Anda di halaman 1dari 21

Mata kuliah: Kesehatan Mental

Dosen Pengampu: Ahmad Yasser Mansyur, S. Ag., S. Psi., M. Si., Ph. D.

Tri Sugiarti, S. Psi., M.Pd.

KELOMPOK 2:

MUH. SUBHAN RAMADHAN (200701500015)

NURUL AZIZAH WAHDINI (200701501021)

ADHIM VAYLA RAHMADIO MIJAYA (200701502115)

MASYTHA CHAIRUNNISA (200701500055)

WIDIA RIANDINI (200701501141)

NURAFIKA (200701502035)

NUR AWALIA (200701502075)

ANDI NUR QALBI JAYA (200701501101)

ANDIKA ALIF PRATAMA (200701501061)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. karena atas
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh
dosen yang kemudian dilanjut kan dengan penyusunan makalah dengan judul “Konsep
Kesehatan Mental Berdasarkan Agama”.

Kami sebagai tim penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, baik dari sisi materi maupun penulisannya. Kami dengan rendah hati dan
dengan tangan terbuka menerima berbagai masukan maupun saran yang bersifat membangun
yang diharapkan berguna bagi seluruh pembaca.

i
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

A.Latar Belakang ............................................................................................................1

B.Rumusan Masalah........................................................................................................2

C.Tujuan...........................................................................................................................2

D.Manfaat .......................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................3

A.Pengertian Agama........................................................................................................3

B.Hubungan Antara Kesehatan Mental Dengan Agama.................................................4

C.Fungsi Agama Terhadap Kesehatan Mental................................................................5

D.Pengaruh Negatif dan Positif Agama Terhadap Kesehatan Mental.............................7

E.Peran Agama Dalam Memelihara Kesehatan Jiwa.......................................................12

F.Peran Agama Dalam Membentuk Kesehatan Mental Remaja......................................14

BAB III PENUTUP...............................................................................................................17

A.Kesimpulan..................................................................................................................17

B.Saran.............................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama merupakan suatu hal yang harus di ketahui makna yang terkandung di
dalamnya, dan agama tersebut berpijak kepada suatu kodrat kejiwaan yang berupa keyakinan,
sehingga dengan demikian, kuat atau rapuhnya agama bergantung kepada sejauhmana
keyakinan itu ketentraman dalam jiwa. Agama adalah suatu ajaran dimana setiap pemeluknya
dianjurkan untuk selalu berbuat baik. Untuk itu, semua penganut agama yang meyakini
agama yang dianutnya akan senantiasa melaksanakan segala hal yang ada dalam ajaran
agama tersebut. Mengenai ini Manusia tidak bisa dilepaskan dengan agama, oleh karena itu
agama dan Manusia berhubungan sangat erat sekali.

Ketika Manusia jauh dari agama, maka akan ada kekosongan dalam jiwanya. Mereka
yang tidak beragama kendatipun kebutuhan material mereka terpenuhi, namun kebtuhan
batinnya tidak, maka mereka akan lebih mudah terkena penyakit hati (gangguan kesehatan
mental). Penyakit jiwa yang melanda Manusia yang tidak beragama akan senantiasa
menghantui mereka. Dalam hal ini, biasanya ketika mereka mendapatkan persoalan hidup
mereka akan mudah putus asa dan akhirnya akan melakukan penyimpangan atau tingkah laku
yang tidak sesuai dengan norma-norma mereka. Berbeda dengan seseorang yang beragama.
Mereka akan senantiasa melakukan segala sesuatu sesuai dengan ajaran agama. Dan ketika
mereka lupa tidak melaksanakan rutinitas dalam beribadah, mereka akan cenderung merasa
bersalah sehingga mereka akan mengembalikan segala macam permasalahan dalam
kehidupannya kedalam ajaran agama.

Setiap orang hendaknya menjalankan perintah agama dengan penuh tanggung jawab
dan meninggalkan larangan. Dengan melaksanakan kehidupan beragama dan menjalakan
ibadah, seseorang yang memiliki kesadaran agama secara matang dan melaksanakan
ibadahnya dengan penuh konsisten, stabil, mantap, dan penuh tanggung jawab dan dilandasi
wawasan agama yang luas. Satu kenyataan yang tampak jelas yang telah modern telah maju
atau yang sedang berkembang ini, ialah adanya kontradiksi-kontradiksi yang mengganggu
kebahagian orang dalam hidup. Kesulitan-kesulitan dan bahaya–bahaya alamiah yang dahulu
yang menyulitkan dan menghambat perhubungan.sekarang tidak menjadi sosial lagi.
Kemajuan industri telah dapat menghasilkan alat-alat yang memudahkan hidup, memberikan

1
kesenangan dalam hidup, sehingga kebutuhan-kebutuhan jasmani tidak sukar lagi untuk
memenuhinya.Seharusnya kondisi dan hasil kemajuan untuk membawa kebahagian yang
lebih banyak terhadap Manusia dalam hidup. Tetapi suatu kenyataan yang menyedihkan ialah
bahwa kebahagian itu ternyata semakin jauh, hidup semakin sukar dan kesukaran-kesukaran
material berganti dengan kesukaran mental (psychis) atau beban jiwa semakin
berat,kegelisahan dan ketenangan serta tekanan perasaan lebih sering terasa dan lebih
menekan sehingga mengurangi kebahagian.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari agama ?


2. Bagaimana hubungan antara kesehatan mental dengan agama ?
3. Apa fungsi agama terhadap kesehatan mental ?
4. Apa pengaruh negatif dan positif agama terhadap kesehatan mental ?
5. Bagaimana peran Agama dalam Memelihara Kesehatan Jiwa ?
6. Bagaimana Peran agama dalam Membentuk Kesehatan Mental Remaja ?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari agama.


2. Memahami bagaimana hubungan antara kesehatan mental dengan agama.
3. Mengetahui fungsi agama terhadap kesehatan mental.
4. Mengetahui apa pengaruh negatif dan positif agama terhadap kesehatan mental.
5. Memahami bagaimana peran agama dalam memelihara kesehatan jiwa.
6. Memahami bagaimana peran agama dalam membentuk kesehatan mental remaja.

D. Manfaat

Untuk menambah wawasan kita mengenai konsep kesehatan mental berdasarkan


agama, serta keterkaitannya antara kesehetan mental dan agama itu sendiri. Diharapkan juga
dapat memberikan manfaat bagi semua orang mengenai betapa pentingnya kesehatan mental
dalam pendidikan agama.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama

Istilah agama adalah terjemahan dari kata religion dalam bahasa Inggris, tidak sama
dengan istilah agama dalam bahasa politik-administratif pemerintah Republik Indonesia.
Dalam karangan ini, agama adalah semua yang disebut religion dalam bahasa Inggris,
termasuk apa yang disebut agama wahyu, agama natural, dan agama lokal.

“Agama” dalam pengertian politik-administratif pemerintah Republik indonesia


adalah agama resmi yang diakui oleh pemerintah, yaitu Islam, Kristen protestan, Katolik,
Hindu dan Budha, dan pada masa akhir-akhirnya ini juga dimassukan agama Kongkucu
(Saifudin 2000: 2). Perbedaan antara istilah agama yang digunakan dalam karangan ini
dengan yang digunakan oleh pemerintah Republik Indonesia tidak akan dibahas lebih jauh,
karena berlakunya adalah khas dii Indonesia saja.

Agama juga merupakan ciri utama kehidupan manusia dan dapat dikatakan sebagai
satu kekuatan paling dahsyat dalam mempengaruhi tindakan seseorang. Albright and
Ashbrook (2001) menyebutkan bahwa manusia dapat disebut sebagai makhlus religius
(Homo religious) karena agama telah hadir sepanjang kehadirannya sebagai homo sapiens.
William James (1902) bapak Psikologi meyakini bahwa peran agama sangat penting dalam
keseharian manusia (James, 1902 dalam Luis & Cruise (2006). Selanjutnya Emmons &
Polutzian (2003) menyebutkan bahwa agama merupakan kekuatan sosial yang penting dan
memiliki pengaruh yang kuat terhadap lingkungan sosial.

Dari sudut pandang pada umumnya, agama adalah berkaitan dengan kepercayaan
(belief) dan upacara (ritual) yang dimiliki bersama oleh suatu kelompok masyarakat. Agama
juga begitu penting dalam kehidupan manusia, mengandung aspirasi-aspirasi manusia yang
paling dalam, sumber dari semua budaya tinggi, bahkan candu bagi manusia kata Karl Marx
(O’Dea 1966: 2).

3
B. Hubungan Antar Agama dan Kesehatan Mental

Hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap
penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikap tersebut akan
memberikan sikap optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif seperti rasa
bahagia, puas, sukses, merasa dicintai, atau merasa aman. Sikap emosi yang demikian
merupakan bagian dari kebutuhan hak asasi manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Maka
dalam kondisi tersebut manusia berada dalam keadaan tenang dan normal.

Cukup logis bahwa ajaran agama mewajibkan penganutnya untuk melaksanakan


ajarannya secara rutin. Bentuk dan pelaksanaan ibadah agama, paling tidak akan dapat
berpengaruh dalam menanamkan keluhuran budi yang pada puncaknya akan menimbulkan
rasa sukses sebagai pengabdi tuhan yan setia. Tindak ibadah setidak-tidaknya akan memberi
rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna. Manusia sebagai makhluk yang memiliki
kesatuan jasmani dan rohani secara tak terpisahkan memerlukan perlakuan yang dapat
memuaskan keduanya.

Sejumlah kasus menunjukkan adanya hubungan antara faktor keyakinan dengan


kesehatan jiwa atau mental tampaknya sudah disadari para ilmuan beberapa abad yang lalu.
Misalnya, pernyataan “Carl Gustav Jung” diantara pasien saya setengah baya, tidak seorang
pun yang penyebab penyakit kejiwaannya tidak dilatarbelakangi oleh aspek agama”.

Mahmud Abd Al-Qadir seorang ulama ahli biokimia, memberikan bukti akan adanya
hubungan antara agama dengan kesehatan jiwa. Pengobatan penyakit batin melalui bantuan
agama telah banyak dipraktikan orang. Dengan adanya gerakan Christian Science, kenyataan
itu diperkuat oleh pengakuan ilmiah pula. Dalam gerakan ini dilakukan pengobatan pasien
melalui kerja sama antar dokter, psikiater, dan ahli agama (pendeta). Di sini tampak nilai
manfaat dari ilmu jiwa agama.

Sejak abad ketujuh hijriyah, Ibn Al-Qayyim AlJauzi (691-751) pernah


mengemukakan hal itu. Menurutnya, dokter yang tidak dapat memberikan pengobatan pasien
tanpa memeriksa kejiwaannya dan tidak dapat memberikan pengobatan dengan berdasarkan
perbuatan amal saleh, menghubungkan diri dengan Allah dan mengingat akan hari akhirat,
maka dokter tersebut bukanlah dokter dalam arti sebenarnya. Ia pada dasarnya hanyalah
merupakan seorang calon dokter yang picik. Barangkali hubungan antara kejiwaan dan
agama dalam kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan
jiwa, terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha
Tinggi. Sikap pasrah yang seruapa itu diduga akan memberi sikap optimis pada diri seseorang
sehingga muncul perasaan positif, seperti rasa bahagia, rasa sengang, puas, sukses, merasa
dicintai, atau rasa aman. Dengan kata lain, kondisi yang demikian menjadi manusia pada
kondisi kodratinya, sesuai dengan fitrah kejadiannya, sehat jasmani dan ruhani.

Jadi, semakin dekat seseorang kepada Tuhan, dan semakin banyak ibadahnya, maka
akan semakin tentramlah jiwanya serta semakin mampu ia menghadapi kekecewaan dan
kesukaran-kesukaran dalam hidup. Dan demikian pula sebaliknya, semakin jauh orang itu
dari agama, akan semakin susahlah baginya untuk mencari ketentraman batin.[6] Ini

4
menunjukkan bahwa agama terkait dengan ini pendekatan diri kepeda Tuhan merupakan
terapi yang tepat dalam menanggulangi masalah masalah kehidupan termasuk di dalamnya
halhal yang menyebabkan gangguan pada kesehatan mental.

C. Fungsi Agama Terhadap Kesehatan Mental

Agama merupakan aspek-aspek sosial tidak semata urusan pribadi saja melainkan
menyangkut pula urusan kolektif, agama memberikan peraturan-peraturan hidup dan
kehidupan Manusia serta mempunyai aturan-aturan untuk melakukan ibadah, mempunyai
pecabat-pecabat didalam agama, juga agama memberikan sosial kontrol. Disamping itu
agama juga merupakan kebutuhan yang amat vital bagi segenap umat Manusia. Perasaan
kebutuhan dan penyataan patuh kepada suatu kekuatan yang mutlak tempat bersyukur apabila
diberi nikamat dan tempat permohonan apabila datang suatu kesukaran. Hal ini semua
ditemui dalam agama. Peran agama itu tentunya tidak lepas dari pada unsur kesehatan.

Adapun unsur-unsur yang dimaksud, diantaranya sebagai berikut :

1. Sebagai identitas dirinya. Bagi mereka yang motivasi demikian, pengakuan beragama ini
jarang diikuti dengan pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama, baik yang wajib maupun
sunnah
2. Beragama dan melaksanakan ibadahnya merupakan akibat dari keharusan dan kebiasaan
atau tradisi yang turun temurun dari orang tuanya
3. Pelaksanaan ibadahnya dilakukan sebagi kegiatan ritual, rutin, dan dihayati sebagai
syarat lahiriah belaka dalam beragama.

Maka menurut Freud hal ini merupakan regresi ke masa anak-anak. Sebab semakin
berat masalahnya, makin kuat doanya. Nilai dari ibadah semacam dianggap sebagai kelakuan
agamais yang benar. Termasuk dalam motivasi beragama jenis ini adalah permohonan ampun
karena ia merasa bersalah dan melakukan dosa, serta adanya frustasi karena takut mati.
Agama pada dasarnya merupakan kebutuhan pokok Manusia karena hanya agamalah yang
mampu memberikan solusi atas persoalan yang dihadapi baik secara individu maupun
kelompok termasuk didalamnya ada masalah kesehatan mental.

Fungsi Agama terhadap Kesehatan Mental, sebagai berikut,

1. Agama berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan manusia seperti agama
memberikan bimbingan dalam kehidupan, agama penolong dalam kesukaran serta agama

5
menentramkan
2. Agama berfungsi untuk memenuhi kebutuhan jiwa manusia karena pada dasarnya manusia
memerlukan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah(fisik) dan kebutuhan rohaniyah (psychis dan
sosial)
3. Agama berfungsi sebagai terapi gangguan kejiwaan maka Agama memeberikan jalan
untuk mengembalikan ketenangan bain dengan meminta ampun kepada Tuhan.

Kesehatan mental (mental hygiene) adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-
prinsip, pengaturan-pengaturan. Serta untuk mempentingkan kesehatan rohani. Orang yang
sehat mentalnya ialah orang yang dalam rohninya atau dalam hatinya selalu merasa tenang ,
aman dan tentram. Dalam ilmu kedokteran dikenal istilah psikosmatik (kejiwa badannya)
untuk bahwa terdapat hubungan erat antara jiwa dan badan. Jika berada dalam kondisi yang
kurang normal seperti susah,cemas, gelisah dan sebagainya, dan badan menurut menderita.
Jika terjadi perubahan-perubahan yang terlalu lama, seperti panoik, takut dan sedih yang
bersedih terlalu lama, akan timbul perubahan-perubahan kimia lainnya akan mengakibatkan
saraf yang bersifat kejiwaan. Jika seseorang berada dalam keadaan normal, seimbang hormon
kimiawinya, maka ia akan selalu berada dalam keadaan aman. Sikap pasrah yang diduga akan
memberikan sikap optimis pada diri seseorang hingga muncul perasaan positif seperti rasa
bahagia, rasa senang, puas, sukses, merasa dicintai atau rasa aman. Bentuk pelaksanaan
ibadah agama, paling tidak diikut pengaruhnya dalam menanamkan keluhuran yang pada
puncaknya akan menimbulkan rasa sukses sebagai pengabdi tuhan yang setia. Tindakan
ibadah setidak-tidaknya akan memberi rasa bahwa hidup menjadi bemakna. Dan manusia
sebagi mahluk yang memiliki kesatuan jasmani dan rohani secara tak terpisahkan
memerlukan yang dapat memuaskan keduanya. Logoterapi menunjukan tiga bidang kegiatan
yang secara potensial memberi pluang kepada seseorang untuk menemukan makna hidupbagi
dirinya sendiri.

Tiga kegiatan itu adalah.

1. Kegiatan berkara, bekerja, dan mencipta, sera melaksanakan dengan sebaik-baiknya


tugas dan kewajiban masin-masing.
2. Keyakinan dan penghayatan atas nilai-nilai tertentu (kebenaran keindahan, kebajikan,
keimanan dan lainnya).
3. Sikap tepat yang diambil dalam keadaan dan penderitaanya yang tidak tertekan lagi.

6
Dalam menghadapi sikap yang tak terhindar lagi pada kondisi ketiga, maka ibadah
merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membuka pandangan seseorang akan
nilai-nilai potensial dan makna hidup yang terdapat dalam diri dan sekitarnya. Agama sering
dipandang sebagai anutan, dianggap sebagai anutan. Dianggap sebagai sesuatu yang datang
dari luar dan asing.

D. Pengaruh Negatif dan Positif Agama Terhadap Kesehatan Mental?

1. Pengaruh Negatif

Freud mengatakan bahwa agama seperti hubungan anak dan ayah, Tuhan seakanakan
seperti ‚Ayah‛ yang diagungkan, dan memiliki ayah adalah akar dari kebutuhan beragama.
Selain itu faktor kelemahan dan butuh pertolongan menjadikan peran ‚Ayah‛ menjadi
lebih kuat, agama hanyalah manifestasi dari motif father-complex (hubungan ayah dan
anak), kebutuhan akan pertolongan, dan kebutuhan akan perlidungan. Adapun motif-motif
tersebut dipengaruhi oleh libido kebutuhan narsistik. Kebutuhan akan Tuhan merupakan
manifestasi dari sifat infantil yang mirip dengan mental anak kecil, karena sesungguhnya
kehidupan manusia dewasa adalah mengulang masa kecil. Pada masa dewasa manusia
akan mendapat tekanan hidup dari suatu kondisi ataupun pihak lain, maka ia merasa tidak
bisa menjalani hidup tanpa adanya sosok super power untuk melindungi dirinya, maka ia
meminjam sosok ayah sebagai Tuhan. Menurut Freud proses meyakini agama terdiri dari
tiga tahap yaitu:

a. Agama diajarkan melalui tradisi, dan agama tersebut layak untuk diyakini karena
nenek moyang kita telah meyakininya dan para tokoh agama meyakininya.

b. Seseorang memiliki bukti kebenaran agama tersebut pada waktu-waktu yang tepat.

c. Mereka menyatakan bahwa menanyakan keautentikan agama adalah terlarang.

Freud mengatakan bahwa terjebak pada cara pandang seperti ini akan menjadi sumber
penderitaan dalam hidup, karena memunculkan sifat ketidakpercayaan (kecurigaan) pada
orang lain, penuh dengan kontradiksi, dan menyalahkan, ketika mereka berbicara tentang
konfirmasi suatu kebenaran, mereka sendiri tidak bisa dikonfirmasi kebenarannya,
autentisitas agama bagi mereka tidak perlu lagi diuji kebenarannya, ini merupakan sebuah
masalah psikologis.

7
Pendapat selanjutnya mengenai dampak negatif agama terhadap kesehatan mental
diajukan oleh Albert Ellis, menurutnya keimanan, ortodoksi, dan agama-agama dogmatik,
atau yang biasa disebut religiusitas, secara signifikan berkorelasi dengan gangguan emosi.
Karena orang biasanya mengalami gangguan emosi disebabkan kepercayaan mereka yang
sangat kuat pada kepastian yang absolut, dan kebanyakan orang secara dogmatis meyakini
agama absolut yang telah merusak kesehatannya. Emosi yang sehat seharusnyafleksibel,
terbuka, dan toleran, tapi orang yang meyakini agama cenderung tidak fleksibel, tertutup,
tidak toleran, dan tidak mudah berubah. Karena itu agama sama dengan ketidakrasionalan
berfikir dan sebuah gangguan emosi.

Ellis membagi sifat-sifat agama yang akan berdampak buruk bagi kesehatan mentalyaitu:

a. Keputusasaan (discouragement) terhadap penerimaan diri (self-acceptance),


ketertarikan diri (self-interest), dan keterarahan diri (self-directedness);

b. Mempengaruhi orang lain untuk tidak toleran, tidak fleksibel, dan ketidakmampuan
untuk menyelesaikan halhal yang ambigu dan tidak pasti, semua tersebut akan
berdampak negatif pada hubungan antara manusia;

c. Menggantungkan nasib pada Tuhan, mengabaikan realitas, dan keputusasaan pada


tindakan individu yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah;

d. Mempengaruhi individu untuk melakukan komitmen yang fanatik;

e. Keputusasaan terhadap pengambilan resiko yang tepat dalam rangka mengejar tujuan
pribadi.

Pendapat selanjutnya mengenai dampak negatif terhadap kesehatan mental


disampaikan oleh Wendell Watters, menurutnya ajaran dan doktrin Kristiani secara dalam
telah tertanam di dalam masyarakat barat, hal tersebut telah menyebabkan ketidaksesuaian
terhadap perkembangan kesehatan mental.

2. Pengaruh Positif

Salah satu hal yang dapat meningkatkan daya tahan seseorang dari ketidak sehatan
mental adalah agama. Agama mempunyai peranan penting dalam pembinaan moral karena

8
nila-nilai moral yang datang dari agama bersifat tetap dan universal. Apabila seseorang
dihadapkan pada suatu dilema, ia akan menggunakan pertimbangan-pertimbangan
berdasarkan nilai-nilai moral yang datang dari agama. Dimanapun orang itu berada dan
pada posisi apapun, ia akan tetap memegang prinsip moral yang telah tertanam didalam
hati nuraninya serta agama berperan dalam mental yang sakit (Bukhori, 2006). Untuk
meningkatkan kesehatan mental maka kemampuan berpikir positif perlu dibangun.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan pengaruh positif dari religiusitas
terhadap kondisi psikologis yang negatif seperti tekanan psikologis dan stres (Surayya
Hayatussofiyyah, 2017).

Pendapat diatas didukung oleh Abdul Mujib yang menyatakan bahwa manfaat
unsur religiusitas seperti doa dan zikir bagi kesehatan manusia, ada dua manfaat yaitu :
zikir sebagai terapi: pertama, zikir dapat mengembalikan kesadaran seseorang yang hilang,
sebab aktivitas zikir mendorong seseorang untuk mengingat, menyebutkan kembali hal-hal
yang tersembunyi dalam hatinya. Zikir juga mampu mengingaatkan seseorang bahwa yang
membuat dan menyembuhkan penyakit hanyalah Allah SWT. semata, sehingga zikir
mampumemberi sugesti penyembuhan. Kedua, melakukan zikir sama nilainya
denganterapi rileksasi (relaxtion therapy), yaitu suatu bentuk terapi dengan menekankan
upaya mengantarkan pasien bagaimana cara ia harus beristirahat dan bersantai (Mujib,
Abdul & Mudzakir, J, 2001).

Kesehatan mental yang terganggu dapat menyebabkan sesorang menjadi tidak


produktif. Hasil penelitian(Surayya Hayatussofiyyah, 2017)didapatkan bahwa terapi
kognitif perilakuan religius terbukti efektif dalam menurunkan depresi pada remaja.
Hasil penelitian Trimulyaningsih (2010) dan Yuliza (2012) didapatkan bahwa terapi
kognitif perilaku religius dapat menurunkan depresi pada subjek wanita dewasa dan
mahasiswa. Terapi ini juga dapat meningkatkan sisi religiusitas dari para subjek karena
lebih banyak bersyukur, dan melakukan ibadah dan do’a akan

Erich Fromm mengatakan bahwa manusia merupakan citra Tuhan (an Image of
God), karena itu tujuan manusia hidup adalah untuk mencapai kesempurnaan, mencintai
sesamanya, berbuat adil, dan berbicara kebenaran. Menurut Fromm banyak manusia
gagal menjadi dirinya sendiri dan tidak mengetahui tujuan hidupnya, banyak manusia
hidup tidak bersaudara, penuh dengan ketidakbahagiaan, dan ketidakpuasan, dan
mengalami ketakukan spiritual (spiritual chaos) dan kebingungan batin yang mendekati

9
keadaan kegilaan (state of madness). Menurut Fromm kembali kepada agama merupakan
suatu jawaban, namun bukan agama yang hanya simbol, tapi agama yang berbuat baik,
penuh kasih dan cinta.
Shelley E. Taylor mengatakan bahwa agama atau spiritualitas dapat
meningkatkan kesejahteraan psikologis. Orang yang memiliki keyakinan spirtual yang
kuat menunjukkan angka yang lebih tinggi pada kepuasan hidup, kebahagiaan personal,
dan lebih sedikit mendapatkan konsekuensi negatif mengalami trauma dalam kehidupan
dibandingkan orang yang tidak memiliki
spiritual. Banyak orang melaporkan bahwa keyakinan spiritual membantu mereka ketika
mereka harus melakukan coping saat mengalami tekanan. Agama dapat membantu
proses coping karena dua alasan: pertama, agama menyediakan sistem kepercayaan dan
cara berfikir mengenai tekanan
hidup dan bagaimana cara mengurangi distress, dan bagaimana manusia bisa
menemukan makna (hikmah) dibalik tekanan dan kejadian yang dialaminya.
Agama juga menyediakan dukungan sosial (social support). Organisasi
keagamaan sering memberikan rasa identitas kelompok kepada masyarakatnya, karena
agama menyediakan jaringan dukungan individu-individu yang senantiasa saling
memberi sesama pemeluk agamanya. Keyakinan agama dapat meningkatkan praktek
hidup sehat yang lebih baik, kesehatan fisik yang lebih baik, dan hidup yang lebih lama.
Kehadiran pada kegiatan-kegiatan keagamaan dapat melindungi diri dan melawan
tingginya tekanan darah. Manfaat yang didapat dari agama bagi kesehatan dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh ketika stress menyerang dan begitu pula ketika
religius coping digunakan.
Dadang Hawari mengatakan bahwa komitmen agama akan bermanfaat dalam
bidang klinis, terapi medis tanpa disertai dengan doa dan zikir (terapi psikoreligius)
adalah tidak lengkap, doa dan zikir tanpa disertai medis juga tidak efektif. Tujuan terapi
psikoreligius adalah untuk membangkitkan rasa percaya diri, harapan dan kepasrahan
kepada Tuhan, psikiater yang mampu
membangkitkan kekuatan spiritual pasien, maka ini akan mempercepat proses
penyembuhan.
Penelitian yang menjelaskan bahwa perilaku beragama sebagai manifestasi
kesehatan mental antara lain Elizabeth D. Smith, Michael E. John H. Fetting dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan antara
perkembangan transpersonal dengan tingkat psychososial distress. David Lukoff
10
mengatakan bahwa dalam faktanya, secara meta-analisis, agama dan kesehatan mental
memiliki kaitan yang erat. Hasil penelitian Kaczorowski menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan terbalik (inverse relationship) antara kesehatan spiritual dan kecemasan pada
orang dewasa yang menderita kanker.Andrew Sim mengatakan bahwa keyakinan
beragama tidak bisa dikatakan sebagai delusi. Keyakinan agama bukanlah penyebab dari
fenomena abnormal, perspektif psikopatologis tidak dapat menjelaskan mengenai
keyakinan beragama.
Timothy L. Davis , Barbara A. Kerr , dan Sharon E. Robinson Kurpius
menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa tingginya kesehatan spiritual, kesehatan
eksistensial, kesehatan beragama, dan orientasi keberagamaan intrinstik menunjukkan
kecemasan yang rendah. John T. Chibnall, Susan D. Videen, Paul N. Duckro, dan
Douglas K. Miller menemukan dalam penelitiannya bahwa tingginya distress akan
kematian secara signifikan terkait dengan faktor hidup sendirian, kekerasan fisik, gejala
depresi, rendahnya kesehatan spiritual, dan kurangnya komunikasi.
Boscaglia, Clarke, Jobling, dan Quinn menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa
wanita muda yang menggunakan sedikit spiritual coping memiliki kecendrungan kepada
depresi, dan yang lebih sedikit lagi menggunakan spiritual coping akan terkait dengan
skor kecemasan yang lebih besar. Pasien yang memiliki tingkat spiritual rendah akan
cenderung lebih depresif. Dapat disimpulkan bahwa spiritualitas dan spiritual coping
sangatlah penting bagi wanita yang mengalami GC (gynecological cancer ).
Razali, Hasanah, Aminah, Subramaniam meneliti 100 orang penderita depresi
yang memiliki latar belakang agama dan budaya yang kuat, kemudian peneliti
memberikan perlakuan incorporating religious–sociocultural psychotherapy selama enam
bulan untuk melihat efektifitasnya terhadap kesembuhan kecemasan, hasilnya
incorporating religious–sociocultural psychotherapy secara cepat dapat menyembuhkan
simptom kecemasan dan depresi. Hasil penelitian Lewis & joseph menyimpulkan bahwa
skor keberagamaan berkorelasi rendah dengan skor gangguan psikotik, namun
berkorelasi tinggi dengan gangguan obsesif. Zakiyah Daradjat secara eksplisit juga
mengatakan bahwa penyakit hati adalah gangguan psikologis. Oleh karena itu
psikoterapi menurutnya adalah upaya kesehatan mental bagi semua orang dan membantu
penciptaan keejahteraan dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat dalam
segala seginya. Jalan yang terbaik menuju kehidupan tentram dan bahagia adalah
kehidupan beriman (religious belief), bertakwa, beribadah (religius practice), dan
berakhlak terpuji
11
E. Peran Agama Dalam Memelihara Kesehatan Jiwa

Agama juga memiliki peran sentral dalam menentukan kehidupan manusia. Mengenai
perilaku ingkar yang dilakukan oleh tiap individu maupun kelompok terhadap aturan-aturan
agama kemungkinan memiliki beberapa faktor, baik yang dipengaruhi faktor lingkungan dan
dapat juga disebabkan oleh kepribadiannya. Dari adanya pengingkaran tersebut nampaknya
tidak sulit bagi seseorang yang beragama untuk kembali pada hal yang semestinya yang
dilakukan dalam menaati perintah agama. Halini dikarenakan manusia mempunyai unsur
batin yang memiliki kecenderungan untuk mendorong seseorang patuh/tunduk pada Dzat
yang gaib atau Maha Kuasa. Ketundukan inilah yang menurut psikologi kepribadian
merupakan faktor intern yang dinamakan conscience of man (hati nurani) atau juga self
(pribadi).

Kesehatan juga merupakan hal yang diidamkan oleh tiap individu, apalagi terkait
dengan kesehatan mental atau jiwa. Dengan sehatnya jiwa dapat menunjang seluruh aktivitas
dalam kehidupan manusia terlaksana dengan baik. Namun, di Indonesia mengenai pelayanan
kesehatan terhadap pengidap gangguan jiwa kurang optimal dan Indonesia juga termasuk
dalam salah satu negara yang rasio paling rendah psikiater perkapita di dunia. Dari kurangnya
pelayanan tersebut, membuat keluarga pengidap untuk lebih membawa ke pengobatan
alternatif seperti halnya tokoh atau ahli agama. Dengan dibawanya pasien pengidap gangguan
jiwa ke ahli agama dipercaya dapat mengatasi segala gangguan tersebut. Dikarenakan agama
memiliki peran penting terhadap kesehatan jiwa.

Kesehatan mental juga bisa dikatakan sebagai ilmu yang didalamnya terdapat sitem
peraturan-peraturan, prinsip-prinsip, dan juga berbagai prosedur dalam upaya mempertinggi
atau meningkatkan kesehatan rohani (jiwa). Menurut H.C Witherington mengenai kesehatan
mental, bahwa orang yang memiliki mental yang sehat dalam dirinya yaitu orang yang dalam
hati atau ruhaninya tidak ada sama sekali kegundahan, stres, dan hal buruk lainnya kecuali
selalu merasakan perasaan senang, tenang, tentram dan aman. Indikator sehatnya jiwa
seseorang sangat perlu diketahui supaya terhindar dari berbagai gangguan kesehatan jiwa
yang nantinya juga akan berdampak pada kesehatan fisik. Dengan begitu, mengenai
permasalahan kesehatan mental yang nantinya berpengaruh terhadap jiwa seseorang
menyangkut prinsip-prinsip serta pengetahuan yang terdapat dalam lapangan biologi,
kedokteran, psikologi, serta agama.

12
Titik letak dari pengaruh agama sebagai keyakinan dalam menjaga kesehatan jiwa
seseorang juga terletak pada keyakinan atau sikap tawakal (penyerahan diri) seseorang
kepada Dzat Yang Maha Agung (Allah). Dengan menerapkan sikap selalu berserah diri
terhadap Tuhan akan memberi energy positif dan optimis pada diri seseorang yang nantinya
akan memunculkan perasaan tenang, positif, puas, perasaan bahagia, sukses, merasa aman
dan juga dicintai. Kondisi yang demikian menunjukkan bahwa manusia kembali pada
fitahnya yaitu sehat segi jasmani maupun rohani. Dalam agama juga menegaskan dan
menganjurkan untuk selalu patuh terhadap perintah agama supaya mendapat kesehatan fisik
maupun jiwa. Oleh karenanya manusia dalam usaha memelihara jiwa supaya tetap sehat dan
terhindar dari segala macam gangguan diperintah untuk senantiasa berserah diri terhadap
Tuhan dan melaksanakan amaliah ibadah yang diperintahkan agamanya masing-masing.

Perintah agama yang ditekankan kepada seluruh pemeluknya untuk selalu


dilaksanakan dengan baik dan rutin cukup logis untuk menentukan kesehatan mental atau
jiwa seseorang. Pelaksanaan dan bentuk perintah agama seperti ibadah, paling tidak juga
memiliki pengaruh dalam menumbuhkan keluhuran budi yang nantinya juga mendapat
perasaan sukses dalam mengabdi atau menyembah Tuhan dan mendapat ketentraman batin.
Hal yang dilakukan seperti tindakan peribadahan tersebut setidaknya juga akan memberi rasa
terhadap pemeluknya bahwa dalam menjalani hidup lebih bermakna. Sebagai ciptaan Tuhan,
manusia yang mempunyai sisi jasmani serta rohani yang keduanya tidak dapat dipisahkan
pasti sangat membutuhkan perlakuan yang bisa memuaskan kedua sisi tersebut.

Mengingat masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang religius sejak dulu


hingga sekarang, tentunya agama menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dalam upaya
pembersihan jiwa atau memelihara kesehatan jiwa atau rohani. Seperti halnya bunyi sila
pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa yang harus diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-harinya. Termasuk juga upaya program dan kajian mengenai kesehatan jiwa.
Mengenai hal ini, semakin banyak pengakuan terhadap agama yang dipandang memiliki nilai
positif terhadap kesehatan jiwa. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa peran agama
yang begitu signifikan dalam upaya atau proses penyembuhan. Seperti yang di ungkapkan
oleh Corrigan dkk (2003), bahwa adanya hubungan yang positif dari adanya keterlibatan
agama dengan psychological Well Being serta dapat meredakan gejala psikiatris yang dialami
oleh pengidap gangguan jiwa.

13
Survey juga membuktikan bahwa pada 1.824 pengidap gangguan jiwa ketika
menjalani masa proses kesembuhan, dalam hasil penelitian bahwa secara keseluruhan dari
pengidap gangguan jiwa 90% penderita mengidentifikasi diri sebagai seseorang yang taat
beragama (religius). Dari hasil penelitian tersebut menyatakan bahwasanya baik dari segi
agama dan spiritual didalamnya terdapat kekuatan terapeutik dikarenakan secara positif juga
berkaitan dengan psychological Well Being serta adanya penurunan dari gejala gangguan
jiwa. Dari hasil survey tersebut sudah jelas bahwa peran agama memiliki peran yang positif
dalam upaya merawat kesehatan rohani atau jiwa.

F. Peran Agama dalam Membentuk Kesehatan Mental Remaja

Gangguan mental pada remaja dapat mempengaruhi kondisi pikiran, perasaan dan
mood seseorang. Selain itu, gangguan mental juga berpengaruh terhadap fungsi seharihari
individu dan kemampuan individu tersebut dalam berinteraksi dengan orang lain, penggunaan
obat-obatan terlarang bahkan apabila tidak ditangani gangguan kesehatan mental dapat
menyebabkan seseorang mengalami gangguan kejiwaan/skizofrenia. Salah satu faktor yang
dapat memperbaiki kesehatan mental remaja adalah pelaksanaan kegiatan-kegiatan agama
seperti: zikir, shalat dan pemanfaatan waktu istirahat yang cukup.

1. Remaja

Masa remaja adalah salah satu masa yang paling krusial dalam perkembangan hidup
seorang manusia dimana dalam tahap ini tiap orang pasti menginginkannya terlewati
dengan tentram dan bahagia. Namun demikian, dapat dilihat bahwa kondisi tersebut tidak
mudah untuk dicapai karena terdapat banyak sekali permasalahan yang muncul pada masa
remaja ini. Salah satu persoalan pada masa remaja ini adalah munculnya depresi yang bisa
disebabkan oleh beberapa faktor seperti hubungan dengan orang tua yang kurang
harmonis, pengalaman masa kecil yang traumatik, dan kurangnya hubungan dengan teman
sebaya (Santrock, 2003). Pada masa remaja atau peralihan dari anak-anak ke fase dewasa
ini penuh dengan masalah-masalah perkembangan yang pelik, pelik bagi orang tua dan
remaja yang bersangkutan (Hidayat, 2013: 47). Beberapa faktor seperti keluarga, sekolah,
dan teman sepermainan dianggap menjadi faktor pembentukan mental anak. Banyak ahli
percaya bahwa keluarga yang bermasalah merupakan penyebab utama dalam
pembentukan masalah emosional pada anak yang dapat mengarah pada masalah sosial

14
dalam jangka panjang (Siegel & Welsh, 2011). Orang tua yang mengacuhkan atau tidak
memenuhi kebutuhan anak dengan baik akan meningkatkan resiko keterlibatan anak
dalam perilaku sosial yang tidak dapat diterima, seperti agresi dan masalah perilaku
eksternal lain (Verlaan & Schwartzman, 2002). Orang tua dari anak yang terlibat
kenakalan remaja biasanya gagal dalam memberi penguatan pada perilaku positif anak di
usia dini. Seterusnya orang tua tersebut tidak terlibat secara positif terhadap
perkembangan anak hingga beranjak remaja. Tak jarang anak malah mendapat perlakuan
kekerasan di dalam rumah. Secara teoritis, kekerasan terhadap anak dapat didefinisikan
sebagai peristiwa pelukaan fisik, mental atau seksual yang umumnya dilakukan oleh
orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak. Tindakan
pelukaan tersebut diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan
kesejahteraan anak (Gelles dalam Suyanto & Hariadi, 2002). Baik faktor kepribadian
maupun faktor lingkungan memiliki dua peran, yakni sebagai pelindung dan pemicu
resiko perilaku beresiko pada remaja. Lingkungan keluarga yang menjadi salah satu
bagian dalam faktor lingkungan akan menjadi faktor pelindung apabila keluarga dapat
menurunkan resiko anak terlibat pada perilaku yang menyimpang, sebaliknya keluarga
yang melakukan kekerasan pada anak akan menjadi faktor pemicu keterlibatan anak pada
tindakan kenakalan (Nindya & R., 2012).

2. Gangguan Kesehatan Mental

Kesehatan mental didefinisikan sebagai suksesnya pelaksanaan fungsi mental,


sehingga tercapai kegiatan yang produktif, terpenuhi hubungan dengan orang lain, dan
adanya kemampuan untuk berubah dan mengatasi kesulitan (Knopf, D., Park, M.J., &
Mulye, T.P., 2008). Kesehatan mental menurut WHO (2014) didefinisikan sebagai
keadaan dimana seorang individu menyadari potensinya, dapat mengatasi masalah
kehidupan yang lazim, dapat berkerja secara produktif dan dapat berkontribusi untuk
komunitasnya. Gangguan mental adalah suatu kondisi yang mempengaruhi pikiran,
perasaan dan mood seseorang. Selain itu, gangguan mental juga berpengaruh terhadap
fungsi sehari-hari individu dan kemampuan individu tersebut dalam berinteraksi dengan
orang lain (NAMI, 2015). Gangguan kesehatan mental ada beberapa macam yang
meliputi: cemas, depresi, Gangguaan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (Lawrence
D, Johnson S, Hafekost J, Boterhoven DHK, et al, 2015). Menurut Knopf, Park, Mulye
(2008) gangguan mental yang paling umum diderita oleh remaja adalah depresi, gangguan
kecemasan, Attention Deficit Hyperactivity Disorder dan penggunaan obat-obatan

15
terlarang. Ketidaksehatan mental seseorang akan semakin sulit dihindari bila seseorang
tidak memiliki daya tahan mental dan spiritual yang tangguh. Salah satu hal yang dapat
meningkatkan daya tahan seseorang dari ketidaksehatan mental adalah agama. Agama
mempunyai peranan penting dalam pembinaan moral karena nila-nilai moral yang datang
dari agama bersifat tetap dan universal. Apabila seseorang dihadapkan pada suatu dilema,
ia akan menggunakan pertimbangan-pertimbangan berdasarkan nilai-nilai moral yang
datang dari agama. Dimanapun orang itu berada dan pada posisi apapun, ia akan tetap
memegang prinsip moral yang telah tertanam didalam hati nuraninya serta agama berperan
dalam mental yang sakit (Bukhori, 2006). Untuk meningkatkan kesehatan mental maka
kemampuan berpikir positif perlu dibangun. Beberapa penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan pengaruh positif dari religiusitas terhadap kondisi psikologis yang negatif
seperti tekanan psikologis dan stres (Surayya Hayatussofiyyah, 2017). Pendapat diatas
didukung oleh Abdul Mujib yang menyatakan bahwa manfaat unsur religiusitas seperti
doa dan zikir bagi kesehatan manusia, ada dua manfaat yaitu: zikir sebagai terapi; pertama,
zikir dapat mengembalikan kesadaran seseorang yang hilang, sebab aktivitas zikir
mendorong seseorang untuk mengingat, menyebutkan kembali hal-hal yang tersembunyi
dalam hatinya. Zikir juga mampu mengingaatkan seseorang bahwa yang membuat dan
menyembuhkan penyakit hanyalah Allah SWT. semata, sehingga zikir mampumemberi
sugesti penyembuhan. Kedua, melakukan zikir sama nilainya dengan terapi rileksasi
(relaxtion therapy), yaitu suatu bentuk terapi dengan menekankan upaya mengantarkan
pasien bagaimana cara ia harus beristirahat dan bersantai (Mujib, Abdul & Mudzakir, J,
2001). Kesehatan mental yang terganggu dapat menyebabkan sesorang menjadi tidak
produktif. Hasil penelitian(Surayya Hayatussofiyyah, 2017) didapatkan bahwa terapi
kognitif perilakuan religius terbukti efektif dalam menurunkan depresi pada remaja. Hasil
penelitian Trimulyaningsih (2010) dan Yuliza (2012) didapatkan bahwa terapi kognitif
perilaku religius dapat menurunkan depresi pada subjek wanita dewasa dan mahasiswa.
Terapi ini juga dapat meningkatkan sisi religiusitas dari para subjek karena lebih banyak
bersyukur, dan melakukan ibadah dan do’a akan mendapatkan ketenangan batin saat
menghadapi masalah.

16
BAB III

PENDAHULUAN

A. Kesimpulan
B. Saran

17
DAFTAR PUSTAKA

Azisi, A. M. (2020). Peran Agama Dalam Memelihara Kesehatan Jiwa dan Sebagai Kontrol

Sosial Masyarakat. Al-Qalb: Jurnal Psikologi Islam, 11(2), 55-75.

Hamid, A. (2017). Agama dan kesehatan mental dalam perspektif psikologi agama, Jurnal

Kesehatan Tadulako,3(1), http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Healthy

Tadulako/about

Marzali, A. (2016). Agama dan Kebudayaan. Jurnal Antropologi, 1(1), 57-75.

Pujiati, Y. (2018). Fungsi Agama Terhadap Kesehatan Mental Menurut Zakiah Daradjat.
Skripsi Bimbingan dan Konseling Islam. Universitas Islam Negeri Raden Intang
Lampung.

Yasipin, Y., Rianti, S. A., & Hidaya, N. (2020). Peran agama dalam membentuk kesehatan

mental remaja. Manthiq, 5(1), 25-31.

18

Anda mungkin juga menyukai