Anda di halaman 1dari 14

Fakultas Sains & Teknologi Prak.

Pasca
Panen
Jurusan Agroteknologi Rani Widina, SP.
2020 Selasa, 15 -12-
2020
Kelas: 7A

PRAKTIKUM IV
PENGAWETAN DENGAN SUHU RENDAH
(Pendinginan dan Pembekuan)
Penulis: Fahreza Yasmiardi (1177060029)

I. PENDAHULUAN

Penanganan kualitas air yang tidak


baik dapat
mengakibatkan derajat keasaman air
(pH) dan amoniak tinggi
dalam perairan, kandungan tersebut
dapat berasal dari feses
ikan dan sisa-sisa pakan yang tidak
termakan oleh ikan, juga
dihasilkan oleh organisme di akuarium
lainnya, termasuk bakteri,
jamur, dan infusoria. Air sebagai media
tempat hidup ikan yang
dibudidayakan harus memenuhi berbagai
persyaratan dari segi
fisika, kimia maupun biologi. Dari
segi fisika, air merupakan
tempat hidup yang menyediakan ruang
gerak bagi ikan yang
dipelihara. Sedangkan dari segi kimia,
air sebagai pembawa
unsur-unsur hara, mineral, vitamin,
gas-gas terlarut dan
sebagainya. Dari segi biologi, air
merupakan media untuk
kegiatan biologis dalam pembentukan
dan penguraian bahan-
bahan organik. Kualitas air yang
mendukung pertumbuhan ikan
dan perlu diukur secara terprogram.
Menurut Tangko dan Utojo
(2008), salah satu faktor yang dapat
menyebabkan udang/ ikan
terserang penyakit adalah jeleknya
kondisi lingkungan atau
kualitas perairan, disamping mutu benih
yang ditebar. Kualitas
air yang jelek juga dapat menyebabkan
kematian dan serangan
berbagai penyakit pada biota budidaya.
Penanganan kualitas air yang tidak
baik dapat
mengakibatkan derajat keasaman air
(pH) dan amoniak tinggi
dalam perairan, kandungan tersebut
dapat berasal dari feses
ikan dan sisa-sisa pakan yang tidak
termakan oleh ikan, juga
dihasilkan oleh organisme di akuarium
lainnya, termasuk bakteri,
jamur, dan infusoria. Air sebagai media
tempat hidup ikan yang
dibudidayakan harus memenuhi berbagai
persyaratan dari segi
fisika, kimia maupun biologi. Dari
segi fisika, air merupakan
tempat hidup yang menyediakan ruang
gerak bagi ikan yang
dipelihara. Sedangkan dari segi kimia,
air sebagai pembawa
unsur-unsur hara, mineral, vitamin,
gas-gas terlarut dan
sebagainya. Dari segi biologi, air
merupakan media untuk
kegiatan biologis dalam pembentukan
dan penguraian bahan-
bahan organik. Kualitas air yang
mendukung pertumbuhan ikan
dan perlu diukur secara terprogram.
Menurut Tangko dan Utojo
(2008), salah satu faktor yang dapat
menyebabkan udang/ ikan
terserang penyakit adalah jeleknya
kondisi lingkungan atau
kualitas perairan, disamping mutu benih
yang ditebar. Kualitas
air yang jelek juga dapat menyebabkan
kematian dan serangan
berbagai penyakit pada biota budidaya.
Penanganan kualitas air yang tidak
baik dapat
mengakibatkan derajat keasaman air
(pH) dan amoniak tinggi
dalam perairan, kandungan tersebut
dapat berasal dari feses
ikan dan sisa-sisa pakan yang tidak
termakan oleh ikan, juga
dihasilkan oleh organisme di akuarium
lainnya, termasuk bakteri,
jamur, dan infusoria. Air sebagai media
tempat hidup ikan yang
dibudidayakan harus memenuhi berbagai
persyaratan dari segi
fisika, kimia maupun biologi. Dari
segi fisika, air merupakan
tempat hidup yang menyediakan ruang
gerak bagi ikan yang
dipelihara. Sedangkan dari segi kimia,
air sebagai pembawa
unsur-unsur hara, mineral, vitamin,
gas-gas terlarut dan
sebagainya. Dari segi biologi, air
merupakan media untuk
kegiatan biologis dalam pembentukan
dan penguraian bahan-
bahan organik. Kualitas air yang
mendukung pertumbuhan ikan
dan perlu diukur secara terprogram.
Menurut Tangko dan Utojo
(2008), salah satu faktor yang dapat
menyebabkan udang/ ikan
terserang penyakit adalah jeleknya
kondisi lingkungan atau
kualitas perairan, disamping mutu benih
yang ditebar. Kualitas
air yang jelek juga dapat menyebabkan
kematian dan serangan
berbagai penyakit pada biota budidaya.
Pada umumnya proses-proses metabolisme (transpirasi atau penguapan,respirasi atau
pernafasan, dan pembentukan tunas) dari bahan nabati seperti sayur-sayuran dan buah-
buahan atau dari bahan hewani akan berlangsung terus meskipun bahan-bahan tersebut telah
dipanen ataupun hewan telah disembelih. Proses metabolisme ini terus berlangsung sampai
bahan menjadi mati dan akhirnya membusuk. Suhu dimana proses metabolisme ini
berlangsung dengan sempurna disebut sebagai suhu optimum (Julianti, 2010).
Hasil pertanian yang baru dipanen akan mengalami kerusakan fisiologis karena proses
metabolisme masih terus berlangsung. Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat
kerusakan makanan, antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan
mikrobiologis. Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan
pembekuan. Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang tertua
(Julianti, 2010).
Salah satu cara untuk menghambat adalah dengan pendinginan dan pembekuan.
Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas titik beku (-2 s/d 16oC) sedangkan
pembekuan adalah peyimpanan bahan pangan di bawah titik beku. Penyimpanan bahan
makanan pada suhu rendah tidak hanya mengurangi laju respirasi, tapi juga menghambat
pertumbuhan kebanyakan mkroorganisme penyebab kebusukan. Pendinginan dan pembekuan
tidak dapat meningkatkan kualitas bahkan dalam kondisi optimum perlakuan ini hanya dapat
mempertahankan kualitas dalam batas waktu tertentu (Julianti, 2010).
Pendinginan dan pembekuan juga dapat menghambat proses metabolisme
mikroorganisme dan reaksi-reaksi enzimatis serta reaksi-reaksi kimia lainnya pada bahan.
Karena pendinginan dan pembekuan sifatnya hanya menghambat pertumbuhan
mikroorganisme, maka mikroorganisme tersebut dimungkinkan dapat aktif kembali apabila
bahan tersebut dikeluarkan dari tempat pendinginan (Santoso, 2010).

II. TUJUAN PRAKTIKUM

 Mengetahui pengawetan dengan menggunakan cara pendinginan dan


pembekuan

III. BAHAN DAN ALAT


No Alat dan Fungsi Dokumentasi
Bahan
1. Alat Tulis untuk mencatat dan
menulis data pengamatan

2. 6 butir tomat sebagai objek praktikum


yang diamati

3. Lemari es Sebagai tempat perlakuan


praktikum

4. Handphone untuk mendokumentasikan


objek pengamatan

5. Timbangan Untuk mengukur berat


objek pengamatan

6. Plastik bening Untuk membungkus objek


pengamatan

7. Karet Untuk mengikat plastik

IV. LANGKAH KERJA


Langkah Kerja Dokumentasi
A. Kontrol
 Siapkan 2 buah tomat
 Timbang kemudian diletakkan diatas
nampan
 Simpan pada suhu kamar
 Amati setelah 7 hari
B. Pendinginan
 Siapkan 2 buah tomat
 Bersihkan/digosok dengan lap
kering atau tissue
 Lakukan penimbangan
 Masukkan ke dalam kantung plastik,
lalu ikat dengan karet dan beri label
 Simpan pada tempat yang sesuai di
dalam lemari es
 Amati setelah 7 hari
B. Pembekuan
 Siapkan 2 buah tomat
 Bersihkan/digosok dengan lap
kering atau tissue
 Lakukan penimbangan
 Masukkan ke dalam kantung
plastik, lalu ikat dengan karet dan
beri label
 Simpan pada freezer
 Amati setelah 7 hari

V. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Hasil pengamatan perlakuan buah tomat selama 7 hari
PERLAKUAN Hari Berat Warna Tekstur Rasa Susut Bobot
ke- (gr) (%)
Kontrol 0 66 Merah cerah Agak lunak Agak asam 0,0454
7 63 Merah tua Lunak Agak asam
Pendinginan 0 92 Merah cerah Agak lunak Agak asam 0,0108
7 91 Merah Lunak Agak asam
Pembekuan 0 107 Merah cerah Agak lunak Agak asam 0,0093
7 106 Merah Lunak Agak asam

Berat awal−berat akhir


Susut Bobot = x 100 %
berat awal

VI. PEMBAHASAN
Pengawetan pada suhu rendah merupakan salah metode agar komoditas pasca panen
menjadi lebih lama. Metode suhu rendah yang biasa dilakukan pada komoditas pertanian
yaitu pendinginan dan pembekuan. Perlakuan yang dilakukan dalam praktikum ini pun yaitu
pendinginan dan pembekuan pada buah tomat.
A. Pendinginan
Pendinginan dilakukan dengan cara membungkus buah tomat dengan plastik lalu di
simpan di lemari pendingin atau kulkas hal ini sesuai dengan pendapat Rusendi (2010) yang
menyatakan bahwa pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata
yang digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara
–1 oC sampai 4 oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan
terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari
atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa
dilakukan di rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu –2 oC
sampai 16 oC.
Setelah dilakukan pengamatan pada tomat setelah 7 hari terdapat beberapa perbedaan
sebelum dan sesudah dilakukan pendinginan juga dibandingkan dengan yang kontrol. Dari
segi berat mengalami penuruan sebesar 1 gr dengan susut bobot 0,0108% berbeda dengan
perlakuan kontrol yang mengalami penuruan 3 gr dengan susut bobot 0,0454% hal ini
dikarenakan bahan yang disimpan dalam lemari es masih melakukan respirasi akan tetapi
respirasi yang terjadi berjalan lambat. Sesuai dengan pernyataan Satuhu (1996), bahwa pada
prinsipnya penyimpanan pada suhu rendah adalah untuk menekan terjadinya respirasi dan
transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat. Akibatnya daya simpannya cukup panjang
dan susut beratnya menjadi minimal, serta mutunya masih baik.
Pada pengamatan warna diperoleh data tidak terlalu beda hanya saja yang
pendinginan warnanya lebih cerah dibandingkan yang kontrol warnanya menjadi merah tua.
Hal tersebut mungkin saja disebabkan oleh proses respirasi sehingga pigmen warna dari yang
kontrol lebih tua dibandingkan yang pendinginan. Sementara pada pengamatan tekstur dan
rasa tidak terlalu berbeda nyata antara perlakuan pendinginan dan kontrol, keduanya
mengalami penurunan tekstur atau menjadi lunak juga rasa nya yang masih sama agak
masam.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pendinginan yaitu:
1. Jenis dan Varietas Produk
Pendinginan biasanya digunakan untuk jenis bahan yang mudah mengalami kerusakan
dan peka terhadap kondisi lingkungan disekitarnya. Jenis dan varietas setiap bahan tidak
sama dengan tingkat kematangan dan pemanenan yang berbeda pula sehingga suhu yang
digunakan selama pendinginan harus dapat disesuaikan dengan jenis dan sifat bahan tersebut
agar tujuan dari pendinginan tersebut dapat tercapai.
2. Suhu
Suhu dalam penyimpanan seharusnya dipertahankan agar tidak terjadi kenaikan dan
penurunan. Biasanya dalam penyimpanan dingin, suhu dipertahankan berkisar antara 1OC
sampai dengan 2OC. Suhu pendinginan di bawah optimum akan menyebabkan pembekuan
atau terjadinya chilling injury, sedangkan suhu di atas optimum akan menyebabkan umur
simpan menjadi lebih singkat. Fluktuasi suhu yang luas dapat terjadi bilamana dalam
penyimpanan terjadi kondensasi yang ditandai adanya air pada permukaan komoditi
simpanan. Kondisi ini juga menandakan bahwa telah terjadi kehilangan air yang cepat pada
komoditi tersebut.
3. Kelembaban Relatif
Untuk kebanyakan komoditi yang mudah rusak, kelembaban relatif dalam penyimpanan
sebaiknya dipertahankan pada kisaran 90 sampai 95%. Kelembaban di bawah kisaran
tersebut akan menyebabkan kehilangan kelembaban komoditi. Kelembaban yang mendekati
100% kemungkinan akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme lebih cepat dan juga
menyebabkan permukaan komoditi pecah-pecah.
4. Kualitas Bahan dan Perlakuan Pendahuluan
Untuk tetap mempertahankan kesegaran bahan maka sebaiknya sayuran, buah- buahan
maupun bunga potong yang akan disimpan terbebas dari luka atau lecet maupun kerusakan
lainnya. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan kehilangan air. Buah-buah yang telah
memar dalam penyimpanannya akan mengalami susut bobot hingga empat kali lebih besar
bila dibandingkan buah- buah yang utuh dan baik.
5. Jenis Pengemas
Pengemasan merupakan salah satu upaya modified packaging storage yang dapat
membantu mempertahankan mutu dari bahan. Dengan dilakukan pengemasan maka proses
reaksi enzimatis dan chilling injury dapat diminimalisir sehingga kesegaran produk tetap
terjaga.
B. Pembekuan
Perkuan kedua pada praktikum ini ada pembekuan yaitu pengawetan produk pangan
yang diturunkan suhunya sehingga berada dibawah suhu bekunya. Selama pembekuan terjadi
pelepasan energi (panas sensible dan panas laten). Pembekuan menurunkan aktivitas air dan
menghentikan aktivitas mikroba (bahkan beberapa dirusak, reaksi enzimatis, kimia dan
biokimia. Dengan demikian produk beku dapat memiliki daya awet yang lama (Kusnandar,
2010). Pembekuan pada praktikum ini dilakukan dengan cara membungkus buah tomat pada
plastik lalu dimasukkan kedalam freezer selama 7 hari.
Pada perlakuan pembekuan, bahan yang digunakan sama seperti pada perlakuan
pendinginan yaitu 2 buah tomat. Dari data yang diperoleh tomat yang disimpan pada freezer
mengalami penurunan berat. Perubahan berat atau susut berat pada komoditi yang dibekukan
dapat disebabkan karena kandungan air yang ada pada bahan keluar selama proses
pembekuan dan menuju ke kristal es yang sedang terbentuk sehingga bagian dalam es akan
kosong. Proses ini terjadi karena kristal es memiliki tekanan uap air yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan tekanan didalam sel sehingga air dalam sel akan menuju kristal dan
hilang pada saat proses thawing dilakukan. Kehilangan air pada bahan akan menyebabkan
turgiditas bahan menjadi menurun dan berat bahan menjadi berkurang. (Estiasih dkk, 2011).
Pada pengamatan warna, dari data yang diperoleh pembekuan mengalami penurunan
kecerahan warna. Perubahan warna disebabkan karena terjadi reaksi enzimatis (pencoklatan)
yang disebabkan karena aktivitas enzim peroksidase, katalase yang menghasilkan warna
coklat, degradasi karoten dan degradasi pigmen klorofil yang menyebabkan warna kulit
berubah menjadi kuning kecoklatan karena adanya karetenoit dan xantifil yang semula
tertutup menjadi terbuka akibat dari efek suhu pembekuan dan kristal es.
Dari segi tekstur, data yang diperoleh adalah tomat yang disimpan di freezer menjadi
lebih lembek dan layu. Hal ini dikarenakan buah atau sayur memiliki komponen kadar air
yang besar sebagai penyusun utamanya. Kadar air yang tinggi. Dengan adanya kadar air yang
tinggi akan menyebabkan perubahan volume yang besar. Hal ini sesuai dengan studi literatur
yang didapat. Dimana menurut Estiasih (2011) buah dan sayur sebagian besar memiliki
tekstur yang lebih kaku jika dibandingkan dengan tekstur daging dan ikan. Dalam pembekuan
semakin suhu yang digunakan masih berada di antara titik beku bahan maka akan terjadi
pembekuan yang lambat dengan pembekuan lambat ini maka pelepasan air di dalam jaringan
bahan menjadi lebih banyak dan membentuk kristal yang besar. Secara normal pembesaran
kristal-kristal es dimulai di ruang ekstra seluler, karena viskositas cairannya relatif lebih
rendah. Bila pembekuan berlangsung secara lambat, maka volume ekstra seluler lebih besar
sehingga terjadi pembentukan kristal-kristal es yang besar di tempat itu. Kristal es yang besar
akan menyebabkan kerusakan pada dinding sel. Kadar air bahan makin rendah, maka akan
terjadi denaturasi protein terutama pada bahan nabati.
Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan. Pada
permukaan bahan, pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada bagian yang lebih dalam,
proses pembekuan berlangsung lebih lambat. Pada awal proses pembekuan terjadi fase
precooling dimana suhu bahan diturunkan dari awal ke suhu titik beku. Pada tahap ini semua
kandungan air bahan berada dalam keadaan cair. Setelah tahap precooling terjadi tahap
perubahan fase, pada tahap ini terjadi pemebentukan kristal es. (Rohanah, 2002). laju
pembekuan ada dalam 3 golongan yaitu :
1. pembekuan lambat, jika waktu pembekuan adalah 30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan
yang dibekukan
2. Pembekuan sedang, jika waktu pembekuan adalah 20-30 menit atau lebih untuk 1 cm
bahan yang dibekukaN
3. Pembekuan cepat jika waktu pembekuan adalah kurang dari 20 menit untuk 1 cm bahan
yang dibekukan. Prinsip dasar dari semua proses pembekuan cepat adalah cepatnya
pengambilan panas dari bahan pangan (Rohanah, 2002).
VII. KESIMPULAN
Pengawetan pada suhu rendah merupakan salah metode agar komoditas pasca panen
menjadi lebih lama. Metode suhu rendah yang biasa dilakukan pada komoditas pertanian
yaitu pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dilakukan dengan cara menyimpan bahan
pangan diatas suhu pembekuan yaitu -2 sampai 10 °C. Sementara pembekuan dilakukan
menggunakan freezer dengan suhu penyimpanan 0⁰ sampai -10⁰C.

DAFTAR PUSTAKA
X
Estiasih. T, Indria. P, Wenny B., Umi H. 2011. Teknologi Pengolahan Pangan. Malang: UB.

Julianti, R. 2010. Pembekuan bahan pangan hewani. Jember: Fakultas Manajemen,


Politeknik Negeri Jember.

Kusnandar, Feri. 2010. Pembekuan. Artikel.USU digital library.

Rohanah, Ainun. 2002. Pembekuan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. USU
digital library.

Rusendi, Dadi. Sudaryanto. Nurjannah, Sarifah. Widyasanti, Asri. Rosalinda, S. 2010.


Penuntun Praktikum MK. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Bandung: Unpad.

Santoso, S. 2010. Perlakuan pendinginan dan pembekuan terhadap kualitas hasil pertanian.
Rantau: Teknik Pertanian, Politeknik Islam Syekh Salman Al-Farisi

Anda mungkin juga menyukai