id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
terlibat dalam resorpsi dan remodeling tulang. Osteoklas yang diketahui berasal
dari sumsum tulang, merupakan turunan dari sejumlah gabungan monosit.
2.1.2 Kanker Tulang (Osteosarcoma)
Kanker tulang (Osteosarcoma) adalah salah satu penyakit kanker yang
menyerang bagian tulang yang ditandai dengan benjolan pada daerah tersebut.
Peyakit ini juga sering disebut sebagai tumor tulang.
Penyakit kanker tulang ini bisa berupa penyakit yang masih lunak ataupun
ganas, dan yang lainnya bersifat primer dan sekunder. Berikut ini beberapa jenis
penyakit kanker tulang, (www.totalkesehatananda.com, 2012) :
1. Osteosarcoma
Merupakan kanker tulang ganas utama yang paling umum. Sering
mempengaruhi laki-laki yang berumur antara 10 sampai 25 tahun. Kanker ini
seringkali terjadi di tulang-tulang yang panjang dari lengan-lengan dan kaki-kaki
pada area-area dari pertumbuhan yang cepat sekitar lutut-lutut dan bahu-bahu
(pundak) dari anak-anak. Tipe kanker ini adalah sangat agresif dengan resiko
penyebaran ke paru-paru. Angka kelangsungan hidup dari lima tahun adalah kira-
kira 65%. commit to user
II-2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2. Ewing's sarcoma
Merupakan tumor tulang yang paling agresif dan mempengaruhi orang-
orang yang lebih muda yang berumur antara 4-15 tahun. Sering terjadi pada laki-
laki dan jarang terjadi pada orang-orang yang berumur lebih dari 30 tahun. Bagian
yang paling sering terkena tumor ini adalah pertengahan dari tulang-tulang
panjang dari lengan-lengan dan kaki-kaki. Angka kelangsungan hidup tiga tahun
adalah kira-kira 65%, namun angka ini akan jauh lebih rendah apabila telah
menyebar ke paru-paru atau jaringan-jaringan lain dari tubuh.
3. Chondrosarcoma
Merupakan tumor tulang yang paling umum kedua dan bertanggung jawab
pada kira-kira 25% dari semua tumor-tumor tulang yang ganas. Tumor-tumor ini
timbul dari sel-sel tulang rawan (cartilage cells) dan dapat tumbuh dengan sangat
agresif atau relatif perlahan. Tidak seperti banyak tumor-tumor tulang lain,
chondrosarcoma umum terjadi pada orang-orang berumur diatas 40 tahun. Sering
terjadi pada laki-laki dan dapat secara potensial menyebar ke paru-paru dan
simpul-simpul getah bening. Chondrosracoma mempengaruhi tulang-tulang dari
pelvis dan pinggul. Kelangsungan hidup 5 tahun untuk bentuk yang agresif adalah
kira-kira 30%, namun angka kelangsungan hidup untuk tumor-tumor yang
tumbuhnya perlahan adalah 90%.
4. Malignant Fibrous Histiocytoma (MFH)
Merupakan tumor tulang yang mempengaruhi jaringan-jaringan lunak
temasuk otot-otot, ligamen-ligamen, tendon-tendon, dan lemak. Tumor ini
biasanya terjadi pada orang-orang berumur sekitar 50-60 tahun. Paling umum
mempengaruhi anggota-anggota tubuh (kaki dan tangan) dan kira-kira 2 kali lebih
sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. MFH juga mempunyai suatu
jangkauan yang lebar dari tingkat keparahan. Angka kelangsungan hidup
keseluruhan adalah kira-kira 35%-60%.
5. Fibrosarcoma
Merupakan tumor tulang yang jauh lebih jarang daripada tumor-tumor
tulang lainnya. Sering terjadi pada orang-orang yang berumur 35-55 tahun. Tumor
ini mempengaruhi jaringan-jaringan lunak dari kaki dibelakang lutut. Lebih umum
commit to user
terjadi pada laki-laki daripada wanita.
II-3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6. Chordoma
Merupakan suatu tumor yang sangat jarang dengan suatu kelangsungan
hidup rata-rata dari kira-kira 6 tahun setelah diagnosis. Dapat terjadi pada orang
dewasa yang berumur diatas 30 tahun dan 2 kali lebih umum pada laki-laki
daripada wanita. Paling umum mempengaruhi kolom tulang belakang (spinal
column) ujung bawah atau ujung atas.
II-4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
II-6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
II-7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2. Teknik Kyphoplasty
Hampir sama dengan vertebroplasty, tetapi teknik tersebut
menggunakan "balon" yang dimasukkan ke dalam tulang belakang yang
patah. Setelah itu, balon akan diisi dengan cairan sehingga dapat
menyangga tulang yang patah. Kelemahan teknik ini adalah balon harus
dikeluarkan lagi sehingga kemungkinan patah tulang dapat saja terjadi
kembali.
II-8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3. Teknik Vesselplasty
Berdasarkan pengalaman dari teknik kyphoplasty dan vertebroplasty,
kini dikembangkan teknik baru bernama vesselplasty, Karena
menggunakan "balon" sebagai pengganti pembuluh darah buatan. Balon
tersebut kemudian diisi oleh bahan tulang yang mempunyai sistem hidrolik
sehingga tulang pasien dapat tegak seperti sediakala.
II-9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
II-10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
diterima oleh tubuh karena memiliki persamaan sifat fisik dan kimia (Nurlaela,
2009). Dua penggunaan HA yang paling umum antara lain sebagai pelapis implan
titanium atau sebagai bahan pembentuk komposit (Pattanayak et al. 2005).
II-11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Bahan alami sesuai karena memiliki koneksi pori-pori yang sama seperti
tulang manusia, namun masalah pencemaran dan benda asing yang ada
telah membatasi penggunaannya Dengan demikian, produksi HA sintetis
telah diberi fokus secara meluas untuk mengatasi masalah tersebut
II-12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Material ini dapat mendorong pertumbuhan tulang baru, serta mempercepat proses
penyatuan tulang. Dengan sifat-sifat mekanik dan struktur kimia yang dimiliki
sehingga HA banyak digunakan sebagai implan tulang femur (paha) manusia dan
dalam aplikasi bidang medis lainnya.
II-13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Sebagian besar fasa non organik terdiri dari hidroxyapatite dalam bentuk jarum
berukuran panjang 40 nm, lebar 20 nm dan tebal 5 nm. Selain itu, juga tersusun
dari mineral- mineral yaitu karbonat, sodium, magnesium, fluorida, klorida,
kalium dan pirofosfat. Kandungan mineral ini memberikan kekerasan dan
melindungi tulang dari patah. Apabila tahap mineral meningkat maka ia akan
meningkatkan kekuatan dan kekakuan tulang (Follet et al, 2004). karena
hidroxyapatite mempunyai komposisi kimia dan struktur campuran yang hampir
sama dengan tulang manusia, maka hidroxyapatite sangat sesuai digunakan untuk
penggantian dan perbaikan jaringan tulang manusia yang rusak.
II-14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Perbedaan yang lain adalah kaca lebih bersifat getas dan dibandingkan
acrylic. Acrylic bersifat lebih elastis, sehingga secara teknis lebih dapat bertahan
pada hentakan tekanan dinamik. Karena sifatnya yang food safe, tidak
memungkinkan berkembangnya mikroorganisme. Bersifat hidrofobik/sifatnya
menolak air.
1. Tidak bioactive.
2. Tidak dapat berikatan / menyatu dengan tulang host.
commit to user
3. Tidak bisa melakukan remodeling.
II-15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.4 Sintering
Sintering merupakan proses pemanasan dibawah titik leleh dalam rangka
membentuk fase kristal baru sesuai dengan yang diinginkan dan bertujuan
membantu mereaksikan bahan-bahan penyusun baik bahan keramik
maupun bahan logam. Proses sintering akan berpengaruh cukup
besar pada pembentukan fase kristal bahan. Fraksi fase yang terbentuk umumnya
bergantung pada lama dan atau suhu sintering. Semakin besar suhu sintering
dimungkinkan semakin cepat proses pembentukan kristal tersebut. Besar kecilnya
suhu juga berpengaruh pada bentuk serta ukuran celah dan juga
berpengaruh pada struktur pertumbuhan kristal (Setyowati, 2008).
Berdasarkan pada ada tidaknya kompaksi (penekanan/pemadatan), proses
sintering dibagi menjadi 2 yaitu sintering dengan kompaksi dan sintering tanpa
kompaksi. Sintering dengan kompaksi memiliki keunggulan yaitu porositas yang
dihasilkan rendah sehingga kekuatan mekaniknya lebih optimal. Namun
kelemahannya material hasil sintering dengan kompaksi bersifat tidak customize,
yaitu tidak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan / kebutuhan. Sebaliknya
sintering tanpa kompaksi akan menghasilkan material yang bersifat customize
namun memiliki porositas yang tinggi dan kekuatan mekanik yang lebih rendah.
Pada proses sintering, terjadi proses pembentukan fase baru melalui proses
pemanasan dimana pada saat terjadi reaksi komponen pembentuk masih dalam
bentuk padat dari campuran serbuk. Hal ini bertujuan agar butiran-butiran (grain)
dalam partikel-partikel yang berdekatan dapat bereaksi dan berikatan. Proses
commit to user
sintering fase padat terbagi menjadi tiga fase, yaitu:
II-16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
a. Tahap awal
Pada tahap awal ini terbentuk ikatan atomik. Kontak antar partikel
membentuk leher yang tumbuh menjadi batas butir antar partikel. Pertumbuhan
akan menjdi semakin cepat dengan adanya kenaikan suhu sintering. Pada tahap ini
penyusutan juga terjadi akibat permukaan porositas menjadi halus.
b. Tahap menengah
Pada tahap ini terjadi desifikasi dan pertumbuhan partikel yaitu butir kecil
larut dan bergabung dengan butir besar. Akomodasi bentuk butir ini menghasilkan
pemadatan yang lebih baik. Pada tahap ini juga berlangsung penghilangan
porositas. Akibat pergeseran batas butir, porositas mulai saling berhubungan dan
membentuk silinder di sisi butir.
c. Tahap akhir
Fenomena desifikasi dan pertumbuhan butir terus barlangsung dengan laju
yang lebih rendah dari sebelumnya. Demikian juga dengan proses penghilangan
porositas, pergeseran batas butir terus berlanjut. Apabila pergeseran batas butir
lebih lambat daripada porositas maka porositas akan mucul dipermukaan dan
saling berhubungan. Akan tetapi jika pergeseran batas butir lebih cepat daripada
porosositas maka porositas akan mengendap di dalam produk dan akan sulit
dihilangkan
Produk yang dihasilkan diharapkan memiliki densitas yang tinggi dan
homogen, maka pada proses sintering harus terjadi homogenisasi. Jika terdapat
lapisan oksida pada serbuk logam, proses sintering yang diharapkan bisa menjadi
lebih lambat. Selain lapisan oksida ini menyebabkan produk yang dihasikan
menjadi lebih getas, lapisan oksida tersebut juga menghambat proses difusi antar
partikel serbuk saat sintering dan meningkatkan temperatur sintering. Lapisan
oksida yang menempel pada serbuk terbentuk akibat kontak antar permukaan
serbuk dengan udara dan akibat perlakuan yang diterima serbuk saat proses
produksi metalurgi serbuk berlangsung. Oksida pada serbuk dapat diminimalkan
dengan mengalirkan gas reduksi sebelum atau sewaktu sintering berlangsung
II-17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
II-18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2p
𝐷𝑇𝑆 = 0,098 𝑥 …………………...……………persamaan 2.1
π.d.t
Keterangan :
DTS = Diametral Tensile Strengh (Mpa)
p = Gaya tekan / pressure (kgf)
π = Koefisien (3,14)
d = Diameter spesimen (cm)
t = Tebal spesimen (cm)
Sedangkan satuan diametral tensile strength adalah Megapascal (Mpa).
Alat yang digunakan untuk mengukur diametral tensile strength dengan
kecepatan 2,14 mm/menit.
Informasi alat Uji yang digunakan :
Pearson Panke Equipment LTD
1-3 Hale Grove, London NW 7
Salter Weight-Tronix
Capacity = 200 N
No Serial = 9743
II-19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.6.1 Densitas
Densitas adalah jumlah zat yang terkandung dalam suatu unit volume.
Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap
volumenya. Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi
dengan total volumenya . Dalam persamaan densitas dapat dinyatakan dalam tiga
bentuk (Torriselly, 2008), yaitu :
a) Densitas massa
Perbandingan jumlah massa dengan jumlah volume. Dirumuskan
dalam persamaan sebagai berikut :
m
𝜌= …………………………….……….persamaan 2.2
v
b) Berat Spesifik
Berat spesifik adalah nilai densitas massa dikalikan dengan
gravitasi,
Dirumuskan dengan persamaan :
ɣ = ρ.g …………………………………….persamaan 2.3
Satuan dari berat spesifik ini adalah N/m³, nilai ɣ air adalah 9.81 x 10³
N/m³.
c) Densitas Relatif
Densitas relatif juga disebut sebagai specific grafity (s.g) yaitu
perbandingan antara densitas massa dengan berat spesifik suatu zat
terhadap densitas massa atau berat spesifik dari suatu zat standart, dimana
commit to user
II-20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
yang dianggap memiliki nilai zat standar adalah air pada temperatur 4° C.
Densitas relatif ini tidak memiliki satuan.
II-21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
gambar. Gambar yang dihasilkan sangat detail dan beresolusi tinggi. Dari
gambar tersebut dapat diperoleh nilai kerapatan tulang, selayaknya pada CT
scan.
Table 2.1 Relative mass and density for arm, forearm, leg, and foot based on data
from six embalmed cadavers (from Clarys & Marfeel-Jones,1986)
RELATIV DENSITY
BODY
TISSUE E MASS -3
SEGMENT [gcm ]
[%]
Skin 6.90 1.050
Adipose 36.45 0.945
ARM
Muscle 41.85 1.049
Bone 14.80 1.224
Skin 8.35 1.051
FOREAR Adipose 23.55 0.961
M Muscle 51.50 1.054
Bone 16.60 1.308
2.6.2 Porositas
Porositas (p) adalah perbandingan antara volume rongga-rongga pori
terhadap volume total keseluruhan suatu benda (Koesoemadinata, 1980).
volume pori −pori
𝑝 = volume × 100% …………..……….persamaan 2.4
keseluruhan
Pori disini merupakan ruang di dalam benda yang selalu terisi oleh gas
atau udara. Porositas efektif yaitu apabila bagian rongga pori-pori di dalam suatu
benda saling berhubungan. Porositas efektif biasanya lebih kecil daripada rongga
pori-pori total yang biasanya berkisar dari 10% sampai 15%. Porositas residual
adalah porositas yang besarnya merupakan perbandingan antara volume pori yang
commit to user
tidak berhubungan dengan volume keseluruhan.
II-22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Porositas tertentu dapat berkisar dari nol sampai besar sekali, namun
biasanya berkisar antara 5 sampai 40 persen, dan dalam prakteknya berkisar hanya
dari 10 sampai 20 persen saja. Porositas 5 persen biasanya disebut porositas tipis
(marginal porosity) dan umumnya bersifat non komersiil, kecuali jika
dikompensasikan oleh adanya beberapa faktor lain. Secara teoritis porositas tidak
bisa lebih besar dari 47,6 persen. Hal ini disebabkan karena keadaan yang berlaku
untuk porositas jenis intergranuler.
II-23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1 𝑉𝑓′ 𝑉𝑓"
= 𝑃𝑓′ + 𝑃𝑓"…………..………………………....persamaan 2.5
Pc
𝑃𝑐−𝑃𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
𝑝 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 = x 100%…………..…….persamaan 2.6
𝑃𝑐
dimana :
p mass a = porositas massa (%)
Pc = porositas relatif
𝑃𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = densitas hasil perhitungan
II-24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Lx(Ny)…………………………………………..…………persamaan 2.7
Dimana,
commit to user
II-25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Orthogonal array yang terdiri dari faktor terkontrol atau faktor yang
secara langsung dapat dikendalikan dalam eksperimen disebut dengan inner array
dan posisinya berada disebelah kiri dari stuktur eksperimen. Sedangkan array
untuk noise faktor atau faktor tidak terkontrol sering disamakan dengan sebutan
outer array oleh karena itu posisi untuk outer array berada di sebelah kanan atau
di atas faktor terkontrol (Peace, 1992). Tabel 2.3 berikut akan memperlihatkan
struktur eksperimen Orthogonal array (inner dan outer array).
Tabel 2.3 Inner and outer array
Noise Factors
K * * *
. * * *
. * * *
O 1 * *
Eksperimenal Control Factors & Interaction M 1 * *
Run A B C . . i N 1 * *
1 1 1 1 * * *
2 * * * * * *
3 * * * * * * eksperimen
. * * * * * * data
. * * * * * *
. * * * * * *
j * * * * * *
2.7.1 Optimasi Setting Level kasus Multirespon pada Metode Taguchi
Usulan pendekatan oleh Refaie, dkk. (2010) untuk menyelesaikan masalah
multirespon dalam metode Taguchi dengan dasar pemikiran adalah rata-rata dari
S/N rasio untuk masing-masing level faktor dari masing-masing respon yang
dibobotkan dengan Signal-to-Noise (S/N ratio) terbesar untuk faktor tesebut.
Kemudian, rata-rata pembobotancommit
dari to user respon merupakan perhitungan
semua
II-26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
kualitas yang digunakan untuk menentukan setting level faktor optimal. Untuk itu,
level faktor yang berhubungan dengan rata-rata pembobotan terbesar dari
keseluruhan level faktor yang dihitung akan menjadi level optimal untuk faktor
tersebut. Adapun langkah-langkah dari usulan pendekatan untuk menyelesaikan
kasus multirespon pada metode Taguchi sebagai berikut:
a. Smaller-The-Better (STB)
1
S/Nstb = - 10 log ∑𝑦𝑖2 ……………..…….……..……..persamaan 2.8
𝑛
dengan,
b. Large-The-Better (LTB)
Karakteristik kualitas ini meliputi pengukuran dimana semakin besar
nilainya maka kualitasnya akan lebih baik. Misalnya batas kekuatan, tingkat
penghematan bahan bakar. Nilai S/N untuk jenis karakteristik Large-The-
Better adalah sebagai berikut:
1 1
S/Nltb = - 10 log ∑𝑛𝑖=1 2 ……………………….……….persamaan 2.9
𝑛 𝑦
dengan,
n commit
= jumlah pengulangan to user
eksperimen
II-27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
c. Nominal-The-Best (NTB)
𝜇2
S/Nntb = 10 log 10 …..………………..……..………...persamaan 2.10
𝜎2
dengan,
1 1
𝜇 = 𝑛 ∑𝑛𝑖=1 𝑌𝑖 ; 𝜎 2 = 𝑛 ∑𝑛𝑖=1(𝑌𝑖 − 𝜇)2
dengan,
p = nilai kecacatan produk dalam pecahan
2. Hitung nilai rata-rata S/N ratio (η) dari masing-masing level faktor semua
respon.
commit to user
II-28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Sebuah faktor proses diasumsikan sebagai l yang bekerja pada level k untuk
suatu respon j, kemudian ηjlk sebagai jumlah dari ηj untuk eksperimen pada level
k dari faktor l dan 𝜂𝑗𝑙𝑘 akan menjadi rata-rata dari ηjlk.
𝑚𝑎𝑥 𝑘 𝜂 𝑗𝑙𝑘
wjlk = ................................................................. persamaan 2.13
𝜂 𝑗𝑙𝑘
𝜂 𝑗𝑙𝑘
wjlk = ................................................................. persamaan 2.14
𝑚𝑎 𝑥 𝑘 𝜂 𝑗𝑙𝑘
commit to user
II-29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
II-31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
II-32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dalam bentuk Y = f(X1, X2, …., Xk). Inilah yang selanjutnya di sini akan disebut
sebagai response surface. Untuk k=1, diperoleh Y = f(X1) atau cukup ditulis Y =
f(X), merupakan garis respon.
𝑦 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑥1 + 𝛽2 𝑥2 + ⋯ + 𝛽𝑘 𝑥𝑘 +∈ ……………………persamaan 2.18
Jika karena sesuatu kejelasan model tidak berorder satu seperti di atas,
maka mungkin harus diambil model berorder dua yang bentuk umumnya
commit to user
Gambar 2.11 Contour plot response surface
II-33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Interaksi antara faktor terkendali dengan faktor noise adalah kunci robust
design. Oleh karena itu, diperlukan logika model dari suatu respon yang
mencakup faktor terkendali dan noise faktor beserta interaksi keduanya. Untuk
mengilusatrasikan, misal terdapat dua faktor terkendali x1 dan x2 dan satu noise
faktor z1. Jika diasumsikan kedua faktor terkendali dan noise di notasikan dengan
kode variabel, dengan kode 0 untuk nilai tengah dan batas atas dan bawah pada ±α
dan jika kita mempertimbangkan untuk menyertakan persamaan order pertama
faktor terkendali, maka diperoleh model persamaan:
Perlu diingat bahwa model tersebut memiliki efek utama dari kedua faktor
terkendali, faktor noise dan interaksi antara kedua faktor terkontrol dan noise.
Tipe model ini, yang terdiri dari faktor terkendali dan noise faktor disebut dengan
respon model. Kegunaan yang utama dari pendekatan respon model ini adalah
kedua faktor terkendali dan noise dapat di tempatkan dalam suatu single
eksperimen desain yaitu struktur inner dan outer array dari pendekatan Taguchi
dapat diletakkan. Desain yang terdiri dari kedua faktor terkendali dan noise ini
sering disebut dengan combined array design (Montgomery, 2001).
Myer dan Montgomery (2001) mendiskripsikan sebuah metode multi
respon dengan sebutan desirability. Desirability merupakan suatu fungsi objektif
dari 0 batas terluar sampai 1 pada tujuannya. Untuk beberapa respon dan faktor
level secara keseluruhan ditujukan untuk dikombinasikan ke dalam satu fungsi
desirability, D(x). Berikut ini merukan rumus fungsi objektif desirability:
1
𝐷 = (𝑑1 × 𝑑2 × … × 𝑑𝑛 )𝑛 ……………………………………...…..persamaan 2.21
Maksimum:
commit to user
d1 = 0 , jika respon < nilai rendah
II-34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Minimum:
d1 = 1 , jika respon < nilai rendah
d1 = 0 , jika respon > nilai tinggi
Keunggulan RSM, secara praktis tidak terlihat secara langsung model first
order maupun second order tersebut. Ketika persamaan pertama tidak
memberikan lack-of-fit, maka Montgomery (1997) menyatakan bahwa titik
optimal tidak terdapat pada desain first order tersebut. Untuk itu, level faktor yang
diteliti harus “digeser” sedemikian rupa ke arah optimalisasi respon. Proses inilah
yang disebut sebagai steepest ascent/descent.
Pergeseran level-level faktor menuju ke arah kondisi respon optimum
inilah yang menjadi keunggulan di dalam RSM. Tidak hanya berhenti pada level-
level faktor yang sudah ditentukan pada saat eksperimen first order, namun juga
dapat melacak titik optimum respon di luar area level eksperimen first order.
Persamaan kedua akan diterapkan pada area yang telah mengandung titik optimal
tersebut melalui eksperimen lanjutan dengan desain khusus seperti central
composite design atau box-behnken design (Box and Behnken, 1960 di dalam
Myers dan Montgomery, 1995).
Response Surface telah lebih dahulu muncul sebagai alat analisis optimasi
pada skala industri. Berbagai asumsi statistika maupun matematika yang melekat
pada metode ini, menjadi sebuah keunggulan sekaligus kekurangan dalam aplikasi
praktisnya. Keunggulan Response Surface sangat terlihat ketika model matematis
memenuhi seluruh asumsi statistik yang melekat sehingga optimasinya menjadi
commit
tidak bias. Hasil sebaliknya terjadi to salah
ketika user satu saja asumsi tersebut tidak
II-35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
II-36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-37