainan system pernapasan disebut gejala umum.
Dalam ilmu kedokteran dikenal istilah constitutional, yaitu suatu ungkapan yang
mengarah kepada keadaan fisik secara umum seperti temperature tubuh, kebugaran, berat
badan, rasa sakit. Dalam keadaan sakit, constitutional akan terpengaruh, tidak terkecuali
sakit yang disebabkan oleh penyakit system pernapasan. Gejala constitutional yang
disebut sebagai coexisting symptoms dapat berupa demam, tidak nafsu maka, dan
turunnya berat badan. Penyakit infeksi system pernapasan selalu menimbulkan
demam;upaya bernapas aktif (labour breathing) menyebabkan kelelahan; penyakit
tuberculosis dan kanker paru selalu menyebabkan hilangnya nafsu makan dan penurunan
berat badan (weight loss). Involuntary weight loss adalah turunnya berat badan sebnyak
5% dari berat badan awal dalam waktu selam enam bulan.

2. Gejala Respiratorik
Terdapat enam gejala respiratorik yang sering timbul, yaitu batuk, berdahak,
hemoptysis, sesak napas (breathlessness), napas berbunyi atau mengi dan nyeri pleuritik.

a. Batuk

Batuk merupakan mekanisme reflex yang sangat penting untuk menjaga jalan
napas tetap terbuka (paten) dengan cara menyingkirkan hasil sekresi lendir yang
menumpuk pada jalan napas. Tidak hanya lendir yang akan disingkirkan oleh reflex batuk
tetapi juga gumpalan darah dan benda asing.
Daerah pada jalan napas yang peka terhadap rangsangan batuk adalah laring,
karina, trakea, dan bronkus utama. Selain pada jalan napas, daerah yang juga dapat
merangsang reflex batuk adalah pleura, membrane timpani dan terkadang iritasi pada
jalan visera juga menimbulkan reflex batuk.
Mekanisme batuk memerlukan adanya penutupan glottis dan peningkatan
tekanan intratoraks (sebagai endapan eksplosif). Penyebab batuk dapat dilihat pada table
dibawah ini .

Penyebab Batuk pada Umumnya


Batuk akut Batuk kronis
Trakeitis, virus ataupun bakterial Bronchitis kronik
Bronchitis, virus ataupun bakterial Asma
Bronkiolitis, virus ataupun bacterial Karsinoma
Pneumonia, virus ataupun bacterial Tuberculosis paru
Asma Penyakit interstitium
Edema paru Bronkiektasis
Emboli paru Benda asing
Batuk rejan (whooping cough) Tumor jinak
Benda asing permulaan batuk kronik Batuk rejan (whooping cough)
Lesi mediastinum
*batuk biasa* oleh karena asap rokok

b. Berdahak

Dalam keadaan normal,system pernapasan pada orang dewasa memproduksi


lebih kurang 100 ml lendir per hari yang biasanya tertelan. Jika produksi lendir
berlebihan pengeluarannya menjadi tidak efektif sehingga lendir yang tertumpuk berupa
dahak atau sputum. Ekspektorasi diartikan sebagai pengeluaran dahak atau sputum yang
meningkat jumlahnya. Produksi dahak dapat meningkat karena adanya rangsangan pada
membrane mukosa secara fisik, kimiawi maupun karena infeksi. Pada infeksi, dahak
dapat bercampur dengan pus serta produk inflamasi lain. Konsistensi dahak dapat
digolongkan menjadi encer (watery), kental sampai lengket. Penampakan dahak dapat
memprmudah diagnosis.

c. Hemoptysis

Kata hemoptysis berasal dari kata hemo yang berarti darah dan ptisis yang berarti
meludah. Hemoptysis sering merupakan petunjuk tentang adanya penyakit yang serius.
Gejala yang menyertai hemoptysis : nyeri dada, dyspnea, demam, mual, muntah, takipnea
dan batuk. Penyebab hemoptysis dapat dilihat pada table berikut.

Penyebab Hemoptisis
Penyebab paling sering Penyebab yang jarang Penyebab lain-lain
Tuberculosis Abses Gagal jantung kiri
Kanker paru Aspergiloma Stenosis mitralis
Bronkiektasis Fibrosis apical Diskrasia darah
Pneumonia Benda asing
Trakeobronkitis akut Tumor jinak
Infark paru

d. Sesak napas

Dyspnea sering disebut sebagai sesak napas, napas pendek, breathlessness, atau
shortness of breath. Dyspnea adalah gejala subjektif berupa keinginan penderita untuk
meningkatkan upaya mendapatkan udara pernapasan. Keluhan dispneu tidak selalu
disebabkan oleh penyakit, sering pula terjadi pada keadaan sehat tertapi terdapat stress
psikologis. Seperti halnya rasa nyeri, dyspnea sebagai gejala yang sifatnya subjektif,
tingkat keparahannya dipengaruhi pleh respon penderita, kepekaan, serta kondisi emosi.
Meskipun subjektif, dyspnea dapat ditentukan dengan melihat adanya upaya bernapas
aktif dan upaya menghirup udara lebih banyak. Penyebab dyspnea secara umum :
- System kardiovaskular: gagal jantung
- System pernapasan: penyakit paru obstruktif kronik, penyakit parenkim paru,
hipertensi pulmonal, kifoskoliosis berat, factor mekanik diluar paru (asites, obesitas, efusi
pleura)
- Psikologis (kecemasan)
- Hematologi (anemia kronik)

Penyebab dyspnea akut : gagal jantung kiri, bronkopasme, emboli


paru, kecemasan.

e. Mengi atau Wheeze

Mengi adalah napas yang berbunyi seperti bunyi suling yang menunjukan adanya
penyempitan saluran napas, baik secara fisiologik (oleh karena dahak) maupun secara
anatomic (oleh karena konstriksi). Wheezing dapat terjadi secara difus di seluruh dada
seperti pada asma atau secara local seperti pada penyumbatan oleh lender dan benda
asing. Wheezing juga dapat timbul saat melakukan kegiatan agak berat (exercise
induced). Jika wheezing didahului oleh batuk di malam hari saat tidur, mungkin
disebabkan oleh aspirasi refluks esophagus. wheezing juga dapat disebabkan oleh central
venous pooling akibat adanya gagal jantung.

f. Nyeri pleuritik

Nyeri peluratik adalah salah satu dari dua jenis nyeri dada; nyeri dada yang lain
adalah nyeri sentral. Nyeri pleuritik dapat ditentukan lokasinya dengan mudah, rasa nyeri
ini intensitasnya bertambah jika batuk atau bernapas dalam. Nyeri pleuritik berkaitan
dengan penyakit yang menimbulkan inflamasi pada pleura parietal, seperti infeksi
(pneumonia, empyema,tuberculosis), trauma (pneummotoraks, hemotoraks, patah tulang
iga), tumor (kanker limfoma, mesothelioma). Parenkim paru tidak sensitive terhadap
rangsang sakit, baik rangsangan pleura parietalis yang sensitive terhadap rangsang sakit,
baik rangsangan langsung maupun tidak langsung. Iritasi nervus interkostalis (herpes
zoster, spinal nerve root disease) juga dapat juga menimbulkan nyeri dinding dadayang
terlokalisasi. Kostokindris sendi kostosternal ke-2 sampai 4 (sindroma tietze) sering
menyerupai nyeri miokardial iskemik. Iritasi pada diafragma perifer akan dihantarkan ke
dinding dada terdekat, sedangkan rasa nyeri yang berasal dari diafragma sentral
dihantarkan melalui nervus frenikus, dan dapat dirasakan di daerah trapezius ispilalateral
pada basis leher dan bahu.

4. Patofisiologi dan Pathaway

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak


dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu
dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra
vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”


disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel
jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang
berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah,
sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan
hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan
berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah
maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung. ( Suyono,
Slamet. 1996 ).

5. Komplikasi
Infeksi saluran pernapasan adalah infeksi yang bisa menyerang setiap bagian
saluran pernapasan. Infeksi saluran pernapasan bisa disebabkan oleh bakteri atau
virus. Walaupun bisa dialami oleh setiap orang dari golongan usia mana pun,
kondisi ini rentan diderita oleh anak-anak.

Ada dua jenis infeksi saluran pernapasan berdasarkan letaknya, yaitu infeksi
saluran pernapasan atas atau upper respiratory tract infections (URI/URTI) dan
infeksi saluran pernapasan bawah atau lower respiratory tract infections
(LRI/LRTI).

Respiratory Infection - alodokter

Infeksi yang terjadi pada rongga hidung, sinus, dan tenggorokan, merupakan
bagian dari infeksi saluran napas atas. Sedangkan, infeksi pada bronkus,
bronkiolus, dan paru-paru, digolongkan menjadi infeksi saluran napas bawah.

Selain itu, infeksi saluran pernapasan juga bisa terjadi secara tiba-tiba atau akut,
Kondisi ini sebut dengan ISPA atau infeksi saluran pernapasan akut. Kondisi ini
dapat terjadi di saluran napas atas atau pun bawah.

Penyebab Infeksi Saluran Pernapasan

Infeksi saluran pernapasan disebabkan kuman patogen, seperti bakteri, virus,


jamur, atau parasit. Penularan kuman patogen ini bisa terjadi saat seseorang
menghirup percikan cairan dari saluran napas, salah satunya droplet dari penderita
infeksi saluran napas. Percikan cairan ini bisa keluar saat seseorang batuk atau
bersin.

Selain itu, penularan ini juga bisa terjadi saat seseorang menyentuh benda-benda
yang sudah terpapar virus atau bakteri penyebab infeksi saluran pernapasan dan
kemudian tanpa sengaja memegang hidung tanpa mencuci tangan sebelumnya.

Infeksi saluran pernapasan disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, atau parasit. Jika
diuraikan lebih lanjut, berikut kuman patogen yang paling sering hj

Infeksi virus, seperti rhinovirus, virus Corona, virus parainfluenza, adenovirus,


respiratory syncytial virus (RSV), virus influenza, Epstein-Barr Virus (EBV),
cytomegalovirus, virus herpes simplex, hantavirus, atau paramyxovirus

Infeksi bakteri, seperti Streptococcus grup A, Corynebacteroum diphteriae,


Neiseria gonorrhoeae, Mycoplasma pneumoniae, Streptococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, E.coli, Pseudomonas aeruginosa,
Chlamydia, Mycobacterium tuberculosis, atau bakteri anaerob lain

Infeksi jamur, seperti Candida, Histoplasma, atau Aspergillus

Infeksi parasit, seperti Pneumocytis carinii

Jika dibagi menurut letak infeksinya, beberapa penyakit yang bisa terjadi saat
seseorang mengalami infeksi saluran pernapasan, yaitu:

Infeksi saluran pernapasan atas, meliputi common cold, sinusitis, rhinitis,


tonsillitis, radang tenggorokan, laringitis.

Infeksi saluran pernapasan bawah, meliputi bronkitis, bronkiolitis, pneumonia,


aspergilosis, atau tuberkulosis (TBC).

Selain itu, seseorang juga bisa mengalami infeksi saluran pernapasan yang telah
disebutkan di atas dalam waktu tiba-tiba (ISPA). ISPA paling sering disebabkan
oleh infeksi virus atau bakteri. ISPA mudah menular terutama lewat percikan air
liur atau droplet. Contoh ISPA yang disebabkan oleh infeksi virus yang bisa
menyerang saluran napas atas atau bawah adalah flu, SARS, dan COVID-19.

Faktor risiko infeksi saluran pernapasan

Selain karena bakteri atau virus, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan
risiko seseorang menderita infeksi saluran pernapasan, yaitu:

Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah

Memiliki riwayat penyakit jantung dan masalah paru-paru

Memiliki kebiasaan merokok

Kurang menjaga kebersihan, seperti tidak rutin mencuci tangan sebelum makan
atau setelah memegang benda

Berada di tempat ramai, seperti di rumah sakit, sekolah, atau pusat perbelanjaan

Melakukan perjalanan ke daerah yang sedang banyak kasus infeksi saluran


pernapasan

Gejala Infeksi Saluran Pernapasan

Infeksi saluran pernapasan bisa menimbulkan gejala yang beragam. Munculnya


keluhan dan gejala biasanya bergantung pada kuman penyebab infeksi, letak
infeksi, kondisi sistem imun (kekebalan tubuh), usia, dan kondisi kesehatan
penderita.

Namun, saat seseorang mengalami infeksi saluran pernapasan akan muncul


keluhan dan gejala berupa:

Batuk

Bersin-bersin

Hidung tersumbat

Pilek

Sakit tenggorokan
Sakit kepala

Tidak enak badan

Nyeri otot

Kedinginan

Demam

Beberapa gejala lain yang bisa dialami oleh penderita infeksi saluran napas
adalah:

Sesak napas

Sulit bernapas

Mengi atau bengek

Keringat di malam hari

Turunnya kemampuan indera penciumanan

Mata gatal dan berair

Selain itu, jika infeksi saluran pernapasan terjadi pada anak-anak dan bayi, gejala
lain yang mungkin timbul adalah sulit makan, rewel, dan gangguan tidur. Gejala-
gejala bisa berlangsung selama 3–14 hari.

Kapan harus ke dokter

Lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda mengalami gejala-gejala infeksi


saluran pernapasan yang disebutkan di atas, terutama jika keluhan semakin parah
atau mengganggu aktivitas.

Segera ke dokter jika gejala berlangsung lebih dari 14 hari yang disertai oleh
demam dengan suhu 39oC atau lebih dan mengigil, serta kesulitan bernapas.

Jika Anda sudah didiagnosis mengalami infeksi saluran pernapasan, lakukan


kontrol ke dokter secara rutin sesuai jadwal. Selain untuk memantau hasil terapi,
pemeriksaan rutin ini juga bertujuan untuk menurunkan risiko terjadinya
komplikasi.

Diagnosis Infeksi Saluran Pernapasan

Dokter akan melakukan tanya jawab seputar keluhan dan gejala yang dialami oleh
pasien. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan menyeluruh, termasuk
pada hidung, tenggorokan, leher, dan dinding dada.

Untuk memastikan penyebab infeksi saluran napas dan untuk mengetahui tingkat
keparahan kondisi pasien, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan
penunjang, seperti:

Pemeriksaan darah, untuk melihat peningkatan jumlah sel darah putih dalam darah
yang merupakan tanda infeksi

Pemindaian dengan Rontgen dan CT scan, untuk memeriksa kondisi paru-paru


serta jalan napas

Pemeriksaan dahak atau sputum, untuk mendeteksi kuman, termasuk bakteri


penyebab infeksi saluran pernafasan, termasuk pneumonia atau TBC

Pemeriksaan pulse oximetry, untuk mendeteksi adanya gangguan pernapasan dan


memeriksa banyaknya oksigen yang masuk ke paru-paru

Pemeriksaan molekular, seperti tes PCR juga terkadang dibutuhkan untuk


mendeteksi penyakit akibat infeksi virus, seperti COVID-19.

Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan

Pengobatan infeksi saluran pernapasan akan disesuaikan dengan kondisi


penderitanya. Sebagian kasus infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh
virus terkadang tidak membutuhkan perawatan spesifik dan bisa sembuh dengan
sendirinya.

Namun, untuk membantu meredakan keluhan dan gejalanya, penderita disarankan


untuk beristirahat dengan cukup, mandi dengan air hangat, mengonsumsi
makanan atau minuman yang hangat, berkumur dengan air garam, minum air
putih dalam jumlah yang cukup, dan menghindari paparan udara dingin.

Jika penderita mengalami demam, mengonsumsi obat pereda demam, seperti


paracetamol juga bisa dilakukan.

Namun, jika gejala infeksi saluran pernapasan tidak sembuh dan bertambah parah,
segera ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Ada beberapa
pilihan pengobatan yang akan diberikan oleh dokter untuk mengatasi infeksi
saluran pernapasan, di antaranya:

Obat-obatan

Pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi gejala infeksi saluran


pernapasan. Beberapa jenis obat yang biasanya diberikan adalah:

Obat antipiretik-analgetik, seperti paracetamol dan ibuprofen, untuk meredakan


demam dan mengurangi nyeri

Obat antibiotik, salah satunya amoxicillin, jika infeksi saluran pernapasan


disebabkan oleh bakteri

Obat antihistamin, seperti diphenhydramine, untuk mengurangi pengeluaran


lendir pada hidung jika infeksi saluran pernapasan disertai alergi

Obat antitusif, untuk mengurangi batuk

Obat dekongestan, seperti pseudoefedrin atau phenylephrine, untuk meredakan


hidung tersumbat

Obat kortikosteroid, seperti dexamethason atau prednison, untuk mengurangi


peradangan pada saluran napas dan mengurangi pembengkakan

Perawatan di rumah sakit dengan pemantauan intensif bisa dilakukan oleh dokter
jika keluhan infeksi saluran pernapasan memberat atau jika ada keluhan berupa:

Sesak napas

Penurunan kesadaran
Adanya tanda-tanda syok

Gangguan napas memberat, sehingga pasien memerlukan oksigen tambahan atau


alat bantu napas lainnya

Berusia lebih dari 65 tahun

Operasi

Meski jarang dilakukan, prosedur operasi dapat dilakukan jika seseorang


menderita infeksi sinus (sinusitis) yang parah, sumbatan jalan napas, atau
terbentuknya kumpulan nanah atau abses di belakang tenggorokan (abses
peritonsil).

Komplikasi Infeksi Saluran Pernapasan

Jika tidak ditangani dengan baik, infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan
berbagai komplikasi, seperti:

Otitis media

Sepsis

Henti napas

Gagal napas

Bronkiektasis atau fibrosis paru

Gagal jantung kongestif

ARDS (acute respiratory distress syndrome)

Pencegahan Infeksi Saluran Pernapasan

Anda dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi saluran pernapasan dengan


melakukan beberapa langkah berikut:

Menghentikan kebiasaan merokok dan menghindari asap rokok

Mengonsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang

Melakukan olahraga secara teratur


Mengurangi dan mengelola stres dengan cara yang positif

Menghindari kontak langsung dengan penderita infeksi

Mencuci tangan secara rutin dengan sabun dan air mengalir atau hand sanitizer

Menutup mulut dan hidung dan menggunakan tisu setiap bersin atau batuk

Menjaga kebersihan diri dan barang-barang di sekitar

Selain cara-cara di atas, melakukan vaksinasi flu juga bisa dilakukan untuk
mencegah terjadinya flu, terutama pada anak-anak. Bagi ibu yang memiliki bayi,
dianjurkan untuk menyusui bayinya dengan ASI guna memperkuat sistem
kekebalan tubuh bayi

6. Pemeriksaan Diagnostik

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


SISTEM PERNAPASAN

   PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Dada  (toraks) merupakan bagian ideal untuk pemeriksaan radiologi.Parenkim
paru- paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap jalannya
sinar x, sehingga parenkim memberikan bayangan yang sangat memancar. Bagian
yang lebih padat udara akan sukar ditembus sinar x,sehingga bayangannya lebih
padat. Benda yang lebih padat akan memberikan kesan berwarna lebih putih dari
pada bagian yang berbentuk udara jika dilihat pada lembar hasil radiologi dada.

Klien pada umumnya sudah terbiasa dengan pemeriksaan radiologi rutin.Namun


belakangan ini, terdapat suatu peningkatan kesadaran tentang pemajanan
berlebihan terhadap radiasi. Hendaknya klien diberikan penjelasan yang lengkap
tentang tipe pemeriksaan yang akan dilakukan dan manfaatnya dalam
hubungannya dengan risiko akibat pemajanan terhadap radiasi.
Pemeriksaan radiologi memberikan informasi mengenai :
1.      Status sangkar iga, termasuk tulang rusuk, pleura, dan kontur diafragma dan
jalan napas atas.
2.      Ukuran, kontur, dan posisi mediastinum dan hilus paru, termasuk jantung,
aorta, nodus limfe, dan percabangan bronchial.
3.      Tekstur dan tingkat penyebaran udara dari parenkim paru.
4.      Ukuran, bentuk, jumlah, dan lokasi lesi pulmonal, termasuk kavitasi, area
fibrosis,dandaerahkonsolidasi.

Pemeriksaan ronsen atau radiologi dada diindikasikan untuk :


1.      Mendeteksi perubahan paru yang disebabkan oleh proses patologis, seperti
tumor, inflamasi, fraktur, akumulasi cairan atau udara.
2.      Menentukan terapi yang sesuai.
3.      Mengevaluasi kesangkilan pengobatan.
4.      Menetapkan posisi selang dan kateter.
5.      Memberikan gambaran tentang suatu proses progresif dari penyakit paru.
Pemeriksaan ronsen dada sebaiknya dilakukan di bagian radiologi.Pemeriksaan
sinar-X standar lebih dipilih dengan posisi berdiri, meskipun posisi duduk atau
berbaring dapat dilakukan. Pemajanan standar untuk pemeriksaan ini adalah
1.      Posterio-anterior (PA)-sinar-X menjalar melalui punggung ke bagian depan
tubuh
2.      Lateral-sinar-X menembus bagian samping tubuh (biasanya sebelah kiri)
Selain pemeriksaan standar mungkin diperlukan juga pemajanan spesifik untuk
melihat bagian-bagian spesifik dada. Pemajanan tersebut termasuk :
1.      Oblique-film sinar-X diarahkan miring dengan sudut spesifik
2.      Lordotis-film sinar-X dimiringkan dengan sudut 45 derajat dari bawah       
untuk melihat kedua apeks paru
3.      Dekubitus- film sinar-X diambil dengan posisi pasien berbaring miring (kiri
atau kanan) untuk memperlihatkan cairan bebas dalam dada.
Prosedur
Pemeriksaan ronsen dada dilakukan dengan posisi berdiri atau duduk tegak
menghadap film sinar-X.Hantaran gelobang sinar-X ditembuskan dari arah
posterior (posisi PA).Radiograf biasanya diambil saat inspirasi penuh, yang
menyebabkan diafragma bergerak ke arah bawah.Radiograf yang diambil saat
ekspirasi kadang dilakukan untuk mengetahui tingkat gerakan diafragma atau
untuk membantu dalam pengkajian dan diagnosa pneumotoraks.
Perawatan praprosedur
Jelaskan klien tentang pemeriksaan ini.Pemeriksaan ini tidak menimbulkan nyeri
dan pemajanan pada radiasi adalah minimal.Klien harus melepaskan semua
perhiasan dan pakaian dalamnya lalu mengenakan gaun.Kaji status kehamilan
klien (untuk klien wanita); wanita hamil seharusnya tidak boleh terpajan pada
radiasi.
Jenis gangguan-gangguan yang ada pemeriksaan radiologi:
a)   Kanker laring
b)   Pneumonia
c)   TB paru
d)  Abses paru
e)   Bronchitis kronik
f)    Enfisema paru
g)   Asma     

   PEMERIKSAAN SPUTUM
Pemeriksaan sputum bersifat mikroskopis dan penting untuk diagnosis etiologi
berbagai penyakitpernapasan. Pemeriksaan mikroskopis dapat menjelaskan
organisme penyebab penyakit  pada berbagai pneumonia
bacterial,tuberkulosa,serta berbagai infeksi jamur. Pemeriksaan etiologi eksfoliatif
pada sputum dapat membantu diagnosis karsinoma paru-paru.Waktu terbaik
pengumpulan sputum adalah setelah bangun tidur karena sekresi abnormal
bronkus cendrung berkumpul pada waktu tidur.
Pemeriksaan sputum biasanya diperlukan jika diduga adanya penyakit
paru.Membran mukosa saluran pernapasan berespons terhadap inflamasi dengan
meningkatkan keluaran sekresi yang sering mengandung organisme
penyebab.Perhatikan dan catat volume, konsistensi, warna dan bau sputum.
Pemeriksaan sputum mencakup pemeriksaan :
1.         Pewarnaan Gram, biasanya pemeriksaan ini memberikan cukup informasi
tentang                                organisme yang cukup untuk menegakan diagnosis
presumtif.
2.         Kultur sputum mengidentifikasi organisme spesifik untuk menegakkan
diagnosa defmitif. Untuk keperluan pemeriksaan ini, sputum harus dikumpulkan
sebelum dilakukan terapi antibiotik dan setelahnya untuk menentukan kemanjuran
terapi.
3.          Sensitivitas berfungsi sebagai pedoman terapi antibiotik dengan
mengidentifikasi antibiotik yang mencegah pertumbuhan organisme yang terdapat
dalam sputum. Untuk pemeriksaan ini sputum dikumpulkan sebelum pemberian
antibiotik. Pemeriksaan kulturdan sensitivitas biasanya diinstruksikan bersamaan.
4.         Basil tahan asam (BTA) menentukan adanya mikobakterium tuberkulosis,
yang setelah dilakukan pewarnaan bakteri ini tidak mengalami perubahan warna
oleh alkohol asam.
5.         Sitologi membantu dalam mengidentifikasi karsinoma paru. Sputum
mengandung runtuhan sel dari percabangan trakheobronkhial; sehingga mungkin
saja terdapat sel-sel malignan. Sel-sel malignan menunjukkan adanya karsinoma,
tidak terdapatnya sel ini bukan berarti tidak adanya tumor atau tumor yang
terdapat tidak meruntuhkan sel.
6.         Tes kuantitatif adalah pengumpulan sputum selama 24 sampai 72jam.
Pengumpulan sputum
Sebaiknya klien diinformasikan tentang pemeriksaan ini sehingga akan dapat
dikumpulkan sputum yang benar-benar sesuai untuk pemeriksaan ini. Instruksikan
pasien untuk mengumpulkan hanya sputum yang berasal dari dalam paru-paru.
(Karena sering kali jika klien tidak dijelaskan demikian, klien akan
mengumpulkan saliva dan bukan sputum). Sputum yang timbul pagi hari biasanya
adalah sputum yang paling banyak mengandung organisme produktif.Biasanya
dibutuhkan sekitar 4 ml sputum untuk suatu pemeriksaan laboratorium.
Implikasi keperawatan untuk pengumpulan sputum termasuk:
1.      Klien yang kesulitan dalam pembentukan sputum atau mereka yang sangat
banyak membentuk sputum dapat mengalami dehidrasi, perbanyak asupan cairan
klien.
2.      Kumpulkan sputum sebelum makan dan hindari kemungkinan muntah
karena batuk.
3.      Instruksikan klien untuk berkumur dengan air sebelum mengumpulkan
spesimen untuk mengurangi kontaminasi sputum.
4.      Instruksikan klien untuk mengingatkan dokter segera setelah spesimen
terkumpul sehingga spesimen tersebut dapat dikirim ke laboratorium secepatnya.

Jenis gangguan-gangguan yang ada pemeriksaan sputum:


a)      Pneumonia
b)      TB paru
c)      Abses paru
d)     Asma

      BRONKOSKOPI
Merupakan teknik yang  memungkinkan visualisasi langsung trakea dan cabang-
cabang utamanya. Cara ini paling sering digunakan untuk memastikan diagnostik,
tetapi dapat juga dilakukan untuk membuang benda asing.Setelah
bronkoskopi,pasien tidak boleh makan atau minum- minuman selama 2-3 jam
sampai timbul refleks muntah.Jika tidak, pasien mungkin akan mengalami aspirasi
ke dalam trakeobronkhial.
Pemeriksaan bronkhoskopi dilakukan dengan memasukkan bronkhoskop ke
dalam trakhea dan bronkhi.Dengan menggunakan bronkoskop yang kaku atau
lentur, laring, trakhea, dan bronkhi dapat diamati.Pemeriksaan diagnostik
bronkoskopi termasuk pengamatan cabang trakheobronkhial, terhadap
abnormalitas, biopsi jaringan, dan aspirasi sputum untuk bahan
pemeriksaan.Bronkhoskopi digunakan untuk membantu dalam mendiagnosis
kanker paru.

Bronkhoskopi mungkin dilakukan untuk tujuan diagnostik atau tujuan


terapeutik.Tujuan diagnostik mencakup pemeriksaan jaringan, evaluasi lanjut
tumor untuk memungkinkan bedah reseksi, pengumpulan spesimen jaringan untuk
keperluan diagnosa, dan evaluasi tempat perdarahan. Sementara bronkhoskopi
terapeutik dilakukan untuk tujuan mengangkat benda asing, mengangkat sekresi
yang kental dan banyak, pengobatan atelektasis pascaoperatif, dan
menghancurkan dan  mengangkat lesi.

Perawatan praprosedur
Jelaskan prosedur pada klien dan keluarga dan dapatkan izin tindakan dari klien.
Instruksikan klien untuk tidak makan dan minum 6 jam sebelum pemeriksaan.
Informasikan pada klien bahwa tenggoroknya mungkin akan sakit setelah
bronkhoskopi, dan mungkin terjadi kesulitan menelan pada awal setelah
pemeriksaan. Klien diberikan anestesi lokal dan sedasi intravena untuk menekan
refleks batuk, dan menghilangkan ansietas.Pemeriksaan membutuhkan waktu 30
sampai 45 menit.Selama prosedur klien berbaring terletang dengan kepala
hiperekstensi. Perawat memantau tanda vital,berbicara pada atau menenangkan
klien, dan membantu dokter sesuai kebutuhan.
Perawatan pascaprosedur
Setelah prosedur, tanda vital dipantau per protokol institusi.Amati klien terhadap
tanda distres pernapasan, termasuk dispnea, perubahan frekuensi pernapasan,
peng-gunaan otot aksesori pernapasan, dan perubahan bunyi napas. Tidak ada
pemberian apapun melalui mulut sampai refleks batuk dan menelan kembali pulih,
yang biasanya sekitar 1 sampai 2 jam setelah prosedur. Bila klien sudah dapat
menelan, berikan sehirup air.Bunyi napas dipantau selama 24 jam.Adanya bunyi
napas tambahan atau asimetris harus dilaporkan pada dokter.Dapat terjadi
pneumotoraks setelah bronkoskopi.
Tujuan bronkoskopi diagnostic adalah:
A.       Untuk memeriksa jaringan atau mengumpulkan sekresi
B.        Untuk menentukan lokasi dan keluasan proses patologi dan untuk
mendapatkan contoh jaringan guna menegakkan diagnosis
C.        Menentukan apakah suatu tumor dapat direkresi atau tidak melalui
tindakan bedah
D.       Untuk mendiagnosa tempat pendarahan
Jenis gangguan-gangguan yang ada pemeriksaan bronkoskopi:
a)         Kanker laring    : langsung dibawah anastesi umum yaitu metoda primer
untuk mengevaluasi laring. Pertumbuhan tumor dapat mengenai ketiga area dan
penampilannya dapat beragam.                       
b)         Pneumonia        : sputum dapat dikumpulkan melalui bronkoskopi serat
optic pada pasien yang tidak dapat mengeluarkan sputum atau mengalami
pneumonia setelah minum antibiotic atau ketika dirawat di RS.
c)         Abses paru

      ANALISA GAS DARAH


Pengukuran pH darah dan tekanan oksigen dan karbondioksida harus dilakukan
saat menangani pasien dengan masalah pernapasan dan dalam menyesuaikan
terapi oksigen yang diperlukan.Tekanan darah arteri menunjukan derajat
oksigenasi darah dan tekanan karbondioksida arteri, menunjukan keadekuatan
alveolar.

Pemeriksaan gas darah arteri membantu dalam mengkaji tingkat dimana paru-paru
mampu untuk memberikan oksigen yang adekuat dan membuang karbondioksida
serta tingkat dimana ginjal mampu untuk menyerap kembali atau mengekskresi
ion-ion bikarbonat  untuk mempertahankan pH darah yang normal.Analisa gas
darah serial juga merupakan indicator sensitive tentang apakah paru mengalami
kerusakan setelah terjadi trauma dada.Gas-gas darah arterididapatkan melalui
fungsi arteri didapatkan melalui fungsi arteri pada arteri radialis, brachialis atau
femoralis atau melalui kateter arteri indwelling.
Jenis  gangguan-gangguan yang ada pemeriksaan Analisa Gas Darah(AGD):
a)      Bronchitis krnik          =Dapat menunjukan Hipoksia dengan Hiperkapnia
b)      Enfisema  Paru            = - Mengkaji fungsi ventilasidan pertukaran gas
pulmonary
 - Menunjukan hipoksia ringan dengan hiperkapnia
c)      Asma                           = Menunjukan hipoksik selama serangan akut
d)     Embolisme paru          = Menunjukan hipoksia dan hiperkapmia

Tabel  nilai normal Gas DarahArteri.

Tes Rentang normal Interpretasi


dewasa
Po2 80-100 mmHg ·         Meningkat = menandakan
pemberian o2 yang berlebihan
·         Menurun    =
mengindikasikan penyakit CAL,
bronchitis kronis, Ca bronchus dan
paru-paru, cystic fibrosis, RDS,
anemia, ateletaksis atau penyebab
lain yang menyebabkan hipoksia.

PCO2 35-45 mmHg ·         Meningkat =


mengindikasikan kemungkinanCAL
, pneumonia, efek anastesi dan
penggunaan opioid(asidosis
respiratori)
·         Menurun = mengindikasikan
hiperventilasi atau alkalosis
respiratori
pH 7.35-7,45
·         Meningkat = menandakan
alkalosis metabolism atau
respiratori.
·         Menurun = menandakan
asidosis metabolism atau respiratori
HCO3 21-28 MLq/L
- ·         Meningkat =
mengindikasikan kemungkinan
asidosis respiratori sebagai
kompensasi awal dari alkalosis
metabolism

·         Menurun = mengindikasikan


kemungkinan alkalosis respiratori
95-100% sebagai kompensasi awal dari
SaO2 asidosis metabolism

·         Menurun = mengindikasikan


kerusakan kemampuan hemoglobin
untuk mengantarkan O2 kejaringan

Referensi :     - ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN


PERNAPASAN
   PENERBIT: SALEMBA MEDIKA
- KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH, VOL.2 EDISI 8
1. FOTO THORAX POSISI PA

 Pasien diposisikan erect menghadap bucky stand (kaset vertikal), MSL //


garis tengah kaset.
 Kedua punggung tangannya diletakkan di atas panggul dan siku ditekan ke
depan. 
 FFD 150 cm, CR horizontal, CP pada MSL setinggi CV thoracal VI 
 Eksposi pada saat pasien tahan nafas setelah inspirasi penuh, berikan aba-
aba : tarik napas … …tahan ! ………... Nafas biasa...! 
KRITERIA GAMBAR :

 Foto mencakup keseluruhan thorax, bagian atas: apeks paru-paru tidak


terpotong
 Bagian bawah: kedua sinus costophrenicus tidak terpotong 
 Diafragma mencapai iga ke- 9 belakang 
 Kedua Os scapula terlempar ke arah lateral 
 C.V. Thoracalis tampak s/d ruas keempat 
 Tampak bayangan bronchus 
 Foto simetris 
 Tampak marker R/ L

2. FOTO THORAX POSISI AP

 Pasien diposisikan setengah duduk atau supine di atas meja


pemeriksaan/brandcar.
 Kedua lengan lurus disamping tubuh.
 Kaset di belakang tubuh, MSL // grs tengah kaset
 FFD: 150 cm
 CR tegak lurus kaset, CP pada MSL setinggi CV TH VI
 Beri marker L / R
 Eksposi pada saat pasien tahan nafas setelah inspirasi penuh

KRITERIA FOTO THORAX POSISI AP :

 Tampak gambaran thorax proyeksi AP


 Batas atas apex paru
 Batas bawah sinus costophrenicus
 Dinding lateral tidak terpotong
 CV TH sampai ruas ke empat
 Diafragma mencapai iga IX belakang
 Tampak bayangan bronchus
 Marker L / R & identitas pasien
 Foto simetris

3. FOTO THORAX POSISI LATERAL

 Pasien diposisikan erect, MSP // kaset


 Kedua lengan dilipat di atas kepala
 Pasang Marker L / R sesuai dengan sisi yang dekat ke kaset
 FFD: 150 cm,
 CR : horizontal
 CP kira-kira satu inci ke depan dari MCL setinggi CV TH VI
 Eksposi pada saat pasien tahan nafas setelah inspirasi penuh

KRITERIA GAMBARAN POSISI LATERAL:

 Tampak gambaran thorax proyeksi lateral


 Bagian Anterior mencakup gambaran sternum
 Bagian Posterior mencakup Col.Vert. Thoracalis
 Batas atas apex paru
 Batas bawah sinus coctoprhenicus dan paru posterior
 Gambaran iga-iga kiri dan kanan superposisi
 Gambaran bahu tidak menutupi apex paru

Teknik Radiografi Bronchography

DEFINISI
Bronchography adalah pemeriksaan radiologi pada lower respiratory tract.

Struktur lower respiratory tract, meliputi :

 larynx (voice box), 


 trachea , 
 bronkus, 

Struktur tersebut akan nampak pada x-ray film setelah contrast dye dimasukkan
melalui catheter atau bronchoscope (narrow, flexible, lighted tube).

 Contrast dye yang diinjeksikan melalui kateter atau bronchoscope


dimasukkan melalui hidung atau mulut, turun ke tenggorokan selanjutnya ke
trakea dan bronkus
 contrast dye akan melapisi interior walls dari struktur tersebut di atas,
sehingga menampakkan anatominya. 
 Selain itu, abnormalitas seperti tumor, peradangan , cysts, dan obstructions
dapat dinilai.
 Sejalan dengan perkembangan teknologi CT-Scan dan Bronchoscopy ,
bronchography semakin jarang dilakukan. 
 Prosedur lainnya yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa kelainan pada
paru : bronchoscopy, CT scan Thorax, chest fluoroscopy, chest x-ray, chest
ultrasound, lung biopsy, lung scan, mediastinoscopy, oximetry, peak flow
measurement, positron emission tomography (PET) scan, pulmonary angiogram,
pulmonary function tests, dan thoracentesis.

ANATOMI
Respiratory system dibentuk oleh organ-organ yg berfungsi bagi pertukaran gas
dan terdiri dari :

 hidung,
 faring, 
 laring, 
 bronkus, 
 paru-paru

Upper respiratory tract terdiri dari :

 nose
 nasal cavity 
 ethmoidal air cells
 frontal sinuses
 maxillary sinus
 larynx
 Trachea

Lower respiratory tract terdiri dari

 lungs, 
 bronkus,
 alveoli.

INDIKASI PEMERIKSAAN
Bronchografi dilakukan untuk mendiagnosa adanya kelainan struktur ataupun
fungsi pd laring, faring dan atau bronchi
Kelainan tersebut meliputi:

1. bronchiectasis - irreversible enlargement sebagai hasil dari kemunduran


fungsi muscle dan jaringan elastis pd dinding bronchial. Umumnya, hal ini
diakibatkan oleh chronic inflammation yang bearasal dari berbagai penyebab
2. hemoptosis – batuk darah 
3. tracheoesophageal fistula - abnormal tract antara trachea (windpipe) dan
esophagus
4. tumors 
5. chronic pneumonia atau bronchiti

FAKTOR RESIKO
Sebagai salah satu pemeriksaan invasive, komplikasi mungkin saja terjadi.

 Komplikasi antara lain :


o infection atau pneumonia 
o airway obstruction yg diakibatkan oleh contrast dye pada pasien
dgn emphysema atau chronic bronchitis 
o bronchospasm atau laryngospasm akibat contrast dye pd pasien
asma
 Pasien yang alergi atau sensitif terhadap medikasi, MK, iodium, atau latex
hrs menginformasikan kepada dokter
 Kontraindikasi juga termasuk pregnancy, productive cought, acute
respiratory infection, dan respiratory insufficiency. 
 Batuk dan/atau sputum pada saluran nafas dapat mengganggu
penatalaksanaan bronchography.

PRE-PROSEDUR

 Informasikan prosedur pemeriksaan kepada pasien. 


 Pasien diminta menandatangani IC (Informed Consent) 
 Minta pasien utk menginformasikan apakah yg bersangkutan alergi atau
sensitif terhadap medikasi, lokal atau general anastesi, MK (media kontras),
iodium, seafood, atau latex 
 Minta pasien untuk menginformasikan apabila yg bersangkutan hamil atau
kemungkinan hamil
 Minta pasien menginformasikan segala obat-obatan atau herbal suplemen
yg sedang dikomsumsi.
 Persiapan pasien: puasa 4-6 jam sebelum pemeriksaan
 Media contras yang di gunakan adalah bahan contras yang mengandung
iodium antara lain lipiodol,votrolan, iohexol,dionosil. (digunakan yang
osmolalitasnya rendah, non-ionik)

PROSEDUR PEMERIKSAAN 

1. Pasien diminta untuk melepaskan pakaian, perhiasan atau objek lainnya


yang dapat menimbulkan artefak.
2. Pasien diminta mengganti pakaian pasien dengan baju pasien.
3. Minta pasien untuk mengosongkan vesica urinari seblum pemeriksaan
berlangsung.
4. Pasang infus pada pasien.
5. Monitor heart rate, blood pressure, respiratory rate, dan oxygen level
selama prosedur pemeriksaan
6. Posisikan pasien pada meja pemeriksaan yang dapat di tilting dari posisi
horizontal ke posisi upright. Perubahan posisi akan membantu distribusi Media
Kontras
7. Berikan sedative pada pasien
8. Semprotkan lokal anastesi pada tenggorkan pasien.
9. Siapkan suction untuk mengeringkan saliva pada mulut pasien dari waktu
ke waktu 
10. Dokter memasukkan kateter atau bronchoscope turun ke tenggorokan
menuju trakea dan bronkus. Selanjutnya MK disuntikkan perlahan-lahan.
11. Informasikan pada pasien kemungkinan adanya rasa tidak nyaman saat
kateter atau bronchoscope dimasukkan, namun saluran nafasnya didak terblock. 
12. Dokter akan mengambil beberapa radiograf dari berbagai posisi. 
13. Setelah radiograf diambil, kateter atau bronchoscope akan dilepas.

POST PROSEDUR

 Bawa pasien ke recovery room. Monitoring blood pressure, pulse, dan


breathing. Bila efek dari sedative telah hilang pasien bisa pulang atau tetap di RS.
 Intruksikan pasien untuk tidak makan atau minum selam 3-4 jam atau
hingga refleknya kembali normal. Informasikan kemungkinan rasa nyeri saat
menelan.
 Pasien dibantu memuntahkan MK dengan postural drainage ( berbaring
mendatar dengan posisi kepala lebih rendah, kemudian dokter akan menepuk-
nepuk pundak pasien 
 Intruksikan pasien untuk kembali memulai aktivitas rutin setelah 24 jam 
 Foto thorax dapat dilakukan 24-48 jam setelah prosedur untuk mengetahui
sisa-sisa MK pada saluran nafas.
 Minta pasien untuk melaporkan kalau mengalami:
o fever atau rasa panas dingin lebih dari 2-3 hari post pemeriksaan
o Kemerahan, bengkak atau perdarahan dari Intra Vena side
o Extreme hoarseness atau kesulitan nafas.

PROYEKSI PEMERIKSAAN

 Lower Lobus: tidur pada sisi paru yang akan diperiksa, dengan shoulder
sisi lainnya diangkat
 Midle Lobus : miring sebesar 45 derajat, atau sama dengan posisi lower
lobus
 Upper Lobus: kaki meja dimiringkan 15-30 derajat. Kepala diberi bantal
agar MK tidak masuk ke esofagus.
 Posisi Horizontal: lateral, oblique dan AP 
 Posisi Vertikal (erect): lateral, PA, Oblique

SEMOGA BERMANFAAT

Wednesday, December 1, 2010

Teknik Pemeriksaan CT-Scan Thorax

A. Pengertian 
Teknik pemeriksaan CT-SCAN thorax adalah teknik pemeriksaan secara radiologi
untuk mendapatkan informasi anatomis irisan crossectional atau penampang
aksial thorax. 

B. Indikasi Pemeriksaan 

 Tumor, massa 
 Aneurisma 
 Abses 
 Lesi pada hilus atau mediastinal 

C. Persiapan Pemeriksaan (Rasad, S, 2000) 

1. Persiapan Pasien 

Tidak ada persiapan khusus bagi penderita, hanya saja instruksi-instruksi yang
menyangkut posisi penderita dan prosedur pemeriksaan harus diberitahukan
dengan jelas. Penderita melepaskan aksesoris seperti kalung, bra dan mengganti
baju dengan baju khusus pasien supaya tidak menyebabkan timbulnya artefak. 
2. Persiapan alat dan bahan 

Alat dan bahan untuk pemeriksaan CT-Scan thorax diantaranya: 

 Pesawat CT-Scan 
 Tabung oksigen
 Media kontras 
 Alat-alat Suntik 
 Spuit
 Kassa dan kapas 
 Alkohol 

3. Persiapan Media Kontras 


Penggunaan media kontras dalam pemeriksaan CT-Scan diperlukan untuk
menampakkan struktur-struktur anatomi tubuh seperti pembuluh darah dan organ-
organ lainnya dapat dibedakan dengan jelas.
Teknik injeksi intravena : 

 Jenis media kontras : media kontras dengan osmolaritas rendah 


 Volume media kontras : 80 – 100 ml 
 Injeksi rata-rata (kecepatan) : 2 ml / detik 
 Waktu Scan : melakukan scanning pada saat 25 detik setelah pemasukan
awal media kontras (delay). 

D. Teknik Pemeriksaan 

1. Posisi pasien : Supine diatas meja pemeriksaan dengan posisi kepala dekat
dengan gantry. 
2. Posisi objek : 
o Mengatur pasien sehingga Mid Sagital Plane (MSP) tubuh sejajar
dengan lampu indicator longitudinal. Kedua tangan pasien di atas kepala. 
o Memfiksasi lutut dengan menggunakan body clem.
o Menjelaskan kepada pasien untuk inspirasi penuh dan tahan nafas
pada saat pemeriksaan berlangsung.
3. Scan Parameter Scan parameter pemeriksaan CT-Scan thorax adalah
seperti tercantum pada tabel dibawah ini :

 Foto sebelum dan sesudah memasukkan Media Kontras Kasus seperti


tumor dibuat foto sebelum dan sesudah pemasukan media kontras. Tujuan dibuat
foto sebelum dan sesudah media kontras adalah untuk melihat apakah ada jaringan
yang menyerap kontras banyak, sedikit atau tidak sama sekali.

Gambar yang dihasilkan dalam pemeriksaan CT-Scan Thorax dapat diwakili


beberapa kriteria : 

 Potongan axial 1
o Merupakan bagian paling superior dari thorax yang disebut apeks
paru-paru. Kriteria gambar yang tampak adalah (A) vena jugularis interna kanan,
(B) arteri karotis komunis kanan, (C) Trakhea, (D) Sternum, (E) Sternoklavikula
joint, (F) klavikula, (G) Vena jugularis interna kiri, (H) arteri subklavikula kiri, (I)
arteri karotis komunis kiri, (J) vertebra thorakal II – thorakal III, (K) arteri
subklavia kanan, (L) prosesus acromion dari scapula, dan (M) caput humerus.

 Potongan axial 3
o Kriteria yang tampak antara lain (A) vena brachiocephalic kanan
(dengan media kontras), (B) arteri innominata, (C) manubrium sterni, (D) Vena
brachiophelic kiri, (E) Arteri komunis karotis kiri, (F) arteri subklavia kiri, (G)
oesofagus, (H) vertebra thorakal III-thorakal IV, dan (I) trakhea.

 Potongan axial 5
o Kriteria gambar yang tampak adalah (A) vena kava superior, (B)
Aorta ascenden, (C) Corpus sternum, (D) Window aortopulmonary, (E) oesoagus,
(F) aorta descenden, (G) vertebra thorakal IV-thorakal V, dan (H) Trakhea.
 Potongan axial 7
o Kriteria gambar yang tampak antara lain (A) Vena kava superior,
(B) Aorta ascenden, (C) arteri pulmonari utama, (D) Vena pulmonari kiri, (E)
arteri pulmonari kiri, (F) aorta descenden, (G) Vertebra thorakal VI-thorakal VII,
(H) Vena azygos, (I) oesofagus, (J) arteri pulmonari kanan.

 Potongan axial 10
o Kriteria Gambar yang tampak adalah (A) Vena kava inferior, (B)
atrium kanan, (C) Katup trikuspidalis, (D) perikardium, (E) ventrikel kanan, (F)
septum interventrikular, (G) ventrikel kiri, (H) atrium kiri, (I) aorta descenden, (J)
vertebra thorakal IX-thorakal X, (K) Oesofagus, (L) hemidiafragma kanan.

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Gangguan saluran pernapasan

A.Ganggun saluran pernapasan atas (ISPA) dapat berupa kompres hangat,


perbanyak minum air putih, irigasi nasal, dan terapi medika mentosa.

Terapi Non-farmakologis

Penyebab ISPA umumnya adalah virus, sehingga terapi biasanya hanya bersifat
suportif saja.

-Memperbanyak Minum

Memperbanyak minum sebanyak 8 gelas atau lebih dapat menurunkan sekresi


mukosa dan menggantikan kehilangan cairan. Selain itu, minum air putih serta jus
dilaporkan dapat meningkatkan sistem imun. [2]

-Kompres Hangat

Lakukan kompres hangat pada daerah wajah untuk membuat pernapasan lebih
nyaman, mengurangi kongesti, dan membuat drainase lebih baik pada
rhinosinusitis. Gunakan lap hangat atau botol berisi air hangat yang diletakkan di
atas wajah dan pipi selama 5-10 menit sebanyak 3-4 kali dalam sehari jika
diperlukan. [2]

-Irigasi Nasal

Irigasi nasal dengan salin dapat meningkatkan kemampuan mukosa nasal untuk
melawan agen infeksius, dan berbagai iritan. Irigasi nasal dapat meningkatkan
fungsi mukosiliar dengan meningkatkan frekuensi gerakan siliar. Irigasi nasal
dapat dilakukan dengan menggunakan larutan salin isotonik (NaCl 0,9%) via spuit
ataupun spray dengan frekuensi 2 kali dalam sehari. [12,13]

Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis umumnya bersifat suportif untuk meringankan gejala.


Antibiotik dan antiviral tidak selalu diperlukan pada pasien ISPA.

Terapi Simptomatik

Dekongestan oral atau topikal dapat membantu mengurangi keluhan pada pasien
dengan rhinorrhea. Sebaiknya dekongestan diberikan pada anak di atas 2 tahun
karena efek sampingnya seperti gelisah, palpitasi, dan takikardia. Dekongestan
topikal seperti fenilepinefrin atau oxymetazoline lebih banyak dipakai, sebaiknya
digunakan 3-4 hari saja untuk menghindari efek rebound.

Antihistamin oral generasi satu dinilai memiliki efek antikolinergik sehingga


dapat digunakan untuk mengurangi rhinorrhea dan bersin. Antihistamin yang
biasanya digunakan adalah chlorpheniramine maleate atau diphenhydramine.

Guaifenesin adalah mukolitik yang berfungsi untuk mengurangi sekresi


nasofaring. Guaifenesin dinilai dapat menurunkan sekresi dan meningkatkan
drainase pada pasien nasofaringitis atau rinosinusitis, namun bukti klinisnya
masih terbatas. Selain itu, codeine merupakan obat yang sering digunakan pada
pasien dengan keluhan batuk. Codeine berperan sebagai antitusif yang bekerja
secara sentral.

Antiviral pada pasien ISPA, antiviral biasanya tidak diperlukan. Antiviral bisa
dipakai pada pasien influenza yang terkonfirmasi atau jika terjadi outbreak
influenzae dimana manfaat lebih banyak dibandingkan risiko. Antiviral diberikan
pada pasien yang berisiko tinggi mengalami perburukan gejala. Misalnya pada
pasien yang sedang hamil, bayi usia < 6 bulan, pasien usia > 65 tahun, pasien
immunocompromised, dan pasien dengan morbid obesitas. Regimen yang bisa
digunakan adalah oseltamivir 2 x 75 mg hingga maksimal 10 hari.

Terapi Antibiotik

Kebanyakan kasus ISPA disebabkan oleh virus, sehingga penggunaan antibiotik


tidak efektif dan hanya boleh digunakan jika terdapat kecurigaan atau konfirmasi
adanya infeksi bakteri.

B. Penatalaksanaan pada bronchitis

a. Tindakan suportif

Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang :

1. Menghindari meroko

2. Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup

3. Mengontrol suhu dan kelembaban lingkungan.

4. Nutrisi yang baik

5. Hidrasi yang adekuat

b. Terapi khusus (pengobatan)

1. Bronchidalator : salbutamol, aminophilin

2. Antimikroba : amoxillin

3. Kortikosteroid : dexametason, prednisone

4. Terapi pernafasan

5. Terapi aerosol : bricasma inhaler

6. Terapi oksigen

7. Latihan relaksasi
8. Meditasi

9. Rehabillitas

Penatalaksanaan bronchitis kronis juga dapat dilakukan secara berkesinambungan


untuk mencegah timbulnya penyulit, meliputi :

a. Edukasi yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk mengenali


gejala dan faktor-faktor pencetus kekambuhan bronchitis kronik.

b. Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.

c. Rehabilitasi medic untuk mengoptimalkan fungsi pernafasan dan mencegah


kekambuhan, diantaranya dengan olahraga sesuai usia dan kemampuan, istirahat
dalam jumlah yang cukup, makan-makanan yang bergizi.

d. Oksigenisasi atau terapi oksigen.

e. Obat-obatan bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

A. Pengkajian

Pengkajian pada ganguan pernapasan dapat dilakukan observasi melalui


penampilan umum klien sebelum memulai pemeriksaan system pernafasan yang
lebih rinci, temukan adanya tanda-tanda berikut ini :

1. Dispne

Perhatikan apakah terdapat tanda-tanda dispne pada waktu istirahat, respirasi rate
yang abnormal, penggunaan otot- otot bantu pernafasan, pola nafas abnormal :
pernafasan Cheyne Stokes, pernafasan Kussmaul, hyperventilasi, pernafasan biot,
pernafasan apnestik.

2. Sianosis sentral, Amati adanya sianosis sentral pada lidah atau mukosa Sianosis
sentral dapat terjadi akibat penyakit paru yang cukup berat untuk menimbulkan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.

3. Batuk, amati bagaimana sifat batuknya, apakah produktif atau tidak produktif
produktif.

4. Sputum

Obsevasi jumlah dan jenis sputum (purulen, mukoid, atau mukopurulen). Volume
sputum yang besar dan purulen menunjukan kemungkinan bronkiektasis. Sekresi
yang berbusa dan merah muda dari trachea menunjukan adanya edema paru.
Sputum yang berwarna gelap dan berbau menunjukkan adanya abses paru.
Hemoptisis menunjukan tanda penyakit paru yang gawat.

5. Stridor

Stridor adalah bunyi serak kasar atau bunyi mengi yang paling keras pada
inspirasi. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya obstruks laring, trahkea atau jalan
nafas yang besar oleh benda asing, tumor atau

inflamasi. Ini adalah tanda yang memerlukan perhatian yang mendesak.

6. Suara serak

Dengarkan suara serak akibat adanya kelumpuhan saraf laringeus rekuren yang
berkaitan dengan karsinoma paru atau karsinoma laring.Tetapi penyebab paling
sering adalah laryngitis.

Dibawah ini merupakan penuntun yang dipat digunakan saat melakukan observasi
pada pengkajian system pernafasan.

1. Bagaimana frekwensi, kedalaman, dan pola nafas? Adakah penggunaan otot


Bantu nafas?
2. Apakah ada indikasi sianosis sentral yang memungkinkan adanya hipoksemia
dan penyakit jantung?

3. Apakah ada distensi vena jugularis?, apakah ada edema perifer atau tanda lain
dari kelainan jantung?

4. Apakah palpasi dada menyebabkan nyeri?, bagaimana kesimetrisan pergerakan


rongga dada?

5. Bagaimana bunyi nafas di lapang paru, apakah bersih atau ada ronchi, wheezing
atau crackles?, apakah bunyi paru sama dikedua belah paru.

6. Periksa sputum atau hemaptoe, jika ada berapa jumlahnya, warna dan
kosistensinya dan keasamaannya.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang sesuai dengan teori adalah :

1. Diagnosa keperawatan pertama

Kurang pengetahuan (Doengoes: 2000) tentang penyakit asma dan cara

perawatannya pada keluarga Tn E berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga mengenal masalah kesehatan tentang asma (Friedman: 2010).

Kurang pengetahuan adalah suatu keadaan ketika seorang individu atau

kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan

psikomotor berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan, (Carpenito-

Moyet, 2007). Jika keluarga tidak dapat mengetahui apa itu asma dan cara

penanganan penyakit asma maka keluarga tidak dapat merawat keluarga yang

sakit asma dengan efisien. Penulis memprioritaskan diagnosa ini sebagai


diagnosa pertama karena apabila klien dan keluarga tidak mengetahui penyakit

dan cara pengobatannya maka dalam kedepannya penyakit tidak dapat diatasi

dengan baik

Etiologi yang penulis rumuskan adalah ketidakmampuan keluarga

mengenal masalah kesehatan tentang asma, karena pada saat pengkajian,

keluarga Tn.E bingung harus berbuat apa jika Ny.W terjadi serangan asma.

Diagnosa ini penulis tegakkan karena adanya data-data yang mendukung,

yaitu keluarga Tn.E mengatakan kurang paham tentang penyakit Asma, dan

juga cara penanganan jika terjadi kekambuhan.

2. Diagnosa Keperawatan kedua

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga Tn.E dalam merawat anggota keluarga yang sakit.

Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah suatu keadaan ketika seorang

individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada status

pernafasan sehubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif,

(Carpenito-Moyet, 2007). Penulis memprioritaskan diagnosa ini sebagai

diagnosa kedua. Jika Ny.W tidak dapat melakukan batuk secara efektif maka

dapat mengakibatkan penumpukan sekret pada saluran pernapasan sehingga

Ny.W semakin sesek.

Etiologi yang penulis rumuskan adalah ketidakmampuan keluarga Tn.E

dalam merawat anggota keluarga yang sakit, karena pada saat pengkajian,

keluarga Tn.E tidak bisa berbuat apa – apa jika terjadi kekambuhan.
Diagnosa ini penulis tegakkan karena dikasus nyata Ny.S mengatakan

jika sering ada dahak yang sulit keluar apalagi saat habis batuk dan saat

serangan asma. Ny.W mengatakan kalau dahaknya sulit keluar menjadi tambah

sesak nafaka terjadi kekambuhan keluarga bingung harus berbuat apa.

3. Diagnosa ketiga

Pola nafas tidak efektif pada penderita Asma berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga Tn E membuat keputusan tentang penanganan

penyakit asma

Pola napas tidak efektif adalah suatu keadaan dimana seorang individu

mengalami suatu pola napas yang tidak teratur yang disebabkan akibat bersihan

napas yang tidak efektif (Carpenito-Moyet, 2007). Penulis memprioritaskan

diagnosa ini sesuai dengan scoring sebagai diagnosa yang ketiga, karena pola

nafas tidak efektif terjadi jika bersihan nafas nya kurang, apabila bersihan napas

teratasi maka pola napas yang tidak efekfif tidak akan terjadi. Sehingga penulis

menempatkan diagnosa ini sebagai diagnosa ketiga.

Etiologi yang ditegakkan penulis adalah ketidakmampuan keluarga Tn.E

membuat keputusan tentang penanganan penyakit asma, karena pada waktu

pengkajian keluarga Tn.E mengatakan tidak mengetahui cara supaya napas

Ny.W tidak pendek – pendek jika terjadi kekambuhan.

Diagnosa ini penulis tegakkan karena adanya data-data yang mendukung,

yaitu Ny.W mengatakan nafasnya pendek – pendek dan cepat sewaktu

penyakitnya kambuh.serta hasil data obyektif menunjukan respirasi 35 x/menit.

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi


secret, hipertropi kelenjar bronkus.

Tujuan :

Mempertahankan jalan nafas pasien dengan bunyi nafas bersih/jelas.

Kriteria hasil :

1. Ronchi (-).

2. Secret keluar.

3. RR menurun 16-24x/menit.

4. Batuk efektif (+).

Rencana Tindakan

Rasional

1. Dorong/bantuan latihan nafas abdomen/bibir dan batuk efektif.

Memberi cairan untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan
udara

2. Tingkatan masukan cairan sampai 3000 ml/hari

Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret nenpermudah pengeluaran

3. Fisioterapi dada: clapping dan vibrating

Melepaskan secret dari tempat perlekatan

4. Postural drainage

Memudahkan pengaliran sektet

5. Kolaborasi pemberian bronchodilator

Membantu proses pengenceran sekret

6. Auskultrasi bunyi nafas


Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat
dimanifestasikan dengan adanya bunti nafas

7. Kaji/pantau frekuensi pernafasan

Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama adanya
proses infeksi akut

8. Observasi karakteristik batuk

Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif,khususnya pada lansia,penyakit akut atau
kelemahan

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh


sekresi,spasme bronkus.

Tujuan: Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat


dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.

Kriteria hasil:

1. pH : 7,35-7,45

2. Po 2: 80-100 mmHg, PCO : 35-45 mmHg.

3. Dyspnea.

Rencana tindakan

Rasional

1. Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.

Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas
untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.

2. Berikan o2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA.

Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.

3. Awasi GDA.
PaCO2 biasanya meningkat,dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat
lebih besar/kecil.

4. Auskultasi bunyi nafas

Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi.

5. Awasi tanda vital dan irama jantung

Takikardia,distrimia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek


hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

6. Kaji frekuensi, kedalaman

Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.

c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi mucul.

Tujuan: perbaikan dalam pola nafas pasien teratasi.

Rencana tindakan

Rasional

1. Ajarkan pasien pernafandiafragmatik dan pernafasan bibir.

Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan
bernafas lebih efesien dan efktif.

2. Berikan o2 tambahan.

Membantu menstabilkan pola nafas.

3. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode

Memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distress berlebihan.

4. Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika


diharuskan

Menggunakan danmengkondisikan otot-otot pernafasan.


d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe,
anoreksia, mual muntah.

Tujuan : menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan


atau mempertahankan berat yang tepat.

Kriteria hasil :

1. Berat badan normal.

2. Albumin : 3,5-5 g/dL.

3. Hb : 11,5-16 g/dL.

4. Porsi makan habis.

Rencana Tindakan

Rasional

1. Kaji kebiasaan diet.

Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispenia, produksi sputum.

2. Auskultasi bunyi usus.

Penurunan bising usus menunjukkan penurunan mobilitas gaster.

3. Berikan perawatan oral sebelum makan.

Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual dan
muntah.

4. Timbang berat badan sesuai indikasi.

Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatam rencana nutrisi.

5. Konsultasi ahli gizi.

Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi


maksimal.

6. Motivasi klien untuk makan.


e. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya secret, proses
penyakit kronis.

Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah risiko tinggi.

Rencana Tindakan

Rasional

1. Awasi suhu.

Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.

2. Observasi warna, bau sputum.

Secret barbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.

3. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembungan sputum.

Mencegah penyebaran pathogen.

4. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.

Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umun dan menurunkan tekanan darah


terhadap infeksi.

5. Berikan anti mikroba sesuai indikasi.

Dapat diberikan untuk organisme khusus yang terindentifikasikan dengan kultur.

f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan


oksigenisasi

Tujuan : menunjukkan perbaiki dengan aktivitas intoleran.

Rencana Tindakan

Rasional

1. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan


exercise, berjalan perlahan atau latihan yang sesuai.

Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak O2.


g. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Tujuan : pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas.

Rencana tindakan :

Rencana Tindakan

Rasional

1. Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).

Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan tindakan


selanjutnya.

2. Berikan dorongan emosional.

Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima keadaan


penyakit yang dialami.

3. Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah.

Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran yang


dirasakan.

4. Jelaskan jenis prosedur dari pengobatan.

Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehiungga mau bekerjasama


dalam tindakan perawatan dan pengobatan.

5. Beri dorongan spiritual.

Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan menyerahkan


pada TYME atas kesembuhannya .

h. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang


proses penyakit dan perawatan di rumah.

Tujuan: Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program


pengobatan

4. Implementasi
Implementasi keperawatan gangguaan pernafasan

dilakukan adalah :

a. Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan dengan rasional

mengetahui frekuensi kedalaman nafas

b. Monitor vital sign dengan rasional mengetahui keadaan umum

klien

c. Auskultasi bunyi napas dengan rasional mengetahui suara napas

tambahan

d. Kolaborasi dalam pemberian oksigen 2 liter/menit dengan nasal

kanul dengan rasional memenuhi kebutuhan oksigenasi

5. Evaluasi

Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap
perawtan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah
dicapai. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap
tindakan keperawatn, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya
dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi,
intervensi, keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap
evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif,
pola nafas efektif, peratukaran gas adekuat,masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak
terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien
memahami kondisi penyakitnya

Anda mungkin juga menyukai