Anda di halaman 1dari 11

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini akan menguraikan secara sistematis mengenai tahapan penelitian


yang dilakukan dalam perancangan eksperimen. Langkah-langkah yang dilakukan
dalam penelitian ini akan dijelaskan pada Gambar 3.1 di bawah ini.

Studi Literatur
Tahap
Identifikasi
Penentuan Latar Belakang Masalah Masalah

Penentuan Tujuan dan Manfaat Penelitian

Identifikasi Karakter Kualitas Semen Tulang


( diametral tensile strength dan densitas)

Penentuan Faktor Berpengaruh untuk kedua Karakteristik


Kualitas ( diametral tensile strength dan densitas) Tahap
Perancangan
Eksperimen
Penentuan setting level masing masing faktor

Penentuan Orthogonal Array (OA)

Persiapan Eksperimen

Tahap
Persiapan Alat Persiapan Bahan Pelaksanaan
Pendukung Eksperimen Eksperimen Eksperimen

Pembuatan Spesimen dengan Teknik Sintering-


Deposisi tanpa Kompaksi ( disesuaikan OA)

Pengujian Hasil Eksperimen

Tahap
Optimasi Setting Level :
a. Metode Taguchi : Pengumpulan
1. Penentuan S/N Ratio masing-masing karakteristik kualitas dan
2. Menghitung nilai rata-rata S/N Ratio masing-masing level faktor respon Pengolahan
3. Menghitung nilai weighted (w) untuk optimasi setting level data

b. Respone Surface Methodology :


1. Menentukan persamaan Response Surface masing-masing karakteristik
kualitas
2. Menghitung nilai desirability kedua karakteristik kualitas untuk
otimasi setting level

Penentuan Faktor Berpengaruh dengan


Analysis of Variance (ANOVA)

Analisis dan Interpretasi Hasil Tahap Analisis Interpretasi


Hasil dan Kesimpulan
Kesimpulan dan Saran

commit
Gambar 3.1 to user penelitian
Metodologi

III-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3.1 Tahap Identifikasi Masalah

Tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi


masalah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

3.1.1 Studi Literatur


Studi literatur dalam penelitian ini dilakukan untuk mendalami materi
dalam menyelesaikan masalah yang dirumuskan. Informasi yang dibutuhkan yaitu
mengenai tulang, cacat tulang, semen tulang (bone cement), hidroxyapatite (HA),
polymethylmethacrylate (PMMA), proses sintering, diametral tensile strength,
densitas dan porositas, Metode Taguchi, serta Response Surface Methodology
(RSM).

3.1.2 Penentuan Latar Belakang Masalah dan Perumusan Masalah


Osteosarcoma (kanker tulang) menyumbang sekitar 0.2% dari jumlah
kanker si seluruh dunia. Setiap tahun sekitar 2890 orang di diagnosa mengidap
osteosarcoma, sekitar 1410 orang meninggal karena osteosarcoma. Dalam kasus
osteosarcoma yang paling sering dijumpai adalah osteosarcoma, menempati
sekitar 30%. Tingkat insiden osteosarcoma pada usia muda agak tinggi,
kebanyakan pada usia antara 10-20 tahun, dengan perbandingan angka insiden
osteosarcoma antara pria wanita sebanyak 2 banding 1. Di Indonesia sendiri,
kanker tulang menempati prevalensi terbanyak ketiga setelah kanker darah
kemudian kanker mata.
Salah satu cara penanganan untuk kasus osteosarcoma adalah dengan
teknik vertebroplasty, yaitu prosedur atau teknik operasi yang digunakan untuk
memasukkan biomaterial melalui sebuah jarum pada corpus vertebra yang kolaps
akibat fraktur maupun kondisi patologis yang lain. Biomaterial yang digunakan
dan sedang dikembangkan saat ini adalah semen tulang (bone cement) berbahan
komposit hidroxyapatite (HA) dan polymethylmethacrylate (PMMA) dikarenakan
sifatnya yang osteogenesis, mempunyai compressive strength dan mechanical
load yang baik serta biaya yang relatif terjangkau untuk masyarakat Indonesia.
Penelitian ini dilakukan pada persentase HA terhadap PMMA yang
berbeda dan belum dilakukan oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Selain itu
commit to user

III-2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

teknik sintering yang digunakan juga belum dilakukan yaitu sintering tanpa
adanya kompaksi (penekanan / pemadatan).
Dari latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan permasalahan yaitu
Bagaimana menentukan persentase HA terhadap PMMA yang paling tepat untuk
nilai persentase HA terhadap PMMA yang belum dilakukan pada penelitian-
penelitian sebelumnya serta bagaimana menentukan setting level optimal dari 3
faktor pada spesimen yaitu persentase HA terhadap PMMA, suhu sintering, dan
waktu sintering terhadap diametral tensile strength dan porositas dari komposit
hidroxyapatite polymethylmethacrylate (HA-PMMA) tanpa kompaksi sebagai
bahan biomaterial pembuatan semen tulang yang bersifat customize.

3.1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu Melakukan
eksperimen faktor (persentase HA terhadap PMMA, suhu sintering dan waktu
sintering) dengan metode Taguchi dan Response Surface Methodology (RSM)
Serta menganalisis setting level optimal faktor-faktor terhadap diametral tensile
strength dan porositas dari komposit.
Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah menghasilkan
setting optimal pada pembuatan komposit hidroxyapatite polymethylmethacrylate
(HA-PMMA) berdasarkan 3 faktor yang berpengaruh (persentase HA terhadap
PMMA, suhu sintering, dan waktu sintering) tanpa kompaksi sebagai bahan
biomaterial pembuatan semen tulang serta memberikan alternatif pemecahan
masalah dalam hal bahan biomaterial pembuatan semen tulang di Indonesia.

3.2 Tahap Perancangan Eksperimen


Tahap perancangan eksperimen dimulai dengan mengidentifikasi kualitas
yang terdiri dari penentuan karakteristik kualitas dan penentuan sistem
pengukuran untuk masing masing karakteristik kualitas untuk menghitung hasil
eksperimen. Tahap perancangan eksperimen dilakukan untuk menentukan faktor-
faktor yang akan digunakan pada penelitian serta menentukan level-level yang
akan dilibatkan dalam eksperimen. Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam
tahap ini adalah sebagai berikut :
commit to user

III-3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3.2.1 Identifikasi Karakteristik Kualitas Semen Tulang


Semen tulang (bone cement) adalah bahan yang digunakan dalam bedah
ortopedi dan aplikasi gigi untuk fiksasi sendi prostesis. Mereka bertindak sebagai
distributor beban antara implan buatan dan tulang, serta mengisi bahan selfcuring
untuk tulang dan gigi berlubang (Espigares et al., 2002). Sejak 1960 PMMA telah
digunakan dalam bidang ini (Charnley, 1970), karena biostability dan sifat
mekanik yang baik. (Cameron,et.al.,1974).
Bone cement dibentuk dengan cara mencampurkan antara serbuk
hidroxyapatite (HA) yang mempunyai sifat dapat berikatan langsung dengan
tulang, dengan serbuk polymethylmethacrylate (PMMA) yang bersifat memiliki
comnpressive strength yang tinggi serta kekuatan menahan beban mekanik
(mechanical load) yang baik.
Sebagaimana keterangan diatas, semen tulang umumnya dibuat dengan
sistem mixing antara dua komponen yaitu cairan dan bubuk (powder). Pada
penelitian ini, dilakukan pengujian terhadap komposit yang berasal dari
pencampuran dua bubuk, yaitu antara hidoxyapatite (HA) dengan
polymethylmethacrylate (PMMA) dengan persentase HA terhadap PMMA, suhu
sintering dan waktu sintering yang berbeda. Proses pencampuran kedua serbuk
tersebut dilakukan tanpa adanya kompaksi (penekanan).

3.2.2 Penentuan Setting Level masing masing Faktor


Adapun setting level untuk masing-masing faktor yang berpengaruh dalam
pelaksanaan eksperimen dalam penelitian ini yaitu persentase HA terhadap
PMMA, suhu sintering, dan waktu sintering, akan di jelaskan sebagai berikut:

a. Faktor persentase HA terhadap PMMA terdiri dari lima level yaitu


20%,17,5%, 15%, 12,5%, dan 10%.

Disini digunakan 5 level persentase HA teehadap PMMA yaitu


20%, 17,5%, 15%, 12,5%, dan 10%,untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap diametral tensile trength dan tingkat kerapatan (densitas)
spesimen yang akan dihasilkan. Pada spesimen hasil sintering, jika diamati
dengan menggunakan mikroskop, sebenarnya masih terdapat banyak
commit to user
rongga udara (poros) yang membuat spesimen menjadi kurang kuat.

III-4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Semakin sedikit rongga udara yang timbul pada spesimen maka semakin
kuat spesimen yang dihasilkan dan juga tingkat kerapatannya juga tinggi.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, rata-rata peneliti
bereksperimen pada persentase tersebut. Disini akan dilakukan eksperimen
pada range persentase yang berbeda dengan eksperimen sebelumnya.
Karena semakin besar persentase HA terhadap PMMA, maka semen
tulang yang dihasilkan memiliki kekuatan tekan yang bagus namun
porositasnya rendah dan sebaliknya. Padahal yang dicari adalah kekuatan
tekan dan porositas yang mendekati karakteristik tulang manusia.
b. Faktor suhu sintering terdiri dari lima level yaitu 130° C, 135° C, 140° C,
145° C dan 150° C.

Fraksi fase yang terbentuk umumnya bergantung pada lama dan


atau suhu sintering. Semakin besar suhu sintering dimungkinkan semakin
cepat proses pembentukan kristal tersebut. Besar kecilnya suhu juga
berpengaruh pada bentuk serta ukuran celah dan juga
berpengaruh pada struktur pertumbuhan kristal (Setyowati, 2008).
Pada proses sintering, faktor suhu sangat berpengaruh terhadap
tingkat kekerasan material yang akan dihasilkan. Hal ini karena
biomaterial HA-PMMA memiliki suhu maksimal dimana setelah melewati
suhu tersebut maka tingkat kekerasan spesimen yang diperoleh tidak
maksimal dan mungkin HA-PMMA tersebut akan meleleh dan tidak
mengeras seperti yang diharapkan. Sebalikanya, jika suhu yang digunakan
kurang, maka HA-PMMA tidak akan menjadi keras dan cenderung lembek
sehingga tidak dapat diuji. Pada penelitian ini digunakan lima level suhu
yaitu 130° C, 135° C, 140° C, 145° C dan 150° C , karena suhu optimal
pemanasan PMMA agar hasilnya maksimal berada pada suhu sekitar 170°
C sehingga ditentukan suhu yang digunakan adalah ¾ dari suhu leleh dari
PMMA.
Untuk memperoleh suhu tersebut, digunakan oven bersuhu rendah
yang biasanya memiliki panel penunjuk suhu. Namun terkadang terjadi
selisih suhu antara di dalam oven dengan suhu yang ditunjukkan pada
commit to user

III-5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

panel. Karena itulah diasumsikan bahwa suhu yang terlihat pada panel itu
sama dengan suhu yang berada di dalam oven.
c. Faktor waktu proses sintering terdiri dari lima level yaitu 30 menit, 45
menit, 60 menit, 75 menit, dan 90 menit.

Disini digunakan 5 parameter waktu pengukuran yaitu 30 menit, 45


menit, 60 menit, 75 menit, dan 90 menit untuk mengetahui berapakah
waktu yang paling optimal agar HA-PMMA mencapai tingkat kekerasan
seperti yang diinginkan. Karena kalau waktu sintering kurang dari 30
menit maka belum terjadi proses pembentukan kristal baru sesuai dengan
yang di inginkan, sedangkan jika waktu sintering lebih dari 90 menit maka
bahan yang digunakan akan meleleh sehingga tidak terbentuk komposit
material yang diharapkan.
3.2.3 Penentuan Orthogonal Array (OA)
Orthogonal array terdiri dari faktor terkendali yang sering disebut dengan
inner array dan untuk faktor tak terkendali sering disebut dengan outer array.
Berdasar pada jumlah faktor dan setting level untuk faktor terkendali diperoleh
dimatriks Orthogonal L25(5^6). Untuk lebih jelasnya, penentuan matriks
Orthogonal dijelaskan pada Bab IV dalam penelitian ini.

3.3 Tahap Pelaksanaan Eksperimen


3.3.1 Persiapan Eksperimen
Faktor dan level yang sudah ditentukan menjadi acuan untuk melakukan
persiapan eksperimen. Penyediaan perlengkapan material HA-PMMA yang
disesuaikan dengan faktor dan level serta alat dan bahan perlengkapan lain yang
mendukung pelaksanaan eksperimen.
a. Persiapan Alat Eksperime
 Pembuatan spesimen
1. Kertas
2. Timbangan digital
3. Oven, disini digunakan oven milik FMIPA.
4. Penggaris
commit to user
5. Micrometer digital

III-6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

6. Pinset
7. Tatakan untuk meletakkan spesimen pada oven
8. Kamera untuk dokumentasi
 Pelaksanaan eksperimen
1. Alat uji diametral tensile strength (ASTM F451-95)
2. Bolpoint dan kertas

b. Persiapan Bahan Eksperimen


Bahan yang digunakan disini adalah komposit hidroxyapatite
polymethylmethacrylate (HA-PMMA) memiliki konsentrasi persentase HA
terhadap PMMA sebesar 10%, 12,5%, 15%, 17,5% dan 20%, yang akan dibentuk
menyerupai cakram tanpa kompaksi dengan diameter sekitar 6 mm dan tinggi 3
mm yang telah mengalami proses sintering sebelum dilakukan pengujian.

3.3.2 Pelaksanaan Eksperimen Pembuatan Spesimen


Benda uji atau spesimen hidroxyapatite polymethylmethacrylate (HA-
PMMA) berbentuk seperti cakram dengan ukuran diameter 6 mm dan tinggi 3
mm. Sebelum proses pengujian spesimen, terlebih dahulu dilakukan proses
sintering dengan 3 faktor yang telah ditentukan yaitu, persentase HA-PMMA suhu
sintering dan waktu proses sintering. Adapun proses sintering dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
1. Siapkan kertas yang sudah dibentuk sesuai dengan bentuk dan
ukuran dari spesimen yang akan dibuat.
2. Timbang serbuk HA-PMMA sesuai dengan komposisi yang sudah
ditetapkan dalam eksperimen.
3. Tuangkan serbuk HA-PMMA ke dalam cetakan kertas, lalu
letakkan dan tata pada tatakan (tanpa kompaksi).
4. Setting oven untuk suhu dan lama penahanannya.
5. Masukkan cetakan beserta material ke dalam oven sampai waktu
yang sudah ditentukan sehingga spesimen mengeras.
6. Setelah spesimen mengeras, kemudian dilepaskan dari cetakan dan
dibiarkan dingin.
commit to user

III-7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

7. Ulangi proses diatas untuk suhu, persentase serta lama waktu


proses sintering yang berbeda sesuai dengan yang sudah ditetapkan
pada eksperimen berdasarkan pada orthogonal array.
Setelah semua spesimen selesai dibuat dan sesuai dengan ukuran yang
sudah ditetapkan, maka spesimen tersebut sudah siap untuk dilakukan pengujian.

3.4 Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data


Tahap selanjutnya adalah pengumpulan dan pengolahan data untuk
mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuannya. Untuk tahap pengumpulan data
sudah dimulai sejak perancangan eksperimen sampai eksperimen selesai
dilakukan. Adapun langkah-langkah tahap pengumpulan dan pengolahan data
akan dijelaskan dalam uraian berikut ini.
3.4.1. Pengujian Hasil Eksperimen dan Pendataan Hasil
Setelah eksperimen selesai dan benda uji selesai dibuat, kemudian
dilakukan pengujian. Data yang diperoleh dari hasil pengujian dicatat dan
digunakan untuk melakukan perhitungan dengan tujuan menghasilkan setting
level optimal yaitu kombinasi level faktor yang memberikan kualitas terbaik
berdasarkan tipe karakteristik kualitas.
Untuk porositas, dihitung berdasarkan pada perhitungan perbandingan
antara massa dan volume dari masing-masing spesimen. Kemudian dari nilai
tersebut dapat digunakan untuk menentukan nilai porositasnya. Sedangkan untuk
uji respon diametral tensile strength dilakukan di Laboratorium Bahan
Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Adapun proses pengujian untuk respon
diametral tensile strength dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Siapkan alat dan bahan yang akan diuji
2. Setting alat pengujian. Proses ini meliputi pengaturan kecepatan
penekanan ( 1/28 mm/detik), pengaturan satuan penekanan (Kgf)
dan pengaturan posisi serta letak penempatan spesimen.
3. Letakkan spesimen pada tempatnya, kemudian nyalakan alat dan
biarkan alat tersebut ditekan sampai spesimen pecah.
4. Setelah spesimen pecah dan angka pada panel sudah berhenti,
maka matikan alat dan catat hasilnya.
commit to user

III-8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5. Simpan resimen hasil pengujian kemudian atur ulang panel agar


berada pada posisi nol dan siap untuk digunakan lagi.
6. Lakukan proses 1-5 tersebut diatas untuk semua spesimen.

3.4.2. Optimasi Setting Level

Hasil pendataan dari pengujian spesimen untuk masing-masing respon


kemudian diolah untuk menentukan setting level optimal dari kedua karakteristik
kualitas spesimen. Berikut merupakan metode penentuan setting level optimal.

a. Metode Taguchi
Metode Taguchi adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengetahui setting optimal sebuah proses untuk kasus single response.
Refaie, dkk (2010) melakukan pendekatan untuk menyelesaikan kasus
multirespon, dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Penentuan signal to noice (S/N) ratio masing-masing karakteristik kualitas


Setelah diperoleh hasil eksperimen kemudian dihitung SN rasio dari
masing-masing karakteristik kualitas untuk semua perlakuan dalam
eksperimen. Maksimasi ukuran performansi ditunjukkan dengan tingginya
signal dan rendahnya noise, karena itu karakteristik kualitas perlu
dikelompokkan terlebih dahulu agar diperoleh konsistensi dalam
pengambilan keputusan terhadap hasil eksperimen.

2. Menghitung rata-rata dari masing-masing S/N ratio level faktor untuk


masing-masing respon.
Menjumlah perlakuan dalam eksperimen untuk level ke-i dari faktor
ke-j kemudian merata-rata hasilnya untuk masing-masing respon.

3. Menghitung nilai weighted (w) untuk optimasi setting level.


Nilai weighted (w) untuk optimasi setting level, mengacu pada hasil
pengelompokkan karakteristik kualitas untuk masing-masing respon dan
hasil perhitungan rata-rata dari masing-masing S/N ratio. Dengan
menggunakan persamaan 2.13 dan 2.14 seperti yang sudah dipaparkan di
bab II, akan diperoleh nilai w dari
commit masing-masing level faktor untuk
to user

III-9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

masing-masing respon. Rata-rata nilai w dengan nilai angka yang terbesar


mengindikasikan performansi yang lebih baik, oleh karena itu nilai
maksimum dari rata-rata w untuk masing-masing level faktor merupakan
nilai setting level optimal dari keseluruhan proses faktor.

b. Response Surface Methods (RSM)


Adapun tahap otimasi setting level untuk metode response surface
adalah sebagai berikut:
1. Penentuan persamaan response surface untuk masing-masing respon
Model persamaan untuk masing-masing respon dalam penentuan
setting level optimal dalam penelitian ini adalah dengan model regresi,
dengan bantuan software Design Expert.
2. Menghitung nilai desirability untuk kedua karakteristik kualitas
Myer dan Montgomery (2001) mendiskripsikan sebuah metode
multirespon dengan sebutan desirability. Setelah diperoleh persamaan
response surface untuk masing-masing respon, kemudian dilakukan
optimasi setting level faktor untuk kedua respon. Setting level faktor yang
menghasilkan nilai desirability terbesar merupakan hasil optimal bagi
karakteristik kualitas proses tersebut.

3.4.3. Penentuan Faktor Berpengaruh


Untuk mengetaui faktor berpengaruh dalam pelaksanaan eksperimen untuk
kasus multirespon dalam penelitian ini dilakukan dengan analysis of variance
(ANOVA). Penentuan faktor berpengaruh dilakukan dengan memisahkan variansi
total dari normalisasi signal to noise ratio semua respon dengan menghitung
jumlah kuadrat deviasi dari total rata-rata normalisasi SN ratio yang
dikontribusikan ke masing-masing parameter proses dan error.

3.5 Tahap Analisis Interpretasi Hasil dan Kesimpulan

Pada tahap ini, merupakan tahap pemaparan hasil keseluruhan pelaksanaan


eksperimen dan kesimpulan yang diperoleh.
3.5.1 Analisis dan Interpretasi Hasil

commit to user

III-10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pada bagian ini dijelaskan mengenai analisis perencanaan eksperimen,


hasil dari pelaksanaan eksperimen, hasil penentuan setting level optimal sampai
pada saat setting level optimal dibuktikan dengan eksperimen konfirmasi. Dari
uraian yang diberikan diharapkan dapat menjelaskan sejauh mana keefektifan dari
pembahasan masalah tersebut.
3.5.2 Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dan saran merupakan tahap terakhir penelitian yang berisi
kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian dan analisis yang mengacu pada
tujuan awal penelitian yang telah ditetapkan. Selain itu juga diberikan saran
perbaikan bagi perusahaan dan penelitian lebih lanjut.

commit to user

III-11

Anda mungkin juga menyukai