Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Matematika merupakan cabang ilmu yang penting karena merupakan
prasyarat kelulusan bagi siswa, tetapi pada kenyataannya siswa masih mengalami
kesulitan dan kegagalan dalam belajar matematika. Menurut pandangan siswa,
matematika merupakan suatu ilmu yang abstrak serta penuh dengan rumus dan
angka. Siswa yang memiliki kemampuan tinggi dalam matematika akan
menganggap bahwa pelajaran matematika mudah, sedangkan bagi siswa yang
memiliki kemampuan rendah dalam matematika menganggap pelajaran
matematika sebagai pelajaran yang sulit dan menakutkan (Handayani, 2004).
Depdiknas (2002) menyatakan bahwa bangunan matematika disusun
dengan dasar pondasi berupa kumpulan pengertian pangkal (unsur pangkal dan
relasi pangkal) dan kumpulan sifat pangkal (aksioma). Aksioma atau sifat pangkal
adalah semacam dalil yang kebenarannya tidak perlu dibuktikan namun sangat
menentukan, karena sifat pangkal inilah yang akan menjadi dasar untuk
membuktikan dalil atau teorema berikutnya pada matematika selanjutnya. Unsur
utama pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar
asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat
logis dari kebenaran sebelumnya.
Depdiknas (2003) menyebutkan bahwa salah satu tujuan pembelajaran
matematika di sekolah adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik
kesimpulan. Hal ini ditegaskan lagi dalam salah satu kecakapan atau kemahiran
matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika mulai dari
SD dan MI sampai SMA dan MA yaitu: menggunakan penalaran pada pola, sifat
atau melakukan manipulasi matematika.
Pelajaran matematika disekolah selama ini lebih diinspirasi oleh
pandangan absolut bahwa metematika dipandang sebagai kebenaran mutlak,
sebagai produk yang siap pakai. Siswa diperlakukan sebagai obyek belajar,
sehingga guru lebih banyak mengajarkan siswa dengan konsep-konsep atau
1
prosedur-prosedur matematika. Selain itu, guru-guru juga tidak mengetahui bahwa
proses terpenting dalam bermatematika adalah nalar bukan kemampuan berhitung.
Menurut Depdiknas (2002) penekanan berlebihan pada penghafalan semata,
penekanan pada kecepatan atau berhitung, pengajaran otoriter, kurangnya variasi
dalam proses belajar-mengajar matematika, dan penekanan berlebihan pada
prestasi individu menyebabkan terjadinya fobia matematika.
Berdasarkan wawancara dengan guru matematika kelas VII F SMP N 7
Salatiga tentang hasil belajar 26 orang siswa di kelas tersebut dengan nilai KKM
matematika yang ditetapkan sekolah yaitu 65, ada lebih dari 50% siswa yang
belum memenuhi KKM, dan nilai rata-ratanya yaitu 60. Hal tersebut
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa masih rendah. Hasil observasi pada kelas
VII F di SMP N 7 Salatiga, rendahnya hasil belajar dengan standar kompetensi 2
pada semester 1, yaitu pertidaksamaan satu variabel, lebih dari 50% siswa belum
memenuhi indikator yang harus dicapai yaitu menentukan bentuk ekuivalen dari
pertidaksamaan linear satu variabel dengan cara kedua ruas ditambah, dikurangi,
dikalikan, atau dibagi dengan bilangan yang sama. Hal ini disebabkan selama
pembelajaran berlangsung, siswa cenderung tidak aktif dan kurang ada timbal
balik antara guru dan siswa. Perhatian siswa terhadap pembelajaran siswa masih
kurang. Siswa masih sibuk mengobrol dan bercanda dengan teman, bahkan
beberapa siswa bermain handphone dan membaca buku selain buku mata
pelajaran yang sedang diajarkan. Selama proses pembelajaran, tidak ada satu pun
siswa yang aktif untuk bertanya ataupun menjawab pertanyaan dari guru.
Sehingga guru harus menunjuk salah satu siswa untuk menjawabnya. Ketika
diberikan tugas dalam kelompok, terdapat beberapa siswa yang tidak ikut serta
dalam diskusi kelompok.
Memperhatikan permasalahan diatas, maka perlu diambil langkah untuk
meningkatkan potensi siswa agar lebih maksimal melalui strategi pembelajaran
yang lebih menekankan pada siswa. Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat
digunakan adalah cooperative learning atau pembelajaran kooperatif.
Cooperatif learning atau belajar bersama adalah model pembelajaran
dimana siswa dibiarkan belajar dalam kelompok, saling menguatkan, mendalami
2
dan bekerja sama untuk semakin menguatkan bahan (Suparno, 2007). Kooperatif
atau kerjasama merupakan cara individu mengadakan relasi dan bekerja sama
dengan individu lain untuk mencapai tujuan bersama (Nasution, 2000).
Model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif salah
satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams
Achievement Division). Model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student
Teams Achievement Division) merupakan tindakan pemecahan yang dilakukan
karena dapat meningkatkan kemajuan belajar, sikap siswa yang lebih positif,
menambah motivasi serta menambah rasa senang terhadap pembelajaran yang
dilakukan oleh guru di kelas, yaitu belajar. Model pembelajaran kooperatif tipe
STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan pondasi yang baik
untuk meningkatkan keaktifan dan dorongan motivasi belajar siswa
(Rachmadiarti, 2003)
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement
Division) ini diharapkan guru dapat meningkatkan hasil belajar siswa disamping
menunjang perkembangan afektif dan sosial, siswa juga dilatih untuk bertukar
pikiran dan memecahkan masalah bersama. Pembelajaran kooperatif, dapat
menciptakan suasana belajar yang kooperatif (kerjasama), meningkatkan kualitas
pemahaman (aspek kognitif), kualitas pengetahuan akan lebih banyak, sikap
terhadap teman akan lebih terbuka dan kelancaran hubungan sosial akan lebih
baik (Winkel, 1996)
Berdasarkan keterkaitan tersebut maka penerapan pembelajaran kooperatif
tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dipandang cocok untuk
diterapkan dalam upaya meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika
siswa.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dedi Herianto (2009) ia menyatakan
bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams
Achievement Division) dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Siti
Aminah (2007) dengan hasil penelitiannya yaitu penggunaan model pembelajaran
STAD (Student Teams Achievement Division) dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Begitu juga dengan hasil penelitian dari Af’Idatun Nadhifah (2011) bahwa
3
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams
Achievement Division) dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka judul dalam penelitian ini adalah "Upaya
Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) Bagi Siswa Kelas
VII F SMP N 7 Salatiga Pada Materi Persamaan dan Pertidaksamaan Satu
Variabel”.

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student
Teams Achievement Division) dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas VII F
SMP N 7 Salatiga pada materi persamaan dan pertidaksamaan satu variabel?
2. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student
Teams Achievement Division) dapat meningkatkan hasil belajar matematika
siswa kelas VII F SMP N 7 Salatiga pada materi persamaan dan
pertidaksamaan satu variabel?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk meningkatkan keaktifan pada siswa kelas VII F SMP N 7 Salatiga pada
materi persamaan dan pertidaksamaan satu variabel melalui model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division).
2. Untuk meningkatkan keaktifan pada siswa kelas VII F SMP N 7 Salatiga pada
materi persamaan dan pertidaksamaan satu variabel melalui model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division).

4
1.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Sebagai salah satu masukan agar dalam pembelajaran, guru dapat
menerapkan strategi pembelajaran yang mampu menunjang peningkatan
keaktifan dan hasil belajar.
2. Manfaat Praktis
a. Meningkatkan keaktifan, minat dan motivasi siswa
b. Penerapan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pemahaman
siswa terhadap materi pelajaran.
c. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran Matematika.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Pembelajaran Matematika
Matematika diartikan oleh Johnson dan Rising dalam Suherman (2003)
sebagai pola berpikir, pola mengorganisasi, pembuktian yang logik, bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat
representasinya dengan simbol dan padat. Sedangkan menurut Suherman (2003)
matematika adalah disiplin ilmu tentang tata cara berfikir dan mengolah logika,
baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Menurut Johnson dan Myklebust
yang dikutip oleh Abdurrahman (2002) matematika adalah bahasa simbiolis yang
fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan
keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.
Pembelajaran adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan oleh
guru guna membelajarkan siswa (Djamarah, 2002). Sedangkan Suherman (2003)
mengartikan pembelajaran sebagai upaya penataan lingkungan yang memberi
nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Menurut
Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 dalam Susetyo (2005) pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Peserta didik yang dimaksud adalah siswa dan pendidik
adalah guru. Sedangkan menurut Sugihartono (2007), pembelajaran adalah suatu
upaya yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan ilmu pengetahuan,
mengorganisir, dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode
sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta
dengan hasil yang optimal.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang melibatkan
pengembangan pola berfikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar
yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar
matematika tumbuh dan berkembang secara optimal dan siswa dapat melakukan
6
kegiatan belajar secara efektif dan efisien. Selain interaksi yang baik antara guru
dan siswa tersebut, faktor lain yang menentukan keberhasilan pembelajaran
matematika adalah bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran
tersebut.

2.1.2 Hasil Belajar


A. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2004) hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar menurut Anni
(2004) merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajaran setelah
mengalami aktifitas belajar. Sedangkan menurut TIM pengembangan Universitas
Negeri Semarang dalam Sulistyani (2003), ada lima syarat agar perubahan tingkah
laku dapat disebut hasil belajar, yaitu:
1. Hasil belajar sebagai pencapai tujuan belajar.
2. Hasil belajar harus sebagai buah dari proses kegiatan yang disadari.
3. Hasil belajar sebagai produk latihan.
4. Hasil belajar merupakan tingkah laku yang berfungsi efektif dalam kurun
waktu tertentu.
5. Hasil belajar harus berfungsi operasional dan potensial yang merupakan
tingkah laku itu sendiri yang berfungsi positif bagi pengembangan tingkah laku
lainnya.
Hasil belajar menurut Hamalik (2006) adalah bila seseorang telah belajar
akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hasil belajar pada
penelitian ini adalah hasil belajar matematika yaitu yang telah dicapai oleh siswa
pada mata pelajaran matematika setelah mengalami proses belajar.
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan
informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-
tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut

7
guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik
untuk keseluruhan kelas maupun individu.
Berdasarkan uraian beberapa pengertian hasil belajar dari para ahli di atas,
maka dapat disimpulkan pengertian hasil belajar adalah hasil akhir dari seluruh
kegiatan belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan menerima
suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi yang berupa aspek kognitif yang
diungkapkan dengan alat penilaian yaitu tes evaluasi dengan hasil yang
dinyatakan dalam bentuk nilai, aspek afektif yang menunjukkan sikap siswa
dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek psikomotorik yang menunjukkan
keterampilan dan kemampuan bertindak siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Belajar itu sebagai suatu proses perubahan tingkah laku, atau memaknai sesuatu
yang diperoleh.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar menurut
Nasution dalam Djamarah (2002) adalah:
1. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan siswa. Dalam lingkunganlah
siswa hidup dan berinteraksi. Lingkungan yang mempengaruhi hasil belajar
siswa dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Lingkungan alami
Lingkungan alami adalah lingkungan tempat siswa berada dalam arti
lingkungan fisik. Yang termasuk lingkungan alami adalah lingkungan
sekolah, lingkungan tempat tinggal dan lingkungan bermain.
b. Lingkungan sosial
Makna lingkungan dalam hal ini adalah interaksi siswa sebagai makhluk
sosial, makhluk yang hidup bersama atau homo socius. Sebagai anggota
masyarakat, siswa tidak bisa melepaskan diri dari ikatan sosial. Sistem
sosial yang berlaku dalam masyarakat tempat siswa tinggal mengikat
perilakunya untuk tunduk pada norma-norma sosial, susila, dan hukum.

8
Contohnya ketika anak berada di sekolah, ia menyapa guru dengan sedikit
membungkukkan tubuh atau memberi salam.
2. Faktor instrumental
Setiap penyelenggaraan pendidikan memiliki tujuan instruksional yang hendak
dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan seperangkat kelengkapan
atau instrumen dalam berbagai bentuk dan jenis.
Sementara faktor-faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar
Nasution dalam Djamarah (2002) adalah:
1. Fisiologis
Merupakan faktor internal yang berhubungan dengan proses-proses yang
terjadi pada jasmaniah.
a. Kondisi fisiologis, umunya sangat berpengaruh terhadap kemampuan
belajar individu. Siswa dalam keadaan lelah akan berlainan belajarnya dari
siswa dalam keadaan tidak lelah.
b. Kondisi panca indera, merupakan kondisi fisiologis yang dispesifikkan pada
kondisi indera. Kemampuan untuk melihat, mendengar, mencium, meraba,
dan merasa mempengaruhi hasil belajar. Anak yang memilki hambatan
pendengaran akan sulit menerima pelajaran apabila ia tidak menggunakan
alat bantu pendengaran.
2. Psikologis
Faktor psikologis merupakan faktor dari dalam diri individu yang berhubungan
dengan rohaniah. Faktor psikologis yang mempengaruhi hasil belajar adalah:
a. Minat, adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang memerintahkan. Minat pada dasarnya adalah
penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar
diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat.
b. Kecerdasan berhubungan dengan kemampuan siswa untuk beradaptasi,
menyelesaikan masalah dan belajar dari pengalaman kehidupan. Kecerdasan
dapat diasosiasikan dengan intelegensi. Siswa dengan nilai IQ yang tinggi
umumnya mudah menerima pelajaran dan hasil belajarnya cenderung baik.

9
c. Bakat, adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih
perlu dilatih dan dikembangkan. Bakat memungkinkan seseorang untuk
mencapai prestasi dalam bidang tertentu.
d. Motivasi, adalah suatu kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu.
e. Kemampuan kognitif, merupakan kemampuan intelektual yang
berhubungan dengan pengetahuan, ingatan, pemahaman dan lain-lain.
Sedangkan Caroll dalam Sabri (2005), mengatakan bahwa hasil belajar
siswa dipengaruhi oleh lima faktor, yakni: a) bakat belajar, b) waktu yang tersedia
untuk belajar, c) waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran, d)
kualitas pengajaran, dan e) kemampuan individu. Empat faktor (a, b, c, dan d)
berkenaan dengan kemampuan individu dan faktor d adalah faktor lingkungan.
Berdasarkan uraian beberapa pengertian faktor yang mempengaruhi hasil
belajar dari para ahli, maka faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa
adalah faktor linkungan, faktor instrumental, faktor fisiologis, dan faktor
psikologis.

C. Ranah atau Aspek-aspek Hasil Belajar


Bloom dalam Sudjana (2005) membagi hasil belajar dalam tiga ranah,
yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris.
1. Ranah kognitif
Ranah ini berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam
aspek, yakni:
a. Pengetahuan (knowledge). Tipe hasil pengetahuan termasuk kognitif tingkat
rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil
belajar yang berikutnya. Hal ini berlaku bagi semua bidang studi pelajaran.
Misalnya menghafal suatu rumus akan menyebabkan paham bagaimana
mengguankan rumus tersebut, menghafal kata-kata akan memudahkan
dalam membuat kalimat.
b. Pemahaman, dapat dilihat dari kemampuan individu dalam menjelaskan
sesuatu masalah atau pertanyaan.
10
c. Aplikasi, adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi
khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis.
Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang
ulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan
hafalan atau keterampilan.
d. Analisis, adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur atau
bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya. Analisis
merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari
ketiga tipe sebelumnya.
e. Sintesis, adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk
menyeluruh disebut sintesis. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen
dimana menyatukan unsur-unsur menjadi integritas.
f. Evaluasi, adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin
dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan metode, dll.
2. Ranah afekif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai.Tipe hasil belajar afektif
tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiaannya terhadap
pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru, kebiasaan belajar, dan
hubungan sosial.
3. Ranah psikomotoris
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu.

2.1.3 Model Pembelajaran


A. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan perencanaan pengajaran yang
menggambarkan proses yang ditempuh pada proses belajar mengajar agar dicapai
perubahan spesifik pada perilaku siswa seperti yang diharapkan (Wahab, 2008).
Hal tersebut sejalan dengan Kardi (2003), yang menyatakan bahwa model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematika
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
11
Sudrajat (2008) juga memaparkan bahwa model pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Sedangkan Sumarmo (2012) mengemukakan
bahwa model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan oleh guru untuk
meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar di kalangan siswa, mampu berpikir
kritis, memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian pembelajaran yang lebih
optimal.
Jadi pada dasarnya metode, pendekatan, teknik, model pengajaran ataupun
model pembelajaran memiliki makna dan tujuan yang sama, yaitu menciptakan
suasana belajar yang kondusif, menyenangkan, serta mendorong siswa untuk
belajar aktif dan lebih mandiri. Oleh karena itu pemilihan model pembelajaran
yang tepat bagi siswa merupakan hal yang sangat penting karena ikut menentukan
tingkat penguasaan materi pada diri siswa. Sebelum memilih model pembelajaran
tertentu, seorang pengajar harus memperhatikan kondisi siswa dengan baik
termasuk juga memperhatikan karakter siswa dan ketersediaan sumber belajar,
sehingga model pembelajaran tersebut dapat diterapkan dengan efektif.
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah serangkaian kegiatan pembelajaran yang disajikan secara
khas oleh guru guna menciptakan iklim belajar yang lebih kondusif dalam
mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif


A. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Hasan Etin dalam Solihatin (2009), kooperatif mengandung
pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Menurut Rusman
(2011), pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang
dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Sejalan dengan pendapat
tersebut, Slavin dalam Solihatin (2009) mengatakan bahwa cooperative learning
adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam
12
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4
sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.
Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada
kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun
secara kelompok.
Menurut Etin (2009), cooperative learning mengandung pengertian
sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara
sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari
dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh
keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Sedangkan menurut Silomo
(2009), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan yang berpusat-kelompok dan
berpusat-siswa untuk pengajaran dan pembelajaran di kelas. Menurut Eggen and
Kauchak dalam Trianto (2010) pembelajaran kooperatif merupakan sebuah
kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi
untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah
usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-
sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif
siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja
secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan
mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan
sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang berpusat pada
siswa yang menggunakan sistem kelompok/tim kecil yang terdiri dari dua orang
atau lebih dan di dalamnya terdapat anggota yang mempunyai latar belakang yang
berbeda. Tujuan dari penggunaan model pembelajaran ini adalah untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap
kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan

13
kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama siswa yang
berbeda latar belakangnya.

B. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif


Johnson & Johnson dalam Trianto (2010) menyatakan bahwa tujuan
pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan
prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.
Karena siswa bekerja dalam satu team, maka dengan sendirinya dapat
memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan
kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan
pemecahan masalah.
Asma (2006) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif bertujuan
untuk pencapaian hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman, dan
pengembangan keterampilan sosial. Masing-masing tujuan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1. Pencapaian Hasil Belajar
Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial,
pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa
dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini
unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Para
pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan
kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik
dan perubahan normal yang berhubungan dengan hasil belajar.
2. Penerimaan terhadap Perbedaan Individu
Efek penting yang kedua dari model pembelajaran kooperatif ialah penerimaan
yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, tingkat sosial,
maupun ketidakmampuan. Berikut ini merupakan garis besar premis yang
diajukan oleh Goldon Allport dalam Asma (2006). Telah diketahui bahwa
banyak kontak fisik saja di antara orang-orang yang berbeda ras atau kelompok
etnik tidak cukup untuk mengurangi kecurigaan dan perbedaan ide.
Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar
14
belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas
tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif,
serta belajar untuk menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan Ketrampilan Sosial
Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengajarkan
kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat
penting untuk dimiliki di dalam masyarakat, banyak kerja orang dewasa
dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dalam
masyarakat, meskipun beragam budayanya.
Sementara itu banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam
keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering terjadi suatu
pertikaian kecil antar individu dapat mengakibatkan tindak kekerasan, atau betapa
sering orang menyatakan ketidakpuasan pada saat diminta untuk bekerja dalam
situasi kooperatif. Selain unggul dalam membantu siswa memahami konsep-
konsep sulit, model ini sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan
kemampuan kerja sama.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran
kooperatif adalah untuk meningkatkan prestasi akademik siswa dan dapat
memperbaiki hubungan di antara para siswa yang mempunyai latar belakang yang
berbeda serta mengajarkan kepada siswa mengenai keterampilan kerja dan
kolaborasi.

C. Macam-macam Model Pembelajaran Kooperatif


Model pembelajaran kooperatif memiliki berbagai macam tipe. Suyatno
(2009) menyatakan bahwa ada sekitar 96 variasi model pembelajaran kooperatif
diantaranya Student Team Achievement Division, Numbered Head Together,
Jingsaw, Think Pair Share, Teams Games Tournament, Group Investigation,
Contextual Teaching and Learning, Team Assisted Individually, Problem Based
Instruction, Make A Match dan masih ada 86 tipe lainnya. Namun dari
keseluruhan tipe tersebut ada empat tipe model pembelajaran kooperatif yang

15
sering digunakan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Arends (2009), bahwa
model pembelajaran kooperatif yang sering digunakan yaitu:
1. Student Teams Achievement Division (STAD)
Tipe STAD adalah model pembelajaran kooperatif untuk pengelompokkan
kemampuan campur yang melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab
kelompok untuk pembelajaran individu setiap anggotanya.
2. Group Investigation
Tipe group investigation merupakan model pembelajaran kooperatif yang
melibatkan kelompok kecil dimana siswa bekerja menggunakan inkuiri
kooperatif, perencanaan, proyek, diskusi kelompok lalu mempresentasikan
penemuan mereka kepada seluruh anggota kelas.
3. Jingsaw
Pembelajaran kooperatif tipe jingsaw pertama kali dikembangkan oleh
Aronson di Universitas Texas. Model pembelajaran kooperatif tipe jingsaw
merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam
kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan
keheterogenan, bekerja sama positif dan setiap anggota bertanggung jawab
untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan
menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok lain.
4. Structural Approach
Sugono (2010) menjelaskan bahwa structural approach (pendekatan structural)
merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang dilandasi
oleh asumsi yang menganggap bahasa sebagai kaidah. Atas dasar anggapan
tersebut timbul pemikiran bahwa pembelajaran bahasa harus mengutamakan
penguasaan kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa. Oleh sebab itu,
pembelajaran bahasa melalui pendekatan ini menitikberatkan pengajaran
bahasa pada pengetahuan atau kaidah tata bahasa.
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap guru
dapat menciptakan model pembelajaran sendiri sesuai ciri khasnya dalam
mengajar. Namun perlu diperhatikan agar model pembelajaran kooperatif yang
diciptakan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang sudah ada
16
2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams
Achievement Division)
A. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams
Achievement Division)
Menurut Trianto (2008) dalam pembelajaran kooperatif tipe Students
Team Achievement Devisions (STAD) siswa ditempatkan dalam tim belajar
beranggotakan beberapa orang yang merupakan campuran menurut tingkat
prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, siswa bekerja dalam
tim mereka untuk memastikan seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran
tersebut. Saat belajar berkelompok, siswa saling membantu untuk menuntaskan
materi yang dipelajari. Guru memantau dan mengelilingi tiap kelompok untuk
melihat adanya kemungkinan siswa yang memerlukan bantuan guru. Model ini
pun dibantu oleh metode pelatihan, penugasan, dan tanya jawab sesuai satuan
pelajaran sehingga ketuntasan materi dapat dicapai.
Isjoni (2009) menyatakan bahwa tipe STAD dikembangkan oleh Slavin
dan merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan adanya aktivitas dan
interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Sedangkan
menurut Nurhadi (2003) ada empat tipe yang biasa digunakan oleh guru dalam
model pembelajaran kooperatif yakni salah satunya adalah tipe STAD (Student
Teams Achievement Divisions). Tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin
dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins. Tipe ini dipandang sebagai
yang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran
kooperatif. Tipe ini digunakan untuk mengajarkan informasi akademik baru
kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis.
Dalam metode STAD, siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan
empat atau lima orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis
kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, siswa bekerja dalam tim mereka
untuk memastikan seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Saat
belajar berkelompok, siswa saling membantu untuk menuntaskan materi yang
dipelajari. Guru memantau dan mengelilingi tiap kelompok untuk melihat adanya
17
kemungkinan siswa yang memerlukan bantuan guru. Model ini pun dibantu oleh
metode pelatihan, penugasan, dan tanya jawab sesuai satuan pelajaran sehingga
ketuntasan materi diperoleh.

B. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student


Teams Achievement Division)
Menurut Isjoni (2008) urutan pelaksanaan tipe STAD dapat dilakukan
melalui urutan sebagai berikut:
1. Meminta anggota tim bekerja sama mengatur meja dan kursi, serta
memberikan siswa kesempatan sekitar 10 menit untuk memilih nama tim
mereka atau ditentukan menurut kesesuaian.
2. Membagikan lembar kerja siswa (LKS).
3. Menganjurkan kepada siswa pada tiap-tiap tim bekerja berpasangan (dua atau
tiga pasangan dalam satu kelompok).
4. Memberikan penekanan kepada siswa bahwa LKS itu untuk belajar, bukan
untuk sekadar diisi dan dikumpulkan. Karena itu penting bagi siswa diberi
lembar kunci jawaban LKS untuk mengecek pekerjaan mereka pada saat
mereka belajar.
5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling menjelaskan jawaban
mereka, tidak hanya mencocokkan jawaban mereka dengan lembar kunci
jawaban tersebut
6. Apabila siswa memiliki pertanyaan, mintalah mereka mengajukan pertanyaan
itu kepada teman atau satu timnya sebelum menanyakan kepada guru.
7. Pada saat siswa bekerja dalam tim, guru berkeliling dalam kelas, sambil
memberikan pujian kepada tim yang bekerja baik dan secara bergantian guru
duduk bersama tim untuk memperhatikan bagaimana anggota-anggota tim itu
bekerja.
8. Memberikan penekanan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh mengakhiri
kegiatan belajar sampai dapat menjawab dengan benar soal-soal kuis yang
ditanyakan.

18
Sedangkan menurut Trianto (2008), langkah-langkah model pembelajaran
kooperatif tipe STAD oleh Slavin sebagai berikut:
1. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, jadi ada 8
kelompok, masing-masing kelompok mempunyai anggota yang heterogen, baik
jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuannya (prestasinya).
2. Guru menyampaikan materi pelajaran.
3. Guru membagikan materi yang berbeda pada masing-masing kelompok dengan
menggunakan lembar kerja akademik, dan kemudian saling membantu untuk
menguasai materi pelajaran yang telah diberikan melalui tanya jawab atau
diskusi antar sesama anggota kelompok.  
4. Selanjutnya masing-masing kelompok mempresentasikan kedepan kelas.
5. Selanjutnya tanggapan dari masing-masing kelompok.  
6. Selanjutnya guru memberikan tanggapan dan penegasan dan tiap kelompok
diberi skor atas penguasaannya terhadap materi pelajaran, dan kepada siswa
secara individual atau kelompok yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh
skor sempurna diberi penghargaan.
7. Kesimpulan Pelaksanaan tipe STAD melalui tahapan sebagai berikut :
a. Penjelasan materi pembelajaran;
b. Diskusi atau kerja kelompok belajar;
c. Validasi oleh guru;
d. Evaluasi (Tes);
e. Menentukan nilai individu dan kelompok;
f. Penghargaan individu atau kelompok;
Rachmadiarti (2003) menyatakan bahwa pada STAD siswa dalam satu
kelas tertentu dibagi menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap
kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki dan perempuan, berasal dari
berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim
menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk
menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain
untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan atau

19
melakukan diskusi. Setiap dua minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor dan tiap
individu diberi skor perkembangan.
Menurut Slavin dalam Isjoni (2009) langkah dalam pembelajaran dengan
tipe STAD meliputi: tahap penyajian materi, tahap kegiatan kelompok, tahap tes
individual, tahap penghitungan skor perkembangan individu, dan tahap pemberian
penghargaan kelompok.
Dalam tahap penyajian materi, guru memulai dengan menyampaikan
indikator yang harus dicapai dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi
yang akan dipelajari. Kemudian dilanjutkan dengan memberi persepsi dengan
tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasarat yang telah dipelajari, agar
siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan
yang dimiliki. Dengan adanya hal tersebut akan dapat mendukung pelaksanaan
kerja kelompok, karena masing-masing siswa memiliki gambaran mengenai apa
yang dipelajarinya.
Tahap kerja kelompok, dimana setiap siswa diberi lembar tugas sebagai
bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas,
saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat
memahami materi yang dibahas, dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja
kelompok.
Tahap tes individu, untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar
telah dicapai, diadakan tes individual mengenai materi yang telah dibahas.
Biasanya tes individual dilakukan pada akhir pertemuan kedua dan ketiga. Skor
yang diperoleh masing-masing individu ini didata dan diarsipkan, yang akan
digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok.
Tahap perhitungan skor perkembangan individu, dihitung berdasarkan
skor awal. Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki kesempatan yang sama
untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan
skor tes yang diperolehnya. Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara
menjumlahkan masing-masing perkembangan skor individu dan hasilnya dibagi
sesuai jumlah anggota kelompok. Pemberian penghargaan diberikan berdasarkan

20
perolehan skor rata-rata yang dikategorikan menjadi kelompok baik, hebat dan
super.

2.1.6 Keaktifan Siswa


A. Pengertian Keaktifan Siswa
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktifitas
dan kreatifitas siswa melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Keaktifan
belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses
pembelajaran. Keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu
berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan
(Sardiman, 2001). Sedangkan menurut Hermawan (2007) keaktifan siswa dalam
kegiatan belajar tidak lain adalah untuk mengkontruksi pengetahuan mereka
sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu
yang mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran.
Belajar yang berhasil harus melalui berbagai macam aktifitas, baik
aktifitas fisik maupun psikis. Aktifitas fisik adalah siswa giat aktif dengan anggota
badan, membuat sesuatu, bermain maupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan
mendengarkan dan melihat. Siswa yang memiliki aktifitas psikis (kejiwaan)
adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi
dalam rangka pembelajaran.
Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah untuk
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif membangun
pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam proses
pembelajaran. Keaktifan diartikan sebagai hal atau keadaan dimana siswa dapat
aktif. Rousseau dalam Sardiman (1996) menyatakan bahwa setiap orang yang
belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktifitas proses pembelajaran tidak akan
terjadi. Thorndike dalam Dimyati (2009) mengemukakan keaktifan belajar siswa
dalam belajar dengan hukum “law of exercise” nya menyatakan bahwa belajar
memerlukan adanya latihan-latihan dan Keachie dalam Dimyati (2009)
menyatakan berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu
merupakan “manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu”. Segala pengetahuan
21
harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan
sendiri, bekerja sendiri dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani
maupun teknik.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan
siswa dalam belajar merupakan segala kegiatan yang bersifat fisik maupun non
fisik siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar yang optimal sehingga dapat
menciptakan suasana kelas menjadi kondusif.

B. Jenis-jenis Keaktifan Siswa


Setiap proses belajar mengajar, siswa selalu menampakkan keaktifan.
Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari keadaan fisik yang mudah
diamati sampai kegiatan psikis yang sudah diamati. Diedrich dalam Sardiman
(2007) menyebutkan jenis-jenis aktivitas dalam belajar, yang dapat digolongkan
sebagai berikut :
1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya memperhatiakan gambar,
melakukan percobaan, menanggapi pekerjaan orang lain.
2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3. Listening activities, sebagai contoh: mendengarkan: uraian, percakapan,
diskusi, musik, pidato.
4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket,
menyalin.
5. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat peta, diagaram, grafik.
6. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan,
membuat kontruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.
7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisis, membuat hubungan, mengambil keputusan.
8. Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

22
Salah satu penilaian proses pembelajaran adalah melihat sejauhmana
keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Sudjana (2004)
menyatakan keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal:
1. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.
2. Terlibat dalam pemecahan masalah.
3. Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang
dihadapinya.
4. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan
masalah.
5. Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru.
6. Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya.
7. Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis.
8. Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang diperoleh dalam
menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan keaktifan siswa dapat
dilihat dari berbagai hal seperti memperhatikan (visual activities), mendengarkan,
berdiskusi, kesiapan siswa, bertanya, keberanian siswa, mendengarkan,
memecahkan soal (mental activities).
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan
mengembangkan bakat yang dimilikinya siswa juga dapat berlatih untuk berfikir
kritis, dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari. Di samping itu, guru juga dapat merekayasa sistem pembelajaran
secara sistematis, sehingga merangsang keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Siswa


Keaktifan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi keaktifan belajar siswa adalah:
1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka berperan
aktif dalam kegiatan pembelajaran.
2. Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada siswa).
23
3. Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa.
4. Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari).
5. Memberikan petunjuk kepada siswa cara mempelajari.
6. Memunculkan aktifitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
7. Memberikan umpan balik (feedback).
8. Melakukan tagihan-tagihan kepada siswa berupa tes sehingga kemampuan
siswa selalu terpantau dan terukur.
9. Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan diakhir pembelajaran.
Keaktifan dapat ditingkatkan dan diperbaiki dalam keterlibatan siswa
pada saat belajar. Hal tersebut seperti dijelaskan oleh Usman (2009) cara untuk
memperbaiki keterlibatan siswa diantaranya yaitu abadikan waktu yang lebih
banyak untuk kegiatan belajar mengajar, tingkatkan partisipasi siswa secara
efektif dalam kegiatan belajar mengajar, serta berikanlah pengajaran yang jelas
dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar yang akan dicapai. Selain memperbaiki
keterlibatan siswa juga dijelaskan cara meningkatkan keterlibatan siswa atau
keaktifan siswa dalam belajar. Cara meningkatkan keterlibatan atau keaktifan
siswa dalam belajar adalah mengenali dan membantu anak-anak yang kurang
terlibat dan menyelidiki penyebabnya dan usaha apa yang bisa dilakukan untuk
meningkatkan keaktifan siswa, sesuaikan pengajaran dengan kebutuhan individual
siswa. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan usaha dan keinginan siswa
untuk berfikir secara aktif dalam kegiatan belajar.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan keaktifan
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti menarik atau memberikan
motivasi kepada siswa dan keaktifan juga dapat ditingkatkan, salah satu cara
meningkatkan keaktifan yaitu dengan mengenali keadaan siswa yang kurang
terlibat dalam proses pembelajaran.

2.1.7 Penelitian yang Relevan


Penelitian yang dilakukan oleh Moh. Barhanudin, Sulaiman Mohammad
Annas (2012) yang berjudul Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD (Student Teams Achievement Division) menunjukkan bahwa hasil aktivitas

24
guru siklus I yang dicapai 75% pada siklus II yang dicapai 87,5%. Hasil
keberhasilan belajar siswa dalam pengamatan aktivitas siswa pada siklus I dengan
ketuntasan belajar yang dicapai 72,73%, pada siklus II dengan ketuntasan yang
dicapai 80,61 %. Hasil psikomotor siklus I dengan ketuntasan yang dicapai
72,39%, pada siklus II dengan ketuntasan belajar yang dicapai 80,22%. Dengan
demikiandapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student Teams Achievement Division) dapat meningkatkan hasil belajar siswa
kelas VIII B MTs Nurul Huda Banyuputih Kabupaten Batang.
Penelitian yang dilakukan oleh Bambang Ribowo (2005) yang berjudul
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IIA SMP Negeri Dua Banjarharjo
Brebes dalam Pokok Bahasan Segiempat Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) yang bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa kelas IIA SMP Negeri Dua Banjarharjo Brebes
dalam materi Segiempat menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dapat meningkatkan
hasil belajar yaitu dari 86,55% pada siklus I menjadi 87,14% pada siklus II dan
meningkat lagi menjadi 90,81% pada siklus III. Aktivitas peserta didik mengalami
peningkatan dari persentase 72,5% pada siklus I menjadi 88,75% pada siklus II
dan meningkat lagi menjadi 90% pada siklus III. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif Tipe STAD (Student Teams
Achievement Division) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IIA SMP
Negeri Dua Banjarharjo Brebes.
Penelitian yang dilakukan oleh Nasimatul Wardiyyah (2009) yang
berjudul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams
Achievement Division) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII MTs
NU Banat Kudus Pada Materi Pecahan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil
belajar siswa kelas VII MTs NU Banat Kudus dalam materi pecahan
menunjukkan bahwa penggunaan metode tutor sebaya dapat meningkatkan hasil
belajar dari pra siklus, siklus I, dan siklus II, yaitu 49%, 72,9%, 89.5%. dan juga
dapat dilihat dari nilai rata-rata pada masing-masing siklus yaitu pra siklus 57,5,
meningkatmenjadi 69,8 pada siklus I, meningkat 76,04 pada siklus II. Peningkatan
25
nilai test di atas telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 6,0.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
STAD (Student Teams Achievement Division) dapat meningkatkan hasil belajar
siswakelas VII MTs NU Banat Kudus.
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Baihaqi (2011) yang berjudul
Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams
Achievement Division) Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada
Mata Pelajaran Penjaskes Pada Materi Pokok Sepak Bola Dribble Kelas VIII C
SMP Negeri 1 Karangawen Demak yang bertujuan untuk meningkatkan hasil
belajar siswa kelas VIII C SMP Negeri Karangawen Demak menunjukkan bahwa
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams
Achievement Division) dapat meningkatkan hasil belajar siklus I meningkat
prosentase ketuntasan belajar klasikalnya sebesar 20, jadi pada siklus I menjadi
40. Sedangkan pada siklus II terjadi peningkatan 40sehingga ketuntasan
belajar klasikal 67 menjadi 80Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division)
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII C SMP Negeri Karangawen
Demak.
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Ngalimi (2011) yang berjudul
Peningkatan Hasil Belajar Matematika Tentang Lingkaran Melalui Pendekatan
Kontekstual dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams
Achievement Division) Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 2 Buwaran Mayong
Jepara yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII A SMP
Negeri 2 Buwaran Mayong Jepara dalam materi lingkaran menunjukkan bahwa
sebelum perbaikan pembelajaran siswa yang tuntas KKM > 65 hanya 9 siswa dari
30 siswa (30%). Pada perbaikan pembelajaran siklus I siswa yang tuntas KKM >
65 meningkat menjadi 13 siswa (43,3%). Dan pada perbaikan pembelajaran siklus
II siswa yang tuntas KKM > 65 meningkat lagi menjadi 28 siswa (93,3%).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
STAD (Student Teams Achievement Division) dapat meningkatkan hasil belajar
siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Buwaran Mayong Jepara.
26
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka penelitian ini dibuat
dengan tujuan untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams
Achievement Division).

2.1.8 Kerangka Berpikir


Upaya yang diperlukan untuk mendorong siswa aktif dalam kegiatan
belajar di kelas selalu bargantung pada guru. Keaktifan dan hasil belajar siswa
masih rendah dalam mempelajari materi persamaan dan pertidaksamaan linear
satu variabel. Hal ini yang menjadi indikator perlunya membantu siswa agar dapat
mempelajari materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dengan
lebih baik sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student
Teams Achievement Division) diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa pada materi persamaan dan pertidaksamaan satu variabel kelas VII F
SMP N 7 Salatiga. Berdasarkan paparan di atas, maka kerangka penelitian
tindakan kelas ini dapat digambarkan sebagai berikut:

27
28
GURU :
2.1.9 Hipotesis Tindakan Masih menggunakan
metode
Variabel yang diukur konvensional,
dalam SISWA
penelitian ini adalah variabel :
keaktifan dan
Kondisi Awal belum menggunakan Keaktifan dan
hasil belajar, sehingga hipotesis dalam
model penelitian ini adalah:
pembelajaran hasil belajar siswa
kooperatif tipe STAD
1. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams rendahAchievement
(Student Teams
Division) dapat meningkatkan keaktifan
Achievement siswa kelas VII F SMP N 7 Salatiga;
Division)
2. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement
SIKLUS I :
Division) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas Menerapkan
VII F SMP N 7
Menerapkan model
Salatiga.
Tindakan pembelajaran model
kooperatif tipe STAD pembelajaran
(Student Teams kooperatif tipe
Achievement Division) STAD (Student
Teams
Achievement
Division)

SIKLUS I :
Menerapkan
model
pembelajaran
kooperatif tipe
STAD (Student
Teams
Achievement
Division)

Diduga melalui penerapan model pembelajaran


Kondisi Akhir kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement
Division) keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran matematika materi persamaan dan
pertidaksamaan satu variabel kelas VII F SMP N 7
Salatiga dapat meningkat.

29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini termasuk dalam jenis Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian
tindakan adalah cara suatu kelompok atau seseorang dalam mengorganisasi suatu
kondisi sehingga mereka dapat mempelajari pengalaman mereka dapat diakses
oleh orang lain (Sukardi, 2003). Ciri utama dalam penelitian tindakan kelas yaitu
adannya tindakan-tindakan (aksi) tertentu serta adanya siklus untuk memperbaiki
proses pembelajaran di kelas.

3.2 Subyek Penelitian


Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII F SMP N 7 Salatiga yang
terdiri dari 26 siswa yaitu 12 siswa putri dan 14 siswa putra. 40% dari 26 siswa
tersebut menyukai pelajaran matematika dan sisanya yaitu 60% tidak menyukai
pelajaran matematika.

3.3 Desain Penelitian


Pada penelitian tindakan kelas ini peneliti menggunakan desain penelitian
model Kemmis & Mc. Taggart. Tujuan menggunakan desain penelitian model ini,
apabila dalam pelaksanaan tindakan ditemukan adanya kekurangan, maka
perencanaan dan pelaksanaan tindakan perbaikan masih dapat dilanjutkan pada
siklus berikutnya sampai target yang diinginkan tercapai.
Dalam desain penelitian tindakan model Kemmis & Mc. Taggart terdapat
empat tahapan penelitian tindakan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan
refleksi. Pada model Kemmis & Mc. Taggart, tahapan tindakan dan observasi
menjadi satu tahapan karena kedua kegiatan itu dilakukan secara simultan.
Maksudnya kedua kegiatan ini harus dilakukan dalam satu kesatuan waktu, begitu
berlangsungnya suatu tindakan, begitu pula pengamatan juga harus dilaksanakan
(Pardjono, 2007).

30
1. Perencanaan (Plan)
Perencanaan merupakan tindakan yang dibangun dan akan dilaksanakan,
sehingga harus mampu melihat jauh kedepan. Rencana tindakan (action plan)
adalah prosedur, strategi yang akan dilakukan oleh guru dalam rangka melakukan
tindakan atau perlakuan terhadap siswa.
2. Tindakan (Action)
Pelaksanaan tindakan adalah tindakan yang dilakukan ke dalam konteks
proses belajar mengajar yang sebenarnya. Pelaksanaan tindakan ini dilakukan
dengan panduan perencanaan tindakan yang telah dibuat dalam pelaksanaanya
bersifat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
Pelaksanaan tindakan bisa dilakukan oleh peneliti atau kolabolator. Setiap
tindakan minimal ada dua peneliti yaitu yang melakukan pembelajaran dan
kolabolator yang memantau terjadinya suatu perubahan suatu tindakan (Pardjono,
2007).
3. Pengamatan (Observation)
Pengamatan berfungsi sebagai proses pendokumentasikan dampakdari
tindakan bersama prosesnya. Pengamatan merupakan landasan dari refleksi
tindakan saat itu dan dijadikan orintasi pada tindakan yangakan datang. Selain itu,
pengamatan atau observasi yang baik adalah observasi yang fleksibel dan terbuka
untuk dapat mencatat gejala yang muncul, baik yang diharapkan atau yang tidak
diharapkan (Sukardi, 2011).
4. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan kegiatan mengingat dan merenungkan kembali suatu
tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam observasi. Pada tahap ini peneliti
dan kolaborasi mendiskusikan hasil pengamatan selama tindakan berlangsung.
Kekurangan yang ditemui pada siklus sebelumnya digunakan sebagai dasar
penyusunan rencana tindakan pada siklus berikutnya. Demikian seterusnya,
sehingga siklus berikutnya akan berjalan lebih baik dari pada siklus sebelumnya.
Secara rinci prosedur penelitian tindakan ini dapat dijabarkan sebagai
berikut:

31
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1) Melakukan observasi awal
untuk mengidentifikasi masalah melalui wawancara dengan guru kelas,
memantau kegiatan belajar mengajar di kelas, dan melakukan observasi
pada siswa.
2) Membuat skenario
pembelajaran dengan menyusun rencana pembelajaran yang dilengkapi
LKS.
3) Menyiapkan alat dan bahan
pelajaran untuk pelaksanaan pengamatan maupun diskusi.
4) Membuat lembar observasi
untuk menilai performance guru dalam pembelajaran.
b. Pelaksanaan
Langkah penelitian masing-masing siklus adalah sebagai berikut:
1) Guru membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang secara heterogen
(campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll).
2) Guru menyajikan pelajaran.
3) Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh
anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat
menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam
kelompok itu mengerti.
4) Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat
menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5) Memberi evaluasi.
6) Kesimpulan.
c. Pengamatan atau Observasi
Penelitian ini dapat terlaksana atas kerjasama antara peneliti, teman sejawat,
pembimbing, kepala sekolah dan siswa kelas VII SMP N 7 Salatiga.

32
1) Teman sejawat mengamati proses perbaikan pembelajaran yang terutama
difokuskan pada kegiatan guru dalam penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division).
2) Untuk siswa yaitu perhatian siswa dalam memahami materi yang
disampaikan oleh guru, semangat siswa membentuk kelompok, keaktifan
siswa dalam kelompok, kemampuan siswa menyampaikan hasil diskusi
kelompok, keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas.
3) Untuk guru yaitu persiapan, membuka pelajaran, memotivasi siswa,
penguasaan materi, penyajian sesuai dengan uraian materi, model
pembelajaran, bimbingan yang diberikan pada siswa dan evaluasi.
d. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi tersebut, guru dapat merefleksi diri tentang
kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Dengan demikian peneliti
(guru) akan dapat mengetahui efektivitas kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan. Berdasarkan hasil refleksi ini akan diketahui kelemahan kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan guru sehingga dapat digunakan untuk
menentukan tindakan kelas pada siklus berikutnya.
2. Siklus II
a. Tahap Perencanaan
1) Permasalahan diidentifikasi dan
dirumuskan berdasarkan refleksi pada siklus I.
2) Merancang kembali instrumen
penelitian seperti pada siklus I yang meliputi RPP, lembar observasi, dan
soal-soal.
b. Pelaksanaan dan Observasi
1) Guru membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang secara heterogen
(campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll).
2) Guru menyajikan pelajaran.
3) Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh
anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat

33
menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam
kelompok itu mengerti.
4) Guru member kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab
kuis tidak boleh saling membantu.
5) Memberi evaluasi.
6) Kesimpulan.
c. Pengamatan atau Observasi
Pengamatan yang dilakukan adalah:
1) Teman sejawat mengamati proses perbaikan pembelajaran yang
difokuskan pada kegiatan guru dalam pembelajaran.
2) Untuk siswa yaitu perhatian siswa dalam memahami materi yang
disampaikan, semangat siswa membentuk kelompok, keaktifan siswa
dalam kelompok, kemampuan siswa menyampaikan hasil diskusi
kelompok, keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas.
3) Untuk guru yaitu persiapan, membuka pelajaran, memotivasi siswa,
penguasaan materi, penyajian sesuai dengan uraian materi, metode,
bimbingan yang diberikan pada siswa dan evaluasi.
d. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi tersebut, guru dapat merefleksi diri tentang
kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Dengan demikian peneliti
(guru) akan dapat mengetahui efektivitas kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


1. Metode Observasi
Pengamatan atau observasi (observation) adalah suatu teknik yang
dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan pengamatan secara teliti serta
pencatatan secara sistematis (Arikunto, 2008). Untuk mengetahui
perkembangan aktivitas belajar siswa dilakukan teknik observasi. Observer
bertugas untuk melakukan pengamatan dan penilaian melalui pengisian

34
lembar aktivitas siswa dan kegiatan mengajar guru pada setiap pertemuan.
Observasi dilakukan di kelas VII F SMP N 7 Salatiga oleh guru kelas.
2. Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, lengger, agenda, dan sebaginya (Arikunto, 2010). Dalam
penelitian ini dokumentasi berupa silabus, RPP, handout model pembelajaran
kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division), daftar hadir,
daftar kelompok, daftar nilai dan catatan lapangan.
2. Catatan Lapangan
Catatan lapangan adalah sumber informasi yang sangat penting dalam
penelitian tindakan kelas yang dibuat oleh peneliti atau mitra peneliti yang
melakukan pengamatan atau observasi (Wiriaatmadja, 2005). Catatan
lapangan digunakan untuk mencatat atau merekam kejadian dan peristiwa
selama proses belajar mengajar di dalam kelas, di luar dari kriteria
pengamatan yang telah dibuat dalam lembar observasi. Kegiatan pencatatan
lapangan dilakukan oleh peneliti selaku pengamat pada proses pembelajaran.
Catatan lapangan dipergunakan dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan
suasana kelas kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung mulai dari
kegiatan awal, kegiatan ini sampai dengan kegiatan akhir pembelajaran.
3. Angket
Metode kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2009). Metode angket
yang berupa pernyataan digunakan untuk mengetahui pendapat siswa
mengenai peningkatan keaktifan siswa dengan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dalam materi segitiga dan
segiempat.
Angket keaktifan siswa dibagikan kepada semua siswa kelas VII F
SMP N 7 Salatiga setiap siklus berakhir. Data dari angket ini untuk
memperkuat data yang telah diperoleh berdasarkan lembar observasi.
35
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Lembar Observasi
Observasi disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan
pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat
indra. Mengobservasi dapat dilakukan dengan melalui penglihatan,
penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap. Observasi dapat dilakukan
dengan tes, kuesioner, rekaman gambar dan rekaman suara (Arikunto, 2010).
Pada penelitian ini observasi digunakan untuk megumpulkan data
tentang segala sesuatu yang terjadi selama berlangsungnya tindakan melalui
model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement
Division).
Jenis observasi yang digunakan yaitu observasi sistematis. Hal ini
karena pengamat menggunakan pedoman sebagai instrument pengamatannya.
Obervasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi keaktifan siswa.
Lembar obervasi keaktifan siswa merupakan lembar yang berisi pedoman
dalam melaksanakan pengamatan keaktifan belajar siswa pada saat
pembelajaran di dalam kelas dan kelompok. Lembar observasi dibuat dengan
skala Guttman alternatif jawaban ”ya” dan ”tidak”. Peneliti menggunakan
skala Guttman karena ingin mendapatkan jawaban yang jelas (tegas) sehingga
mempermudah observer dalam melakukan pengamatan. Peneliti menetapkan
lima indikator untuk mengetahui keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Indikator ini terdiri dari perhatian, kerjasama dan hubungan sosial,
mengemukakan gagasan, pemecahan masalah dan disiplin. Adapun kisi-kisi
lembar observasi keaktifan belajar siswa adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Kisi-kisi Lembar Observasi Siswa
Variabel Indikator Sub indikator Nomor Jumlah
Item Item
Keaktifan a. Siswa mendengarkan dan 1-3 3
Siswa 1. Perhatian memperhatikan penjelasan guru
36
b. Siswa tidak mengerjakan lain 4-5 2
saat guru mengajar
c. Siswa membawa buku 6 1
penunjang pembelajaran
2. Kerjasama dan a. Siswa bekerjasama dengan baik 7 1
hubungan dalam kelompok
sosial b. Siswa aktif memecahkan 8 1
masalah dalam kelompok
c. Siswa menghargai pendapat 9 1
teman
3. Mengemukakan a. Siswa berani mengungkapkan 10 1
gagasan pendapat
b. Siswa merespon pertanyaan 11 1
atau intruksi dari guru
c. Siswa berani bertanya kepada 12 1
guru
4. Pemecahan a. Siswa menyelesaikan masalah 13 1
masalah dengan mencari pada buku
ataupun literature lain
b. Siswa bertanya kepada guru 14 1
ketika ada kesulitan
c. Siswa bertanya kepada teman 15 1
yang lebih paham ketika ada
materi yang tidak diketahui
5. Disiplin a. Siswa tidak terlambat masuk 16 1
kelas
b. Siswa menjaga ketertiban 17 1
c. Siswa tidak membuat 18 1
keributan saat guru
menjelaskan materi

Tabel 3.2
Kisi-kisi Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Model
Pembelajaran Koopertif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division)
Sub Indikator Sub indikator Nomor Jumlah
Variabel Item Item
Pelaksanaan 1. Kegiatan a. Membuka pelajaran 1, 2, 3, 7
kegiatan Awal 4, 5, 6,
pembelajaran 7
menggunaka b. Membentuk kelompok 8, 9 2
n model 2. Kegiatan Inti a. Diskusi, kerjasama, dan 10, 11, 9
pembelajaran mengisi handout 12, 13,
kooperatif 14, 15,

37
tipe STAD 16, 17,
(Student 18
Teams b. Presentasi 19, 20, 6
Achievement 21, 23,
Division) 24
c. Usaha mengaktifkan siswa 25, 26, 4
27, 28
3. Kegiatan a. Evaluasi 29, 30 2
Akhir b. Kesimpulan 31, 32, 4
33, 34

2. Angket (kuesioner)
Angket (kuesioner) merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiono, 2009). Angket adalah
sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden dalan arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang ia ketahui
(Arikunto, 2010).
Jenis angket terdiri dari:
a. Angket terbuka yaitu kuesioner di mana responden diberikan kebebasan
memberikan jawaban sesuai kehendak dan keinginannya.
b. Angket tertutup yaitu kuesioner di mana pertanyaan yang dituliskan terlalu
disediakan jawaban pilihan sehingga responden tinggal memilih salah satu dari
jawaban yang telah disediakan.
Angket dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data
tentang pendapat siswa tentang keaktifan siswa dalam belajar persamaan dan
pertidaksamaan linear satu variabel menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) yang berguna
memperkuat data yang diperoleh dari observasi. Jenis angket yang digunakan
yaitu angket tertutup karena sudah disediakan jawaban pada angket. Sehingga
responden tinggal memilih satu dari jawaban yang disediakan. Skala yang
digunakan adalah skala Likert karena pada angket ini bertujuan untuk
mengukur pendapat siswa. Siswa mengisi angket pernyataan bentuk checklist

38
dengan memberikan tanda (√) sesuai kondisi yang dialaminya pada setiap
pernyataan. Angket terdiri dari 22 butir pernyataan. Butir pernyataan angket
dinyatakan dalam dua bentuk yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Pedoman pensekoran untuk setiap kriteria adalah adalah Tidak Pernah (TP),
Kadang-Kadang (KD), Jarang (J), Sering (SR) dan Selalu (SL), dengan
pensekoran 5, 4, 3, 2, 1 untuk pernyataan positif dan 1, 2, 3, 4, 5 untuk
pernyataan negatif. Adapun kisi-kisi instrumen angket yaitu:

Tabel 3.3
Kisi-kisi Lembar Angket Keaktifan Siswa
Sub Indikator Sub indikator Nomor Item Jum
Variabel lah
Item
Keaktifan 1. Perhatian a. Seris mengikuti pelajaran 1(+), 2(+), 3(-), 4
Siswa 4(-)
b. Mendengarkan dan 5(+), 6(-), 2
memperhatikan materi
pelajaran
c. Mencatat materi yang 7(+) 1
diberikan di buku tulis
dengan rapi
4. Kerjasama a. Bekerjasama dengan baik 8(+) 1
dan dalam kelompok
hubungan b. Aktif memecahkan 9(+) 1
sosial masalah dalam kelompok
c. Menghargai perbedaan 10(-), 11(+), 3
pendapat 12(-)
7. Mengemuk a. Berani mengungkapkan 13(+) 1
akan pendapat
gagasan b. Merespon pertanyaan atau 14(+) 1
intruksi dari guru
c. Berani menyanggah 15(-) 1
pendapat yang dianggap
tidak benar
10. Pemecahan a. Menyelesaikan masalah 16(-), 17(+) 2
masalah dengan mencari pada
literatur lain
b. Bertanya kepada guru 18(-) 1
39
ketika ada kesulitan
c. Bertanya kepada teman 19(+) 1
yang paham ketika ada
kesulitan dalam
mengerjakan tugas
13. a. Menjaga ketertiban 20(+), 21(+) 2
b. Mengerjakan tugas dengan 22(-), 23(-) 2
sungguh-sungguh

3. Tes Hasil Belajar


Tes yang digunakan adalah tes formatif yang berupa soal pilihan
ganda. Tes digunakan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan proses
belajar mengajar yang dilakukan pada awal (pre-test) dan akhir (post-test)
kegiatan tiap-tiap siklus dengan memberikan sejumlah soal tes kepada subjek
penelitian. Dalam pengumpulan data alat yang digunakan berupa soal test
sesuai dengan materi.

Tabel 3.3
Kisi-kisi Soal Tes Siklus I dan II
Kompetensi Dasar Indikator No Soal
Menyelesaikan Siklus I
pertidaksamaan  Menjelaskan lambang ketidaksamaan 1
linear satu  Menjelaskan pertidaksamaan satu 2
variabel variabel
 Menyatakan bentuk-bentuk 3, 4
pertidaksamaan satu variabel
 Menyatakan pernyataan ketidaksamaan 5, 6, 7, 8
dengan menggunakan lambang
 Menuliskan pertidaksamaan linear satu 9, 10
variabel menjadi kalimat
Menyelesaikan Siklus II
pertidaksamaan  Menyelesaikan pertidaksamaan linear 1, 4, 8
linear satu satu variabel
variabel  Menyelesaikan pertidaksamaan linear 2, 7
satu variabel untuk x bilangan bulat
 Menyelesaikan himpunan penyelesaian 3, 5, 9
dari pertidaksamaan linear satu variabel
untuk x bilangan bulat
 Menyelesaikan himpunan penyelesaian 6
dari pertidaksamaan linear satu variabel
40
untuk x bilangan real
 Menyelesaikan himpunan penyelesaian 10
dari pertidaksamaan linear satu variabel
untuk x bilangan cacah

3.6 Teknik Analisis Data


Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul. Proses analisa
data dimulai dengan menelaah data yang tersedia dari berbagai sumber,
selanjutnya mereduksi data dan menyusunnya dalam satuan-satuan kemudian
mengkategorikannya. Data yang terkumpul data kuantitatif yang berupa skor
hasil belajar Siswa kelas VII F SMP N 7 Salatiga dari kegiatan pembelajaran
pada siklus I dan siklus II. Data yang terkumpul perlu dianalisis dengan
menggunakan analisis komparatif, yaitu membandingkan nilai sebelum
tindakan dengan nilai tiap akhir siklus untuk mengetahui peningkatan hasil
belajar dan keaktifan siswa. Selain data kuantitatif juga data yang
dikumpulkan berupa data kualitatif tentang aktifitas–aktifitas guru dan siswa
pada proses pembelajaran.

3.7 Indikator Kinerja


Kriteria merupakan patokan untuk menentukan keberhasilan suatu
kegiatan atau program, dikatakan berhasil apabila mampu mencapai kriteria
yang telah ditentukan dan gagal apabila tidak mampu melampaui kriteria yang
telah ditentukan. Oleh karena itu setiap evaluasi terhadap suatu program
membutuhkan suatu kriteria. Keberhasilan suatu tindakan biasanya didasarkan
pada sebuah standar (norma) yang harus dipenuhi. Penelitian tindakan kelas
keberhasilannya dapat ditandai dengan pembahasan ke arah perbaikan, baik
terkait dengan guru maupun siswa. Keberhasilan suatu penelitian tindakan
yaitu dengan membandingkan hasil sebelum diberi tindakan dengan hasil
setelah tindakan. Penelitian ini dimulai dengan pra siklus dan dihentikan
ketika telah memenuhi target yang ditetapkan.
Sebagai acuan untuk mempertimbangkan dan memberikan makna
terhadap apa yang telah dicapai sesudah tindakan. Dalam penelitian tindakan

41
kelas ini digunakan kriteria normatif, yaitu dengan membandingkan hasil
sebelum tindakan dengan sesudah tindakan. Kriteria yang dimaksud adalah
apabila keadaan sebuah tindakan menunjukkan siswa keadaan lebih baik dari
sebelum tindakan, maka dikatakan bahwa tindakan tersebut berhasil. Adapun
kriteria keberhasilan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Terlaksananya pembelajaran pada materi persamaan dan pertidaksamaan linear
satu variabel dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student
Teams Achievement Division) sesuai yang direncanakan.
2. Banyaknya siswa yang memperoleh kategori keaktifan belajar siswa pada
materi segitiga dan segiempat adalah ≥ 75% yang mengacu pada Mulyasa
(2008) bahwa dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas
apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) siswa terlibat
secara aktif dalam proses pembelajaran. Adapun keaktifan siswa selama
pembelajaran dibagi menjadi empat kategori menurut Mardapi (2008) yang
meliputi sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi,seperti terlihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 3.4
Kualifikasi Skor Hasil Angket Keaktifan Belajar Siswa
No Kecenderungan Kategori
1 X≥Mi + 1Sdi Sangat Tinggi
2 Mi + 1 Sdi > X ≥ Mi Tinggi
3 Mi > X ≥ Mi – 1 Sdi Rendah
4 X < Mi – 1 Sdi Samgat Rendah

Dimana:
X = skor siswa dari variabel X
Mi = harga mean ideal
Sdi= standar deviasi
3. Kriteria Ketuntasan Minimal untuk Mata Pelajaran Matematika di SMP N 7
Salatiga adalah 70. Hasil belajar siswa dikatakan telah tercapai jika diperoleh
hasil test evaluasi mendapat 70 atau lebih, minimal 75% dari siswa.Untuk
menghitung prosentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

42
P=
∑ Siswa yang tuntas belajar x 100 %
∑ Siswa
Keterangan:
P : Prosentase ketuntasan belajar
 : Jumlah

43
DAFTAR PUSTAKA

Agus Suprijono. (2011). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Anas Sudijono. (2006). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Conny Semiawan. (1992). Pendekatan Keterampilan Proses: Bagaimana
Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. Jakarta: Grasindo.
Djemari Mardapi. (2008). Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Non tes.
Yogyakarta : Mittra cendikia Press.
Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
E. Mulyasa. (2002). Kurilum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Erna Febru Aries. (2009). Indikator Keaktifan Siswa yang dapat Dijadikan
Penilaian dalam PTK. Diakses dari http//ardhana12.wordpress.com diakses
pada tanggal 03 Juni 2013. Jam 12.30 WIB.
Hartono. (2008). Metode Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Workshop
Pengembangan Profesi Guru.
Heni Purwanti. (2006). Upaya Meningkatkan Peran Aktif dalam Pembelajaran
Matematika melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Berpasangan di
Kelas VIII SMP Negeri 2 Depok Yogyakarta. Laporan Penelitian: UNY.
Hisyam Zaini dkk. (2010). Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD.
Indrawati dan Wanwan Setiawan. (2009). Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan untuk Guru SD. Bandung : Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam
(PPPPTK IPA).
Iskandar. (2009). Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Jakarta: Gaung Persada
Pers.
Jamal Ma’mur Asmani. (2011). Tips Pintar PTK: Penelitian Tindakan Kelas.
Yogyakarta: Laksana.
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai. (2002). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.

44
Nana Sudjana. (2005). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung Sinar.
Baru Algensindo.
Rachmadi Widdiharto. (2004). Model-Model Pembelajaran Matematika SMP.
Yogyakarta: Depdiknas.
Rochiadi Wiriaatmadja. (2005). Metode Penelitian Kelas. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Saifuddin Azwar. (2001). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saiful Sagala. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV. Alfabeta.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Sukardi. (2005). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.
Jakarta: Bumi Aksara.

45
LAMPIRAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


(RPP) SIKLUS 1

Nama Sekolah : SMP N 7 Salatiga


Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : VII/1
Pertemuan Ke :1
Alokasi Waktu : 2 x 40’
Standar Kompetensi :
2. Memahami bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear
satu variabel
Kompetensi Dasar :
2.4 Menyelesaikan pertidaksamaan linear satu variabel
Indikator :
1. Menjelaskan pertidaksamaan linear satu variabel dalam berbagai
bentuk dan variabel

I. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menjelaskan pertidaksamaan linear satu variabel dalam
berbagai bentuk dan variabel
 Karakter siswa yang diharapkan :
 Disiplin (discipline)
 Rasa hormat dan perhatian (respect)
 Tekun (diligence)
 Tanggung jawab (responsibility)

II. Materi Ajar


Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel

46
III. Metode Pembelajaran
Ceramah, Tanya jawab, Diskusi, STAD
IV. Langkah-langkah Pembelajaran
No Uraian Kegiatan Alokasi Waktu
1 Kegiatan Awal
a. Membuka pelajaran dengan salam dan doa 1 menit
b. Guru mengecek presensi dan kesiapan siswa 1 menit
c. Apersepsi (guru menjelaskan aspek penting tentang 2 menit
materi segiempat dan segitiga)
d. Guru menyampaikan pelaksanaan pembelajaran 3 menit
dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student Teams Achievement Division)
e. Guru membagi kelas dalam 5 kelompok secara 3 menit
heterogen masing-masing atas 5 siswa
2 Kegiatan Inti
a. Eksplorasi 20 menit
1) Guru menjelaskan tentang pertidaksamaan linear
satu variabel dalam berbagai bentuk dan variabel
2) Guru memberikan contoh tentang pertidaksamaan
linear satu variabel dalam berbagai bentuk dan
variabel 20 menit
b. Elaborasi
1) Guru memberi handout kepada masing-masing
kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota
kelompok
2) Siswa dalam anggota kelompok yang sudah
mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya
sampai semua anggota dalam kelompok itu
mengerti
3) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil
diskusi di depan kelas 10 menit

47
c. Konfirmasi
1) Guru memberikan umpan balik kepada siswa
terhadap presentasi siswa
2) Siswa menanggapi hasil presentasi kelompok lain
3 Kegiatan Akhir
a. Penilaian: guru memberikan kuis/pertanyaan kepada 15 menit
seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh
saling membantu
b. Guru membuat kesimpulan dan garis besar materi 2 menit
yang disampaikan dengan mengulang kembali
handout secara singkat
c. Guru menyampaikan materi selanjutnya yaitu tentang 2 menit
menentukan bentuk setara dari pertidaksamaan linear
satu variabel dengan cara kedua ruas ditambah,
dikurangi, dikalikan, atau dibagi dengan bilangan 1 menit
yang sama.
d. Guru menutup pelajaran dengan doa dan salam
Jumlah 80 menit

V. Alat, Bahan, dan Sumber Belajar


1. Alat : spidol, white board, LCD
2. Sumber belajar : BSE Matematika SMA Kelas XII IPA, LKS
Matematika SMA Kelas XII IPA

VI. Penilaian
Penilaian dengan kuis berupa pilihan ganda
Rumus perhitungan kuis:
jumla h jawaban benar
Tingkat penguasaan siswa = ×100 %
20

48
Mengetahui,
Kepala SMP N 7 Salatiga Salatiga, 27 Juni 2013
Guru Matematika

( ........................................................)
NIP/NIK :…………..……………… ( ............................................ )
NIP/NIK :…….…………….

49
LEMBAR KERJA SISWA SIKLUS 1

1. Sisipkan lambang >, =, atau < di antara pasangan bilangan di bawah ini
sehingga menjadi pernyataan yang benar.
a. 3 ..... -8 d. -2 ..... -4
3 1
b. 16 ..... 42 e. .....
4 2
c. 0,1 ..... 0,5
2. Tuliskan kalimat berikut dalam bentuk ketidaksamaan.
a. 9 kurang dari 13
b. 3 terletak antara -2 dan 5
c. m lebih dari 4
d. y tidak kurang dari 50
e. n tidak lebih dari 45
f. l paling sedikit 72
3. Nyatakan bentuk-bentuk berikut menjadi satu ketidaksamaan.
a. 3 < 5 dan 5 < 8
b. 0 > -1 dan -1 > -5
c. 10 > 4 dan 10 < 15
d. 2 < 6 dan 2 > -3
e. 3 > -6 dan 3 < 10
f. -5 < 0 dan -5 > -7
4. Tulislah kalimat berikut dalam bentuk ketidaksamaan.
a. Jumlah x dan 4 kurang dari 6
b. Hasil pengurangan p dari 9 lebih dari -6
c. 3 dikurangkan dari y hasilnya tidak kurang dari 2
d. Hasil kali 5 dan x kurang dari atau sama dengan 12
5. Dari bentuk-bentuk berikut manakah yang merupakan pertidaksamaan linear
satu variabel?Jelaskan jawabanmu.
a. x +6<9
b. 8−q 2>−1
c. m+n ≤ 4
50
p 1
d. − ≥3
2 p
e. 4−2 x−x 2 ≥ 0
f. 3 ( x−5 ) <2(8−x)
g. 2 p 2−4 pq +3 q2 >0
h. 4 x−4 ≥3 y +8
1.

51
TES FORMATIF
SIKLUS I

Pilih salah satu jawaban yang benar dengan menyilang a, b, c, atau d


1. Urutan nama dari tanda berikut ¿ ,>, ≤ , ≥ yang benar adalah …
a. Lebih dari, kurang dari, kurang dari atau sama dengan, tidak kurang dari
b. Kurang dari, lebih dari, tidak lebih dari, lebih dari atau sama dengan
c. Kurang dari, lebih dari tidak kurang dari, tidak lebih dari
d. Lebih dari, kurang dari, tidak lebih dari, tidak kurang dari
2. Dari pernyataan berikut manakah yang paling benar…
a. Pertidaksamaan linear satu variabel adalah pertidaksamaan yang
mempunyai dua variabel yang berpangkat satu
b. Kalimat terbuka yang menyatakan hubungan ketidaksamaan (¿ ,> ,≤ , ≥)
disebut pertidaksamaan
c. Pertidaksamaan linear satu variabel adalah pertidaksamaan yang hanya
mempunyai satu variabel yang berpangkat satu
d. b dan c benar
3. Dari bentuk-bentuk berikut, manakah yang merupakan pertidaksamaan linear
satu variabel.
a. x−3<5
b. a ≤ 1−2 b
c. x 2−3 x ≥ 4
d. x + y ≤ 10
4. Dari bentuk-bentuk berikut, manakah yang merupakan pertidaksamaan linear
satu variabel.
8 x
a. + ≥−6
x 2
b. 3 x−2 x2 +2 ≤12
c. p+q− p2 >−3
d. 4 x+3 ≤ 5 y−1

52
5. Di antara pasangan bilangan di bawah ini manakah yang menjadi pernyataan
yang benar?
a. 15<−20
b. 12>32
5
c. =1,25
4
d. −10>−5
2 1
6. … ,agar pernyataan di samping menjadi pernyataan yang benar maka
3 2
lambang yang harus disisipkan adalah …
a. <
b. >
c. =
d. ≤
7. z tidak lebih dari -12. Untuk menyatakannya dalam bentuk ketidaksamaan
yang benar adalah …
a. z >−12
b. z=−12
c. z ≤−12
d. z ≥−12
8. Hasil kali 4 dan p kurang dari atau sama dengan 14. Untuk menyatakannya
dalam bentuk ketidaksamaan yang benar adalah …
a. 4 × p ≥14
b. 4 × p>14
c. 4 × p<14
d. 4 × p ≤14
9. x−10>−12 , apabila dituliskan dalam bentuk kalimat akan menjadi …
a. Hasil pengurangan x dari 10 lebih dari -12
b. x dikurangkan dari 10 hasilnya tidak kurang dari -12
c. x dikurangkan dari 10 hasilnya tidak lebih dari -12
d. Jawaban a dan b benar

53
10. 2+ y ≤5, apabila dituliskan dalam bentuk kalimat akan menjadi …
a. Hasil penjumlahan 2 dari y kurang dari 5
b. 2 dijumlahkan dari y hasilnya tidak lebih dari 5
c. 2 dikurangkan dari y hasilnya tidak kurang dari 5
d. Hasil penjumlahan 2 dari y lebih dari 5

54
KUNCI JAWABAN

TES FORMATIF
1. b
2. d
3. a
4. a
5. c
6. b
7. c
8. d
9. a
10. b

Kriteria Penilaian
Nilai Akhir = B X 10

55
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP) SIKLUS II

Nama Sekolah : SMP N 7 Salatiga


Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : VII/1
Pertemuan Ke :2
Alokasi Waktu : 2 x 40’
Standar Kompetensi :
2. Memahami bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear
satu variabel
Kompetensi Dasar :
2.4 Menyelesaikan pertidaksamaan linear satu variabel
Indikator :
1. Menentukan bentuk setara dari pertidaksamaan linear satu variabel
dengan cara kedua ruas ditambah, dikurangi, dikalikan, atau dibagi
dengan bilangan yang sama
2. Menentukan penyelesaian pertidaksamaan linear satu variabel
I. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menentukan bentuk setara dari pertidaksamaan linear
satu variabel dengan cara kedua ruas ditambah, dikurangi, dikalikan,
atau dibagi dengan bilangan yang sama
2. Siswa dapat menentukan penyelesaian pertidaksamaan linear satu
variabel
 Karakter siswa yang diharapkan :
 Disiplin (discipline)
 Rasa hormat dan perhatian (respect)
 Tekun (diligence)
 Tanggung jawab (responsibility)

56
II. Materi Ajar
Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel

III. Metode Pembelajaran


Ceramah, Tanya jawab, Diskusi, STAD

IV. Langkah-langkah Pembelajaran


No Uraian Kegiatan Alokasi Waktu
1 Kegiatan Awal
a. Membuka pelajaran dengan salam dan doa 1 menit
b. Guru mengecek presensi dan kesiapan siswa 1 menit
c. Apersepsi (guru menjelaskan aspek penting tentang 2 menit
materi segiempat dan segitiga)
d. Guru menyampaikan pelaksanaan pembelajaran 3 menit
dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student Teams Achievement Division)
e. Guru membagi kelas dalam 5 kelompok secara 3 menit
heterogen masing-masing atas 5 siswa
2 Kegiatan Inti
a. Eksplorasi 20 menit
1) Guru menjelaskan tentang bentuk setara dari
pertidaksamaan linear satu variabel dengan cara
kedua ruas ditambah, dikurangi, dikalikan, atau
dibagi dengan bilangan yang sama dan
penyelesaian pertidaksamaan linear satu variabel 20 menit
2) Guru memberikan contoh tentang bentuk setara
dari pertidaksamaan linear satu variabel dengan
cara kedua ruas ditambah, dikurangi, dikalikan,
atau dibagi dengan bilangan yang sama dan
penyelesaian pertidaksamaan linear satu variabel
b. Elaborasi

57
1) Guru memberi handout kepada masing-masing
kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota
kelompok
2) Siswa dalam anggota kelompok yang sudah 10 menit
mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya
sampai semua anggota dalam kelompok itu
mengerti
3) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil
diskusi di depan kelas
c. Konfirmasi
1) Guru memberikan umpan balik kepada siswa
terhadap presentasi siswa
2) Siswa menanggapi hasil presentasi kelompok lain
3 Kegiatan Akhir
a. Penilaian: guru memberikan kuis/pertanyaan kepada 15 menit
seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh
saling membantu
b. Guru membuat kesimpulan dan garis besar materi 4 menit
yang disampaikan dengan mengulang kembali
handout secara singkat
c. Guru menutup pelajaran dengan doa dan salam 1 menit

Jumlah 80 menit

V. Alat, Bahan, dan Sumber Belajar


1. Alat : spidol, white board, LCD
2. Sumber belajar : BSE Matematika SMA Kelas XII IPA, LKS
Matematika SMA Kelas XII IPA
VI. Penilaian
Penilaian dengan kuis berupa pilihan ganda
58
Rumus perhitungan kuis:
jumla h jawab an benar
Tingkat penguasaan siswa = ×100 %
20

Mengetahui,
Kepala SMP N 7 Salatiga Salatiga, 27 Juni 2013
Guru Matematika

( ........................................................)
NIP/NIK :…………..……………… ( ............................................ )
NIP/NIK :…….…………….

LEMBAR KERJA SISWA SIKLUS 2

59
Tentukan himpunan penyelesaian pertidaksamaan berikut jika peubah pada
himpunan bilangan cacah.
1. 2 x−1<7
2. p+5 ≥ 9
3. 4−3 q ≤10
4. 4 x−2>2 x +5
5. 2 ( x−3 ) <3(2 x +1)
6. 12−6 y ≥−6
7. 3 ( 2 t−1 ) ≤ 2t +9
8. 2 ( x−30 ) <4 (x−2)
9. 6−2( y−3) ≤3 (2 y −4 )
10. 25+2 q ≥ 3(q−8)

TES FORMATIF

60
SIKLUS II

Pilih salah satu jawaban yang benar dengan menyilang a, b, c, atau d


1. Penyelesaian pertidaksamaan dari 3 ( 1−x ) <18 adalah …
a. x >5
b. x <5
c. x >−5
d. x <−5
2. Nilai x yang memenuhi pertidaksamaan 3(x−2)≤2(3 x +6) adalah …
a. x ≥−6
b. x >−6
c. x <−6
d. x ≤−6
3. Himpunan penyelesaian dari −5−7 x ≤ 7−x untuk x bilangan bulat adalah…
a. {-2, -1, 0, 1, 2, …}
b. {-3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, …}
c. {-1, 0, 1, …}
d. {-2, -1, 0, 1, 2}
4. Penyelesaian pertidaksamaan 13−2 ( y +1 ) > ( y +1 )−8 adalah …
a. y >−6
b. y <−6
c. y >6
d. y <6
5. Himpunan penyelesaian dari 2 x−3 ≤−15+6 x dengan x bilangan bulat adalah

a. {…, -1, 0, 1, 2}
b. {3, 4, 5, 6, …}
c. {-2, -1, 0, 1, …}
d. {4, 5, 6, 7, …}

6. Penyelesaian pertidaksamaan 3 x−5 ≤1, untuk x bilagan real adalah …


61
a. x ≤ 2
b. x <2
c. x ≥−2
d. x >2
7. Penyelesaian pertidaksamaan 5<2 x−3 ≤7, untuk x bilagan bulat adalah…
a. x >5
b. x >−5
c. x=5
d. x=−5
8. Penyelesaian pertidaksamaan 3 x+ 4< x+ 8 adalah …
a. x ≤ 2
b. x <2
c. x ≥−2
d. x >2
1 3
9. Penyelesaian pertidaksamaan x−7> x +3 jika x adalah bilangan bulat
3 5
adalah …
a. {-37, -38, -39, -40, …}
b. {…, -37, -38, -39, -40}
c. {…, -38, -39, -40}
d. {-38, -39, -40, …}
10. Tentukan penyelesaian pertidaksamaan x−1 ≤−2 x+5 , x ∈ C
a. {0, 1, 2}
b. {0, 1, 2, …}
c. {…, 0, 1, 2}
d. {0, 1, 2, 3}

KUNCI JAWABAN

62
TES FORMATIF
1. c
2. a
3. a
4. d
5. b
6. a
7. c
8. b
9. d
10. a

Kriteria Penilaian
Nilai Akhir = B X 10

63
LEMBAR OBSERVASI KEAKTIFAN BELAJAR SISWA DENGAN
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD
(STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION)

Siklus/Pertemuan ke :
Pengamat :
Petunjuk pengisian :
Ya : diisi (√) jika kriteria pengamatan muncul dalam proses belajar mengajar
Tidak : diisi (√) jika kriteria pengamatan tidak muncul dalam proses belajar
mengajar
Kolom jumlah siswa diisi dengan jumlah siswa dalam kelas yang sedang
melakukan aktifitas pada aspek yang diamati.

No Aspek yang diamati Hasil Jumlah


Pengamatan siswa
Ya Tidak
1 Siswa tidak mengobrol dengan teman
sebangku
2 Siswa mendengarkan dan memperhatikan
penjelasan guru
3 Siswa hadir selama pelajaran berlangsung
4 Siswa tidak mengerjakan pekerjaan lain saat
guru mengajar
5 Siswa tidak bermain handphone selama
pelajaran
6 Siswa membawa buku paket, buku
penunjang atau literatur lain
7 Siswa bekerjasama ketika ada tugas
kelompok
8 Siswa memberikan usul dalam diskusi
kelompok
9 Siswa menghargai pendapat teman
10 Siswa berani mengungkap pendapat di dalam
kelas
11 Siswa menjawab pertanyaan dari guru
dengan mengacungkan jari terlebih dahulu
12 Siswa bertanya kepada guru dengan
mengacungkan jari terlebih dahulu
13 Siswa menyelesaikan kesulitan dalam belajar
dengan mencari pada buku ataupun literatur

64
lain
14 Siswa betanya kepada guru ketika ada
kesulitan
15 Siswa bertanya kepada teman/tutor yang
lebih paham ketika ada materi yang tidak
diketahui
16 Siswa tidak terlambat masuk kelas
17 Siswa menjaga ketertiban
18 Siswa tidak membuat keributan saat guru
menjelaskan materi

Pengamat

(……………………......)

65
LEMBAR OBSERVASI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DENGAN
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD
(STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION)

Hari/Tanggal :
Petunjuk pengisian :
Petunjuk pengisian :
Ya : diisi (√) jika kriteria pengamatan muncul dalam proses belajar mengajar
Tidak : diisi (√) jika kriteria pengamatan tidak muncul dalam proses belajar
mengajar

No Kriteria Pengamatan Hasil Deskripsi


Pengamatan
Ya Tidak
1 Guru mengucap salam pada awal
pembelajaran
2 Siswa menjawab salam yang diucapkan oleh
guru
3 Guru mengecek kehadiran siswa sebelum
memulai pelajaran
4 Guru memberikan apersepsi
5 Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
yang hendak dicapai
6 Siswa mengetahui tujuan pembelajaran
yang telah disampaikan oleh guru
7 Guru menyampaikan secara singkat tentang
pelaksanaan pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student Teams Achievement Division)
8 Guru membagi kelas dalam 5 kelompok,
masing-masing terdiri dari 5 siswa secara
heterogen
9 Siswa membentuk kelompok
10 Guru memerintahkan siswa untuk
melaksanakan pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student Teams Achievement
Division)dengan berdiskusi dalam
kelompok
11 Siswa berdiskusi dan bekerjasama dalam
kelompok dalam mengisi handout yang
66
sudah dipersiapkan oleh guru
12 Guru mengingatkan kepada siswa agar
bekerjasama dengan baik dalam
kelompoknya
13 Siswa berdiskusi dalam kelompoknya
masing-masing
14 Guru memberi kesempatan untuk berpikir,
menganalisis, menyelesaikan masalah
15 Siswa menyelesaikan masalah dalam
kelompoknya
16 Guru mendatangi dan mengecek masing-
masing kelompok dalam mengisi handout,
apakah mengalami kesulitan
17 Guru mengingatkan kepada siswa agar tidak
takut bertanya ketika mengalami kesulitan
dalam mengerjakan handout
18 Siswa bertanya kepada guru mengenai
materi dalam handout
19 Setelah selesai dalam mengisi handout guru
meminta wakil dari masing-masing
kelompok membacakan hasil diskusi
dengan presentasi di depan kelas
20 Siswa wakil dari masing-masing kelompok
membacakan hasil diskusi dengan
presentasi di depan kelas
21 Guru memberikan umpan balik kepada
siswa terhadap presentasi siswa
22 Guru meminta siswa untuk menanggapi
hasil presentasi kelompok lain
23 Siswa menanggapi hasil presentasi
kelompok lain
24 Guru membahas kesimpulan bersama siswa
tentang materi dalam handout
25 Guru memotivasi siswa agar aktif bertanya
tentang materi yang belum dipahami tanpa
rasa takut
26 Siswa mengemukakan pendapatnya
27 Guru memotivasi siswa agar aktif bertanya
tentang materi yang belum dipahami tanpa
rasa takut
28 Siswa bertanya tentang materi yang belum
dipahami
29 Guru memerintahkan siswa untuk
mengerjakan LKS
30 Siswa mengerjakan LKS

67
31 Guru membuat kesimpulan dan garis besar
materi yang disampaikan dengan
mengulang kembali materi dalam handout
secara singkat
32 Guru memberikan pesan kepada siswa agar
mempelajari handout di rumah dan
membawa buku/ literatur mengenai materi
berikutnya
33 Guru menutup pelajaran dengan doa dan
salam
34 Siswa berdoa dan menjawab salam

Pengamat

(……………………......)

68
LEMBAR ANGKET KEAKTIFAN BELAJAR SISWA DENGAN MODEL
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT
TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION)

Nama :
No. Absen :
Siklus ke :
Hari tanggal :
Petunjuk menjawab :
Berilah tanda centang (√) pada pernyataan yang sesuai dengan yang
anda lakukan saat belajar matematika pada materi persamaan dan
pertidaksamaan linear satu variabel dengan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD (Student Teams Achievement Division)!
Jangan khawatir, jawaban anda tidak akan mempengaruhi nilai!
Keterangan:
SL : Selalu
SR : Sering
J : Jarang
HTP : Hampir Tidak Pernah
TP : Tidak Pernah

No Pertanyaan SL SR J HTP TP

1 Saya menyiapkan segala keperluan


pelajaran matematika sebelum guru hadir
di kelas
2 Saya mengerjakan tugas (PR) yang
diberikan guru
3 Saya mendengarkan dan memperhatikan
materi yang sedang disampaikan guru
4 Saya mencatat setiap materi yang
diberikan guru di dalam buku catatan
dengan rapi
5 Ketika ada tugas kelompok, saya
mengerjakan tugas kelompok tersebut
bersama teman dalam kelompok tersebut
6 Saya memberikan usul ketika
mengerjakan tugas dalam kelompok
7 Sewaktu saya mengeluarkan pendapat,
saya juga memberi kesempatan kepada
teman yang lain untuk mengeluarkan
pendapatnya
8 Saya memberikan pendapat disertai
69
dengan alasan yang jelas
9 Saya menjawab pertanyaan yang diberikan
oleh guru dengan mengacungkan jari
terlebih dahulu
10 Saya berusaha menyelesaikan kesulitan
dalam mengerjakan tugas dengan cara
mencari jawaban pada literatur lain
11 Saya berusaha bertanya kepada teman
yang telah paham apabila saya belum
paham
dengan materi yang diberikan guru
12 Saya mengobrol dengan teman ketika
pembelajaran matematika berlangsung
13 Saya bermain handphone ketika pelajaran
matematika berlangsung
14 Saya melamun ketika guru sedang
menjelaskan materi
15 Saya tidak menghargai perbedaan
pendapat di dalam kelas
16 Saya takut menyanggah pendapat ataupun
jawaban yang saya anggap tidak benar
17 Saya tidak membaca literatur mengenai
matematika selain dari materi yang
diberikan guru
18 Saya takut bertanya kepada guru ketika
ada materi yang belum saya mengerti
19 Saya membuat keributan di dalam kelas
20 Saya membuat suasana kelas menjadi
gaduh
21 Saya malas mengerjakan tugas, sehingga
saya kurang maksimal dalam
mengerjakan tugas tersebut
22 Saya malas mengumpulkan tugas yang
diberikan guru

70

Anda mungkin juga menyukai