Disusun Oleh:
1. Aditya Rahardian H
2. Indri Hapsari
3. Rini Puji A
4. Rizky Maulana
5. Santi Larasati
KASUS
An. J, Perempuan usia 7 tahun 3 bulan, BB= 13 Kg datang ke RS dengan keluhan dibawa oleh ibu ke
RS dengan riwayat mengalami panas badan dan kejang selama 5 menit. Menurut keterangan ibu panas
DOI: 10.26714/nm.v1i1.5499
dimulai sejak 2 hari sebelum masuk RS sampai suhu 39,5 0C. TD: 100/50mmHg, Anak tidak mau makan
sejak panas, minum susu hanya 100 cc/hari. Hasil pemeriksaan yang didapatkan badan anak tampak
lemas, pucat, suhu 39,30C, nadi 130x/mnt, RR 40x/mnt. Akral teraba panas dan berkeringat (diaforesis).
Anak menangis saat didekati perawat dan menolak untuk dilakukan tindakan. Ibu tampak cemas dn
sering menanyakan bagaimana perkembangan kesembuhan anak. Ibu mengatakan bahwa saat anak
kejang anak sering mengigit lidahnya ibu tidak tau apa yang harus dilakukan, sejak anak panas ibu
membersihkan badan anak dan baju tidak pernah ganti.
DOI: 10.26714/nm.v1i1.5499
Gangguan metabolisme seperti uremia, kadar gula darah kurang dari 30 mg% pada bayi dengan
berat badan jahir rendah atau hiperglikemi
e. Trauma
Kejang berkembang pada minggu pertama setelah kejadian cedera kepala.
f. Neoplasma toksin
Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapa pun, namun mereka merupkan
penyebab yang yang sangat penting daripada kejang pada usia pertengahan dan kemudian ketika
insiden penyakit neoplastik meningkat.
g. Gangguan sirkulasi
h. Penyakit degeneratif susunan saraf
3. Tanda dan Gejala Klinis Kejang demam
a. berlangsung singkat, serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral.
b. Seringkali kejang berhenti sendiri.
c. Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak.
d. Setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa deficit neurologis.
e. Peningkatan suhu tubuh mendadak hingga ≥ 38OC
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium darah
Untuk mencari etiologic kejang demam. Darah lengkap, kultur darah, glukosa darah, elektrolit,
magnesium, kalsium, fosfar, urinalisa, kultur urin (The Barbara, 2011).
b. Urinalisis
Urinalisis direkomendasikan untuk pasien-pasien yang tidak ditemukan focus infeksinya
(Guidelines, 2010).
c. Fungsi Lumbal
Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
d. Radiologi
Neuroimaging tidak diindikasikan setelah kejang demam sederhana. Dipertimbangkan jika
terdapat gejala klinis gangguan neurologis.
e. Elekroensefalografi (EEG)
Untuk menyingkirkan kemungkinan epilepsi.
Obat pilihan adalah asam valproate adalah 15-40 mg/kgBB/hari. Untuk fenobarbital 3-4
mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
6. Biodata
a. Identitas Klien
Nama / Inisial : An. J
Tempat tgl lahir/usia : 29 Agustus 2014
Jeniskelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Alamat : Kelurahan Jetis - Kendal
Tgl masuk : 4 Maret 2021 (jam 15.00)
Tgl pengkajian : 5 maret 2020
DOI: 10.26714/nm.v1i1.5499
Diagnosa medis : Kejang Demam
b. Identitas Orang tua
Ayah
N a m a (Inisial) : Tn. F
Usia : 33 thn
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Petani
Suku/A g a m a : Jawa/islam
Alamat : Kelurahan Jetis-Kendal
Ibu
N a m a (inisial) : Ny. D
Usia : 33 tahun
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku/Agama : Jawa/islam
Alamat : Kelurahan Jetis-Kendal
Sumber biaya pengobatan : UMUM
c. Identitas Saudara Kandung
f. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : ibu klien mengatakan anaknya badanya panas 39,5 oC
b. Riwayat penyakit sekarang: ibu klien mengatakan anaknya panas naik turun Klien lemas ,
nafsu makanya menurun dan tidurnya hanya 4 jam, sering kejang tiba-tiba namun sebentar.
Ibunya mengatakan sangat kwathir dengan kondisi anaknya saat ini
c. Riwayat penyakit dahulu : ibu klien mengatakan sebelumnya tidak pernah pernah dirawat di
rumah sakit
g. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak usia 0 – 5 tahun)
a. Prenatal care
1) Ibu memeriksakan kehamilannya setiap minggu di: puskesmas/bidan desa
2) Riwayat penyakit saat hamil :-
3) Riwayat berat badan selama hamil : 60 kg
4) RiwayatImunisasiTT : Baik
5) Golongan darah ibu ( B) Golonga ndarah ayah (A)
b. Natal
1) Tempat melahirkan : Rumah Sakit
DOI: 10.26714/nm.v1i1.5499
2) Jenis persalinan : Caesar
3) Penolon persalinan : Dokter
4) Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan setelah melahirkan :
5) Kondisi bayi : lahir dengan normal APGAR
Appearance 2
Pulse 1
Grimace 2
Activity 2
Respiration 2
Jumlah 9
a. Genogram
DOI: 10.26714/nm.v1i1.5499
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
: Satu rumah
g. Cairan
DOI: 10.26714/nm.v1i1.5499
3. Kebutuhan cairan
4. Cara pemenuhan
h. Eliminasi (BAB/BAK)
i. Istirahat Tidur
j. Olahraga
k. Personal hygiene
l. Aktivitas/mobilitas fisik
m. Rekreasi
DOI: 10.26714/nm.v1i1.5499
NO Masalah Cara Mengatasi Teknik Yang Kemampuan
Yang Diketahui Diajarkan Melalukan
Orang Tua Perawat
1. peningkatan suhu memberi obat kompres air Baik
penurun panas hangat
2. pemberian nutrisi dikasih buah makan-makanan Baik
ataupun susu yang di sukai
sedikit tapi
sering
3. pemberian posisi Baik
4. personal hygiene mengajari cara mengajarkan Baik
mandi,sikat gigi cara
5.
o. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sadar penuh
Kesadaran : composmentis
Tanda – tanda vital :
Tekanan darah : 100/50 mmHg
Denyut nadi : 130 x / menit
Suhu : 39,3℃
Pernapasan : 20x/ menit
Nyeri : tidak ada
Berat Badan : 13 Kg
Tinggi Badan/PB : 100 cm
2) Kepala Inspeksi Keadaan rambut & Hygiene kepala:
Warna rambut : hitam
Penyebaran : merata
Kekuatan rambut : sedikit mudah rontok
Kebersihan rambut : bersih, lepek
Luka : ada bekas lecet karena garukan
Palpasi Benjolan : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada
Tekstur rambut : kasar
3) Muka Inspeksi
Kesimetrisan wajah : simetris
Bentuk wajah : simetris
Gerakan abnormal : tidak ada
Ekspresi wajah : normal
DOI: 10.26714/nm.v1i1.5499
Luka : tidak ada
Edema : tidak ada
Palpasi Nyeri tekan : tidak ada
Jika ada nyeri : tidak ada
4) Mata Inspeksi
Pelpebra : normal
Sclera : putih
Kotoran / cairan : tidak ada
Conjungtiva : normal
Pupil : - Isokor
- Myosis
Ekstremitas bawah
Motorik
Panjang : normal
Kondisi jari : normal
Pergerakan abnormal : tidak ada
Kekuatan otot kanan/ kiri : sama
DOI: 10.26714/nm.v1i1.5499
Koordinasi gerak : simetris
Sensori
Nyeri : tidak ada
Rangsang suhu : normal
Rasa raba : normal
Akral : hangat
ANALISA DATA
Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit (00007)
2. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan Kurang informasi (00126)
3. Risiko Cedera berhubungan dengan hambatan fisik (00035)
INTERVENSI
DOI: 10.26714/nm.v1i1.5499
Studi Kasus
DOI: 10.26714/nm.v1i1.5499
Ners Muda, Vol 1 No 1, April 2020/ page 59-67 60
serta maksimumnya adalah 37,7°C dan 39,5°C. Pusat (RSUP) dr. Kariadi Semarang pada Januari 2008-
Maret 2009 mendapatkan 82 kasus. Tujuan peneliitian ini
Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan adalah: untuk mengidentifikasi efektifitas kompres
yang lain tidaklah sama, tergantung nilai ambang hangat terhadap penurunan hipertermia pada kasus
kejang masing- masing. Oleh karena itu, setiap kejang demam.
serangan kejang harus mendapat penanganan yang
cepat dan tepat, apalagi kejang yang berlangsung Penanganan terhadap kejang demam dapat dilakukan
lama dan berulang.Sebab, keterlambatan dan kesalahan dengan tindakan farmakologis, tindakan non
prosedur bisa mengakibatkan gejala sisa pada anak, farmakologis maupun kombinasi keduanya. Tindakan
bahkan bisa menyebabkan kematian (Fida & Maya, farmakologis yaitu memberikan obat antipiretik.
2012). Sedangkan tindakan non farmakologis yaitu tindakan
tambahan dalam menurunkan panas setelah
Kejang yang berlangsung lama biasanya disertai apneu pemberian obat antipiretik. Tindakan non farmakologis
(henti nafas) yang dapat mengakibatkan terjadinya antara lain memberikan minuman yang banyak,
hipoksia (berkurangnya kadar oksigen jaringan ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal,
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan menggunakan pakaian yang tidak tebal, dan memberikan
timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel kompres hangat (Rahmasari & Lestari, 2018)
neuron otak. Apabila anak sering kejang, akan semakin
banyak sel otak yang rusak dan mempunyai risiko Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan
menyebabkan keterlambatan perkembangan, kain atau handuk yang telah dicelupkan pada air hangat,
retardasi mental, kelumpuhan dan juga 2-10% dapat yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu sehingga
berkembang menjadi epilepsi (Mohammadi, 2010). dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu
tubuh (Masruroh, Hartini, & Astuti, 2017). Penelitian ini
World Health Organization memperkirakan pada tahun juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
2010 terdapat lebih dari 21,65 juta penderita kejang (Purwanti & Ambarwati, 2008) di RSUD dr. Moewardi
demam dan lebih dari Surakarta menunjukkan bahwa kompres hangat dapat
216 ribu diantaranya meninggal. Di Amerika pada tahun menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi.
2008, kejadian kejang demam, hampir sebanyak 1,5
juta dan sebagian besar lebih sering terjadi pada METODE
rentang usia 6 bulan hingga 36 bulan. Di Indonesia
dilaporkan angka kejadian kejang demam pada tahun Penulisan karya ilmiah akhir ners ini dengan jenis studi
2012 – 2013, terjadi 3- 4% dari anak yang berusia 6 pendekatan kuantitatif dengan pengambilan dua pasien
bulan – 5 tahun (Depkes, 2013). Untuk Angka kejadian dengan diagnosa medis yang sama. Penulis
di wilayah Jawa Tengah pada tahun 2010, 2- 5% pada menggunakan metode deskriptif, adapun sampelnya
anak usia 6 bulan- 5 tahun dan 25- 50% kejang demam adalah data ini diperoleh dengan cara yaitu : wawancara,
akan mengalami bangkitan kejang demam berulang pemeriksaan fisik, observasi aktivitas, memperoleh
(Gunawan, 2009). Sedangkan pada tahun 2013 angka catatan dan laporan diagnostik. Pasien dikelola selama
kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan 3 hari.
sampai 5 tahun mengalami penurunan yaitu 2-3%
(Depkes, 2013). Sedangkan Di Rumah Sakit Umum
Windawati - Penurunan Hipertermia Pada Pasien Kejang Demam Menggunakan Kompres Hangat
HASIL Dapat disimpulkan bahwa kompres air hangat efektif
menurunkan demam pada klien di RSUD
Hasil evaluasi pada kedua pasien An. R dan An. D Temanggung, hal ini menunjukan bahwa ada
setelah dilakukan implementasi keperawatan dengan perubahan yang signifikan akibat pengaruh kompres
masalah utama keperawatan hipertermia berhubungan hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien
dengan proses infeksi selama 3 hari belum teratasi anak dengan hipertermia.
secara menyeluruh, karena kedua anak pada kasus
kelolaan masih mengalami penurunan dan peningkatan Sedangkan pasien kelolaan pada kasus II An. D
suhu setiap harinya selama di rawat di ruang Anak evaluasi dilakukan tanggal 08 September 2019 jam
Lantai 1 RSUP Dr. Kariadi Semarang. Evaluasi pasien 13.00 WIB setelah 3 hari masa perawatan, evaluasi
kelolaan pada kasus I An. R dilakukan pada tanggal 15 tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
Agustus 2019 jam 14.00 WIB setelah 3 hari masa hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
perawatan, evaluasi tindakan keperawatan untuk dilakukan selama 3 hari. Berdasarkan hasil evaluasi
mengatasi masalah hipertermia berhubungan dengan tindakan keperawatan yang dilakukan pada An. D yaitu
proses infeksi dilakukan selama 3 hari. Berdasarkan hasil berupa pemberian tindakan non farmakologi yaitu
evaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan pada kompres hangat untuk menurunkan suhu tinggi pada
An.R yaitu berupa pemberian tindakan non farmakologi An. D didapatkan hasil data subyektif yaitu ibu An. D
yaitu kompres hangat untuk menurunkan suhu tinggi mengatakan anaknya sudah tidak demam dan kejang
pada An.R didapatkan hasil data subyektif yaitu ibu lagi. Data obyektif yaitu kondisi umum An. D saat dilakukan
An. R mengatakan anaknya sudah tidak demam dan evaluasi adalah An.R lemah , tingkat kesadaran
kejang lagi. Data obyektif yaitu kondisi umum An. R saat composmentis HR: 100 x/menit, RR: 24 x/menit, SpO2:
dilakukan evaluasi adalah An.R baik, tingkat kesadaran 99%, suhu anak sudah turun 36,4 ⁰C, badan An. D
composmentis HR: 100 x/menit, RR: 22 x/menit, SpO2: teraba hangat. Perencanaan selanjutnya pada pasien An.
99%, suhu anak sudah turun 36,5 ⁰C, badan An. R D diantaranya memberikan kompres hangat jika suhu An.
teraba hangat, klien sudah aktif bermain kembali. D kembali tinggi, meningkatkan intake cairan dan nutrisi
Perencanaan selanjutnya pada pasien An.R sesuai dengan kebutuhan, memonitor suhu setiap 3 jam,
diantaranya memberikan kompres hangat jika suhu An. memonitor intake dan output, dan memberikan terapi
R kembali tinggi, meningkatkan intake cairan dan nutrisi sesuai dengan advis Dokter. Penelitian ini juga sejalan
sesuai dengan kebutuhan, memonitor suhu setiap 3 dengan penelitian (Wowor, Katuuk, & Kallo, 2017)
jam, memonitor intake dan output, dan memberikan didapatkan data yang diperoleh dari 34 responden
terapi sesuai dengan advis Dokter. Hasil penelitian ini penurunan rata-rata setelah dilakukan kompres air
sejalan dengan (Anisa, 2019) sehingga ada pengaruh hangat adalah 0.8 dengan hasil tersebut berarti
kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada pemberian kompres air suhu hangat lebih efektif
pasien febris. Berdasarkan perawatan yang telah menurunkan suhu tubuh pada anak demam.
dilakukan terhadap anak demam dengan cara dikompres
air hangat didapatkan rata- rata penurunan suhu sebesar Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa
0.4 ⁰C per hari dan dilakukan selama 3 hari. Hasil selama 3 hari masa perawatan, masalah keperawatan
perawatan menunjukkan bahwa terjadi penurunan utama yaitu hipertermia belum teratasi sepenuhnya.
setelah dilakukan kompres air hangat sesuai target yang Hal ini disebabkan karena kedua anak pada kasus
ingin dicapai. kelolaan masih mengalami penurunan dan
peningkatan
suhu setiap harinya selama di rawat di ruang Anak leukosit merupakan salah satu parameter pemeriksaan
Lantai 1 RSUP Dr. Kariadi Semarang. untuk mendeteksi adanya infeksi. Pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan darah rutin yang sering
PEMBAHASAN dilakukan, karena jumlah leukosit dapat memberikan
petunjuk apakah terdapat suatu infeksi atau
Hasil pengkajian yang didapat pada pasien An. R berjenis peradangan yang disebabkan oleh mikroorganisme
kelamin Perempuan dengan usia 3,5 tahun. atau suatu reaksi inflamasi terhadap masuknya antigen ke
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan data dalam tubuh. Meningkatnya jumlah leukosit
sebagai berikut : klien tampak lemah, kesadaran (>10.000/mm3) disebut leukositosis merupakan indikatif
composmentis, suhu tubuh tinggi 38.3 ⁰C, kulit teraba adanya suatu peradangan. Selama dirawat kejang tidak
hangat, klien tampak pucat, dan badan lemah, keluhan timbul lagi. Ibu An. R mengatakan ini merupakan sudah
saat ini pada kasus I Ibu An. R mengatakan anaknya keempat kalinya dalam periode tahun 2019 ini klien
sudah mengalami demam sejak 4 hari ini turun naik masuk RS dengan keluhan yang sama. Riwayat kejang
suhu badannya. demam sebelumnya 3x di rawat di RS William Both dan
pada saat dibawa ke RSUP dr. Kariadi Semarang untuk
Manifestasi klinis sehari sebelum masuk rumah sakit Ibu diperiksa langsung klien dianjurkan untuk dirawat di RS
An. R mengatakan anaknya mengalami perubahan tingkah pada tanggal 10 Agustus 2019.
laku seperti tidak aktif bermain dan mendadak
badannya panas dan suhu naik. Penyakit febris Pada pasien An. D berjenis kelamin laki-laki dengan usia 1
(demam) merupakan salah satu penyebab masalah tahun yaitu usia kanak-kanak. Usia merupakan suatu
kesehatan di Indonesia. Demam sebagian disebabkan faktor risiko utama pada beberapa penyakit. Hal ini
karena infeksi atau virus. Namun data menunjukan bahwa disebabkan karena usia dapat memperlihatkan kondisi
justru sebagian besar tenaga medis mendiagnosisnya kesehatan seseorang. Usia balita rentan terhadap
sebagai infeksi bakteri (Sodikin 2012). Keesokan harinya penyakit karena daya tahan tubuh yang belum stabil
An. R mengalami kejang demam dengan karakteristik (Potter & Perry, 2010). Masa balita menjadi periode yang
kejang demam sederhana dengan durasi kejang, ±3 menit penting dalam tumbuh kembang anak. Pertumbuhan
waktu awal masuk Igd, Kondisi pasca terjadinya kejang Ibu dan perkembangan di masa balita menjadi penentu
An. R mengatakan pasien dalam keadaan sadar dan keberhasilan tumbuh kembang di periode selanjutnya.
dengan kondisi lemah. Berdasarkan hasil penelitian (Kakalang, Masloman, &
Manoppo, 2016) kasus kejang demam di Bagian Ilmu
Walaupun kejang demam tidak berbahaya jika gejalanya Kesehatan Anak RSUP Prof. DR. R.D. Kandou Manado
tidak lebih dari 10 menit, namun kejang demam dapat periode Januari 2014 – Juni 2016 dapat disimpulkan
membuat kondisi kegawatdaruratan pada anak. bahwa kejang demam lebih banyak ditemukan pada
Kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi jika kejang usia 1 - <2 tahun, jenis kelamin laki-laki, tanpa riwayat
demam tidak segera ditangani. Kegawatdaruratan yang keluarga, suhu badan >38oC, riwayat penyakit yang
mungkin saja terjadi adalah sesak nafas, kenaikan suhu mendasari infeksi saluran pernapasan akut, tipe kejang
yang terus menerus, dan cedera fisik. Penyebab demam kompleks, status gizi normal, riwayat berat
kejang demam pada An. R diperkuat dengan adanya badan lahir normal, serta riwayat jenis persalinan
data hasil laboratorium yang abnormal yaitu leukosit normal.
meningkat 21.8 10ˆ3/ul hal ini menandakan bahwa adanya
infeksi. Pemeriksaan jumlah
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan data mengatakan pasien dalam keadaan sadar dengan
sebagai berikut : klien tampak lemah, kesadaran kondisi lemah serta mengalami kesulitan bernafas.
composmentis, terdapat suhu tubuh 37.7 ⁰C , kulit teraba Proses Perjalanan Penyakit kejang demam yaitu infeksi
hangat, klien tampak pucat, dan badan lemah. yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti
Keluhan saat ini ibu An. D mengatakan anaknya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis penyebab
mengalami kejang demam dan panas tinggi sudah 4 hari terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksis
turun naik. Kejang Demam merupakan masalah yang di hasilkan oleh mikro organisme dapat
kesehatan yang serius dan menjadi penyebab menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen maupun
kematian nomor lima di Indonesia pada tahun 2018 limfogen. Penyebaran toksis ke seluruh tubuh akan
Untuk Angka kejadian di wilayah Jawa Tengah pada direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan
tahun 2010, 2-5% pada anak usia 6 bulan- 5 tahun dan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh
25-50% kejang demam akan mengalami bangkitan dalam bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan
kejang demam berulang (Profil Kesehatan Kota Semarang suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di
2018). Penelitian ini sejalan dengan penelitian bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga
(Wibisono, 2015) responden dengan usia 1 tahun terjadi peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu
berjenis kelamin laki – laki dengan diagnosa medis Kejang dihipotalamus, otot, kulit, dan jaringan tubuh yang lain
Demam. Keluhan Utama, pasien panas, suhu : 37,9 akan di sertai pengeluaran mediator kimia sepeti
⁰C.
epinefrin dan prostagladin. Pengeluaran mediator kimia ini
dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada
Manifestasi klinis Sehari Sebelum masuk rumah sakit Ibu neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang
An. D mengatakan anaknya mengalami perubahan tingkah perpindahan ion Natrium, ion Kalium dengan cepat dari
laku seperti tidak aktif bermain dan mendadak luar sel menuju ke dalam sel. peristiwa inilah yang
badannya panas dan suhu naik, dan mengalami sesak diduga dapat menaikan fase depolarisasi neuron dengan
nafas. Kejang demam merupakan gangguan transier pada cepat sehingga timbul kejang. Serangan yang cepat
anak- anak yang terjadi bersamaan dengan demam. itulah yang dapat menjadikan anak mengalami
Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologic penurunan respon kesadaran, otot ekstremitas
yang paling sering di jumpai anak-ana. Bila kejang maupun bronkus juga dapat mengalami spasme
demam tidak ditangani akan terjadi kerusakan sel-sel sehingga anak beresiko terhadap injuri dan
otak akibat kekurangan oksigen dalam otak, pengeluaran kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan
sekret lebih dan resiko kegawatdaruratan untuk spasme bronkus. (Riyadi dan sujono, 2009). Penyebab
aspirasi jalan nafas. Jika tidak dijalani dengan baik maka kejang demam pada An. D diperkuat dengan adanya
beresiko kematian (Sodikin, 2012). Kejang demam data hasil laboratorium yang abnormal yaitu
berdampak serius seperti deficit neurologi, epilepsi, hematokrit mengalami penurunan 33.7 % yang bearti
retradasi mental, atau perubahan perilaku (Wong, rendah/kurang dari batas nomal, hal ini menandakan
2009). Keesokan harinya An. D mengalami kejang demam bahwa adanya infeksi. Pemeriksaan hematokrit
dengan karakteristik kejang demam sederhana dengan adalah pengukuran yang mengidentifikasikan defisiensi
durasi kejang, ± 2 menit waktu awal masuk igd. Selama berbagai bahan nutrisi. Pengukuran hematokrit
pindah ke rawat inap An. D pernah kembali kejang menggunakan satuan persen, nilai normal hematokrit 36-
dengan durasi waktu yang sama. Kondisi pasca
terjadinya kejang Ibu An. D
44% (Nurachman, 2009). Ibu klien mengatakan ini minor tetapi sangat aktif (N-acetyl-p- benzoquinone)
merupakan ketiga kalinya dalam periode tahun 2019 ini adalah penting dalam dosis besar karena efek toksiknya
klien masuk RS dengan keluhan yang sama. Riwayat terhadap hati dan ginjal. Waktu paruh asetaminofen
kejang demam sebelumnya 1x di rawat di RS Panti adalah 2-3 jam dan relatif tidak terpengaruh oleh fungsi
Wiloso selama 4 hari lalu di rujuk ke RSWN di rawat ginjal. Reaksi alergi terhadap parasetamol jarang terjadi.
selama 3 Minggu di Hcu tanggal 05 Juli 2019 pulang. Dan Manifestasinya berupa eritema atau urtikaria dan gejala
setelah itu kambuh lagi pada tanggal 02 September 2019 yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa.
klien panas tinggi dan kejang di IGD RSUP dr.Kariadi Methemoglobinemia dan sulfhemoglobinemia jarang
selama 2 menit oleh dokter jaga di IGD klien dianjurkan menimbulkan masalah pada dosis terapi karena hanya
untuk dirawat di RS pada tanggal 02 September 2019. kira-kira 1-3 % Hb yang diubah menjadi met-Hb.
Pendidikan kesehatan selama ibu hamil juga penting Penggunaan sebagai analgesik dalam dosis besar
untuk mempersiapkan kelahiran anak jika terjadi demam secara menahun terutama dalam kombinasi
(Al Jihad, Hartati, & Rejeki, 2019). Terutama motivasi ibu berpotensi menyebabkan nefropati diabetik (Wilwana dan
untuk pemberian ASI eksklusif pada anak dalam rangka Gan, 2009). Penurunan suhu tubuh menurut penelitian
meningkatkan gizi pada bayi (Rejeki, 2008). yang dilakukan oleh (Purwanti & Ambarwati, 2008)
dalam penelitian (Wowor et al., 2017) bahwa akan lebih
Farmakoterapi yang diberikan untuk menurunkan suhu efektif jika diberikan obat antipiretik seperti paracetamol
tubuh pada kedua pasien sama yaitu dengan yang mampu menurunkan sampai 0.2 C, ̊ jika diberikan
parasetamol (asetaminofen) merupakan metabolit bersamaan dengan kompres hangat dalam menurunkan
fenasetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah suhu tubuh pada penderita demam.
digunakan sejak tahun 1893. Efek anti inflamasi
parasetamol hampir tidak ada. Asetaminofen di Dari hasil pengkajian yang diperoleh dari kedua pasien
Indonesia lebih dikenal dengan nama parasetamol, dan maka diangkat masalah keperawatan utama yaitu
tersedia sebagai obat bebas, misalnya Panadol®, hipertermia. Diagnosis keperawatan adalah penilaian
Bodrex®, INZA®, dan Termorex®. Parasetamol klinis mengenai respon klien terhadap masalah
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga kesehatan atau proses kehidupan yang dialami.
juga berdasarkan efek sentral. Parasetamol merupakan Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
penghambat prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, respons klien, individu, keluarga dan komunitas terhadap
erosi, dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat situasi yang berkaitan dengan masalah kesehatan.
ini, demikian juga gangguan pernafasan dan Diagnosa keperaatan sebagai dasar pengembangan
keseimbangan asam basa. Parasetamol diberikan rencana intervensi keperawatan (SDKI, 2016).
secara oral. Penyerapan dihubungkan dengan tingkat Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada kedua
pengosongan perut, konsentrasi darah puncak pasien adalah hipertermia. Menurut SDKI (2016)
biasanya tercapai dalam 30- 60 menit. Parasetamol hipertermia adalah Suhu tubuh meningkat di atas
sedikit terikat pada protein plasma dan sebagian rentang normal tubuh. Penyebab terjadinya
dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hati dan diubah hipertermia diantaranya adalah dehidrasi, terpapar
menjadi sulfat dan glikoronida asetaminofen, yang lingkungan panas, proses penyakit (mssal :
secara farmakologis tidak aktif. Kurang dari 5% infeksi,kanker), Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu
diekskresikan dalam keadaan tidak berubah. Metabolit lingkungan, peningkatan laju metabolisme, respon
trauma Aktivitas berlebihan, dan Penggunaan Implementasi keperawatan dilakukan selama 3 hari
inkubator. Gejala dan tanda mayor dengan masalah pada masing-masing klien. Sebelum melakukan
hipertermia berdasarkan data subektif adalah tidak implementasi terlebih dahulu dilakukan pengkajian,
tersedia, sedangkan data objektif adalah suhu tubuh di pemeriksaan fisik, analisa data, diagnosa keperawatan,
atas nilai normal. Gejala dan tanda minor dengan menyusun intervensi dan baru melakukan
masalah hipertermia berdasarkan data subektif adalah implementasi. Implementasi yang dilakukan pada kedua
tidak tersedia, sedangkan data objektif adalah kulit pasien hampir sama, diantaranya yang telah dilakukan
merah, kejang, takikardi, takipnea, dan kulit terasa hangat. sesuai dengan intervensi untuk hipertermia adalah
Kondisi klinis terkait diantaranya adalah proses infeksi, menanyakan keluhan pasien, melakukan kompres
hipertiroid, stroke, dehidrasi, trauma, dan prematuritas. hangat, meningkatkan intake cairan dan nutrisi,
Alasan peneliti memonitor intake-output pasien, memonitor suhu
memprioritaskan hipertermia pada kasus kejang demam setiap 3 jam sekali, dan memberikan terapi sesuai advis
ini yaitu karena kedua kasus mempunyai masalah Dokter. Berdasarkan analisa peneliti, pelaksanaan
keperawatan yang sama dan apabila terjadi implementasi melakukan kompres hangat dan memonitor
keterlambatan dalam penanganan akan menyebabkan suhu setiap 3 jam sekali serta berkolaborasi dalam
resiko kejang berulang, epilepsi, pemberian obat dan cairan intravena sudah sesuai
dengan teori. Pemberian kompres hangat
Intervensi keperawatan yang harus dilakukan oleh memberikan reaksi fisiologis berupa vasodilatasi dari
perawat untuk membantu mengatasi masalah pembuluh darah besar dan meningkatkan evaporasi
keperawatan hipertermia adalah kedua kasus kelolaan panas dari pemukaan kulit. Hipotalamus anterior
intervensi yang dilakukan yaitu dengan fever treatment : memberikan sinyal kepada kelenjar keringat untuk
Lakukan kompres hangat, Penelitian yang dilakukan oleh melepaskan keringat melalui saluran kecil pada
(Purwanti & Ambarwati, 2008) di RSUD dr. Moewardi permukaan kulit. Keringat akan mengalami evaporasi,
Surakarta menunjukkan bahwa kompres hangat dapat sehingga akan terjadi penurunan suhu tubuh (Potter &
menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi. Perry, 2010).
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi, Tekstur makanan
yang dikonsumsi harus mudah dikunyah, lembut, bentuk Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
menarik dan bervariasi dan kandungan gizi sesuai oleh (Purwanti & Ambarwati, 2008) di RSUD dr.
dengan AKG (Rosandy, 2013), monitor suhu setiap 3 jam Moewardi Surakarta tentang pengaruh kompres
sekali, Monitor intake dan output, dan berikan terapi hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien
sesuai advis Dokter. Intervensi keperawatan ini juga anak hipertermia, didapatkan hasil p value = 0,001 yang
sejalan dengan penelitian (Wibisono, 2015) adalah artinya ada pengaruh kompres hangat terhadap
Monitoring ttv tiap 2-4 jam, berikan kompres hangat, perubahan suhu tubuh pasien anak hipertermi.
tingkatkan intake cairan, kolaborasi pemberian Berdasarkan penelitian (Wardiyah et al., 2016) rerata
antipiretik dan antibiotik, berikan pakaian anak yang suhu tubuh sesudah dilakukan kompres hangat
hangat dan tipis. Kader kesehatan juga penting menunjukkan bahwa rerata (mean) suhu tubuh sesudah
perannya dalam mendeteksi bayi yang sehat (Mariyam diberi tindakan kompres hangat adalah 38,0°C dengan
& Yosafianti Pohan, 2017). standar deviasi 0,5506 dan nilai minimum serta
maksimum adalah 37,2°C dan 38,9°C. Suhu tubuh pada
anak yang mengalami demam dipengaruhi proses
penyakit yang terjadi
pada anak. Pola demam bergantung pada pirogen REFERENSI
penyebab. Peningkatan atau penurunan aktivitas
pirogen mengakibatkan Al Jihad, M. N., Hartati, E., & Rejeki, S. (2019). Pengalaman
peningkatan dan penurunan demam pada waktu ibu hamil tentang peran perawat pada perilaku sehat
yang berbeda. Ada perbedaan rerata suhu tubuh ibu hamil di kota semarang. Universitas
sebelum dan sesudah tindakan kompres hangat Diponegoro.
dengan mean 0,5°C (p value < α, 0,000 < 0,05).
Anisa, K. (2019). Efektifitas Kompres Hangat Untuk Menurunkan
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian (Hasan,
Suhu Tubuh Pada an.D Dengan Hipertermia. Jurnal
2018) Rerata suhu tubuh sebelum di berikan tindakan Ilmiah Ilmu Kesehatan: Wawasan Kesehatan, 5(2),
kompres hangat pada pasien febris di ruangan 122–127. https://doi.org/10.33485/jiik-wk.v5i2.112
instalasi gawat darurat puskesmas Puskesmas Tanru
Tedong kabupaten Sidrap dengan nilai mean 38,14 dan Depkes, R.I. (2013). Profile Kesehatan Indonesia tahun 2013.
rerata suhu tubuh sesudah di berikan tindakan kompres Jakarta : Kementerian Kesehatan
hangat pada pasien febris di ruangan instalasi gawat Dewi, A. K. (2016). Perbeedaan Penurunan Suhu Tubuh
darurat puskesmas Puskesmas Tanru Tedong Antara Pemberian Kompres Hangat Dengan Tepid
kabupaten Sidrap dengan nilai hasil mean 37,54. Sponge Bath Pada Anak Demam. Jurnal Keperawatan
Sedangkan Pada analisis bivariat didaptkan nilai selisih Muhammadiyah, 1(1), 63–71.
rerata 0,65 dan nilai p = 0,0001.
Fida & Maya.(2012). Pengantar Ilmu Kesehatan
Anak.Jogjakarta : D-Medika.
SIMPULAN
Gan, Wilwana., Soetjiningsih (2009, July). Knowledge,
Pasien memiliki keluhan kejang dan demam berhari-hari attitude, and practices of parents with children of first
dengan suhu diatas rentang normal. Diagnosa time and reccurent febrile seizure.Pediatrica
keperawatan utama yang diangkat pada kedua kasus ini Indonesiana, 48. 193-198.
adalah hipertermia. Implementasi keperawatan yang Harjaningrum, A. (2011). Smart Patient : Mengupas Rahasia
dilakukan adalah dengan pemberian kompres hangat Menjadi Pasien Cerdas.Jakarta : PT. Lingkar Pena
untuk mengatasi dan menurunkan suhu panas tubuh Kreative
pada anak selama 3 hari. Evaluasi yang diperoleh pada
kedua pasien selama 3 hari perawatan di ruang rawat Hasan, A. (2018). Pengaruh kompres hangat terhadap
inap anak masalah keperawatan hipertermia belum perubahan suhu tubuh pada pasien febris. 7, 1–6.
teratasi. Kakalang, J. P., Masloman, N., & Manoppo, J. I. C. (2016).
Profil kejang demam di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
UCAPAN TERIMAKASIH RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari
2014 – Juni 2016. E- CliniC, 4(2),
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pasien yang 0–5.
telah bersedia menjadi subjek dalam studi ini. Penulis
https://doi.org/10.35790/ecl.4.2.2016.1439 6
juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pelaksanaan dan Mariyam, M., & Yosafianti Pohan, V. (2017).
penyelesaian studi ini. Optimalisasi Kualitas Balita Melalui Peningkatan
Kemampuan Kader BKB Dalam Deteksi Dini Gangguan
Perkembangan Balita. Prosiding Seminar Nasional &
Internasional, 1(1). Retrieved from
http://103.97.100.145/index.php/psn12012
010/article/view/2926
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Buku ajar fumdamental keperawatan: konsep, proses, dan praktik.
Jakarta: EGC.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP
PPNI
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2018. Semarang: Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2018.
Purwanti, S., & Ambarwati, W. N. (2008). Pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada
pasien anak hipertermia di ruang rawat inap RSUD DR. Moewardi surakarta. Berita Ilmu
Keperawatn, 1(2), 81–86.
Rahmasari, V., & Lestari, K. (2018). Review: Manajemen Terapi Demam Tifoid: Kajian Terapi
Farmakologis dan Non Farmakologis. Farmaka, 16(1), 184–195.
https://doi.org/10.24198/JF.V16I1.17445
Rejeki, S. (2008). Studi Fenomenologi: Pengalaman Menyusui Eksklusif Ibu Bekerja Di Wilayah Kendal Jawa
Tengah. Nurse Media: Journal of Nursing, 2(1), 1–44.
https://doi.org/10.14710/nmjn.v2i1.734
Rosandy, RT dan Ismawati, Rita.2013. Pengembangan Buku Perencanaan Menu Untuk Penderita
Penyakit Kejang Demam. Ejournal boga. Volume 2, nomor 1, tahun 2013, edisi yudisium
periode Februari 2013,
hal 109-117.
Sodikin. (2012). Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sujono Riyadi, Sukarmin (2009), Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi Pertama. Yogyakarta :
Graha Ilmu
Wardiyah, A., Setiawati, & Romayati, U. (2016). Perbandingan Efektifitas Pemberian Kompres Hangat
Dan Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Yang Mengalami Demam Di Ruang
Alamanda Rsud Dr . H . Abdul Moeloek. Jurnal Kesehatan Holistik, 10(1), 36–44.
Wibisono, A. (2015). Asuhan Keperawatan Pada An.M Dengan Gangguan Sistem Persarafan : Kejang
Demam Di Ruang Mawar RSUD Banyudono Boyolali. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Wong, DL Dkk (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatric Wong Ed.6, Vol.2,Jakarta : EGC
Wowor, M. S., Katuuk, M. E., & Kallo, V. D. (2017). Efektivitas Kompres Air Suhu Hangat Dengan Kompres
Plester Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Demam Usia Pra-Sekolah Di Ruang Anak Rs
Bethesda Gmim Tomohon. Jurnal Keperawatan, 5(2).