Pada percobaan ini tentang pengujian sifat-sifat fisik minyak bahan bakar III. Pengujian sifat fisik minyak bahan bakar yaitu pengukuran nilai titik nyala, titik beku, titik tuang dan titik kabut. Titik nyala adalah dari bahan menguap untuk membentuk campuran yang bisa menyulut api diudara, titik beku adalah temperatur dimana minyak sudah tidak dapat mengalir, titik tuang adalah temperatur dimana minyak mentah dapat tertuang setelah mengalami pembekuan dan titik kabut adalah dimana padatan mulai mengkristal atau memisahkan diri dari larutan bila minyak didinginkan. Pada percobaan ini didapatkan hasil data sebagai berikut : Tabel 1. Pengukuran Titik Nyala dan Titik Beku Karakteristik Standar Biotanol Limbah Nasi Titik nyala (0C) 12 30 Titik beku (0C) -17,2 -500 Pada percobaan ini pengukuran titik nyala dan titik beku yang mana menurut (Zahriani dan Sutjahjo, 2017) pemanfaat limbah nasi basi menjadi bioetanol sebagai bahan bakar alternatif, Pengujian titik nyala (flash point) dilakukan di open cup flash point tester berdasarkan metode ASTM D 93. Pengukuran Flash Point Tester ( Alat Pengukur Titik Nyala Api ) Otomatis flash point tester ditutup cangkir metode dengan pemadam kebakaran yang terintegrasi. Ada dua tipe dasar pengukuran titik nyala yaitu cup terbuka dan tertutup. Dalam perangkat open cup sampel yang terkandung dalam cangkir terbuka yang dipanaskan, dan pada interval api dibawa di atas permukaan. Flash point yang diukur sebenarnya akan bervariasi dengan ketinggian api di atas permukaan cairan, dan pada ketinggian yang cukup suhu titik nyala diukur akan bertepatan dengan titik api . Contoh paling terkenal adalah Cleveland terbuka cangkir (COC). Ada dua jenis penguji cangkir tertutup yaitu non-ekuilibrium, seperti Pensky-Martens mana uap di atas cairan tidak berada dalam temperatur kesetimbangan dengan cairan, dan keseimbangan, seperti skala kecil (umumnya dikenal sebagai Setaflash) dimana uap yang dianggap suhu kesetimbangan dengan cairan. Dalam kedua jenis cangkir disegel dengan tutup di mana sumber pengapian dapat diperkenalkan. Penguji cawan tertutup biasanya memberikan nilai yang lebih rendah untuk flash point dari secangkir terbuka (biasanya 5-10°C lebih rendah, atau 9-18°F lebih rendah) dan merupakan pendekatan yang lebih baik untuk suhu di mana tekanan uap mencapai batas yang mudah terbakar yang lebih rendah . Titik nyala pengukuran empiris dari pada parameter fisika dasar. Nilai diukur akan bervariasi dengan peralatan dan variasi tes protokol, termasuk tingkat jalan suhu (dalam penguji otomatis), waktu yang diizinkan untuk sampel untuk menyeimbangkan, volume sampel dan apakah sampel diaduk. Metode untuk menentukan titik nyala cairan ditentukan dalam banyak standar. Sebagai contoh, pengujian ditutup cangkir metode rinci dalam ASTM D93, IP34, ISO 2719, DIN 51758, JIS K2265 dan AFNOR M07-019. Penentuan titik nyala oleh Skala Kecil metode cup tertutup rinci dalam ASTM D3828 dan D3278, EN ISO 3679 dan 3680, dan IP 523 dan 524. CEN atau TR 15138 Guide to titik nyala Pengujian dan ISO TR 29662.
Gambar Open Cup Flash Point Tester (ASTM D 93)
Hasil pengujian titik nyala diketahui bahwa titik nyala pada bioetanol dari limbah nasi basi adalah 30°C sedangkan pada bioetanol murni yaitu 12° C sehingga bioetanol dari limbah nasi lebih sulit terbakar karena masih mengandung kadar air. Apabila semakin rendah titik nyala suatu bahan bakar maka bahan bakar tersebut semakin mudah terbakar. Pengujian titik beku (pour point) dilakukan di Laboratorium Unit Produksi Pelumas Pertamina Surabaya dengan menggunakan Semi Automatic Pour Point berdasarkan metode ASTM D 97. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai titik beku bioetanol dari limbah nasi yaitu -50° C sehingga dapat digunakan pada daerah yang memiliki suhu dibawah 0° C.
Gambar Semi Automatic Pour Point (ASTM D 97)
Pada percobaan ini menghasil bahan bakar biotanol, biotanol adalah bahan bakar dengan oktan tinggi yang menggantikan timbal penambahan oktan. Adapun karakteristik biotanol sebagai berikut : 1. Memiliki angka oktan yang tinggi. 2. Mampu menurunkan tingkat opasiti asap, emisi partikulat membahayakan kesehatan, serta emisi CO dan CO2. 3. Mirip dengan bensin, sehingga penggunaanya tidak memerlukan modifikasi mesin. 4. Tidak mengandung senyawa timbal (Pb). 5. Sebagai salah satu bahan bakar alternatif, gasohol dengan porsi bioetanol hingga 20 persen bisa langsung digunakan pada mesin otomotif berbahan bakar bensin tanpa menimbulkan masalah teknis dan sangat ramah lingkungan. Kadar karbonmonoksida (CO) dari hasil uji pada rpm 2.500, untuk gasohol 20 persen tercatat 0,76 persen gas CO, sedangkan premium mencapai angka 3,66 persen dan Pertamax 2,85 persen.
Tabel 1. Pengukuran Titik Tuang dan Titik Kabut
Parameter Biofuel Bensin Kerosin Titik tuang 00C 00C 00C Titik kabut 1,33 C 0 1C 0 10C Pada percobaan ini dilakukan pengukuran titik tuang dan titik kabut menurut (Muryati et al., 2018) titik tuang merupakan titik temperatur terendah dimana bahan bakar masih dapat mengalir. Titik pengkabutan ditandai apabila temperatur bahan bakar sudah mulai nampak berkabut yang disebabkan pada suhu tersebut munculnya kristal –kristal (padatan) di dalam bahan bakar, sehingga kelancaran aliran pada bahan bakar tersebut akan lambat karena bahan bakar tersebut mulai mengkristal . Pada penelitian ini diperoleh bahwa hasil uji titik tuang metil biofuel hasil perengkahan adalah 0ºC dan titik pengkabutan biofuel adalah 1,33ºC. Titik tuang (Pour Point) adalah temperatur terendah dimana sampel minyak bumi masih bisa mengalir dengan sendirinya apabila didinginkan pada kondisi pemeriksaan (ASTM D97). Titik tuang menjadi faktor penting pada saat proses produksi terkait efisiensi energi untuk meningkatkan temperatur reservoir melebihi pour point contoh yaitu pour point bitumen = 50°C – 100°C (122 °F–212 °F) temperatur deposit = 4 °C–10 °C (39 °F– 50 °F). Penentuan cloud point dan pour point dalam dunia perminyakan adalah untuk parameter untuk menetukan agar minyak tersebut bisa mengalir dengan lancar tanpa adanya pembekuan. Dengan mengetahui cloud point agar bisa mengetahui pada suhu berapa minyak tersebut berkabut. Jika suhunya lebih rendah dari could point maka berpotensi minyak tersebut membeku dan tidak bisa mengalir. Selanjutnya titik tuang adalah untuk mengetahui pada suhu berapa minyak tersebut bisa mengalir. Hasil dari percobaan ini adalah biofuel, biofuel adalah setiap bahan bakar baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan bakar hayati atau bahan organic. Biofuel dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri, komersial, domestik atau pertanian. Adapun karakteristik biofuel sebagai berikut : 1. Merupakan bahan bakar yang berasal dari minyak nabati, baik berupa biodiesel, bioetanol, maupun bio-oil. 2. Biodesel dalam unsur kimianya merupakan alkil ester (metil, etil, isopropyl dan sejenisnya) berasal dari asam-asam lemak, biasanya, biodiesel dihasilkan dari minyak kelapa sawit, minyak biji jarak, dan sebagainya. 3. Biodiesel umumnya dibuat melalui reaksi metabolisis atau etanolisis minyak lemak nabati atau hewani dengan alkohol (metanol/etanol). Karena memiliki sifat fisika dan kimia yang mirip dengan BBM alternatif yang memiliki potensi besar untuk memenuhi sebagian kebutuhan BBM Diesel. Proses pemurnian bahan bakar minyak yaitu : 1. Copper sweetening dan doctor treating yaitu proses merubah koto- kotoran yang menyebabkan karat dan bau, agar produk tidak berbau. 2. Acid treatment yaitu membuang pengotor yang terbentuk lumpur sambil memperbaiki warna dan tahan terhadap pembusukan. 3. Desulfurizing dilakukan untuk menghilangkan unsur belerang (ekstraksi pelarut, biodesulfurisasi). 4. Dewaxing yaitu proses penghilangan wax (n-parafin) dengan berat molekul tinggi dar fraksi minyak pelumas untuk menghasilkan minyak pelumas dengan pour point yang lebih rendah. 5. Deasphaling yaitu penghilangan aspal dari fraksi yang digunakan untuk minyak pelumas. Faktor-faktor yang mempengaruhi titik nyala, titik beku, titik tuang dan titik kabut yaitu : 1. Suhu, 2. Tekanan 3. Konsentrasi larutan, 4. Berat molekul solute. 5. Vikositas Cara mampu meningkatkan kualitas dari suatu jenis minyak sebagai berikut : 1. Cracking adalah meningkatkan kualitas fraksi minyak bumi itu sendiri. Contoh cracking pada minyak solar atau minyak tanah menjadi bensin. 2. Reforming adalah proses pengubahan bentuk molekul bensin yang bermutu kurang baik (rantai karbon lurus) menjadi bensin yang bermutu lebih baik (rantai karbon bercabang). Tujuan reforming adalah memperoleh produk minyak bumi (senyawa bensin) yang lebih baik. Melalui isomerisasi menghasilkan isomer yaitu dua jenis bensin dengan rumus molekul sama tetapi strukturnya berbeda sehingga kualitasnya berbeda. 3. Alkilasi adalah proses penambahan jumlah atom dalam suatu molekul menjadi molekul yang lebih panjang dan bercabang. Tujuan alkilasi adalah memperoleh produk alkilat dengan angka oktan tinggi. Angka oktan adalah angka yang menunjukkan tingkat ketukan (knocking) yang timbul oleh bensin saat proses pembakaran. Ketukan ini terjadi saat bahan bakar terbakar prematur (secara dini) di mesin dan menyebabkan terjadi suara khas mirip suara ketukan. Proses alkilasi melibatkan molekul olefin (alkena) dan isoparafin dengan bantuan katalisator berupa asam kuat. Polimerisasi adalah proses penggabungan molekul- molekul kecil menjadi molekul besar. Contoh polimerisasi dalam pengolahan minyak bumi adalah proses reaksi penggabungan senyawa isobutena dengan senyawa isobutana. Dari proses reaksi tersebut menghasilkan produk bensin berkualitas tinggi yang disebut isooktana. IV. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Dari percobaan sifat-sifat fisik minyak bahan bakar III dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Copper sweetening dan doctor treating yaitu proses merubah kotor- kotoran yang menyebabkan karat dan bau, agar produk tidak berbau, acid treatment yaitu membuang pengotor yang terbentuk lumpur sambil memperbaiki warna dan tahan terhadap pembusukan, desulfurizing dilakukan untuk menghilangkan unsur belerang (ekstraksi pelarut, biodesulfurisasi), dewaxing yaitu proses penghilangan wax (n-parafin) dengan berat molekul tinggi dar fraksi minyak pelumas untuk menghasilkan minyak pelumas dengan pour point yang lebih rendah dan deasphaling yaitu penghilangan aspal dari fraksi yang digunakan untuk minyak pelumas. 2. Metode yang digunakan adalah menetukan titik nyala menggunakan open cup flash point tester berdasarkan metode ASTM D 93, pengujian titik beku menggunakan semi automatic pour point berdasarkan metode ASTM D 97, pengujian titik tuang dan titik kabut menggunkan metode pour point dan cloud point. 5.2 Saran Sebaiknya kita dapat melakukan percobaan ini dengan hati-hati dan lebih teliti lagi.