Anda di halaman 1dari 2

Serpong,sidoarjo, lumpur lapindo.

Di desa yang tentram dan lahan tanah tanah yang luas tempat mereka mencari nafkah untuk
kewajiban setiap manusia,kewajiban pokok,kewajiban pangan,sandang dll. Tempat yang dari massa
nenek moyang mencari sebuah kewajiban manusia.

Tempat tinggal untuk hidup,meneduh dari sinar matahari maupun hujan yang sering kali hadir di
tengah siang maupun malam.

Kebahagian dari semua penduduk desa terpancar karna adanya pasokan kebutuhan dari lahan tanah
tersebut. Tapi kini mulai hilang kesempatan untuk tersenyum akan lahan tanah tempat mereka
mencari kebutuhan hidup. Lahan tanah yang tidak bisa di pakai lagi,bisa di pakai lagi seperti
biasanya,tapi sangatlah tidak mungkin karna tercemar lumpur yang keluar dari bawah tanah bumi
yang menenggelamkan semua lahan tanah penduduk di daerah porong tempat mencari kebutuhan
hidup dll.

Bukan semata-mata lumpur keluar dari bawah tanah,tapi karna kecelakaan pipa untuk menopang
lumpur ke tempat lain bocor,dan mengakibatkan tersemburlah lumpur tersebut ke permukaan
tanah. Entah itu kecelakaan disebabkan oleh kesalahan manusia atau disebabkan oleh kemarahan
alam atas pembangunan dalam industri lumpur tersebut.

Kini penduduk porong bagaikan pesawat terbang tidak ada airpot/pendaratan,bagai debu. Harusnya
mereka mendapat ganti rugi atas hilangnya hak asasi manusia mereka,yaitu rumah dan lahan
tani,yang mereka tempati sejak lahir,sejak kecil mengadu nasib di lahan tersebut dengan mencari
kebutuhan hidup di lahan tesebut. Tapi kini mereka mendapatkan ganti rugi yang kurang memadai
dan tidak akan membekali untuk anak cucunya kelak nanti karna lahan tersebut dig anti dengan
uang,pasti uang sebentar atau lama itu akan habis juga. Tidak banyak juga yang mendapat ganti
rugi,masih banyak dan masih kurang ganti rugi tersebut atas hilangnya lahan mereka dari lahir
sampai besar tempat mencari kebutuhan hidup.

Masih ada penduduk yang mendiami sebuah tenda/poso yang belum mendapatkan ganti rugi.
Makan seadanya. Yang penting kata mereka masih mendapatkan kebutuhan hidup dan pangan yang
layak.

Seorang wartawan menanyakan sekilas hidup mereka sesudah terjadinya lumpur lapindo.

Wartawan: mas,kecewa gak sih. Mas mendapat ganti rugi yang layak?

Joko warga porong : “sebenarnya saya kecewa,tapi mau gimana lagi semua sudah terjadi,tapi
kenapa ganti rugi tak sebanding dengan kepastian sebanding lahan tanah kita,tempat kita mencari
kebutuhan hidup dari kita lahir sampai sudah seperti ini,bisa di ibaratkan hak asasi manusia yang
sudah ada saya sejak lahir,namun semua sudah tiada lagi bagai harapan yang sudah ditiup
kehancuran,saya berpikir apakah anak dan cucu saya masih bisa hidup tanpa ada lahan tanah
itu,karna ganti rugi ini tidak akan mengubah semua anak dan cucu menjadi kaya”.

Wartawan: memang iya mas,tapi mas masih beruntung loh,di banding mereka/penduduk warga
porong lainya belum mendapat ganti rugi atas hilangnya kehidupan mereka,mereka harus mulai dari
awal lagi”
Joko : “iya mas,saya harap mereka/warga porong yang belum mendapat ganti rugi bisa
mendapatkanya dan hidup layak seperti dahulu sejak mereka di lahirkan,meskipun tidak kaya namun
ada tempat untuk mencari kebutuhan hidup dengan bertani dengan lahan mereka”.

Wartawan: “terimakasih mas,atas wawancarany”

Joko : ”sama-sama”.

sekian dari cerpen saya,meskipun tidak sebagai hak asasi manusia yang konkrit tapi lahan tanah
tempat untuk mencari napkah untuk kebutuhan hidup,namun lahan tanah yang di berikan oleh yang
maha kuasa sejak lahir dari nenek moyang lah menjadi acuan,sebagai hak asasi manusia.

Anda mungkin juga menyukai