Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

B DENGAN DIAGNOSA
MEDIS MENINGIOMA PADA SISTEM PERSYARAFAN

OLEH :

Aditya Dwi Saputra

( 2018.C.10a.0923 )

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan ini di susun oleh :
Nama : Aditya Dwi Saputra
NIM : 2018.C.10a.0923
Progam Studi : S-1 Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn. B dengan Diagnosa Medis
Meningioma dalam Pada Sistem Persyarafan

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan 1 Progam Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Ketua Program Studi S1 Pembimbing Akademik


Keperawatan

Meilitha Carolina, Ners, M. Kep Isna Wiranti, S.Kep., Ners


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan laporan tentang
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. B DENGAN KASUS
MENINGIOMA” ini dengan baik. Asuhan keperawatan ini disusun sebagai
penugasan dan pelaporan asuhan keperawatan di ruang Gardenia.
Adapun asuhan keperawatan ini saya susun berdasarkan pengamatan saya
dari buku yang ada kaitannya dengan asuhan keperawatan yang saya buat dan
berdasarakan kasus yang didapat. Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini
tentunya tidak lepas dari adanya bantuan dari pihak tertentu, oleh karena itu saya
tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada orang tua saya, dosen
pembimbing saya, dan teman-teman satu tim yang saling mendukung dan
membantu hingga selesainya asuhan keperawatan ini.
Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini saya menyadari masih banyak
kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan asuhan keperawatan ini.
Semoga asuhan keperawatan ini bermanfaat.

Palangka Raya, 12 Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................
1.1 Latar Belakang......................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum..............................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus.............................................................................
1.4 Manfaat.................................................................................................
1.4.1 Untuk Mahasiswa........................................................................
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga...........................................................
1.4.3 Untuk Institusi.............................................................................
1.4.4 Untuk IPTEK...............................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................


2.1 Konsep Penyakit....................................................................................
2.1.1 Definisi........................................................................................
2.1.2 Anatomi Fisiologi........................................................................
2.1.3 Etiologi........................................................................................
2.1.4 Klasifikasi....................................................................................
2.1.5 Patofisiologi (Patway)..................................................................
2.1.6 Manifestasi Klinis........................................................................
2.1.7 Komplikasi...................................................................................
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...............................................................
2.1.9 Penatalaksanaan Medis................................................................
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan..........................................................
2.2.1 Pengkajian Keperawatan..............................................................
2.2.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................
2.2.3 Intervensi Keperawatan................................................................
2.2.4 Implementasi Keperawatan..........................................................
2.2.5 Evaluasi Keperawatan..................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................
3.1 Pengkajian.......................................................................................
3.2 Diagnosa.........................................................................................
3.3 Intervensi.........................................................................................
3.4 Implementasi...................................................................................
3.5 Evaluasi...........................................................................................

PENUTUP........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumor otak merupakan penyebab kematian kedua setelah stroke dalam
kelompok penyakit neurologis. Diperkirakan sekitar 11.000 orang meninggal
akibat tumor otak primer setiap tahunnya di Amerika Serikat. (Mahyuddin H,
2006)
Menurut World Health Organization (WHO) meningioma adalah tumor otak
primer yang berasal dari sel meningothelial (arachnoid) leptomeningen. Tumor ini
dapat terjadi dimana saja sepanjang lokasi sel arachnoid, biasanya menempel pada
permukaan dalam duramater dan umumnya tumbuh lambat (Saraf, 2011).
Di Indonesia data tentang insiden tumor susunan saraf pusat setiap tahunnya
belum dilaporkan. Beberapa data yang ada mengenai frekuensi tumor otak
umumnya didasari atas pengalaman pribadi para dokter bedah saraf, hasil otopsi,
dan angka angka dari beberapa rumah sakit (Rengachary, 2005). Insiden tertinggi
terjadi pada usia 45 tahun. Perbandingan insiden pada laki – laki dan perempuan
1: 2,8. Lokasi paling sering adalah di daerah parasagital. Biasanya tumbuh lambar,
berbentuk bulat (non – infiltrating), jinak, bisa tanpa gejala (Wahyuliati, 2012).
Meningioma pertama kali dipopulerkan oleh Harvey Cushing pada tahun
1922. Meningioma merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang terjadi
di luar jaringan parenkim otak yaitu berasal dari meninges otak. Meningioma
tumbuh dari sel-sel pembungkus arachnoid atau arachnoid cap cells dan sering
diasosiasikan dengan villi arachnoid yang berada di sinus vena dural. Sel – sel
yang berasal dari lapisan luar arachnoid mater dan arachnoid villi ini
menunjukkan kemiripan sitologis yang menonjol dengan sel tumor meningioma

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah penatalaksaan proses Asuhan Keperawatan Meningioma.
1.3 Tujuan Masalah
1.3.1 Tujuan Umum
Agar penulis mampu berpikir secara logis dan ilmiah dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien Meningioma dengan menggunakan pendekatan
manajemen keperawatan secara benar, tepat dan sesuai dengan standart
keperawatan secara professional
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar Meningioma.
2. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan Meningioma.
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Sebagai bahan acuan untuk menambah pengetahuan serta mendapatkan
pengalaman secara langsung dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
Meningioma
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit Meningioma,
terutama tentang cara pencegahan dan penanggulangannya.
1.4.3 Untuk Institusi ( Pendidikan dan Rumah Sakit)
1.4.3.1 Institusi
Menjadi masukan bagi institusi guna menambah literature atau referensi
untuk kelengkapan perkuliahan.
1.4.3.2 Rumah Sakit
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya penerapan asuhan
keperawatan pada klien dengan Meningioma.
1.4.4 Untuk IPTEK
Untuk menambah atau memperkaya pengetahuan di penyakit dalam, dan
memperoleh informasi tentang Meningioma
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi
Istilah meningioma pertama kali dipopulerkan oleh Harvey Cushing pada
tahun 1922. Meningioma merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang
terjadi di luar jaringan parenkim otak yaitu berasal dari meninges otak.
Meningioma tumbuh dari sel-sel pembungkus arachnoid atau arachnoid cap cells
dan sering diasosiasikan dengan villi arachnoid yang berada di sinus vena dural.
Sel – sel yang berasal dari lapisan luar arachnoid mater dan arachnoid villi ini
menunjukkan kemiripan sitologis yang menonjol dengan sel tumor meningioma
(Al-Hadidy, 2012).
Meningioma umumnya bersifat jinak dan pertumbuhannya lambat . Namun
dalam beberapa kasus meningioma juga menunjukkan perilaku agresif, seperti
invasi ke otak, duramater, tumbuh berdekatan dengan tulang dan berisiko
rekurensi (Shayanfar, 2012).

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Otak dan medulla spinalis terdiri dari tiga membran atau meninges : dura
mater,arachnoidea mater, dan pia mater. Dura mater disebut juga
pachymeninx(“membran yang kuat”), sedangkan arachnoidea mater dan pia
mater disebutleptomeninges (“membran yang tipis, rapuh”).
2.1.2.1 Dura mater
Otak terdiri dari dua lapis jaringan fibrosa yang kuat, yaitu
lapisanendosteal dan meningeal. Lapisan endosteal merupakan peristonium
yangmenutupi permukaan dalam tulang tengkorak yang melekat paling kuat
padatulang-tulang di atas basis cranii. Lapisan ini tidak bersambung dengan
durameter medulla spinalis pada foramen ovale. Lapisan endosteal berlanjut
denganligamentum sutura.
Lapisan meningeal adalah lapisan dura meter yangsebenarnya, serta
bersambung dengan dura meter medulla spinalis melaluiforamen magnum.
Lapisan meningeal ini membentuk selubung tubular untuksaraf cranial saat
saraf cranial tersebut melintasi foramina di tengkorak. Di luarkranium, selubung
ini menyatu dengan epineurium saraf. Lapisan ini membentukempat septa ke arah
dalam rongga kranium yang mana septa tersebut berfungsiuntuk membatasi
pergeseran otak akibat akselerasi dan deselerasi saat kepaladigerakkan.
Dura mater pada medulla membungkus medulla spinalis dan cauda equine.
Duramater tersebut berakhir pada fillum terminale setinggi tepi bawah
vertebrasacralis II. Selubung dura terletak longgar di dalam canalis
vertebralis dandipisahkan dari dinding canalis oleh ruang ekstradural.
Persarafan Dura Mater Cabang-cabang N. Trigeminus, N. Vagus, dan tiga
nervus cervicalis bagian atasserta cabang-cabang truncus sympathicus berjalan
menuju dura mater. Duramater memiliki banyak ujung-ujung saraf sensorik
yang peka terhadap reganganyang menimbulkan sensasi nyeri kepala.
Stimulasi ujung-ujung sensorik N.Trigeminus di atas tingkat tentorium cerebelli,
menimbulkan nyeri alih ke daerahkulit kepala sisi yang sama. Stimulasi ujung-
ujung saraf sendorik dura mater dibawah tingkat tentorium, menimbulkan nyeri
alih ke daerah tengkuk danbelakang kulit kepala di sepanjang persarafan N.
Occipitalis major.
Vaskularisasi Dura Mater Arteri yang memperdarahi dura mater yaitu
arteria carotis interna, arteriamaxillaries, arteria pharyngea ascendens, arteria
occipitalis, dan arteriavertebralis.
Vena-vena meningea terletak di dalam lapisan endosteal dura mater.
Venameningea media mengikuti cabang-cabang arteria meningea media
danbermuara ke dalam plexus venosus pterygoideus atau
sinussphenoparietalis.
2.1.2.2 Arachnoidea Mater
Arachnoidea mater merupakan membran yang halus dan bersifat
impermeable,yang menutupi otak dan terletak di antara pia mater dan pia mater.
Arachnoideamater dipisahkan dari dura mater oleh ruangan subdural yang berisi
cairan, dandipisahkan dari pia mater oleh ruangan subarachnoid yang berisi
cairanserebrospinal. Sebagian besar trunkus arteriosus yang mendarahi otak
dansebagian besar saraf kranialis, berjalan di ruang subarachnoid.
Permukaan luar dan dalam arachnoid dilapisi oleh sel-sel mesotelial
yanggepeng. Di daerah tertentu, arakhnoid menonjol ke dalam sinus venosus
untukmembentuk villi arachnoidea yang berfungsi sebagai tempat difusi
cairanserebrospinal ke dalam aliran darah.
Pada N. Opticus, arakhnoid membentuk selubung saraf ini, yang
membentangke dalam rongga orbita melalui canalis optikus dan menyatu dengan
sklera bolamata.
Membran arachnoidea mater pada medulla spinalis dipisahkan dari pia
materoleh spatium subarachnoideum yang berisi carian serebrospinalis.
Arachnoideamater melanjutkan diri sepanjang radix nervus spinalis.
2.1.2.3 Pia Mater
Pia mater adalah membrane vascular yang diliputi oleh sel-sel mesotelial
yanggepeng. Lapisan ini melekat erat pada otak, menutupi gyrus-gyrus dan
turunhingga mencapai bagian sulcus yang paling dalam. Lapisan ini meluas
keluarhingga mencapai saraf cranial dan menyatu dengan epineriumnya.
Pia mater menutupi medulla spinalis dengan erat pada masing-masing
sisi diantara radix saraf menebal membentuk ligamentum denticulatum, yang
berjalanke lateral untuk saling melekat dengan arachnoidea dan dura mater
2.1.3 Etiologi
Penyebab pasti meningioma belum diketahui namun dari beberapa
penelitian, didapatkan teori bahwa kelainan kromosom berperan meyebabkan
timbulnya meningioma. Delesi dan inaktivasi lokus gen neurofibromatosis 2
(NF2) pada kromosom 22 dipercaya menjadi faktor predominan pada meningioma
sporadik. NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif
pada 40% meningioma sporadik. (Wiemels, 2010)

2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi meningioma terbagi berdasarkan lokasi tumor, pola
85-90% daerah supratentorial sepanjang sinus vena dural, antara lain daerah
convexity (34,7%), parasagital (22,3%), daerah sayap sphenoid (17,1%)
(Sherman, 2011). Lokasi yang lebih jarang ditemukan adalah pada selabung
nervus optikus, angulus cerebellopontine, Meningioma juga dapat timbul secara
ekstrakranial walaupun sangat jarang, yaitu pada medula spinalis, orbita , cavum
nasi, glandula parotis, mediastinum dan paru-paru (Al-Mefty, 2005; Chou, 1991).

Variasi timbulnya meningioma


Sedangkan berdasarkan pola pertumbuhannya, meningioma terbagi dalam
bentuk massa (en masse) dan pertumbuhan memanjang seperti karpet (en plaque).
Bentuk en masse adalah meningioma globular klasik sedangkan bentuk en plaque
adalah tumor dengan adanya abnormalitas tulang dan perlekatan dura yang luas
(Talacchi, 2011).
WHO mengklasifikasikan meningioma melalui tipe sel dan derajat pada
hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-
beda di tiap derajatnya Pembagian meningioma secara histopatologi berdasarkan
WHO 2007 terdiri dari 3 grading dengan resiko rekuren yang meningkat seiring
dengan pertambahan grading (Fischer & Bronkikel, 2012).

Grading meningioma menurut WHO 2010


Beberapa subtipe meningioma antara lain:
Grade I:
2.1.4.1 Meningothelial meningioma
2.1.4.2 Fibrous (fibroblastic) meningioma
2.1.4.3 Transitional (mixed) meningioma
2.1.4.4 Psammomatous meningioma
2.1.4.5 Angiomatous meningioma
2.1.4.6 Mycrocystic meningioma
2.1.4.7 Lymphoplasmacyte-rich meningioma
2.1.4.8 Metaplastic meningioma
2.1.4.9 Secretory meningioma
Meningioma tumbuh dengan lambat . Jika tumor tidak menimbulkan gejala,
mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara
periodic. Jika tumor semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat
menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan.
Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi
yang continue
Grade II:
2.1.4.1 Atypical meningioma
2.1.4.2 Clear cell meningioma
2.1.4.3 Chordoid meningioma
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh
lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan
yang lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini.
Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan
Grade III:
2.1.4.4 Rhabdoid meningioma
2.1.4.5 Papillary meningioma
2.1.4.6 Anaplastic (malignant) meningioma
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma
malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang
dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang
pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor,
dapat dilakukan kemoterapi
2.1.5 Patofisiologi (Pathway)
2.1.6 Manisfestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
Manifestasi klinik pada penderita meningioma yaitu :
• Nyeri kepala
• Kesadaran menurun
• Kejang
• Mual muntah
• Paresis
• Perubahan visus

2.1.7 Komplikasi
Meningioma dan proses pengobatannya yang melibatkan bedah dan
radioterapi, bisa menyebabkan berbagai komplikasi, di antaranya kesulitan
konsentrasi, kejang, hilang ingatan, dan perubahan kepribadian.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan neuroradiologis yang dilakukan bertujuan untuk
mengidentifikasi ada tidaknya kelainan intra kranial, adalah dengan:
2.1.8.1 Rontgen foto (X-ray) kepala lebih banyak sebagai screening test, jika ada
tanda-tanda peninggian tekanan intra kranial, akan memperkuat indikasi
perlunya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
2.1.8.2 Angiografi suatu pemeriksaan dengan menyuntikkan bahan kontras ke
dalam pembuluh darah leher agar dapat melihat gambaran peredaran darah
(vaskularisasi) otak.
2.1.8.3 Computerized Tomography (CT-Scan kepala) dapat memberikan
informasi tentang lokasi tumor tetapi MRI telah menjadi pilihan untuk
kebanyakan karena gambaran jaringan lunak yang lebih jelas (Schober,
2010).
2.1.8.4 Magnetic Resonance Imaging (MRI), bisa membuat diagosa yang lebih
dini dan akurat serta lebih defititif. Gambar otak tersebut dihasilkan ketika
medan magnet berinteraksi dengan jaringan pasien itu ( Satyanegara,
2010., Freedman, 2009).
14

2.1.8.5 Radiotherapi Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak
jarang pula merupakan therapi tunggal. Adapun efek samping : kerusakan
kulit di sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot
pectoralis, radang tenggorokan.
2.1.8.6 Chemotherapy Pemberian obat-obatan anti tumor yang sudah menyebar
dalam aliran darah. Efek samping : lelah, mual, muntah, hilang nafsu
makan, kerontokan membuat, mudah terserang penyakit.
2.1.8.7 Manipulasi hormonal Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk
tumor yang sudah bermetastase.

2.1.9 Penatalaksaan Medis


Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu
sendiri. Penatalaksanaannya dapat berupa pembedahan, radiosurgery, radiasi
dan embolisasi. Pembedahan merupakan terapi utama pada penatalaksanaan
semua jenis meningioma. Terdapat dua tujuan utama dari pembedahan yaitu
paliatif dan reseksi tumor. Tujuan dari reseksi meningioma adalah
menentukan diagnosis definitif, mengurangi efek massa, dan meringankan
gejala-gejala. Reseksi harus dilakukan sebersih mungkin agar memberikan
hasil yang lebih baik dan menurunkan kejadian rekurensi. Reseksi yang
dilakukan tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga meliputi
jaringan lunak, batas duramater sekitar tumor, dan tulang kranium apabila
terlibat. Reseksi tumor pada skull base sering kali subtotal karena lokasi dan
perlekatan dengan pembuluh darah (Modha & Gutin, 2005; Mardjono,
2003).
Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial
1. Grade I Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
2. Grade II Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
3. Grade III Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari
perlekatan dura, atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus
yang terserang atau tulang yang hiperostotik)
4. Grade IV Reseksi parsial tumor
5. Grade V Dekompresi sederhana (biopsy)
15

Penggunaan radioterapi sebagai pilihan penanganan meningioma semakin


banyak dipakai. Radioterapi telah dilaporkan memberikan manfaat secara
klinis tumor. Manfaat radioterapi masih menjadi perdebatan, Radioterapi
disarankan sebagai terapi adjuvan pada reseksi inkomplit, tumor rekuren
dan atau grade tinggi, serta sebagai terapi utama pada beberapa kasus seperti
meningioma saraf optik dan beberapa tumor yang tidak dapat direseksi (Al-
Hadidy, 2007; Minniti, 2009)
External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif
untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus
rekurensi baik yang didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak.
Pada kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit,
keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan
operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan efektivitasnya.
Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya akan
efektif pada kasus meningioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi
informasi yang mendukung teori ini belum banyak dikemukakan.
Namun penggunaan radioterapi ini harus secara hati-hati dengan dosis
yang tepat mengingat pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama
pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat
radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi
pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi.
Angiografi preoperatif dapat menggambarkan suplai pembuluh darah
terhadap tumor dan memperlihatkan pembungkusan pembuluh darah. Selain
itu, angiografi dapat memfasilitasi embolisasi preoperatif. Beberapa jenis
meningioma terutama malignan umumnya memiliki vaskularisasi yang
tinggi, sehingga embolisasi preoperatif mempermudah tindakan reseksi
tumor. Hal ini disebabkan preoperatif dilakukan pada tumor yang berukuran
kurang dari 6 cm dan dengan pertimbangan keuntungan dibandingkan
dengan resiko dari embolisasi (Dowd, 2003; Levacic et al; 2012).
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum
banyak diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun
maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma
16

atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi
menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-
platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang
kurang memuaskan (Moazzam, 2013)
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
2.2.1 Pernafasan (B1: Breathing).
2.2.2.1 Inspeksi.
Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan serta
penggunaan otot bantu nafas. Bentuk dada barrel chest (akibat udara
yang tertangkap) atau bisa juga normo chest, penipisan massa otot, dan
pernapasan dengan bibir dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak fektif
dan penggunaan otot- otot bantu nafas (sternocleidomastoideus). Pada
tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada aktivitas
kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk
produktif dengan sputum purulen disertai demam mengindikasikan
adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
2.2.2.2 Palpasi.
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
2.2.2.3 Perkusi.
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hiper sonor sedangkan
diafrgama menurun.
2.2.2.4 Auskultasi.
Sering didapatkan adanya bunyi nafas ronchi dan wheezing sesuai tingkat
beratnya obstruktif pada bronkiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan
kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang
tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada waktunya,
bahkan gerakan ringan sekalipun seperti membungkuk untuk mengikat
tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersorial).
Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan
bronkiolus tidak dikosongkan secara efektif dari sekresi yang
dihasilkannya. Pasien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat
17

pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi terjadi, pasien mengalami mengi


yang berkepanjangan saat ekspirasi.
2.2.2 Kardiovaskuler (B2:Blood).
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi
takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Batas jantung tidak mengalami
pergeseran. Vena jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspirasi.
Kepala dan wajah jarang dilihat adanya sianosis.
2.2.3 Persyarafan (B3: Brain).
Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi penyakit
yang serius.
2.2.4 Perkemihan (B4: Bladder).
Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada
sistem perkemihan. Namun perawat perlu memonitor adanya oliguria yang
merupakan salah satu tanda awal dari syok.
2.2.5 Pencernaan (B5: Bowel).
Pasien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan pasien tidak nafsu
makan. Kadang disertai penurunan berat badan.
2.2.6 Tulang, otot dan integument (B6: Bone).
Kerena penggunaan otot bantu nafas yang lama pasien terlihat keletihan,
sering didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan pemenuhan ADL
(Activity Day Living).
Pengkajian merupakan tahap awal pada proses asuhan keperawatan dimana
pengkajian mencakup data-data pasien sehingga dapat mengidentifikasi,
menganalisa masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan fisik, mental, sosial
dan lingkungan (Doenges, 2000).
2.3.1.1 Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat atau aktifitas.
Tanda : Gelisah, perubahan status mental misalnya letargi, tanda-tanda
vital berubah pada aktivitas.
2.3.1.2 Sirkulasi
18

Gejala : Riwayat hipertensi, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya,


penyakit jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septik,
bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda : TD : mungkin rendah (gagal pemompaan),
tekanan nadi : mungkin sempit, menunjukan penurunan volume sekuncup,
irama jantung : disritmia, misal fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel
prematur/takikardia, blok jantung,
frekuensi jantung : takikardia,
nadi apikal : PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior
ke kiri,
bunyi jantung : S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2
mungkin melemah, murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan
adanya stenosis katup atau insufisiensi,
nadi : nadi perifer berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan dapat
terjadi nadi sentral mungkin kuat, misal nadi jugularis, karotis, abdominal
terlihat,
warna : kebiruan, pucat, atau sianotik, punggung kuku pucat atau sianotik
dengan pengisian kapiler lambat,
hepar : pembesaran/dapat teraba, refleks hepatojugularis,
bunyi napas : krekels, ronkhi, edema mungkin dependen, umum atau
pitting khususnya pada ekstremitas.
2.3.1.3 Integritas Ego
Gejala : Ansietas, khawatir dan takut, stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis).
Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, misalnya : ansietas, marah,
ketakutan dan mudah tersinggung.
2.3.1.4 Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
Tanda : Abdomen keras, asites.
2.3.1.5 Makanan/cairan
19

Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat badan


signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa
sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses, lemak, gula dan
kafein, penggunaan diuretik.
Tanda : Penambahan berat badan cepat, distensi abdomen (asites) serta
edema (umum, dependen, tekanan dan pitting).
2.3.1.6 Hygiene
Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri.
Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
2.3.1.7 Neurosensori
Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda : Letargi, kusut pikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah
tersinggung.
2.3.1.8 Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas,
sakit pada otot.
Tanda : Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), perilaku
melindungi diri.
2.3.1.9 Pernapasan
Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan bantal,
batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan, misal oksigen.
Tanda :
Pernapasan : takipnea, napas dangkal, penggunaan otot aksesori
pernapasan,
batuk : kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan/tanpa pembentukan sputum,
sputum : mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal),
bunyi napas : mungkin tidak terdengar,
fungsi mental : mungkin menurun, kegelisahan, letargi, warna kulit : pucat
atau sianosis.
2.3.1.10 Keamanan
20

Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan/tonus otot,


kulit lecet.
Tanda : Kehilangan keseimbangan.
2.3.1.11 Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
Tanda : Tidak mau bergaul, mengurung diri di rumah.
2.3.1.12 Pembelajaran/pengajaran
Gejala : Menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya:
penyekat saluran kalsium.
Tanda : Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dari proses keperawatan
yang mana didukung oleh penyebab serta tanda-tanda dan gejalanya. Diagnosa
keperawatan yang muncul pada klien dengan Tumor Paru yaitu :
2.3.2.1 Nyeri kronis berhubungan dengan penyakit.
2.3.2.2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah dan tidak nafsu makan / pertumbuhan sel-sel kanker
2.3.2.3 Kurang pengetahuan tentangkondisidan penanganan penyakit
berhubungan dengan kurangnya informasi.
2.3.2.4 Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
gangguan pergerakan dan kelemahan.
2.3.3 Intervensi Keperawatan
Merupakan tahap ketiga proses keperawatan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan klien berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu prioritas
masalah, menetapkan tujuan, menetapkan kriteria hasil, mengidentifikasi tindakan
keperawatan yang tetap untuk mencapai tujuan.
2.3.3.1 Nyeri kronis berhubungan dengan penyakit.

Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilangnya rasa nyeri setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria hasil :
21

2.3.3.1.1Mengekspresikan penurunan nyeri atau ketidaknyamanan dan tampak


rileks, mampu tidur istirahat dengan tepat.)
Intervensi :
2.3.3.2.1Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0-
10), perhatikan petunjuk verbal dan nonverbal.
2.3.3.2.2Monitor TTV
2.3.3.2.3Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri.
2.3.3.2.4Bantu pasien menemukan posisi nyaman.
2.3.3.2.5Kolaborasi dengan pemberian analgetik.
2.3.3.2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah dan tidak nafsu makan / pertumbuhan sel-sel kanker
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi setelah dilakukan keperawatan
Kriteria hasil : Nutrisi klien terpenuhi dan Mual berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi :
2.3.3.2.1Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.
2.3.3.2.2Kaji kebiasaan makan klien.
2.3.3.2.3Beritahu makanan dengan gizi yang seimbang.
2.3.3.2.4Timbang berat badan bila memungkinkan.
2.3.3.2.5Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin.
2.3.3.3 Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan penyakit
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah mengenai penyakitnya dan penanganan
penyakit setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil : Pasien mengerti penyebab tumor otak dan komplikasinya.
Intervensi :
2.3.3.3.1Kaji pemahaman pasien, keluarga mengenai penyakit tumor
otak dan penangannya.
2.3.3.3.2Jelaskan konsekuensinya sesuai dengan tingkat pemahaman
klien.
2.3.3.3.3Bantupasien untuk mengidentifikasi cara-cara memahami
perubahan akibat penyakit.
2.3.3.4 Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan pergerakan
dan kelemahan.
Tujuan : Gangguan mobilitas fisik teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
22

Kriteria Hasil : Pasien mendemonstrasikan tehnik / prilaku yang memungkinkan


dilakukannya kembali aktifitas.
Intervensi :
2.3.3.4.1Kaji derajat mobilisasi pasien dengan menggunakan skala
ketergantungan ( 0-4 ).
2.3.3.4.2Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari
kerusakan karena tekanan.
2.3.3.4.3Tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai
kemampuan
2.3.3.4.4Anjurkan pasien untuk melatih gerak sendi sesuai dengan kemampuan
2.3.3.4.5Bantu untuk melakukan rentang gerak
23

2.3.3 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 2002). Jenis tindakan pada
implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling ketergantungan/kolaborasi,
dan tindakan rujukan/ketergantungan. Implementasi tindakan keperawatan
disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata sering
implementasi jauh berbeda dengan rencana. Hal ini terjadi karena perawat belum
terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan
keperawatan. Yang biasa adalah rencana tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan,
di rasakan, itu yang dilaksanakan.
Hal ini sangat membahayakan klien dan perawat jika berakibat fatal, dan
juga tidak memenuhi aspek legal. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan
masih sesuai dan di butuhkan klien sesuai dengan kondisi saat ini. Perawat juga
menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual,
teknik sesuai dengan tindakan yang dilaksanakan.

2.3.4 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini
perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil
atau gagal. (Alfaro-LeFevre, 2008). Perawat menemukan reaksi klien terhadap
intervensi keperawatan yang telah di berikan dan menetapkan apa yang menjadi
sasaran dari rencana keperawatan dapat di terima. Perencanaan merupakan dasar
yang mendukung suatu evaluasi.
Menetapkan kembali informasi baru yang diberikan kepada klien untuk
mengganti atau menghapus diagnosa keperawatan, tujuan, atau intervensi
keperawatan. Menentukan target dari suatu hasil yang ingin dicapai adalah
keputusan bersama antara perawat dan klien (Yura & Walsh, 1988). Evaluasi
berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu sendiri. Proses evaluasi
memerlukan beberapa keterampilan dalam menetapkan rencana asuhan
keperawatan. Termasuk pengetahuan mengenai standar asuhan keperawatan,
24

respon klien yang normal terhadap tindakan keperawatan, dan pengetahuan


konsep dalam teladan dari keperawatan.
Evaluasi keperawatan adalah proses membandingkan efek atau hasil suatu
tindakan keperawatan dengan normal atau kriteria tujuan yang sudah dibuat
merupakan tahap akhir dari proses keperawatan evaluasi terdiri dari :
a. Evaluasi Formatif : Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon
segera pada saat dan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
b. Evaluasi Sumatif : Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan
analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan ditulis pada catatan
perkembangan.
Dalam evaluasi tujuan tersebut terdapat 3 alternatif yaitu :
- Tujuan tercapai : Pasien menunjukkan perubahan dengan
standart yang telah ditetapkan.
- Tujuan tercapai : Pasien menunjukkan perubahan sebagai
sebagian sebagian sesuai dengan standart yang telah
ditetapkan.
- Tujuan tidak : Pasien tidak menunjukkan perubahan dan
tercapai kemajuan sama sekali.
25

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Aditya Dwi Saputra

NIM :2018.C.10a.0923

Ruang Praktek : sistem persarafan

Tanggal praktek :12 oktober 2020

Jam pengkasjian :07:00 wib

Berdasarkan pengkajian di ruang Gardenia didapatkan hasil :

3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B

Umur : 58 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku/Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Pekerjaan : Pedagang

Pendidikan : SD

Status Perkawinan : Menikah

Alamat : Jl. Mendawai

Tgl MRS : 12 oktober 2020

Diagnosa Medis : Meningioma

3.1.2 RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN


3.1.3.1 Keluhan Utama :
26

Pasien mengatakan Nyeri hebat, nyeri pada bagian kepala terasa tekan, berasal
dari kepala, skala nyeri 6 dari (0-10), dan dirasakan hilang timbul dan semakin
meningkat
3.1.3.2 Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri dirasakan pada 3 hari sebelumnya
dan nyeri semakin sakit mulai dari 3 jam sebelumnya.pasien mengatakan sakit
kepala ,penglihatan berputar. Dari hasil pemeriksaan menunjukkan apa

3.1.3.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Tidak ada
3.1.3.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang mengalami riwayat penyakit yang sama dengan pasien.

GENOGRAM KELUARGA :

KETERANGAN:

= Laki-laki

= Perempuan

= Meninggal

= Garis Keturunan

= Tinggal serumah

= Klien ( Tn. B)
27

3.1.3 PEMERIKASAAN FISIK


3.1.3.1 Keadaan Umum :
Pasien kesadaran penuh Compos menthis, pasien tampak meingis

3.1.3.2 Status Mental :


Tingkat Kesadaran composmentis, Ekspresi wajah meringis, Bentuk badan
simetris, Cara berbaring/bergerak fowler, Berbicara cukup jelas, Suasana hati
baik, Penampilan cukup rapi. Fungsi kognitif, Orientasi waktu pasien mengetahui
pagi, siang dan malam, Orientasi Orang pasien mengetahui perawat dan dokter,
Orientasi Tempat pasien dapat membedakan tempat, Insight Baik, Mekanisme
pertahanan diri Adaptif
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Suhu/T 37,2 0C, Nadi/HR 124 x/mt, Pernapasan/RR, 28 x/mt, Tekanan Darah/BP,
150/90 mmHg.

3.1.4 PERNAPASAN (BREATHING)

Bentuk Dada simetris, Type Pernafasan Dada, Irama Pernafasan Teratur, Suara
Nafas Vesukuler

Keluhan lainnya :Tidak ada

Masalah Keperawatan :Tidak Ada

3.1.5 CARDIOVASCULER (BLEEDING)

Klien tidak merasa Nyeri dada, Kram kaki, Pucat, Pusing/sinkop, Clubing finger,
Sianosis, Sakit Kepala, Palpitasi, Pingsan, Capillary refill < 2 detik, tidak ada
Oedema, tidak ada Asites dengan lingkar perut 80 cm, Ictus Cordis Tidak
melihat, Vena jugularis Tidak meningkat, Suara jantung lub-dub

Keluhan lainnya : tidak ada

Masalah Keperawatan : tidak ada

3.1.6 PERSYARAFAN (BRAIN)


28

Nilai GCS E : 4 ( membuka mata spontan), V : 5 ( komunikasi verbal baik ), M :


6 ( mengikuti perintah ), Total Nilai GCS :15 normal Kesadaran : Compos
Menthis, Pupil : Isokor, Refleks Cahaya : Kanan Positif, Kiri Positif, Uji Syaraf
Kranial : Nervus Kranial I : pasien dapat membedakan bau, Nervus Kranial II :
penglihatan baik, Nervus Kranial III : pasien dapat memejamkan dan membuka
mata, Nervus Kranial IV : pasien dapat menggerakkan otot mata, Nervus Kranial
V : pasien dapat mengunyah makanan, Nervus Kranial VI : pasien menoleh
kearah samping, Nervus Kranial VII : pasien dapat mengekspresikan wajah,
Nervus Kranial VIII : pasien dapat mendengar perintah perawat dan dokter ,
Nervus Kranial IX : pasien dapat menelan makanan dengan baik, Nervus Kranial
X : pasien dapat berbicara dengan baik dan lancar, Nervus Kranial XI : pasien
dapat menggerakan lehernya ke kiri dan kanan, Nervus Kranial XII : pasien
menggerakkan lidah, Uji Koordinasi : Ekstrimitas Atas : Jari ke jari Positif, Jari
ke hidung Positif, Ekstrimitas Bawah : Tumit ke jempul kaki Positif, Refleks
bisep kanan dan kiri positif dengan skala 4, trisep kanan dan kiri positif dengan
skala 4, brakioradialis kanan dan kiri positif dengan skala 4, patella kanan dan kiri
positif dengan skala 4, akhiles kanan dan kiri positif dengan skala 4, reflek
babinski kanan dan kiri positif dengan skala 4.
Keluhan lainnya : Tidak ada

Masalah Keperawatan : Tidak ada

3.1.7 ELIMINASI URI (BLADDER) :


Produksi Urine 1000 ml 1x/hr, Warna jernih, Bau khas, Tidak ada masalah/lancer
Keluhan Lainnya : Tidak ada

Masalah Keperawatan : Tidak ada

3.1.8 ELIMINASI ALVI (BOWEL) :


Mulut dan Faring, Bibir lembab, Gigi lengkap, Gusi tidak ada peradangan, Lidah
lembab dan pucat, Mukosa lembab, Tonsil tidak ada peradangan, Rectum tidak
ada peradangan, Haemoroid tidak ada, BAB 2 x/hr Tidak ada masalah, Bising
usus normal, Nyeri tekan tidak ada, Benjolan tidak ada
Keluhan lainnya : Tidak ada

Masalah Keperawatan : Tidak ada


29

3.1.9 TULANG - OTOT – INTEGUMEN (BONE) :


Kemampuan pergerakkan sendi bebas, ukuran otot simetris, kekuatan uji otot
ekstremitas atas 5/5, kekuatan uji otot ekstremitas bawah 5/5, dan tulang belakan
normal

Masalah keperawatan: tidak ada

3.1.10 KULIT-KULIT RAMBUT


Klien tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan, kosmetik, suhu kulit klien
hangat, warna kulit normal, turgor kulit baik, tekstur kuli halus, tidak ada lesi,
tekstur rambut halus, distribusi rambut sedikit, dan bentuk kuku simetris.
Masalah Keperawatan : tidak ada
3.1.11 SISTEM PENGINDERAAN :
Fungsi penglihatan baik, gerakkan bola mata normal, tidak ada visus, scelera
norma/putih, kornea bening, tidak ada nyeri. Dan tidak ada keluhan lain, klien
dapat mendengar dengan baik. bentuk hidung simetris, tidak ada lesi, patensi,
obstruksi, nyeri tekan sinus, trensluminasi. Cavum nasal berwarna merah muda
dengan integritas baik, dan septum nasal baik.
Masalah Keperawatan : tidak ada
3.1.12 LEHER DAN KELENJAR LIMFE
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar
tyroid tidak teraba, dan mobilitas leher bebas.
3.1.13 SISTEM REPRODUKSI
Reproduksi Pria : Kemerahan Tidak ada, Gatal-gatal Tidak ada, Gland Penis Ada,
Maetus Uretra Ada, Srotum Ada, Hernia Tidak ada, Kelainan Tidak ada,
Keluhan lain Tidak ada

Masalah Keperawatan : tidak ada


3.1.14 POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :

Pasien mengatakan ingin lekas sembuh, cepat pulang, kembali berkumpul dengan
keluarga dan normal seperti biasanya

2. Nutrisida Metabolisme :
30

Tinggi badan klien 165 cm, BB sekarang 50 Kg, dan BB sebelum sakit 60 Kg,

50 Kg
IMT= =18,5 (18,5 menunjukkan kategori ideal kerena normal
1,65 cmx 1,65 cm
IMT 18-25) , tidak ada kesukaran untuk menelan.
Keluhan lainnya : Pasien juga mengeluhkan bahwa tubuhnya terasa lemah, nafsu
makan menurun, dan badan dirasakan semakin kurus.

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit

Frekuensi/hari 3 x sehari 3 x sehari

Porsi 1 porsi 1 porsi

Nafsu makan Baik Baik

Jenis Makanan Bubur Ikan dan Tempe Nasi lauk, sayur dan sambal

Jenis Minuman Air putih dan the Air putih dan the

Jumlah minuman/cc/24 jam 1,500 cc 1,500 cc

Kebiasaan makan Pagi, siang , malam Pagi, siang, malam

Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada

Masalah Keperawatan : tidak ada

3. Pola istirahat dan tidur


Sebelum sakit siang = 1-2 jam, Malam = 8 jam

Sesudah sakit siang = 1 jam, malam = 6 jam

Masalah Keperawatan : Tidak ada

4. Kognitif :
Pasien mengatakan tidak mengetahui penyakitnya

Masalah Keperawatan : defisit pengetahuan

5. Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran):
Gambar diri : Pasien dapat menerima kondisi nya sekarang

identitas diri : laki laki


31

peran : pedagang

harga diri :pasien menerima keadaannya sekarang

Masalah Keperawatan : Tidak ada

6. Aktivitas Sehari-hari

Dirumah : melakukan aktivitas seperti biasa berdagang

Di RS : di bantu seluruhnya oleh keluarga dan perawat

Masalah Keperawatan : Tidak ada

7. Koping –Toleransi terhadap Stress


Klien selalu berdiskusi dengan keluarga di setiap permasalahan dalam pelayanan
kesehatan
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
8. Nilai-Pola Keyakinan
Klien beragama kristen dan selama sakit klien sering berdoa dan beribadah.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
3.1.15 SOSIAL - SPIRITUAL
1. Kemampuan berkomunikasi
Pasien mampu berkomunikasi dengan baik
2. Bahasa sehari-hari
Dayak dan indonesia
3. Hubungan dengan keluarga
Harmonis
4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Baik, pasien dapat bekerja sama dengan perawat dalam pemberian tindakan
keperawatan. Hubungan dengan Teman dan orang lain juga baik.
5. Orang berarti/terdekat
Keluarga
6. Kebiasaan menggunakan waktu luang
Ibu rumah tangga dan kumpul bersama keluarga
7 . Kegiatan beribadah
32

Sebelum sakit pasien sering beribadah ke masjid dan kegiatan masjid


lainnya.Selama sakit pasien jarang beribadah dan berdoa

3.1.16 DATA PENUNJANG (RADIOLOGIS, LABORATO RIUM,


PENUNJANG LAINNYA

3.1.17 PENATALAKSANAAN MEDIS

Palangkaraya 12 April 2020

Mahasiswa

Aditya Dwi Saputra


33

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF DAN DATA KEMUNGKINAN


MASALAH
OBYEKTIF PENYEBAB

DS : Pasien mengatakan Nyeri Pembesaran massa tumor Nyeri akut


hebat, nyeri pada bagian kepala ↓
terasa tekan, berasal dari kepala,
Ukuran tengkorak tetap
skala nyeri 6 dari (0-10), dan
dirasakan hilang timbul dan ↓
semakin meningkat PTIK
Do : ↓
Nyeri
• Meringis,menahan nyeri.

Suhu : 37,2 0
N : 124 x/mt
RR : 28 x/mt
TD, 150/90 mmHg

DS : Pasien mengatakan tidak Pembesaran massa tumor Defisit


mengetahui penyakitnya pengetahuan

DO : Ukuran tengkorak tetap
- Pendidikan terakhirnya SD

-
Suhu : 37,2 0 PTIK
N : 124 x/mt ↓
RR : 28 x/mt Defisit pengetahuan
TD, 150/90 mmHg.
34

PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri akut berhubungan dengan pembesaran massa tumor


2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan tntang
penyakitnya
46

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. B

Ruang Rawat : Sistem Pernapasan

Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Keperawatan
Diagnosa 1 Tujuan : 1) Melakukan pengkajian 1) Memudahkan tingkat nyeri untuk
intervensi selanjutnya.
Nyeri hilang atau berkurang dalam waktu komprehensif mengenai nyeri
Nyeri akut 2) Untuk mengidentifikasi
1x24 jam. klien kemajuan atau penyimpanan dari
berhubungan dengan hasil yang diharapkan.
pembesaran massa Kriteria hasil: 2) Meminimalkan faktor yang 3) Untuk meminimalkan faktor
tumor • Klien dapat mengidentifikasi penyebab menimbulkan nyeri pada klien yang menimbulkan nyeri pada
nyeri. klien
3) Mengajarkan mengenai 4) Mengajarkan mengenai
• Klien menyebutkan faktor-faktor yang managemen nyeri (teknik managemen nyeri (teknik
dapat meningkatkan nyeri. distraksi misalnya, napas
distraksi misalnya, napas dalam) dalam)
• Klien mampu melakukan tindakan 5) Untuk memonitor nyeri
4) Mengajarkan klien untuk
untuk mengurangi nyeri. 6) Untuk meminimalkan nyeri
memonitor nyeri 7) Kolaborasi dengan tenaga
5) Anjurkan untuk istirahat agar kesehatan profesional mengenai
analgesik efektif untuk pereda
meminimalkan nyeri nyeri
6) Kolaborasi dengan tenaga
47

kesehatan profesional mengenai


analgesik efektif untuk pereda
nyeri
Diagnosa 2 Setelah dilakukan tindakan 1) Hati-hati penyampaian dengan 1) Jika klien belum siap
keperawatan 3x24 jam kondisi pasien saat ini akanmenambah kecemasan.
Defisit pengetahuan ketidakseimbangan cairan membaik
2) Berikan kesempatan klien 2) Mengekspresikan perasaan
berhubungan dengan dan kriteria hasil :
mengekspresikan tentang membantu Klien
kurang pengetahuan Tujuan :
kondisinya. mengidentifikasi sumber cemas.
tntang penyakitnya
₋ Cemas klien dapat berkurang dlam 3) Berikan penjelasan tentang 3) Rileks dapat menurunkan cemas.
waktu 1 x 24 jam penyakitnya 4) Menjelaskan prosedur operasi
₋ Kriteria Hasil :
4) Pertahankan kondisi yang rileks. 5) Untuk mengetahui TTV dan per-
₋ Berkurangnya perasaan gugup
₋ Posisi tubuh rileks 5) UkurTTV. kembangannya.
₋ Mengungkapkan penjelasan tentang 6) Kolaborasi dengan dokter 6) Dengan memberikan perhatian
penyakitnya akan menambah kepercayaan
klien.
7) Diharapkan dapat mempercepat
proses penyembuhan
48
49

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. B

Ruang Rawat : Sistem Pernapasan

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan


Jam dan Nama
Perawat
17 september 1) Mengobservasitingkat nyeri untuk S:pasien mengatakan nyeri hilang
2020 intervensi selanjutnya. O : k/u. pasien gelisah
2) Mengidentifikasi kemajuan atau Nyeri hilang
penyimpanan dari hasil yang diharapkan. ₋ kes composmentis
3) Meminimalkan faktor yang menimbulkan Suhu/T 37 0C,
nyeri pada klien. Nadi/HR 100 x/mt,
4) Mengajarkan mengenai managemen nyeri RR, 24 x/mt,
(teknik distraksi misalnya, napas dalam) TD 110/90 mmHg.
5) Memonitor nyeri A : masalah teratasi
6) Meminimalkan nyeri P : observasi k/u dan TTV
7) Melakukan kolaborasi dengan tenaga ₋ kolaborasi dalam pemberian terapy
kesehatan profesional mengenai analgesik
efektif untuk pereda nyeri
50

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. B

Ruang Rawat : Sistem Pernapasan

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Jam Nama Perawat
18 september 1) memberikan kesempatan klien mengekspresikan S : Keluarga pasien mengatakan
2020 bahwa pasien sudah mulai
tentang kondisinya.
memahami.
2) mempertahankan kondisi yang rileks. O : Pasien tampak tenang
Suhu/T 37 0C,
3) memberikan penjelasan tentang penyakitnya
Nadi/HR 100 x/mt,
4) mengobservasi TTV. RR, 24 x/mt,
TD 110/90 mmHg.
5) Melakukan Kolaborasi dengan dokter
Pasien dapat memahami dan
menerima kondisi pasien saat ini
dan prosedur operasi yang akan di
jalani
A : Masalah belum teratasi
P : intervensi di lanjutkan
51
46

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Meningioma merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang
terjadi di luar jaringan parenkim otak yaitu berasal dari meninges otak.
Meningioma tumbuh dari sel-sel pembungkus arachnoid atau arachnoid
cap cells dan sering diasosiasikan dengan villi arachnoid yang berada di
sinus vena dural. Sel – sel yang berasal dari lapisan luar arachnoid
mater dan arachnoid villi ini menunjukkan kemiripan sitologis yang
menonjol dengan sel tumor meningioma
3.2 Saran
Setelah membaca dan memahami laporan ini, diharapkan kita
sebagai perawat dapat melakukan asuhan keperawatan kepada Tn. B
dengan medis meningioma
47

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito – Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Doenges E Mailyn,1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta, EGC

Mansjoer, A,.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid 2. Jakarta : Media


Aesculapius

Saraf, 2011. Patofisiologi Klinis Proses- Proses Penyakit . Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai