Anda di halaman 1dari 1

Pencarian ...

% 
BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA

Beranda ! Bedah Mulut dan Maksilofasial ! Pemeriksaan Intraoral – Pemeriksaan Gigi

Pemeriksaan Intraoral – Pemeriksaan Gigi


 Bedah Mulut dan Maksilofasial  3 November 2017, 13.45  Oleh: 0

Pemeriksaan intra oral dilakukan dalam mulut pasien untuk mengetahui kondisi rongga mulut pasien baik
jaringan keras maupun lunak. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan pada gigi diantaranya adalah :

Perkusi

Hal yang perlu diperhatikan dan dicatat dalam pemeriksaan perkusi adalah : nyeri terhadap pukulan
(tenderness to percussion) dan bunyi (redup/dull dan nyaring/solid metalic)

Perkusi dilakukan dengan cara memberi pukulan cepat tetapi tidak keras dengan menggunakan ujung jari,
kemudian intensitas pukulan ditingkatkan. Selain menggunakan ujung jari pemeriksaan ini juga sering
dilakukan dengan menggunakan ujung instrumen. Terkadang pemeriksaan ini mendapatkan hasil yang bias
dan membingungkan penegakan diagnosa. Cara lain untuk memastikan ada tidaknya kelainan yaitu dengan
mengubah arah pukulannya yaitu mula-mula dari permukaan vertikal-oklusal ke permukaan bukal atau
horisontal-bukolingual mahkota.

Gigi yang memberikan respon nyeri terhadap perkusi vertikal-oklusal menunjukkan kelainan di periapikal
yang disebabkan oleh lesi karies. Gigi yang memberikan respon nyeri terhadap perkusi horisontal-bukolingual
menunjukkan kelainan di periapikal yang disebabkan oleh kerusakan jaringan periodontal. Gigi yang dipukul
bukan hanya satu tetapi gigi dengan jenis yang sama pada regio sebelahnya. Ketika melakukan tes perkusi
dokter juga harus memperhatikan gerakan pasien saat merasa sakit (Grossman, dkk, 1995).

Bunyi perkusi terhadap gigi juga akan menghasilkan bunyi yang berbeda. Pada gigi yang mengalami ankilosis
maka akan terdengar lebih nyaring (solid metalic sound) dibandingkan gigi yang sehat. Gigi yang nekrosis
dengan pulpa terbuka tanpa disertai dengan kelainan periapikal juga bisa menimbulkan bunyi yang lebih
nyaring dikarenakan resonansi di dalam kamar pulpa yang kosong. Sedangkan pada gigi yang menderita
abses periapikal atau kista akan terdengar lebih redup (dull sound) dibandingkan gigi yang sehat. Gigi yang
sehat juga menimbulkan bunyi yang redul (dull sound) karena terlindungi oleh jaringan periodontal. Gigi
multiroted akan menimbulkan bunyi yang lebih solid daripada gigi berakar tunggal (Miloro, 2004)

Sondasi

Sondasi merupakan pemeriksaan menggunakan sonde dengan cara menggerakkan sonde pada area oklusal
atau insisal untuk mengecek apakah ada suatu kavitas atau tidak. Nyeri yang diakibatkan sondasi pada gigi
menunjukkan ada vitalitas gigi atau kelainan pada pulpa. Jika gigi tidak memberikan respon terhadap sondasi
pada kavitas yang dalam dengan pulpa terbuka, maka menunjukkan gigi tersebut nonvital (Tarigan, 1994).

Probing

Probing bertujuan untuk mengukur kedalaman jaringan periodontal dengan menggunakan alat berupa probe.
Cara yang dilakukan dengan memasukan probe ke dalam attached gingiva, kemudian mengukur kedalaman
poket periodontal dari gigi pasien yang sakit (Grossman, dkk, 1995).

Tes mobilitas – depresibilitas

Tes mobilitas dilakukan untuk mengetahui integritas apparatus-aparatus pengikat di sekeliling gigi,
mengetahui apakah gigi terikat kuat atau longgar pada alveolusnya. Tes mobilitas dilakukan dengan
menggerakkan gigi ke arah lateral dalam soketnya dengan menggunakan jari atau tangkai dua instrumen.
Jumlah gerakan menunjukkan kondisi periodonsium, makin besar gerakannya, makin jelek status
periodontalnya. Hasil tes mobilitas dapat berupa tiga klasi!kasi derajat kegoyangan. Derajat pertama sebagai
gerakan gigi yang nyata dalam soketnya, derajat kedua apabila gerakan gigi dalam jarak 1 mm bahkan bisa
bergerak dengan sentuhan lidah dan mobilitas derajat ketiga apabila gerakan lebih besar dari 1 mm atau
bergerak ke segala arah. Sedangkan, tes depresibilitas dilakukan dengan menggerakkan gigi ke arah vertikal
dalam soketnya menggunakan jari atau instrumen (Burns dan Cohen, 1994).

Tes vitalitas

Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu gigi masih bisa
dipertahankan atau tidak. Tes vitalitas terdiri dari empat pemeriksaan, yaitu tes termal, tes kavitas, tes jarum
miller dan tes elektris.

Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi aplikasi panas dan dingin pada gigi untuk
menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal (Grossman, dkk, 1995).

Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan, yaitu etil klorida, salju karbon
dioksida (es kering) dan refrigerant (-50oC). Aplikasi tes dingin dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan cotton roll maupun rubber
da
Mengeringkan gigi yang akan dites.
Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat dilakukan dengan menyemprotkan
etil klorida pada cotton pellet.
Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi.
Mencatat respon pasien.

Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin dengan keluhan nyeri tajam yang singkat maka
menandakan bahwa gigi tersebut vital. Apabila tidak ada respon atau pasien tidak merasakan apa-apa maka
gigi tersebut nonvital atau nekrosis pulpa. Respon dapat berupa respon positif palsu apabila aplikasi tes
dingin terkena gigi sebelahnya tau mengenai gingiva (Grossman, dkk, 1995). Respon negatif palsu dapat
terjadi karena tes dingin diaplikasikan pada gigi yang mengalami penyempitan (metamorfosis kalsium).

Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah apabila stimulus yang diberikan terlalu berlebih. Tes panas dilakukan dengan menggunakan
berbagai bahan yaitu gutta perca panas, compound panas, alat touch and heat dan instrumen yang
dapat menghantarkan panas dengan baik (Grossman, dkk, 1995). Gutta perca merupakan bahan yang
paling sering digunakan dokter gigi pada tes panas. Pemeriksaan dilakukan dengan mengisolasi gigi
yang akan di periksa. Kemudian gutta perca dipanaskan di atas bunsen. Selanjutnya gutta perca
diaplikasikan pada bagian okluso bukal gigi. Apabila tidak ada respon maka oleskan pada sepertiga
servikal bagian bukal. Rasa nyeri yang tajam dan singkat ketika diberi stimulus gutta perca
menandakan gigi vital, sebaliknya respon negatif atau tidak merasakan apa-apa menandakan gigi
sudah non vital (Walton dan Torabinejad, 2008).
Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan cara melubangi gigi. Alat yang digunakan
bur tajam dengan cara melubangi atap pulpa hingga timbul rasa sakit. Jika tidak merasakan rasa sakit
dilanjutkan dengan tes jarum miller. Hasil vital jika terasa sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit
(Grossman, dkk, 1995).
Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat karies atau tes kavitas. Tes
jarum miller dilakukan dengan cara memasukkan jarum miller hingga ke saluran akar. Apabila tidak
dirasakan nyeri maka hasil adalah negatif yang menandakan bahwa gigi sudah nonvital, sebaliknya
apabila terasa nyeri menandakan gigi masih vital (Walton dan Torabinejad, 2008).
Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas gigi dengan listrik, untuk stimulasi
saraf ke tubuh. Alatnya menggunakan Electronic pulp tester (EPT). Tes elektris ini dilakukan dengan cara
gigi yang sudah dibersihkan dan dikeringkan disentuh dengan menggunakan alat EPT pada bagian
bukal atau labial, tetapi tidak boleh mengenai jaringan lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi yang
sudah dibersihkan diberi konduktor berupa pasta gigi. Tes ini dilakukan sebanyak tiga kali supaya
memperoleh hasil yang valid. Tes ini tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita gagal jantung
dan orang yang menggunakan alat pemacu jantung. Gigi dikatakan vital apabila terasa kesemutan,
geli, atau hangat dan gigi dikatakan non vital jika sebaliknya. Tes elektris tidak dapat dilakukan pada
gigi restorasi, karena stimulasi listrik tidak dapat melewati akrilik, keramik, atau logam. Tes elektris ini
terkadang juga tidak akurat karena beberapa faktor antara lain, kesalahan isolasi, kontak dengan
jaringan lunak atau restorasi., akar gigi yang belum immature, gigi yang trauma dan baterai habis
(Grossman, dkk, 1995).

Sumber:

Bakar, A., 2013, Kedokteran Gigi Klinis, edisi 2, Quantum, Yogyakarta.

Burns, C. R., Cohen, S., 1994, Pathways of The Pulp, 6th Ed, Mosby-Year Book, Philadelphia.

Grosman, L. I., Seymour, O., Carlos, E., D., R., 1995, Ilmu Endodontik dalam Praktek, edisi kesebelas, EGC, Jakarta.

Miloro, M, 2004, Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial Surgery, BC Decker Inc Hamilton London

Tarigan, R., 1994, Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti), Widya Medika, Jakarta.

Tarigan, R., 2002, Perawatan Pulpa Gigi (endodontic), EGC, Jakarta.

Walton, R.E., Torabinejad, M., 2008, Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia, EGC, Jakarta.

Kontributor: Dicky Fajar Primavera Nugraha, Pingky Krisna Arindra

" # $

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required !elds are marked *

Comment *

Nama *

Email *

POST COMMENT

ARSIP

Select Month

Jl. Denta Sekip Utara Yogyakarta


Telp.Fax +62-274-515307
fax:+62-274-547667 ext 106
email:fkg@ugm.ac.id

© UNIVERSITAS GADJAH MADA


KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY
We use cookies to ensure that we give you the best experience on our website. If you continue to use this site we will assume that you are Accept
happy with it.

Anda mungkin juga menyukai